TUMOR TESTIS
PENDAHULUAN
Kanker testis meskipun kasus yang
relatif jarang, merupakan keganasan tersering pada pria kelompok usia 15 – 35
tahun. Setiap tahun kira-kira ditemukan 2-3 kasus baru dari 100.000 pria di
Amerika Serikat. Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis,
perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi
dan modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas
penderita kanker testis dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari 5% pada 1997. Dengan
mulai berkembangnya pengobatan yang efektif bahkan untuk pasien-pasien dengan
keadaan lanjut, perhatian pada tumor testis telah beralih pada penurunan
morbiditas dengan menentukan protokol pengobatan selektif pada setiap pasien.
Perubahan pada filosofi
penatalaksanaan tumor testis ini didasarkan pada penegetahuan mengenai perlunya
membuat metoda terapi lapis kedua setelah metode terapi pilihan pertama gagal.
ANATOMI TESTIS
Testis merupakan organ yang
berperan dalam proses reproduksi dan hormonal. Fungsi utama dari testis adalah
memproduksi sperma dan hormon androgen terutama testosteron. Sperma dibentuk di
dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2 jenis sel yaitu sel sertoli dan sel
spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah terdapat jaringan stroma
tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata
4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan yang disebut dengan tunika
albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis dibagi menjadi 250
lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh suatu lapisan
serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri menjadi
lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum.4 Di
sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan
kulit yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut
tunika dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot. Peredarahan darah testis memiliki
keterkaitan dengan peredarahan darah di ginjal karena asal embriologi kedua
organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari aorta yang
beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa deferensia yang
merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis kembai ke
pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus
inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke
dalam vena renalis kiri.
Saluran limfe yang berasal dari
testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di daerah interaaortacaval,
paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan saluran limfe testis kiri
mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri dan daerah hilus
ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.
INSIDENSI
Kanker testis adalah salah satu
dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara akurat melalui pemeriksaan
penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka penderita yaitu pemeriksaan
human chorionic gonadotropin (bhCG) dan α-fetoprotein (AFP).
Insiden kanker testis
memperlihatkan angka yang berbeda-beda di tiap negara, begitu pula pada setiap
ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru
dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari
100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika Serikat ditemuan 6900 kasus baru kanker
testis setiap tahunnya.
Kemungkinan seorang laki-laki kulit
putih untuk terkena kanker testis sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah
0,2%. Saat ini angka survival pasien dengan tumor testis meningkat, hal ini
memperlihatkan perkembangan dan perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi
kemoterapi yang efektif. Secara keseluruhan 5-years survival rate mengalami
peningkatan dari 78% pada 1974-1976 menjadi 91% pada 1980 – 1985. Puncak
insiden kasus tumor testis terjadi pada usia-usia akhir remaja sampai usia awal
dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada
anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan insiden tertinggi kasus tumor testis
terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat tumor ini menjadi noeplasma
tersering mengenai pria usia 20-34 tahun dan tumor tersring kedua pada pria
usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya.
Kanker testis sedikit lebih sering
terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini berhubungan dengan lebih
tingginya insidensi kriptoidosme pada testis kanan dibanding testis kiri. Pada
tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral dan kira-kira 50%
terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidsme unilateral ataupun bilateral.
Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer
bilateral 1 – 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.1Tumor primer
testis bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi
cenderung memiliki kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk
( 1983 ) di dapatkan seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering
( 48 % )1 sedangkan limfoma maligana adalah tumor testis sekunder bilateral
tersering.
ETIOLOGI
Saat ini belum diketahui faktor
yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis, adanya faktor bawaan dan didapat
merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan kriptokidisme merupakan
faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab kanker testis. Faktor resiko
tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis intra abdomen yang
diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus undescensus testis
). Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya
keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
Adanya bukti klinis dan
eksperimental mendukung faktor konginetal sebagai etiologi dari tumor sel
germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal primordial mengalami
perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya gangguan
dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya kriptokidisme, orchitis,
disgenesis gonad, adanya kelaianan herediter ataupun oleh karena paparan bahan
kimia yang bersifat karsinogenik maka perkembangan normal sel germianl
mengalami hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap menjadi etiologi
terjadinya tumor sel germial yaitu : (1) Faktor kongenital, (2) Faktor didapat.
a. Faktor kongenital
Kriptokidisme
Dari suatu penelitian yang
dilakukan Grove ( 1954 ) memperlihatkan bahwa 7-10% pasien dengan tumor testis
memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973
) mengemukakan 5 keadaan yang dianggap kriptokidisme menjadi penyebab
terjadinya tumor testis yaitu : 1) Morfologi sel germinal yang abnormal; 2)
Peningkatan temperatur tempat testis berada ( intraabdomen atau spermatic cord
); 3) Gangguan aliran darah; 4) Kelainan fungsi endokrin; 5) Disgenesis
kelenjar gonad.
Insiden pasti kasus kriptokidisme
belum diketahui, ini dikarenakan seringkali data pasien dengan kriptokidisme
bercampur dengan data pasien dengan testis retraktil. Dari suatu penelitian
serial oleh Scorer dan Ferrington ( 1971 ) didapatkan hasil kasus kriptokidisme
pada neonatus sebesar 4,3%, pada bayi dan anak-anak 0,8% dan pada orang dewasa
sebesar 0,7%. Gilbert dan Hamilton ( 1940 ) melaporkan 7000 pasien dengan tumor
testis dan mendapatkan 12% ( 840 pasien ) dari mereka memliki riwayat
kriptokidisme. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat
kriptokidisme memiliki resiko3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding
pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) megemukakan penelitiannya
bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya menjadi kanker
testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel germinal testis untuk
kedua kalinya pada testis sisi yang lain.
b. Faktor yang didapat
Trauma
Meskipun trauma memiliki andil pada
terjadinya teratoma pada unggas akibat zinc-induced atau cooper induced, tapi
pada manusia kemungkinan trauma sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum
secara jelas diketahui.
Hormon
Terjadinya fluktuasi hormon seks
memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor testis, ini didasari oleh
penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen pada tikus yang sedang
hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak yang menderita
kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan Kanzak,1977 ).
Penelitian oleh Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama bahwa anak yang
dilahirkan oleh ibu yang mendapatkan diethylstilbestrol atau kontrasepsi oral
menderita kriptokidisme dan disgenesis kelenjar gonad.
Atrofi
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik
virus mump pada testis diduga menjadi penyebab terjadinya atrofi testis yang
potensial menjadi penyebab terjadinya tumor testis. Namun demikian peran atrofi
testis sebagai faktor penyebab terjadinya tumr testis masih merupakan
spekulasi.
Terdapat klasifikasi besar yang
membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :
1. Tumor sel germinal
testis, termasuk dalam kelompok ini adalah
seminoma, karsinoma
sel embrional, tumor yolk sac, trratoma, koriokarsinoma dan mixed cell tumor.
2. Tumor non sel
germinal testis, meliputi tumor sel leydig, tumor
TUMOR SEL GERMINAL
TESTIS
Tumor sel germinal merupakan tumor
testis yang paling sering ditemukan sebagi tumor primer yaitu meliputi
kira-kira 90-95 % dari seluruh tumor primer testis ( seminoma dan non seminoma)
dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor sel sertoli
dan gonadoblastoma). Sejumlah sistem klasifikasi dikemukakan untuk membagi
tumor sel germinal testis. Sistem klasifikasi berdasarkan tipe histologi dari
tumor ini adalah sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan.
Berdasarkan
klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi:
• Seminoma
• Non seminoma germ
cell tumor ( NSGCT ), termasuk di dalamnya adalah karsinoma sel embrional,
teratoma, koriokarsinoma dan tumor-tumor campuran ( mixed tumors )
1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran
histologis dari tumor jenis ini yaitu :
• Seminoma klasik
Disebut juga dengan typical
seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar dari seluruh kasus
seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4 kehidupan namun tidak jarang
terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan. Secara makroskopis tampak nodul
berwarna abu-abu yang menyatu dan secara mikroskopis telihat lapisan yang
monoton pada sel besar dengan sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat.
Pada 10-15% kasus tampak terlihat sel-sel sinsitioteofoblas dan ini sesuai
dengan jumlah kasus seminoma yang disertai dengan adanya produksi hCG.
• Seminoma anaplastik
Meliputi 5-10% seluruh kasus
seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma anaplastik secara mikroskopis
harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis perlapang pandang besar dan sel-sel
nya memperlihatkan adanya intisel pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi
dari subtipe seminoma klasik. Seminoma anapastik cenderung memperlihatkan
staging yang lebih tinggi dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat
jarang, seminoma anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang
akhirnya meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah
tanda yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki
potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat dilihat
bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktifitas mitotik yang lebih besar, (2)
rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi dan (4)
Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.
• Seminoma
spermatositik
Subtipe ini meliputi 5-10% dari
seluruh subtipe seminoma. Secara mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan
karakter sel berupa perbedaan
pada kekeruhan
sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat dengan kromatin yang
memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma spermatositik berumur lebih
dari 50 tahun.
2. Nonseminoma
Terdapat 5 tipe tumor yang
merupakan bagian dari tumor sel germinal nonseminoma, yaitu :
a. Karsinoma sel
embrional
Terdapat 2 varian /
tipe dari karsinoma sel embrional yaitu :
• Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan
tanda pleomorfisme dan batas sel yang tidak jelas. Secara makroskopis kemungkinan
tampak terlihat adanya hemoragis yang luas dan jaringan yang nekrotik.
• Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac
atau tumor sinus endodermal adalah tumor testis tersering pada bayi dan
anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa maka kemungkinan merupakan tipe
campuran dan sangat mungkin jenis tumor yang menghasilkan AFP. Secara
mikroskopis terlihat adanya sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya
deposit lemak dan glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat
seperti embrio berusia 1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang
dikelilingi oleh sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
b. Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada
anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri lebih dari satu lapisan sel germinal
yang bervariasi dalam maturasi dan diferensiasinya. Secara makroskopis tumor
ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari beragam ukuran kista-kista yang
berisi materi gelatin dan musin.
Secara mikroskopis, ektoderm
mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel skuamosa, endoderm oleh
saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma jenis matur memiliki gambaran
struktur yang jinak yang berasal dari ektoderm, mesoderm dan endoderm,
sedangkan teratoma jenis immatur terdiri dari jaringa primitif yang tidak
terdiferensiasi pembentuk sistem respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh
otot polos atau otot lurik, jaringan kartilago dan tulang.
c. Koriokarsinoma
Kasus dengan koriokarsinoma murni
adalah kasus yang jarang. Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil
dan biasanya terdapat suatu pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis,
koriokarsinoma merupakan keganasan yang agresif karena tumor ini menyebar luas
secara hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi kecil pada testis dapat
merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain.
d. Mixed cell tumor
Yang termasuk dalam tumor jenis
mixed cell sebagian besar (25%) adalah teratokarsinoma yang bercampur dengan
teratoma dan karsinoma sel embrional. Lebih dari 6% dari seluruh tumor testis
adalah jenis mixed cell dengan salah satu komponennya adalah seminoma.
Pengobatan untuk karsinoma mixed cell yang terdiri campuran antara seminoma dan
nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor nonseminoma saja.
e. Karsinoma in situ
Pada sebuah penelitian yang melibatkan
250 pasien dengan tumor testis satu sisi, Berthelsen dkk (1982) mengemukakan
bahwa 13 (5,2%) pasien memiliki karsinoma in situ pada testis sisi yang
lainnya, persentase ini bahkan 2kali lebih besar daripada persentase kasus
kanker testis yang mengenai kedua testis. Dari 13 kasus itu setelah dilakukan
pengamatan selama 3 tahun 2 kasus berkembang menjadi kanker testis yang
bersifat invasif.
POLA PENYEBARAN TUMOR
Tumor testis hampir selalu
bermetastasis secara limfogen kecuali koriokarsinoma yang menyebar secara
hematogen sejak staging awal. Tumor testis kanan dapat menyebar ke kelenjar
getah bening daerah interaortocaval yang terletak sejajar dengan hilus ginjal
kanan, selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval, preaorta, paracaval,
iliaka komunis kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna kanan.
Tempat yang menjadi daerah
penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta yang sejajar dengan daerah hilus
ginjal kiri, selanjutnya tumor akan menyebar ke kelenjar getah bening preaorta,
iliaka komunis kiri dan iliaka eksterna kiri.
Dari sebuah pengamatan oleh
Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 ) memperlihatkan bahwa tumor testis kiri
tidak pernah bermetastase ke kelenjar getah bening di sisi kanan, sedangkan
tumor testis kanan seringkali bermetastasis ke kelenjar getah bening pada sisi
kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah bening di iliaka eksterna distal
dan obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis dan funikulus spermatikus
sedangkan penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal disebabkan terjadi
invasi tumor ke tunika albuginea dan ke kulit skrotum.
Tempat yang paling
sering menjadi lokasi penyebaran tumor testis adalah daerah retroperitoneal,
tempat lainnya yang juga menjadi lokasi penyebaran tumor testis adalah
paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, gastrointestinal dan
limpa.
GEJALA DAN TANDA
Gejala yang paling sering muncul
pada pasien dengan kanker testis adalah pembesaran testis yang berlangsung
gradual yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Penegakkan diagnnosis kanker
testis diperlukan untuk memutuskan dilakukan terapi definitif ( orchidectomy )
dan sering kali pasien mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis ( biasanya
3 – 6 bulan) dan ini berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya
gejala nyeri akut pada testis ditemukan pada 10% kasus dan mungkin berhubungan
dengan pendarahan intratestikuler atau oleh adanya proses iskemia/infark.
Kira-kira 10% pasien mengeluh oleh
suatu gejala yang diakibatkan penyebaran/metastase tumor. Keluhan nyeri
punggung adalah keluhan tesering yang dirasakan penderita, keluhan ini akibat
penyebaran tumor ke retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang
disebabkan metastase ke paru, anoreksia,mual dan muntah ( penyebaran ke
retroduodenal ) nyeri tulang ( metastease ke tulang ) dan pembengkakan pada
ekstremitas inferior ( oleh karena obstruksi vena cava ) dan mungkin
saja ditemukan massa
di daerah leher ( metastase ke kelenjar getah bening supraclavicula ).
Seringkali kelainan ini ditemukan secara tidak sengaja karena tidak ada keluhan
apapun. Gonadotropin yang mungkin
disekresi oleh sel tumor dapat menyebabkan ginekomastia. Kadang keadaan umum
merosot cepat dengan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik dengan
melakukan pemeriksaaan bimanual ditemukannya masa atau pembesaran yang
menyeluruh pada testis adalah tanda utama pada banyak kasus. Masa biasanya
keras dan tidak menimbulkan nyeri tekan dan dapat dengan mudah dipisahkan dari
epididimis. Seringkali tanda ini dikaburkan oleh adanya hidrocelle tapi dapat
diatasi dengan pemeriksaan transluminasi pada skrotum.
Pemeriksaaan pada abdomen dapat
ditemukan masa yang besar di daerah retroperitoneal. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan pada daerah supraclavucula, axilla dan inguinal. Pada 5% kasus
tumor sel germinal ditemukan ginekomastia tapi akan lebih besar pada pasien
tumor sel leydig dan tumor sertoli ( 30-50% ), hal ini kemungkinan berkaitan
dengan interaksi yang kompleks antara hormon testosteron, estrogen, estradiol,
prolaktin, human chorionic somatomammotropin dan hCG. Terjadinya ginekomastia
dapat disebabkan atau juga tidak disebabkan oleh hormon-hormon tersebut.
Hubungan antara ginekomastia morfologi tumor primer dan kelainan endokrin masih
belum sempurna dapat diterangkan
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Sejumlah penanda biokomia sangat
diperlukan untuk mendiagnosis dan penatalaksanaan karsinoma testis yaitu
α-fetoprotein ( AFP ), human chorionic gonadotropin ( hCG ), dan lactic acid
dehydrogenase ( LDH ). Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein dengan berat
molekul 70.000 dalton dan waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia kurang
dari 1 tahun, meningkat dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non
seminoma germ cell tumor ( NSGCT ) dan tidak pernah ditemukan pada kasus
seminoma. Human chorionic gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan berat
molekul 38.000 dalton, waktu paruhnya 24 jam. Pada orang normal hormon ini
secar signifikan tidak dianggap ada namun meningkat pada pasien dengan NSGCT
dan dapat meningkat pada pasien seminoma ( 7 % ). Lactic acid dehydrogenase
adalah enzim intrasel denagn berat molekul 134.000 dalton. Enzim ini dalam
keadaan normal ditemukan di otot ( otot polos, lurik dan jantung ), hati,
ginjal dan otak. Kadarnya meningkat baik pada pasien NSGCT dan seminoma. Penanda
lain yang juga dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kanker testis adalah
placental alkaline phospatase ( PLAP ) dan gamma-glutamyl transpeptidase ( GGT
).
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
Tumor primer testis dapat dengan
cepat dan tepat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi pada
testis. Sekali kanker testis terdiagnosis setelah dilakukan orchiectomy
inguinal maka staging harus dilakukan. Pemeriksaan foto rontgen dada dan
CT-scan abdomen dan pelvis dilakukan untuk mengetahui adanya metastase ke paru
dan retroperitoneal yang paling sering menjadi tempat penyebaran tumor testis.
Magnetic resonance imaging ( MRI )
secara umum tidak memberikan informasi gambaran radiologis yang lebih baik
daripada CT-scan pada kasus tumor testis.
KLASIFIKASI
Pada
tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi TNM yang
mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu :
• T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer
tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan
adanya tumor primer
Tis : kanker
intratubular ( karsinoma in situ )
T1 : Tumor terbatas
pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke
pembuluh darah
T2 : Tumor melewati
tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh
darah
T3 : Tumor mencapai
funikulus spermatikus
T4 : Tumor mencapai
kulit skrotum
• N ( Kelenjar getah
bening regional )
Nx : Adanya metastase
ke kelenjar getah bening tidak dapaditentukan
N0 : Tidak terdapat
metastase ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat
metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi
≤ 2 cm dan melibatkan ≤ 5 kelenjar
geatah bening
N2 : Metastase > 5
kelenjar, ukuran massa 2-5 cm
N3 : Ukuran massa >
5 cm
• M ( metastase jauh )
Mx : Adanya metastase
jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak terdapat
metastase jauh
M1 : Ditemukan adanya
metastase jauh
• S ( Tumor marker
pada serum )
Sx : Tumor marker
tidak tersedia
S0 : Nilai kadar tumor
marker pada serum dalam batas normal
S1 : Nilai kadar
Lactic acid dehydrogenase (LDH) <> 10 x normal atau hCG > 50.000
mlU/ml atau AFP> 10.000ng/ml
Stadium dan tingkat penyebaran
karsinoma testis ( Peckham ).
Stadium Lokasi Tumor
I Tumor terbatas pada
testis dan rete testis
IIA Tumor mengenai KGB
retroperitoneal,ukuran <> 2 Cm dan <> 2 Cm
III Tumor mengenai KGB
supraklavikula atau mediastinum
IV Metastase
ekstralimfatik
DIAGNOSIS BANDING
Kesalahan dalam membuat diagnosis
pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira 25 % pasien dengan tumor testis
dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan dalam penatalaksanaanya dan
kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan pembedahan melalui approach yang
keliru ( Insisi pada skrotum ) untuk melakukan eksplorsi testis.
Kelaianan yang paling sering
membuat seorang klinisi melakukan kesalahan diagnosis adalah epididimitis atau
epididimoorchitis. Pada keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa
pembesaran, nyeri tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis,
tapi pada keadaan lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka
gejala-gejala tadi akan melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge
uretra dan gejala iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis
epididimis. Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal
dari epididimis dan buakn dari testis.
Kelainan kedua yang seringkali menyebabkan
kekeliruan dalam membuat diagnosis tumor testis adalah hidrokel, pemeriksaan
transluminasi skrotum dapat dengan mudah membedakan antara adanya cairan pada
hidrokel dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10% pasien dengan tumor
testis ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila dengan pemeriksaan
fisik terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka pemeriksaan USG
merupakan suatu keharusan. Kelaianan lain yaitu spermatokel, massa kistik pada
epididimis, hematokel oelh karena trauma, varikokel dan orchitis granulomatosis
yang sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkolosis pada testis hampir
selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis. Merupakan hal yang
sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang tuberkolosis dengan
massa tumor testis, oleh karena itu jiak pada pemberian OAT didapatkan respon
yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan pasien dengan
tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat alamiah dari tumor, staging
klinis dan efektifitas pengobatan. Tindakan orchiectomi radikal adalah tindakan
bedah yang harus dilakukan. Apabila dari serangkaian pemeriksaan adanya kanker
testis tidak dapat di singkirkan maka tindakan ini dapat dikerjakan.
Tindakan biopsi melalui skrotum
atau membuka testis harus dihindari. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung
pada hasil pemeriksaan histopatologi dan staging tumor secara patologi.
A. Penatalaksanaan
tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 )
Seminoma
Pasien yang secara klinis
menunjukkan gejala dan tanda tumor yang terbatas pada testis, pemberian radiasi
adjuvant terhadap kelenjar getah bening retroperitoneal dan kemoterapi adalah
pilihan terapi paska orchiektomi. Radiasi adjuvan masih merupakan terapi
pilihan pada penderita seminoam stage I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada
jenis nonseminoma.
Dengan melakukan orchiektomi
radikal dan radioterapi pada daerah retroperitoneal ( biasanya 2500-3000 cGy ),
paraaorta dan pelvis ipsilateral maka 95% seminoma stage I dapat sembuh.
Seminoma merupakan tumor yang radiosensitif. Penelitian terakhir membuktikan
bahwa sekitar 15% pasien dengan staging I klinis telah menyebar ke daerah
retroperitoneal. Meskipun efek samping pemberian radiasi dosis rendah jarang
terjadi tapi pada pemberian dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan
menunjukkan adanya infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan
radiasi menginduksi timblnya keganasan lain.
Nonseminoma
Tindakan orchiektomi inguinal saja
mampu menyembuhkan 60-80% pasien nonseminoma. Tindakan retroperitoneal lymph
node dissection ( RPLND) perlu dilakukan dengan tujuan terapi dan diagnostik.
Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien dengan nonseminoma nyang
secara klilnis masuk dalam staging I ( occult metastase ) sehingga pada
klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA. Tindakan RPLND dilakukan melalui
thoracoabdominal approach.
B. Penatalaksanaan
tumor dengan staging II ( N1-N3 )
Seminoma
Seminoma staging II ( stage IIA dan
IIB ) memiliki angka kesembuhan ( cure rate ) 85 – 95 %. Termasuk dalam staging
ini adalah pasien dengan tumor yang telah bermetastase ke daerah
retroperitoneal yang berukuran tranversal kurang dari 5 cm dengan staging
N1-N3. Sebagai terapi pilihan tumor pada staging II adalah radioterapi dengan
angka kekambuhan kurang dari 5 % dengan5-years survival ratenya 70 – 92 %. Pada
pasien dengan ukuran tumor di retroperitoneal lebih dari 5 cm ( N3 ) kira-kira
setengahnya akan bermetastase keluiar regio tersebut. Perlu diperhatikan
pasien-pasien dengan penyakit ginjal tapal kuda ( hourse shoe kidney ) dan
inflammatory bowel disease maka terapi radiasi merupakan kontraindikasi dan
kemoterapi adalah terapi pilihan pada pasien seminoma dengan kelainan ini.
Obat-obat kemoterapi yang digunakan adalah bleomycin, etoposide dan cisplatin (
BEP ).
Nonseminoma
Retroperitoneal lymph node
dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan operasi yang standar dilakukan pada
pasien dengan tumor nonseminoma stage IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan
tumor marker ( AFP ) normal, jika terdapat peningkatan kadarnya daam darah dan
timbul gejala dan tanda adanya kelaianan sistemik akibat metastase tumor maka
terapi yang harus dilakukan adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri
dari bleomycin, etoposide dan cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide,
dactinomicyn, bleomycin, dan cisplatin ( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Cisplatin diberikan
sebanyak dua siklus jika ditemukan :
• Lebih dari 6
kelenjar getah bening terkena.
• Terdapat massa tumor
yang berukuran lebih dari 2 cm.
• Adanaya tumor di
luar kelenjar getah bening.
Jika terjadi
kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak 3-4 siklus.
C. Penatalaksanaan
tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
Seminoma
Penatalaksanaan seminoama staging
tinggi ( high tumor burden ) yang meliputi pasien dengan tumor yang telah
mengalami penyebaran yang luas, ukuran tumor yang besar, terdapat metastase ke
viseral dan kelenjar supradiafragma termasuk juga pasien yang masuk dalam
staging IIC ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 ) pemberian cisplatin dapat mengobati
60-70% pasien.
Terdapat pembagian
seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap pengobatan yaitu :
• Seminoma dengan
prognosis baik
Pasien ini memiliki kemungkinan
sembuh yang tinggi dengan respon terhadap terapi mencapai 88-95%. Regimen obat
yang diberikan berupa etoposide dan cisplatin sebanyak 4 siklus atau dapat
diberikan BEP sebanyak 3 siklus.
• Seminoma dengan
prognosis buruk
Pasien dengan respon yang buruk
terhadap kemoterapi memiliki respon rate sebesar 40% dan pasien ini dapat
diberikan BEP sebanyak 4 siklus.
Nonseminoma
Pasien dengan massa tumor yang
besar di daerah retroperitoneal (lebih dari 3 cm atau terdapat pada 3 slice
CT-scan ) atau terdapat metastase maka terapi dengan kemoterapi primer
merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika hasil pemeriksan tumor
marker normal dan pemeriksan radiologi terlihat adanya massa maka harus
dilakukan tindakan reseksi karena massa tersebut 20% merupakan sisa massa tumor,
40% adalah teratoma dan 40 % merupakan massa tumor yang mengalami fibrosis.
Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu dilakukan RPNLD karena lebih dari 10%
kasus tetap ditemukan massa tumor, walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil
yang sangat baik perlu dilaukan evaluasi kadar tumor marker selama pemberian
kemoterapi untuk mengetahui respon tumor terhadap pengobatan.
Orchiektomi radikal
Indakasi dilakukannya orchiektomi
radikal adalah pasien dengan kecurigaan adanya tumor testis. Kecurigaan tumor
testis apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa yang irreguler
yang berasal dari testis, tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus
dipastikan melalui pemeriksaan Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya
tumor testis diperlihatkan oleh gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi
intratestikuler. Tindakan ini dilakukan untuk menentukan diagnosis
histopatologi dan staging T. Tindakan ini pada sebagian besar kasus memiliki
morbiditas dan mortalitas yang rendah serta mampu mengontrol perkembangan tumor
lokal. Pada sedikit kasus memang terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi ini
disebabkan oleh karena tumor spillage, orchiectomy subtotal atau operasi
melalui transscrotal ( whitmore, 1982 ). Tindakan orchiectomy dilakukan dengan
anestesi umum ataupun anestesi lokal dan dapat dilakukan pada pasien-pasien
rawat jalan. Pasien dalam posisi supine dengan skrotum ditempatkan dalam medan
operasi yang steril. Dilakukan insisi oblique pada daerah inguinal kira-kira 2
cm diatas tuberculum pubicum dan dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas
untuk mengangkat tumor yang berukuran besar. Insisi pada fasia Camper dan
Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus dilanjutkan dengan menginsisi
aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai mencapai anulus inguinalis
internus. Indentifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus
setinggi anulus inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan
klem atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi. Testis dan kedua tunika
pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara tumpul dengan hati-hati, jika
akan dilakukan biopsa atau subtotal orchiectomy, pengeleluaran testis dari
skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis dan menginsisi jaringan
testis. Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus spermatikus ke
dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri. Dilakukan irigasi pada luka dan
skrotum dan hemostasis lalu dapat dilalukan pemasangan protease testis.
Selanjutnya dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus dengan
benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorble dan selanjutnya
dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada skrotum dapat
meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien yang telah menjalani orchiektomi radikal adalah : Pendarahan, yang
terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau reroperitoneal; Infeksi luka
operasi; Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya
hipostesia pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.
HASIL DAN PROGNOSIS
Seminoma
Setelah dilakukan orkiectomi
radikal dan pemberian radiasi eksterna, maka pada pasien seminoma stag I
5-years disease-fre surviva rate mencapai 95% dan 92-94% pada seminoma stag
IIA. Pada pasien dengan staging yang lebih tinggi yang telah menjalani
orkiekomi radikal yang diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5-years
disease-fre surviva ratenya 35-75%.
Nonseminoma
Pasien pada stag I yang menjalani
orchiektomi radikal dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva rate yang
tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stag II dengan massa tumor yang kecil dan
telah menjalani orkoiektomi radikal dan kemoterapi 5-years disease-fre surviva
rate nya mencapai 90% sedangkan pasien pada stag ini tapi dengan massa tumor
yang besar yang telah dilakukan orchiektomi radikal diikuti dengan kmoterapi
dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva rate sebesar 55-80%.
Tindak lanjut
Semua pasien dengan kanker sel
germinal memerlukan pengamatan secara teratur. Pasien yang telah menjalani
tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan pengamatan lanjutan setiap 3 bulan
selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5 tahun selanjutnya setiap satu
tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan pemeriksaan fisik pada sisa
testis, abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya, perlu pula dilakukan
pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG dan LDH. Selain itu
perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan abdomen.
TUMOR TESTIS NON SEL
GERMINAL
Tumor testis non sel germinal hanya
meliputi 5-6% dari seluruh kasus tumor testis. Terdapat 3 tipe tumor testis non
sel germinal yaitu tumor sel leydig, tumor sel sertoli, dan gonadoblastoma.
1. Tumor sel leydig
Tumor sel leydig adalah tumor
testis non sel germinal tersering yang dijumpai meliputi 1-3% dari seluruh
tumor testis. Tumor ini 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan
tumor bilateral. Terdapat jenis yang jinak dan ganas. Penyebab tumor jenis ini
tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor testis sel germinal yang
dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak dikaitkan dengan
kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna kekuningan tanpa adanya
gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel heksagonal yang granuler
dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan
pada penyakit ini berupa virilization pada pasien usia pra pubertas dan
merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa biasanya tidak bergejala
meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya ginekomastia dan tumor bersifat
ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan kadar
17-ketosteroid serumdan urin dan juga kadar estrogen. Pemeriksaan
17-ketosteroid penting untuk membedakan jenis jinak dengan yang ganas,
peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah pertanda untuk tumor ganas dan
indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini
adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk tumor ini maih belum dapat
ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah jarang. Progonosis tumor sel
leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis yang ganas prognosisnya
buruk.
2. Tumor sel sertoli
Tumor sel sertoli merupakan kasus
yang sangat jarang, hanya meliputi kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor
testis. Dari seluruh kasus tumor sel sertoli 10% nya merupakan jenis ganas
sedangkan sisanya merupakan lesi jinak. Pada lesi jiank terlihat sel-sel dengan
gambaran yang baik seperti pada sel leydig normal sedangkan pada jenis ganas
terlihat sel dengan batas-batas yang tidak jelas. Secara mikroskopis tampak
sel-sel yang heterogan yang merupakan campuran dari sel epitel dan sel stroma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya massa tumor pada testis dan terjadi virilisasi pada penderita anak-anak.
Pada 30% kasus ditemukan adanya ginekomastia pada pasien dewasa.
Tindakan orchiektomi merupakan
terapi awal untuk tumor ini dan RPLND diindikasikan untuk jenis tumor ganas.
Peran kemoterapi dan radioterapi untuk tumor sel sertoli masih belum jelas.
3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5%
dari seluruh kasus tumor testis dan hampir selalu ditemukan pada pasien dengan
disgenesis testis. Penderita tumor ini sebagian besar dijumpai pada usia
dibawah 30 tahun. Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan
dengan keadaan yang mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis
kelenjar gonad. Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma
secara fenotip adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita
kriptokidisme dan hipospadia.
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma
adalah orchiektomi radikal. Jika ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad
maka tindakan gonadektomi kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad
yang terkena merupakan indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma
cenderung untuk mengenai kedua testis.
DAFTAR PUSTAKA
- Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004. Hal 791-792.
- Basuki B Purnomo, Dasar-dasar
Urologi. Edisi ke-2. Jakarta : CV. Sagung Seto. 2003. Hal 181-186.
- Doherty GM. Current Surgical
Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.2006. Page 1049-1051
- Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.1994. Hal 492-494.
- Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000. Hal
580-594.
- http://www.urologi-dharmais.com/view.php?idartikel=30
- http://images.google.com/imgres?imgurl=http://2.bp.blogspot.com
No comments:
Post a Comment