"A Man can't make a mistake can't make anything"

Wednesday, 10 April 2013

PENANGANAN KONTRAKTUR / CONTRACTUR



PENDAHULUAN

Penting untuk dibedakan istilah kontraktur dan kontraksi. Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka.
Kontraksi adalah suatu proses dinamik yang aktif yang melibatkan fungsi dari sel-sel yang hidup dan pemindahan energi. Proses kontraksi jelas terlihat pada luka yang besar dan dibiarkan sembuh sendiri tanpa tindakan penutupan sekunder atau skin graft. Pada luka tersebut akan terjadi pengecilan dari luas luka. Misalnya luka-luka amputasi pada paha dimana diameter luka-luka tersebut 18-20 cm atau lebih akan mengecil menjadi kurang lebih 4-5 cm diameternya karena proses kontraksi. Jadi  luka amputasi tersebut 90% akan tertutup dengan gerakan sentripetal dari tepi luka.
Kontraktur adalah keadaan yang disebabkan oleh kontraksi tersebut. Pada tahun 1974 Ryan dan Madden pada tahun 1975 menemukan bahwa sel-sel yang menyebabkan proses kontraksi adalah miofibroblas, sedangkan serat kolagen hanya memelihara apa yang dihasilkan oleh aktivitas miofibroblas tersebut. Mekanisme yang pasti mengenai proses kontraksi pada luka memang belum jelas, tapi pada kenyataannya luka dengan kerusakan permukaan kulit dengan dasar luka yang lemah (misalnya kelopak mata, bibir, atau pipi) akan menimbulkan kontraksi. Sedangkan pada daerah dahi atau kepala dimana kulit relatif lebih erat hubungannya dengan tulang dibawahnya, proses kontraksi pada luka lebih terbatas.















BAB II
KONTRAKTUR

II.1 Definisi
Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
II.2 Etiologi
Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.


II.3 Penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diketahui fase-fase penyembuhan luka.
Tahap I: Fase inflamasi /fase substrat / fase eksudasi / lag phase
Dimulai saat luka terjadi sampai hari ke 3-5. Fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda­-benda asing dan jaringan mati. Jaringan yang rusak dan mast cell mensekresi histamin dan enzim yang menyebabkan vasodilatasi kapiler dan eksudasi serum serta leukosit kedalam luka.
Semakin hebat inflamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai.


Fase ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
a. Komponen vaskuler
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem.
b. Komponen hemostatik
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Tahap II: Fase destruksi
Dimulai hari ke-2 sampai hari ke-5. Sel-sel polimorfonuklear dan makrofag akan membersihkan luka jaringan nekrosis dan bakteri, terdiri dari komponen selluler. Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri.
Tahap III : Fase fibroplasi/proliferasi/fase jaringan ikat
Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga (hari ke-3 sampai hari ke-24). Pada  fase ini fibroblas memproduksi kolagen. Aktivitas fibroblas ini mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-7, fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu :
a.     Komponen epitelisasi
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.
b. Komponen kontraksi luka
Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.
c. Reparasi jaringan ikat
Luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Tahap IV : Fase maturasi/Fase remodeling/fase resorpsi/fase diferensiasi/penyudahan
Mulai hari ke 24 sampai berbulan-bulan/satu tahun. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan/satu tahun dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang  diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

Kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses ini bersamaan dengan epithelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastis ini akan menyebabkan sendi ekstensi penuh kembali.
Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan banyak mengandung kolagen akan meliputi neurovascular bundle dan ensheated flexor tendon. Juga pada permukan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan  hingga akan membatasi range of motion.
II. 4 Klasifikasi Kontraktur
Berdasarkan  lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya terbatas di kulit saja, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.


2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang mengenai jaringan dibawah kulit Kontraktur yang terjadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.
Menurut bentuknya, kontraktur dibagi atas:
1.     Kontraktur linier
2.     Kontraktur diffusa
Kontraktur linier  : -    berbentuk garis lurus
-       dipinggir garis terdapat web yang merupakan kelebihan kulit

-        pada penanggulangannya dibuat desain Z plasty yaitu 2 buah flap segitiga yang saling dipindahkan tempatnya, dengan desain ini maka garis kontraktur tersebut akan diperpanjang dengan mempertahankan kelebihan kulit pada sisi-sisi kontraktur tersebut.
Kontraktur diffusa : -   Berbentuk diffus pada persendian
-       Pada penanggulangannya, dilakukan pelepasan dari kontraktur , dan kekurangan yang timbul ditutup dengan Full Thickness Skin Graft (FTSG)
II.5 Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dipertahankan  memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.



II.6 Pencegahan kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi :
1. Mencegah infeksi
Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.
2. Skin graft atau Skin flap
Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap.
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal

Pada luka dengan kehilangan kulit, atau pada luka bakar derajat III di daerah persendian perlu segera dilakukan skin grafting. Pada daerah resipien yang masih segar, kemungkinan kontraksi akan minimal. Tetapi bila daerah jaringan sudah bergranulasi, kemungkinan timbulnya kontraksi sangat besar.
Pada luka dengan kehilangan sebagian kulit atau pada luka bakar derajat II di daerah persendian diperlukan pembidaian. Dengan pembidaian, maka proses kontraksi pada luka tersebut akan akan ditahan oleh bidai tersebut. Pembidaian yang terus menerus pada persendian hanya boleh selama tiga minggu, untuk mencegah adanya kekakuan sendi. Setelah itu dilanjutkan dengan pembidaian pada malam hari (night splint) sampai proses penyembuhan luka berakhir. Dengan kata lain pembidaian dihentikan setelah luka menjadi matang (mature), yaitu dimana luka sudah lemas dan pucat.
II.7 Penanggulangan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. 


Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
- Leher : ekstensi / hiperekstensi
- bahu : abduksi, rotasi eksterna
- Antebrakii : supinasi
- Trunkus : alignment yang lurus
- Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20˚
- Sendi panggul tidak ada fleksi dan rotasi eksterna
- Pergelangan kaki : dorsofleksi
Description: Proper positioning untuk penderita luka bakar
Gambar 2. Proper positioning untuk penderita luka bakar
b. Exercise
Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur.

Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur.  Adapun macam-macam exercise adalah :
- Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
- Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
      dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
- Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat.
- Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan mela­wan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
- Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap
penderita.
c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning.
Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang.
d. Splinting / bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
e. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.

2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pencegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Z - plasty atau S - plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
Gambar 3 Z-plasty
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Pada skin graft terjadi dua macam proses kontraksi:
1.     Primary contraction
Segera setelah skin graft diambil, maka skin graft ini akan mengalami kontraksi sehingga luas skin graft akan mengecil. Makin tebal skin graft maka kontraksinya makin kuat.
2.     Secondary contraction
Maturasi dari jaringan parut yang ada diantara skin graft dengan  menimbulkan kontraksi pada skin graft , dan secara permanen akan mengurangi luas permukaan skin graft tersebut. Makin tebal skin graft makin kecil timbulnya secondary contraction.
Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-­hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.


c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.
Kontraktur  yang  berat  karena  jaringan  parut yang  hipertrofik dapat dipulihkan dan sendi dibawahnya dapat diekstensikan kembali dengan traksi dengan menggunakan beban ringan selama beberapa minggu. Tetapi kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya kulit, tak akan memberi respon terhadap traksi. Karena itu kehilangan kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian membutuhkan skin grafting segera.
Penyebab  kekakuan pada sendi adalah perubahan lokal yang terjadi pada sendi dan disertai perubahan jarak pada mekanisme ekstensi. Pada sendi metacarpofalangeal, penyebab tersering adalah kontraksi dari ligamentum kolateral. Ligamentum kolateral ini mempunyai jarak terpendek  waktu ekstensi dan mempunyai jarak terpanjang waktu fleksi. Selain itu peranan dari kapsul sendi juga sangat potensial.
Waktu hiperekstesi permukaan sendi akan menekan permukaan volar dari kepala sendi metacarpofalangeal yang akan menimbulkan perlekatan dan obliterasi dari ruang sendi. Bila ini terjadi maka harus dilakukan kapsulotomi.
Bila tendon sudah ikut memendek dapat dilakukan tendoplasty untuk memperpanjang tendon tersebut, atau dilakukan tendon graft. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah tendon transfer yaitu fungsi tendon tersebut diambil alih atau disambung dengan tendon lain.
Bila kontraktur sudah melibatkan sendi misalnya flexion contracture pada jari, maka dapat dilakukanpemotongan kapsul sendi bagian volar (kapsulotomi). Atau kalau perlu dilakukan eksisi sebagian dari kapsul sendi bagian volar (kapsulektomi). Bila permukaan sendi sudah berubah/rusak maka untuk stabilitas sendi dilakukan artrodesis yaitu penyatuan ujung-ujung tulang pada sendi tersebut hingga sendi tersebut menjadi kaku.







BAB III
MACAM-MACAM KONTRAKTUR
III.1 Kontraktur Dupuytren
Kontraktur dupuytren merupakan kontraktur desmogen dan fasia palmaris yang di temukan terutama pada pria dewasa, kadang bilateral. Mula-mula penebalan dan pengerutan fasia palmaris terlihat berupa benjolan kecil di telapak tangan , sering pada sumbu jari IV. Pada tempat tersebut fasia berhubungan erat dengan kulit. Kelainan ini berangsur-angsur progresif selama bertahun-tahun dan meliputi jari lain. Penatalaksanaan konservatif adalah dengan menggunakan obat anti inflamasi non steroid. Bila keadaan terlalu mengganggu karena kontraktur fleksi, dapat dilakukan fasiotomi terbuka atau eksisi radikal bagian fasia palmaris  yang bersangkutan. Tindakan ini tidak akan mempengaruhi progresivitas penyakit. Kadang sekaligus ditemukan kelainan kotraktur desmogen serupa di penis yang disebut penyakit Peyronie.
                              

Gambar 4. Kontraktur Dupuytren
III.2 Kontraktur volkman
Kontraktur volkman timbul dari iskemia kompartemen fleksor profunda dari lengan bawah dan dapat terjadi tanpa mempertimbangkan denyutan arteria radialis. Nyeri tekan diatas otot dan nyeri ekspansif dari jari-jari merupakan tanda yang paling nyata. Tekanan kompartemen dapat diukur. Tekanan diatas 30 mmHg memerlukan dekompresi. Terapi dini adalah fasiotomi dari siku ke pergelangan tangan dan epimisiotomi dari perut otot yang terlibat.
Gambar 5 kontraktur volkman






BAB IV
KESIMPULAN

Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka. Dapat terjadi pada kulit, otot atau tendon dan pada sendi
Pencegahan pada kontraktur lebih baik dari pada melakukan tindakan penanggulangan dengan cara mencegah infeksi, graft dan fisioterapi (proper potitioning, exercise, stretching, splinting mobilisasi awal). Sedangkan pada penanggulangan dapat dilakukan terapi konservatif yang terdiri dari fisioterapi dan operatif seperti eksisi/fasiotomi, z-plasty, graft dan flap, kapsulotomi, tendoplasty.







DAFTAR PUSTAKA
1.     Samsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.2004.
2.     Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta : EGC.2000.
3.     Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.
4.     http://dokterkecil.wordpress.com/2008/10/16/kontraktur
5.     http://www.primary-surgery.org/

No comments:

Post a Comment