"A Man can't make a mistake can't make anything"

Monday, 21 October 2013

TRAUMA THORAX DAN PENATALAKSANAANNYA OLEH HERRY SETYA YUDHA UTAMA


PENDAHULUAN 

Dibawakan pada Seminar Trauma 26 Oktober 2013 di Rumah Sakit Mitra Plumbon Cirebon

          Thorax dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet; dengan batas luar adalah dinding thorax yang disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.
Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma. Rongga thorax dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu : paru-paru (kiri dan kanan) dan mediastinum. Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior. Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll.).
Thoracic inlet merupakan “pintu masuk” rongga thoraks yang disusun oleh: permukaan ventral vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi vertebra torakal II. Batas bawah rongga thoraks atau thoracic outlet (pintu keluar thoraks) adalah area yang dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh processus xiphoideus.


Diafragma sebagai pembatas rongga thoraks dan rongga abdomen, memiliki bentuk seperti kubah dengan puncak menjorok ke superior, sehingga sebagian rongga abdomen sebenarnya terletak di dalam “area” thoraks.
Trauma paru merupakan komponen yang penting dalam trauma thoraks. Cidera thoraks memberikan impak medis dan social yang besar, dengan kontribusi terhadap trauma yang menyebabkan kematian kira-kira 25% dan menyumbang secara signifikan sebanyak 25% dari seluruh penyebab kematian.
Trauma thoraks merupakan penyebab utama kematian, cacat, rawat inap, pertambahan golongan kurang upaya pada masyarakat di amerika dari umur 1 tahun sehingga umur pertengahan decade 50. Sehingga kini, trauma merupakan masalah besar kesehatan tingkat nasional.
Kebanyakan trauma thoraks disebabkan oleh kecelakaan lalulintas. Insiden dari trauma dadadi Amerika adalah 12 orang bagi setiap 1000 orang penduduk tiap harinya, dan 20-25% kematian yang disebabkan oleh trauma adalah disebabkan oleh trauma thoraks.Trauma thoraks diperkirakan bertanggung jawab atas kematian 16,000 kematian tiap tahunnya di Amerika. Trauma thoraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma Thoraks
DEFINISI
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada dada dapat mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diagfragma atau organ-organ dalam mediastinum.
Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu, cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa, hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma) menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cidera trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas dinding dada.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.




Anatomi Dan Fisiologi
Anatomi :
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.

Dasar torak
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus

Isi rongga torak.
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.
Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.

Batas-batas Rongga dada
1.      Batas superior : Tulang Clavicula
2.      Batas inferior : Diafragma
3.      Batas anterior : Tulang Sternum
4.      Batas posterior : Tulang Vertebra
5.      Batas lateral : Dinding Dada

Fisiologi torak :
· Inspirasi : dilakukan secara aktif
· Ekspirasi : dilakukan secara pasif
· Fungsi respirasi :
Ø Ventilasi : memutar udara.
Ø Distribusi : membagikan
Ø Diffusi : menukar CO2 dan O2
Ø Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

Patofisiologi trauma torak.
· Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
· Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).

Anatomi Rongga Dada / Torak
Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;
1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )
2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)
3. Rongga dada tengah (mediastinum).

Rongga Mediastinum
Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :
1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :
Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.
Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4
Lateral : Pleura mediastinalis
Anterior : Manubrium sterni.
Posterior : Corpus Vth1 - 4
2. Mediastinum inferior terdiri dari :
a. Mediastinum anterior
b. Mediastinum medius
c. Mediastinum Posterior
a. Mediastinum Anterior batasnya :
· Anterior : Sternum ( tulang dada )
· Posterior : Pericardium ( selaput jantung )
· Lateral : Pleura mediastinalis
· Superior : Plane of sternal angle
· Inferior : Diafragma.
b. Mediastinum Medium batasnya :
· Anterior : Pericardium
· Posterior ; Pericardium
· Lateral : Pleura mediastinalis
· Superior : Plane of sternal angle
· Inferior : Diafragma
c. Mediastinum posterior, batasnya :
• Anterior : Pericardium
• Posterior : Corpus VTh 5 – 12
• Lateral : Pleura mediastinalis
• Superior : Plane of sternal angle
• Inferior : Diafragma.

Anatomi Pleura
Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :
Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;
1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.
2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.
· Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut

Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pita seperti huruf C yang di bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di sempurnakan oleh selaput. Trakea terletak di antara vertebrata servikalis ke-6 sampai ke tepi bawah kartilago.Trakea mempunyai dinding fibroelastis yang panjang nya sekitar 13 cm, berdiameter 2,5 cm dan dilapisi oleh otot polos. Diameter trakea tidak sama pada seluruh bagian, pada daerah servikal agak sempit, bagian pertengahan agak sedikit melebar dan mengecil lagi dekat percabangan bronkus. Bagian dalam trakea terdapat sel-sel bersilia untuk mengeluarkan benda asing yang masuk. Bagian dalam trakea terdapat septum yang disebut karina yang terletak agak ke kiri dari bidang median.

Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan trakea yang terdapat ketinggian vertebrata torakalis ke-4 dan ke-5. Bronkus memiliki struktur yang sama dengan trakea, yang dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea yang berjalan ke bawah menuju tampuk paru-paru.
Bronkus terbagi menjadi dua cabang :
a. Bronkus prinsipalis dekstra.
Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis paru-paru kanan dan mempercabangkan bronkus lobularis superior. Pada masuk ke hilus, bronkus prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi bronkus lobularis medius, bronkus lobularis inferior, bronkus lobularis superior.
b. Bronkus prinsipalis sinistra.
Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal disbanding bronkus kanan, panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke bawah aorta dan di depan esophagus, masuk ke hilus pulmonalis kiri dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus lobularis inferior, bronkus lobularis superior.Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyakdengan diameter kira-kira 0,5 mm. bronkus yang terakhir membangkitkan pernapasan dan melepaskan udara ke permukaan pernapasan di paru-paru. Pernapasan bronkiolus membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang merupakan tempat terjadinya pertukaran udara antara oksigen dengan karbondioksida.

Paru-paru adalah salah satu organ system pernapasan yang berada di dalam kantong yang di bentuk oleh pleura parietalis dan viseralis.
Kedua paru sangat lunak, elastic dan berada dalam rongga torak, sifatnya ringan dan terapung di air. Masing-masing paru memiliki apeks yang tumpul yang menjorok ke atas mencapai bagian atas iga pertama.
a. Paru-paru kiri :
Pada paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Fisura ini membagi paru-paru kiri atas menjadi dua lobus, yaitu : lobus superior, bagian yang terletak di atas dan di depan fisura dan lobus inferior, bagian paru-paru yang terletak di belakang dan di bawah fisura.
b. Paru-paru kanan :
Pada paru-paru kanan terdapat dua fisura, yaitu : fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).Kedua fisura ini membagi paru-paru kanan menjadi tiga lobus, lobius atas, lobus tengah dan lobus bawah.
Pleura adalah suatu membaran serosa yang halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang jumlahnya ada dua buah dan masing-masing tidak berhubungan.
Pleura mempunyai dua lapisan, parietalis dan viseralis.
a) lapisan permukaan disebut permukaan parietalis, lapisan ini langsung berhubungan dengan paru-paru serta memasuki fisura dan memisahkan lobus-lobus dari paru-paru.
b) lapisan dalam disebut pleura viseralis, lapisan ini berhubungan dengan fasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam, dari dinding toraks.
Sinus pleura :Tidak seluruh kantong yang dibentuk oleh lapisan pleura diisi secara sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah maupun ke arah depan. Kavum pleura dibentuk oleh lapisan pleura parietalis saja, rongga ini disebut sinus pleura. Pada waktu inspirasi, bagian paru-paru memasuki sinus dan pada waktu ekspirasi ditarik kembali dari rongga tersebut.




Epidemologi

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks (12.8%). Lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding anak – anak.

Etiologi

- Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
- Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
- Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
- Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
- Tusukan paru dengan prosedur invasif.
Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
- Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
- Fraktur tulang iga
- Tindakan medis (operasi)
- Pukulan daerah torak

INSIDENSI                      

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.

Klasifikasi

·                     Trauma Tembus
o    Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
1.                  Pneumothoraks terbuka
2.                  Hemothoraks
3.                  Trauma tracheobronkial
4.                  Contusio Paru
5.                  Ruptur diafragma
6.                  Trauma Mediastinal
·                     Trauma Tumpul
o    Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
1.                  Tension pneumothoraks
2.                  Trauma tracheobronkhial
3.                  Flail Chest
4.                  Ruptur diafragma
5.                  Trauma mediastinal
6.                  Fraktur kosta

MEKANISME TRAUMA
Akselerasi
·         Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).
·         Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.

Deselerasi
·         Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.

Torsio dan rotasi
·         Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.

Blast injury
·         Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
·         Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Faktor lain yang mempengaruhi
Sifat jaringan tubuh
·         Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.

Lokasi
·         Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.

Arah trauma
·         Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
·         Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.

MEKANISME TRAUMA TORAKS

Trauma Tumpul
            Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah kompresi, robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks.  Area dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60° dari sternum, dimana iga – iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang ditopang. Seringkali kompresi tulang iga akan mengalami fraktur di dua tempat; satu di daerah 60° dari sternum dan bagian posterior.2 Kompresi antero-posterior dapat pula menyebabkan gangguan costochondral, yang menghasilkan suatu keadaan sterna flail.3Robekan akan menyebabkan cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadap percepatan dan perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh gabungan anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang dari keseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur. Kemampuan untuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-satunya cedera toraks yang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh ligamentum arteriosum dan oleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung yang membuat aorta dapat lebih mobile dan statisnya aorta desenden menjadi lokasi tersering yang mengalami gangguan. Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru dapat berupa laserasi, hematoma, kontusio, atau pneumatocele.4Cedera ledakan paru primer terjadi ketika tekanan gelombang yang meghantam dinding dada dan menciptakan suatu perbedaan tekanan antara udara-jaringan sekitarnya. Semakin besarnya perbedaan tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatan tekanan yang akan ditransmisikan ke paru – paru. Berat ringannya cedera paru adalah bergantung jarak jauh dekatnya korban dari sumber ledakan.5Ledakan dalam ruang tertutup lebih parah, karena tekanan gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang malah memperhebat stimulus aslinya. Karakteristik patologi dari cedera ledakan pada paru adalah suatu kontosio dengan adema dan perdarahan alveoli.6,7Cedera ledakan sekunder dihasilkan dari beberapa objek yang berhamburan akibat ledakan hebat, yang kemudian mengenai pasien. cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang dipindahkan. Cedera yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi, dan yang berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara sekunder.8

Trauma Tembus
Mayoritas adalah luka tusuk atau luka tembak. 85% luka tembus dada dapat ditanggulangi dengan tube thoracostomy dan terapi suportif.Luka yang masuk atau keluar dari putting atau bagian bawah skapula akan menyebabkan perforasi dari kubah diafragma. Jenis luka tembus yang seperti ini harus dipikirkan adanya kemungkinan keterlibatan organ2 di abdomen.9
Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang kecepatan rendah, sedang, dan tinggi. Kecepatan rendah termasuk penusukan (misalnya, luka tusuk karena pisau), yang hanya mengenai struktur jaringan sekitar yang ditusuk. Kecepatan sedang, seperti luka tembus karena peluru dari sebagian besar jenis pistol dan senapan angin yang mana ditandai dengan gambaran dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika dibandingkan cedera karena kecepatan tinggi. Cedera akibat kecepatan tinggi yaitu seperti cedera yang diakibatkan oleh rifle dan dari senjata api militer.10

KELAINAN YANG TIMBUL PADA TRAUMA TORAKS DAN PENATALAKSANAANNYA

PNEUMOTHORAX
Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang terperangkap dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan paru. Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat adanya penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks bisa juga terjadi akibat decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur iga. Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks terbagi atas tiga yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.


PNEUMOTORAKS SEDERHANA
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul.
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara didalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. 11
Ketika penumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada lesi yang terkena dan pada perkusi hipersonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. 11
Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan penumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatf yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life threatening tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan. Toraks penderita harus didekompresi sebelum penderita di transportasi/rujuk.11


Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
·         Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
·         Tidak ada mediastinal shift
·         PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD

TENSION PNEUMOTORAKS
            Tension pneumotoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru – paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura an tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan intrapleural akan meninggi, paru – paru menjadi kolaps , mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return) , serta menekan paru kontralateral.11
            Penyebab tersering dari tension pneumotoraks adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension pneumotoraks dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan di parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumotoraks, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occlusive dressing) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumotoraks juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotoraks ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumotoraks ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernapasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara napas, pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumotoraks dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara napas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumotoraks dapat membedakan keduanya. Tension pneumotoraks membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midklavikular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks sederhana (catatan: kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaksilaris.11

 TensionPneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
·         Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea →  venous return ↓ → hipotensi &respiratory distress berat.
·         Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
·         Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
1.      Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)
2.      WSD

 Tension pneumotoraks
·       Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
·       Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift

PNEUMOTORAKS TERBUKA
            Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cendereung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi yang terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.11
            Langkah awal adalah menutup luka dengan kassa steril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa menutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh isi luka akan menyebabkan tension pneumotoraks kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolatum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.11


Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1.      Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
2.      Pasang WSD dahulu baru tutup luka
3.      Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4.      Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
           
FLAIL CHEST
            Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru dibawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan flail chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernapasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest.  Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristaloid intravena harus lebih hati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar – benar optimal. Terapi definitive ditujukan untuk mengembangkan paru – paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penelitian hati – hati dari frekuensi pernapasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernapasan akan memberikan suatu indikasi timing/waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.11FLAIL CHEST

Flail chest
Definisi
Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” segmen yang mengambang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks, pneumothoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat keadaan penderita. Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan jika korban trauma masuk rumah sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat berkembang.
Karakteristik
·         Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator
·         Menunjukkan trauma hebat
·         Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
Penatalaksanaan
·         sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu
·         pain control
·         stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
·         bronchial toilet
·         fisioterapi agresif
·         tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
1.      Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb)
2.      Gagal/sulit weaning ventilator
3.      Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
4.      Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
5.      Menghindari cacat permanen
 Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area "flail"

 Flail chest berat dengan kontusio paru
·       Tanda: dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
·       Ro toraks: fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura

HEMOTORAKS
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hematoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. 11
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.11
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan.11

HEMATOTHORAX
·         Definisi: Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada.
·         Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
·         Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
Pemeriksaan
·         Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
·         Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
·         Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
·         Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian trauma.
·         Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
·         Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
·         Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
·         ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
·         ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
·         ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
Penatalaksanaan
Tujuan:
·         Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
·         Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
 Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan

HEMOTORAKS MASIF
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat menyebabkan gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru – paru dan menghambat ventilasi yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan lebih mempercepat timbulnya hipotensi dan syok dan akan dibahas lebih lanjut pada bagian sirkulasi.11 
Hemotoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat > 1500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumotoraks. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara napas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks massif  adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infuse, sebuah selang dada (chest tube) no.38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks massif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1500 cc, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.11
Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar <1500 cc, tetapi perdarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus – menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2 – 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfuse darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal.11

 Perdarahan masif intra-toraks (hemotoraks masif)
·       Tanda: dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
·       Ro toraks: opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura


FRAKTUR IGA, STERNUM DAN SKAPULA
Iga merupakan komponen dari dinding toraks yang paling sering mengalami trauma. Perlukaan yang terjadi pada iga sering bermakna. Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding toraks secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelektasis dan pneumonia meningkatkan secara bermakna dengan disertai timbulnya penyakit paru-paru.11
Iga bagian atas (iga ke 1 sampai ke 3) dilindungi oleh struktur tulang dari lengan bagian atas. Tulang skapula, iga pertama dan kedua atau sternum harus curiga akan adanya trauma yang luas yang meliputi kepala, leher, medula spinalis, paru-paru dan pembuluh darah besar. Karena adanya trauma-trauma penyerta tersebut, mortalitas akan meningkat menjadi 35%. Konsultasi bedah harus dilakukan.11
Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung. Kontusio paru dapat menyertai fraktur sternum. Trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada fraktur sternum. Terapi operasikadang diindikasikan untuk fraktur sternum atau skapula. Dislokasi sternoklavikula jarang menyebabkan bergesernya kaput klavikula ke arah mediastinum dengan mengakibatkan obstruksi dari vena superior. Bila ini terjadi reduksi segera dibutuhkan.11
Yang paling sering mengalami trauma adalah iga bagian tengah (iga ke 4 sampai ke 9). Kompresi anteroposterior dari rongga toraks akan menyebabkan lengkung iga akan lebih melengkung lagi ke arah lateral dengan akibat timbulnya fraktur pada titik tengah (bagian lateral) iga. Trauma langsung pada iga akan cenderung menyebabkan fraktur dengan pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan trauma intratorakal seperti pneumotortaks. Seperti kita ketahui pada penderita dengan usia muda dinding dada lebih multipel pada penderita usia muda memberikan informasi pada kita bahwa trauma yang terjadi sangat besar dibandingkan bila terjadi trauma yang sama terjadi pada orang tua. Patah tulang iga (ke 10 sampai ke 12) harus curiga kuat adanya trauma terhadap hepatosplenik.11
Akan ditemukan nyeri tekan pada palpasi dan krepitasi pada penderita dengan trauma iga. Jika teraba atau terlihat adanya deformitas, harus curiga fraktur iga. Foto toraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan trauma intratorakal dan bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga. Teknik khusus untuk visualisasi iga selain harganya mahal, tidak dapat mendeteksi seluruh iga, posisi yang dibutuhkan untuk pembuatan x-ray tersebut menimbulkan rasa nyeri dan tidak mengubah tindakan, sehingga pemeriksaan ini tidak dianjurkan. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas dengan baik. Blok interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri.11

FRAKTUR IGA
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan
1.      Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2.      Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3.      Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
·         Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
·         Bronchial toilet
·         Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
·         Cek Foto Ro berkala
Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.
 
FRAKTUR KLAVIKULA
·         Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau disertai trauma pada sendi bahu ).
·         Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian tengah (1/3 tengah)
·         Deformitas, nyeri pada lokasi taruma.
·         Foto Rontgen tampak fraktur klavikula
Penatalaksanaan
1.      Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian analgetika.
2.      Operatif : fiksasi internal
Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.
  FRAKTUR STERNUM
·         Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan.
·         Biasanya diakibatkan trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar
·         Lokasi fraktur biasanya pada bagian tengah atas sternum
·         Sering disertai fraktur Iga.
·         Adanya fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan yang serius, seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala: nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan
·         Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau gambaran sternum yang tumpang tindih.
·         Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda trauma jantung).
Penatalaksanaan
1.      Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
2.      Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.
 
DISLOKASI SENDI STERNOKLAVIKULA
·         Kasus jarang
·         Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi sternoklavikula) menonjol kedepan
·         Posterior : sendi tertekan kedalam
·         Pengobatan : reposisi

KONTUSIO PARU
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang.11
Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2< 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2< 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventulasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intuvasi endotrakheal atau ventilasi mekanik.11
Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.11

KONTUSIO PARU
·         Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul thoraks.
·         Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan kematian.
·         Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.
·         Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi → lung compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hypoxia & work of breathing
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
·         Mempertahankan oksigenasi
·         Mencegah/mengurangi edema
Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)

TAMPONADE JANTUNG
Tamponade jantung disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. 11
            Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosis klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri, dan suara jantung yang menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit dinilai jika ruang UGD dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan jika keadaan penderita hipovolemi dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia. Pulsus paradoksus yaitu keadaaan fisiologis dimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain dari tamponade jantung. Tanda Kusssmaul (peningkatan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya tamponade jantung. Pemeriksaan USG dengan Echocardiography merupakan metode invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang tinggi yaitu sekitar 50%. 11
            Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung.  Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah dengan melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.11
            Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung pemberian cairan infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan cardic output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated-needle atau insersi teknik Seldinger merupakan cara yang paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring EKG dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia. 11
   
TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
·         Trauma tumpul di daerah anterior
·         Fraktur pada sternum
·         Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
·         Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
·         Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
·         Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
1.      Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency
2.      Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.
3.      Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.

 Tamponade
·       Tanda: dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP > 15
·       Ro toraks: pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat

RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan bronkus utama kiri.

 Ruptur aorta
·       Tanda: tidak spesifik, syok
·       Ro toraks: pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura

TRAUMA DIAFRAGMA
Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan. Sementara itu adanya usus, gaster atau selang diagnostik mempermudah mendeteksi pada hematortaks kiri. Prevalensi sesungguhnya (untuk kejadian sisi kiri atau kanan) belum diketahui. Trauma tumpul menghasilkan robekan besar yang menyebabkan timbulnya herniasi organ abdomen. Sedangkan trauma tajam menghasilkan perforasi kecil yang sering memerlukan waktu bisa sampai tahunan untuk berkembang menjadi hernia diafragmatika.11
Perlukaan ini bisa terlewatkan pada awalnya jika salah menginterpretasikan foto toraks sebagai elevasi diafragma, dilatasi gaster akut, penumohemotoraks lokal atau hematom subpulmonal. Jika curiga adanya laserasi pada diafragma kiri, selang gaster harus dipasang. Bila selang gaster tampak didalam rongga toraks pada foto toraks, maka tidak diperlukan pemeriksaan spesial dengan kontras. Kadang, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan foto ronsen ataupun setelah pemasangan selang dada pada hemitoraks kiri. Pada keadaan ini pemeriksaan gastrointestinal bagian atas dengan kontras harus dilakukan jika diagnosis masih ragu-ragu/tidak jelas. Bila ditemukan cairan peritoneum keluar dari selang dada juga dapat mengkonfirmasi diagnosis. Prosedur minimal invasif endoskopi (torakoskopi) dapat membantu dalam mengevaluasi diafragma pada kasus-kasus yang diagnosisnya sulit ditegakkan.11
Ruptur diafragma kanan jarang terdiagnosa pada periode awal setelah trauma. Hepar sering mencegah terjadinya herniasi dari organ abdominal lainnya masuk ke rongga toraks. Gambaran elevasi diafragma kanan pada x-ray toraks mungkin dapat ditemukan. Ruptur diafragma sering ditemukan secara kebetulan, karena operasi untuk trauma abdominal lain. Terapinya adalah penjahitan langsung.11

  RUPTUR DIAFRAGMA
·         Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.
·         Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut.
·         Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau intraabdominal).
·         Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior.
·         Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan
·         Akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks
·         Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri.
·         Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
·         Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
·         Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda abdomen akut)
·         Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)
·         CT scan toraks
Penatalaksanaan:
Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
7. Ruptur diafragma disertai herniasi visera
·       Tanda: respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
·       Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift
LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
 Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
·         Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
·         Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
·         Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS
Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari ruptur ini.  6. Ruptur trakheobronhial
·       Tanda: Dispnoe, batuk darah
·       Ro toraks: tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms
TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
9. Perforasi esofagus
·       Tanda: Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
·       Ro toraks: udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks 
Kondisi Yang Berbahaya Lainnya
 Obstruksi jalan napas
·       Tanda: dispnoe, wheezing, batuk darah
·       PF:stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
·       Ro toraks: non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis

DIAGNOSA

·                     Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

GEJALA Klinis

·                     Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
·                     Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
·                     Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
·                     Dyspnea, takipnea
·                     Takikardi
·                     Tekanan darah menurun.
·                     Gelisah dan agitasi
·                     Kemungkinan cyanosis.
·                     Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
·                     Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
·                     Ada jejas pada thorak
·                     Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
·                     Bunyi muffle pada jantung
·                     Perfusi jaringan tidak adekuat
·                     Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

·                     Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
·                     CT Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi
·                     Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
·                     Elektrokardiografi
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
·                     Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.

Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Flail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Hemopneumothotak yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
g. Hipoksemia
Akibat gangguan jalan napas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
h. Hipovolemia
akibat kehilangan cairan massif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau hemotoraks.
i. Gagal jantung akibat tamponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks yang meningkat.

PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAX
Prinsip
·         Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey)
·         Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
·         Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
·         Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
·         Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
·         Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
·         Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.

PRIMARY SURVEY
 Airway
Assessment :
·         perhatikan patensi airway
·         dengar suara napas
·         perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
·         inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
·         re-posisi kepala, pasang collar-neck
·         lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
 
Breathing
Assesment
·         Periksa frekwensi napas
·         Perhatikan gerakan respirasi
·         Palpasi toraks
·         Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
·         Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
·         Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest
 
Circulation
Assesment
·         Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
·         Periksa tekanan darah
·         Pemeriksaan pulse oxymetri
·         Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management
·         Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
·         Torakotomi emergency bila diperlukan
·         Operasi Eksplorasi vaskular emergency
  
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a.Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

Water Sealed Drainage
Fungsi WSD sebagai alat:
1.      Diagnostik
2.      Terapeutik        
3.      Follow-up
Tujuan:
1.      Evakuasi darah/udara
2.      Pengembangan paru maksimal
3.      Monitoring
Indikasi pemasangan:
·         Pneumotoraks
·         Hematotoraks
·         Empiema
·         Effusi pleura lainnya
·         Pasca operasi toraks
·         Monitoring perdarahan, kebocoran paru atau bronkhus, dsb.
Tindakan :
·         Lokasi di antara garis aksilaris anterior dan posterior pada sela iga V atau VI.
·         Pemasangan dengan teknik digital tanpa penggunaan trokard.
Indikasi pencabutan WSD :
1.      Tercapai kondisi: produksi < 50 cc/hari selama 3 hari berturut-turut, dan undulasi negatif atau minimal, dan pengembangan paru maksimal.
2.      Fungsi WSD tidak efektif lagi (misal: adanya sumbatan, clot pada selang, dsb.)
 
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

·                     Indikasi
a.       Pneumothoraks
b.      Hemothoraks
c.       Thorakotomy
d.      Efusi pleura
e.       Emfiema

·                     Tujuan
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
b. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
d. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

·                     Tempat Pemasangan WSD
a. Bagian apex paru (apical)
·                     anterolateral interkosta ke 1-2
·                     fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Bagian basal
·                     postero lateral interkosta ke 8-9
·                     fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

Jenis-jenis WSD
a. WSD dengan sistem satu botol
·                     Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks
·                     Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
·                     Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
·                     Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar
·                     Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
·                     Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
-          Inspirasi akan meningkat
-     Ekpirasi menurun
b. WSD dengan sistem 2 botol
·                     Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol water seal
·                     Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal
·                     Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2
·                     Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD
·                     Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural
c. WSD dengan sistem 3 botol
·                     Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan yang digunakan
·                     Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
·                     Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD
·                     Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
·                     Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
·                     Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua
·                     Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
·                     Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer

·                     Komplikasi Pemasangan WSD
·                     Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
·                     Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema

·                     Prosedur pemasangan WSD
a. Pengkajian
·                     Memeriksa kembali instruksi dokter
·                     Mencek inform consent
·                     Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan
b. Persiapan pasien
·                     Siapkan pasien
·                     Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :
·                     Tujuan tindakan
·                     Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD.Posisi klien dapat duduk atau berbaring
·                     Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi
·                     Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
c. Persiapan alat
·                     Sistem drainage tertutup
·                     Motor suction
·                     Slang penghubung steril
·                     Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker
d. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat dilaksanakan dengan baik, dan perawat member dukungan moril pada pasien.
e. Tindakan setelah prosedur
·                     Perhatikan undulasi pada selang WSD
·                     Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
·                     - Motor suction tidak berjalan
·                     - Slang tersumbat
·                     - Slang terlipat
·                     - Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
·                     Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar.
·                     Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air.
·                     Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yg keluar.
·                     Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.
·                     Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan.
·                     Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat.
·                     Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi.
·                     Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
·                     Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang.
·                     Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.
·                     Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan.
·                     Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif .
·                     Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
·                     Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
·                     Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

·                     Perawatan pada pasien yang menggunakan WSD
a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg terkena & TTV stabil
b. Observasi adanya distress pernafasan
c. Observasi :
·                     Pembalut selang dada.
·                     Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang menggantung, bekuan darah.
·                     Sistem drainase dada.
·                     Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien .
·                     Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang.
·                     Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV & warna kulit.
·                     Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap digunakan
d. Posisikan klien :
·                     Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)
·                     Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien

·                     Cara mengganti botol WSD
a. Siapkan set yang baru
Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan
b. Selang WSD di klem dulu
c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
d. Amati undulasi dalam slang WSD

·                     Pencabutan selang WSD
Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :
a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
o                  Tidak ada undulasi
o                  Cairan yang keluar tidak ada
o                  Tidak ada gelembung udara yang keluar
o                  Kesulitan bernafas tidak ada
o                  Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
o                  Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada slang
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.




BAB III
KESIMPULAN


Trauma adalah penyebab kematian yang paling banyak di AS pada orang usia 40tahun,sampai seperempat semua kematian traumatic adalah akibat dari trauma thorax.Trauma dada dapat karena cedera tumpul atau cedera tembus dan termasuk cedera pada komponen-komponen dinding dada serta kerusakan pada struktur visceral yang lebih dalam .trauma dada umumnya disebabkan oleh kecelakaan dan bersifat trauma tumpul .cedra toraks sering disertai dengan cedera perut ,cedera kepala ,ekstremitas sehingga lebih sering bersifat majemuk.cedera dinding dada terdiri dari kerusakan jaringan lunak dari kerusakan kulit yang sederhana sampai kehilangan kulit,jaringan subkutan dan otot yang luas serta dapat termasuk hilangnya struktur tulang,cedera yang luas bisa karena ledakan atau tembakan jarak dekat.Pada cedera yang berat seperti fraktur iga multiple /fail chest ,dibutuhkan perawatan yang lebih intensif dalam waktu yang cukup lama.





DAFTAR PUSTAKA
1.      Lukitto, P., K.B. Rachmad, dan T.W. Manuaba. 2004. Dinding Thoraks dan Pleura.Hal. 4040-14. Dalam : W. Karnadihardja, R. Sjamsuhidajat. Dan W. de Jong (Eds.). Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC, Jakarta.
  1. Bruncardi,F.Charles.Schwartz’s Principles of surgery.8th  edition McGraw Hill.Amerika Serikat,2005
  2. Dr.Halim Danusantoso,buku saku ilmu penyakit paru.jakarta,2000
  3. Augustin Besson and Frederic Saegesser,Color Atlas of Chest Trauma and Associated injuries,volume1,Oradell,New Jersey,1983
5.      American College of Surgeons Committee on Trauma (ACSCOT). 2008. Rujukan. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors, ATLS Student Course Manual . Eight Edition. Chicago.
6.      Eyolfson, D. 2010. Thoracic Injuries.Paramedic Association of Canada.4-18.
7.      Martini, Ric. 2000. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson Company.
8.      Wanek, S. and J.C. Mayberry. 2008. Blunt Thoracic Trauma. Critical Care Clinics. 20: 71-81.






No comments:

Post a Comment