Menentukan
awal ramadhan ( 1 ramadhan dan 1 syawal) (lebaran) (idul fitri)/ (idul adha)
tahun hijriah
Bilangan
tahun hijriah mengikuti peredaran bulan (Qomariyah) sehingga penentuan awal
bulan itu tergantung kepada muncul atau belumnya bulan diawal bulan tersebut,
tentu saja munculnya awal bulan itu akan berbeda antara perhitungan dan yang
memakai teknologi dengan cara melihat bulan secara langsung melihat bulan
memakai mata, terutama didaerah atau negeri tertentu yang langitnya sering
mendung (curah hujan tinggi) semacam indonesia, oleh karena itu di indonesia
sering terjadi perbedaan apalagi di indonesia melihat bulan secara langsung
lebih jelas jika diatas 2 derajat sehingga sering berbeda. Seharusnya dibuat
persamaan sesuai dengan hadis yang mengatakan puasa itu digenapkan 30 hr jika
tidak melihat bulan, sehingga untuk
daerah-daerah tertentu sering menjadi 30 hari karna sulit melihat bulan,
sedangkan nabi selama hidupnya umumnya 29 hari dan hanya 1 kali 30 hari, jika
melihat hadis diatas bolehkah kata melihat itu menggunakan ilmu dan teknologi
bukankah kita punya satelit,observatorium ,program komputer atau hanya boleh
pakai mata telanjang. Bila batas bulan yang lama dan bulan baru itu adalah
garis nol jika dengan teknologi bisa ditentukan untuk mengetahui batas bulan
baru sudah masuk maka dapat digunakan untuk kemaslahatan umat. Oleh karena itu
di daerah indonesia ini yang dengan keadaan sulitnya melihat bulan dikarnakan
curah hujan yang cukup tinggi maka hitunglah dengan perhitungan yang sesuai
dengan perintah qurn dan hadis nabi . seharusnya
dua kaidah yang dipakai tidak saling dipertentangkan malah harus salaing
melengkapi dan jalan tengahnya kita harus mengadop ilmu dan tehnologi.
Untuk itu kita bahas dulu kedua metoda dan dasar dasar kaidah yang dipakai
Hisab adalah perhitungan
secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan
dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas
mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan
sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu
optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah
Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas
cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya
sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat
telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat
maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
METODA Hisab
Definisi 'Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam
dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak(astronomi) untuk memperkirakan
posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi penting karena
menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara
posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda
masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama
untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai
berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf
diArafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang
sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan
lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari dan
bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan
posisi benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal
peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim
ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer
dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software)
yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat
dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan
bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris.
Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama
jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula
satu periode sinodik.
Salah satu contoh hasil
pengamatan kedudukan hilal
Rukyat adalah aktivitas
mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan
dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
WAKTU Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang
terbenamnya Matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan
berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari).
Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah
memasuki tanggal 1.
Namun demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat.
Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek,
maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan
masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya.
Kriteria Danjon (1932, 1936) menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat
bantu jika minimal jarak sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari
sebesar 7 derajat. [1]
Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan
peralatan canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut
Ada beberapa kriteria dalam penentuan awal
bulan hijiriyah :
Jadi dalam Penentuan awal bulan menjadi sangat
signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam menjalankan puasa
ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan
dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan
awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara
langsung. Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup
dengan melakukan hisab (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar
mengamati hilal. Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Berikut adalah beberapa kriteria yang digunakan
sebagai penentuan awal bulan pada Kalender Hijriyah, khususnya di Indonesia:
METODA Rukyatul Hilal
Definisi Rukyatul
Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat
(mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat
(atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal)
menjadi 30 hari.
Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan
berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah
(istikmal) menjadi 30 hari".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan
mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Bagaimanapun, hisab tetap digunakan,
meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan
Hijriyah.
MEODA Wujudul Hilal
Definisi Wujudul
Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan
dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima'
qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset
after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan
(kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude)
Bulan saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun
yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan
kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode Imkanur-rukyat. Hisab
Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat
atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal
bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar
yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12,
QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS.
Yasin: 36-40.
METODA Imkanur Rukyat MABIMS
Ada kriteria Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan
awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkanMusyawarah
Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada
Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
·
Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas
cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari
minimum 3°, atau
·
Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan
kemungkinan terlihatnya hilal. Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk
menjembatani metode rukyat dan metode hisab.Terdapat 3 kemungkinan kondisi.
·
Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat
dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab
sepakat dalam kondisi ini.
·
Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat
dilihat pada ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan
mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk malam
itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
·
Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal tidak
dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas
cakrawala. Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan
telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan
bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam
kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada
ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sehingga
dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi ini.Hal ini terjadi
pada penetapan 1 Syawal CONTOHNYA 1432 H
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni
setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui
Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas
hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam
tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan
menjadi 30 hari. Prinsip Imkanur-Rukyat digunakan antara lain olehPersis
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga
terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang
berbeda.
METODA Rukyat Global
Definisi Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal
bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk
negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas
telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum
melihatnya. Prinsip ini antara lain dipakai oleh Hizbut Tahrir Indonesia. [2].
Perbedaan Kriteria
Akibat perbedaan Metode penentuan kriteria penentuan
awal Bulan Kalender Hijriyah yang berbeda seringkali menyebabkan perbedaan penentuan
awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti
puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Khususnya Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah
terjadi beberapa kali. Pada tahun 1992 (1412 H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab Saudi, yang Sabtu (4 April) sesuai hasil rukyat
NU, dan ada pula yang Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat. Penetapan awal Syawal juga pernah
mengalami perbedaan pendapat pada tahun 1993 dan 1994.Pada tahun 2011 juga
terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender resmi Indonesia sudah tercetak
bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang isbat memutuskan awal
Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011. Sementara itu, Muhammadiyah tetap pada
pendirian semula awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Hal yang sama terjadi pada
tahun 2012, dimana awal bulan Ramadhan ditetapkan Muhammadiyah tanggal 20 Juli
2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal
21 Juli 2012. Namun demikian, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa
perbedaan tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada
keyakinan dan kemantapan masing-masing, serta mengedepankan toleransi terhadap
suatu perbedaan.
Pengalaman
pribadi saya pada 2006 (1427 hijriyah)
saya umroh, awal ramadhan di sana jatuh
pada hari sabtu tanggal 23 september 2006 sedangkan di indonesia tanggal 24
september 2006 pada hari minggu. Ketika
saya pulang ke indonesia 1 syawal di Mekah ternyata tanggal 23 oktober 2006 hari senin puasanya 30 hari, jika saya mengikuti pengumuman
di Indonesia maka saya puasanya 31 hari dan 1 syawalnya tanggal 24 oktober 2006 hari
selasa dan itu tidak mungkin,
oleh karena itulah saya tidak mengikuti lagi penentuan puasa di indonesia. Di indonesia sendiri sehari-hari menggunakan
perhitungan masehi dan jika memasuki awal ramadhan, syawal dan 10 zulhijah tiba-tiba menentukan bulan hijriah,
oleh karena itu saya menentukan awal puasa menggunakan prinsip apakah bulan
sudah melewati garis nol memasuki bulan baru atau belum, kalau sudah memasuki
bulan baru secara teknologi walaupun belum melebihi 2 derajat logikanya harus
dianggap sudah masuk awal bulan baru. Karena ilmu harus lebih dua drajat bukan
dari Nabi.
Sebenarnya
untuk menentukan awal bulan ramadhan bukan menggunakan hadis no 1 tersebut
diatas karena hadis tersebut untuk menentukan 1 syawal ada hadist lain. Makanya
sebenarnya untuk menentukan awal ramadan kita tidak boleh mengenyampingkan /
menapikan ilmu dan teknologi dijaman era teknologi ini. Jadi menentukan 1
syawal / 1 ramadhan dengarkanlah sidang is’bat, tapi dengan batasan ,kita anggap batas bulan baru
dengan bulan lama adalah garis nol maka bila bulan sudah bisa “terlihat”dengan
ilmu dan tehnologi yang ada sudah lewat garis batas (nol) walaupun baru setengah derajat / 38 menit
menunjukan itu sudah masuk bulan baru, bila bulan belum melewati garis nol maka
bulan masih berada di bulan lama.
Beberapa
bagian tulisan ini diunduh dari Wikipedia tgl 22 juli 2013
dok apakah di KSA ketika menjelang Ramadan dilakukan juga pengamatan viabilitas hilal, lalu dilanjutkan semacam sidang itsbat?
ReplyDelete