"A Man can't make a mistake can't make anything"

Wednesday, 25 December 2013

ASPEK MEDIS DAN ASPEK HUKUM LUKA TEMBAK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Kekerasan dengan menggunakan senjata api meningkat dalam dekade terakhir ini. Dalam konteks kesehatan masyarakat, diperkirakan terdapat lebih dari  500.000 luka per tahunnya yang merupakan luka akibat senjata api. Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2001, jumlah tersebut mewakili seperempat  dar total perkiraan 2,3 juta kematian akibat kekerasan. Dari jumlah 500.000 tersebut, 42%nya merupakan kasus bunuh diri, 38% merupakan kasus pembunuhan, 26% merupakan perang dan konflik persenjataan.1,2
Luka tembak merupakan penyebab kematian akibat pembunuhan di Amerika Serikat dan pada banyak yurisdiksi, paling sering dipakai untuk bunuh diri. Diperkirakan bahwa tiaptahun di Amerika Serikat terdapat ± 70.000 korban luka tembak dengan 30.000 kematian.Pemeriksaan terhadap luka ini memerlukan latihan khusus dan spesialis, baik oleh dokter gawat darurat terhadap korban luka tembak hidup atau ahli patologi forensik pada korbanyang meninggal.3
            Laporan dari negara lain seperti Inggris dan Wales pada tahun 2001 angka kejadian luka tembak adalah 0,4/100 ribu (bunuh diri 65%, homicide 7%, kecelakan 28%), dan angka kejadian di Kanada pada tahun 2002 adalah 2,6 per 100.000 (bunuh diri 80%, homicide 15%, kecelakaan 5%).4
Sedangkan di Indonesia, menurut laporan hak asasi manusia triwulan ke dua tahun 1998 yang dikeluarkan oleh ELSAM (Lembaga Studi dan Avokasi Masyarakat) pada triwulan ke II tercatat ada 102 warga negara yang menjadi korban kekerasan akibat senjata api.5
            Untuk menjelaskan tugas dan fungsi sebagai pemeriksa maka dokter harus menjelaskan berbagai hal, diantaranya: apakah luka tersebut memang luka tembak, yang mana luka tembak masuk dan mana luka tembak keluar, jenis senjata yang dipakai, jarak tembak, arah tembakan, perkiraan posisi korban sewaktu ditembak, berapa kali korban ditembak dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian.
Interpretasi yang benar mengenai luka tembak mengenai ahli patologi tidak hanya memberikan informasi berharga yang dapat menunjang pelaksananaan hukum selama investigasi, tetapi juga penting untuk penentuan akhir jenis kematian.6
            Biaya medis, legal, dan emosional akibat kejahatan tersebut menjadi suatu kerja berat bagi rumah sakit, sistem peradilan, keluarga, dan masyarakat pada umumnya. Evaluasi mengenai luka tersebut memerlukan latihan khusus dan keahlian baik oleh seorang dokter yang menangani kegawatdaruratan bagian luka tembak maupun para ahli patologi dan forensik.7














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi8
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru kedalam tubuh yang diproyeksikan ewat senjata api atau persentuhan peluru dengan tubuh. Yang termasuk dalam luka tembak adalah luka tembak masuk maupun luka tembak keluar. Luka tembak masuk terjadi apabila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka tembak keluar, anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Umumnya luka tembak ditandai dengan luka masuk yang kecil dan luka keluar yang lebih besar. Luka ini biasanya juga disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah, tulang, dan jaringan sekitar.       Luka tembak terjadi karena energi dari peluru saat menembus tubuh. Semakin besar energi yang dihasilkan peluru, semakin parah luka yang dapat terjadi. Energi akan meningkat seiring besar, berat dan kecepatan pelurunya. Secara umum, peluru berukuran besar yang ditembakkan dari senapaan menyebabkan luka yang lebih besar dibandingkan dengan peluru berukuran kecil yang ditembakkan dari pistol.
                                                                                                            
2.2 Jenis Senjata Api6,8
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Berikut adalah jenis-jenis senjata api:
Senjata api adalah suatu senjata yang menggunakan tenaga hasil perledakan mesiu, dapat melontarkan proyektil (anak peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Berikut adalah jenis-jenis senjata api:
a.       Berdasarkan Panjang Laras:
1.      Laras pendek
·        Revolver: mempunyai metal drum (tempat penyimpanan 6 peluru) yang berputar (revolve) setiap kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada posisi siap untuk di tembakkan. Revolver terdapat dua jenis,  single action dan double action. Pada tipe single action pelatuk harus dikokang setiap kali akan menembak. Sedangkan pada double action revolver  penekanan picu secara berulang untuk langsung memutar silinder, mensejajarkan laras dan tempat peluru, mengokang dan selanjutnya melepaskan pelatuk untuk menembak.
·        Pistol : peluru disimpan dalam sebuah silinder yang diputar dengan menarik picunya. Pistol otomatis dan semi otomatis, peluru disimpan dalam sebuah magasin, putaran pertama harus dimasukkan secara manual ke dalam ruang ledaknya.
Gambar 1. Senjata api laras pendek


2.      Laras panjang
Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya tembak sampai 3000 m, mempergunakan peluru yang lebih panjang. Senjata laras panjang dibagi menjadi dua yaitu:
·        Senapan tabur: Senapan tabur dirancang untuk dapat memuntahkan butir-butir tabur ganda lewat larasnya, sedangkan senapan dirancang untuk memuntahkan peluru tunggal lewat larasnya, moncong senapan halus dan tidak terdapat rifling.
·        Senapan untuk menyerang: Senapan ini mengisi pelurunya sendiri, mampu melakukan tembakan otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas magasin yang besar dan dilengkapi ruang ledak untuk peluru senapan dengan kekuatan sedang (peluru dengan kekuatan sedang antara peluru senapan standard dan peluru pistol)
SKS-45

                        Chinese AKS-47 semi-automatic rifle             

Gambar 2. Senjata api laras panjang


b.      Berdasarkan Alur Laras
1.      Laras beralur (Rifled bore)
Agar anak peluru dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter anak peluru, sehingga anak peluru yang didorong oleh ledakan mesiu, saat melalui laras, dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai porosnya, dan ini akan memperoleh gaya sentripetal sehingga anak peluru tetap dalam posisi ujung depannya di depan dalam lintasannya setelah lepas laras menuju sasaran. Alur laras ini dibagi menjadi dua yaitu, arah putaran ke kiri (COLT) dan arah putaran ke kanan (Smith and Wesson).
·        Senjata api dengan alur ke kiri
-         Dikenal sebagai senjata tipe COLT
-         Kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.36; 0.38; dan 0.45
-         Dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kiri bila dilihat dari basis anak peluru.




                                                                gambar 3. Senjata api beralur
·        Senjata api dengan alur ke kanan
-         Dikenal sebagai senjata api tipe SMITH & WESSON (tipe SW)
-         Kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0.22;0.36;0.38;0.45; dan 0.46
-         Dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.
·        Laras tak beralur atau laras licin (Smooth bore)
Senjata api jenis ini dapat melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak pada satu kali tembakan. Contohnya adalah shot gun.


2.3 Identifikasi Luka Tembak6
            Berdasarkan ciri-ciri yang khas pada setiap tembakan yang dilepaskan dari berbagai jarak, maka perkiraan jarak tembak dapat diketahui, dengan demikian dapat dibuat klasifikasinya.





Gambar 4. Gambaran luka tembak

Klasifikasi yang dimaksud antara lain :
2.3.1. LUKA TEMBAK MASUK1,3
Ciri luka tembak masuk biasanya dalam bentuk yang berentetan dengan abrasi tepi yang melingkar di sekeliling defek yang dihasilkan oleh peluru. Abrasi tepi tersebut berupa goresan atau lecet pada kulit yang disebabkan oleh peluru ketika menekan masuk kedalam tubuh. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi ke dalam kulit, maka hal tersebut akan menghasilkan abrasi tepi yang konsentris, yaitu goresan pada kulit berbentuk cincin dengan ketebalan yang sama, oleh karena peluru masuk secara tegak lurus terhadap kulit. Ketika ujung peluru melakukan penetrasi pada kulit dengan membentuk sudut, maka hal ini akan menghasilkan tepi yang eksentris, yaitu bentuk cincin yang lebih tebal pada satu area. Area yang tebal dari abrasi tepi yang eksentris mengindikasikan arah datangnya peluru. Sebagai tambahan, semakin tebal abrasi tepi, semakin kecil sudut peluru pada saat mengenai sudut kulit.
Luka tembak masuk yang tidak khas berbentuk ireguler dan mungkin memiliki sobekan pada tepi luka. Jenis luka masuk seperti ini biasanya terjadi ketika peluru kehilangan putaran oleh karena menembak di dalam laras senjata. Bahkan dalam perjalanannya dengan terpilin, peluru bergerak secara terhuyung ketika menabrak kulit sehingga sering memberikan gambaran bentuk D pada luka. Luka tembak masuk yang tidak khas dapat disebabkan oleh senjata yang tidak berfungsi baik atau oleh karena amunisis yang rusak, tetapi lebih sering dihasilkan dari peluru jenis Ricochets atau peluru yang mengenai benda lain terlebih dahulu, seperti jendela yang bergerak otomatis, sebelum mengenai tubuh. Jenis lain dari luka tembak masuk yang tidak khas terjadi ketika mulut senjata apu mengalami kontak langsung dengan kulit diatas permukaan tulang, seperti padan tulang tengkorak atau sternum. Ketika senjata ditembakkan, maka hal ini akan menghentikan gas secara langsung dari mulut senjata ke dalam luka di sekitar peluru. Gas akan mengalami penetrasi ke dalam jaringan subkutan, dimana gas tersebut meluas sehingga menyebabkan kulit disekitar luka tembak masuk menjadi meregang dan robek. Luka robek atau laserasi menyebar dari bagian tengah dengan memberikan defek berbentuk stellata atau penampak seperti bintang.

Luka tembak masuk dapat dibedakan menjadi :
1.      Luka tembak tempel (contact wounds)
-          Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan. Bila tekanan pada tubuh erat disebut “hard contact”, sedangkan yang tidak erat disebut “soft contact”.
-          Umumnya luka berbentuk bundar yang dikelilingi kelim lecet yang sama lebarnya pada setiap bagian.
-          Jaringan subkutan 5-7,5 cm di sekitar luka tembak masuk mengalami laserasi.
-          Di sekeliling luka tampak daerah yang berwarna merah atau merah cokelat, yang menggambarkan bentuk dari moncong senjata, ini disebut jejas laras.
-          Rambut dan kulit sekitar luka dapat hangus terbakar.
-          Saluran luka akan berwarna hitam yang disebabkan oleh butir-butir mesiu, jelaga dan minyak pelumas.
-          Tepi luka dapat berwarna merah, oleh karena terbentuknya COHb.
-          Bentuk luka tembak temple sangat dipengaruhi oleh keadaan / densitas jaringan yang berada dibawahnya, dengan demikian dapat dibedakan :
a.       Luka tembak tempel di daerah dahi
b.      Luka tembak tempel di daerah pelipis
c.       Luka tembak tempel di daerah perut
-          Luka tembak temple di daerah dahi mempunyai ciri :
a.       Luka berbentuk bintang
b.      Terdapat jejas laras
-          Luka tembak temple di daerah pelipis mempunyai ciri :
a.       Luka berbentuk bendar
b.      Terdapat jejas laras
-          Luka tembak temple di daerah perut mempunyai ciri :
a.       Luka berbentuk bundar
b.      Kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras
2.      Luka tembak jarak dekat (close range wounds)
-          Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban masih dalam jangkauan butir-butir mesiu (luka tembak jarak dekat) atau jangkauan jelaga dan api (luka tembak jarak sangat dekat).
-          Luka berbentuk bundar atau oval tergantung sudut masuknya peluru, dengan di sekitarnya terdapat bintik-bintik hitam (kelin tato) dan atau jelaga (kelim jelaga).
-          Ukuran luka lebih kecil dibanding peluru.
-          Di sekitar luka dapat ditemukan daerah yang berwarna merah atau hangus terbakar.
-          Bila terdapat kelim tato, berarti jarak antar moncong senjata dengan korban sekitar 60 cm (50-60 cm), yaitu untuk senjata genggam.
-          Bila terdapat pula kelim jelaga, jaraknya sekitar 30 cm (25-30 cm)
-          Bila terdapat juga kelim api, maka jarak antara moncong senjata dengan korban sekitar 15 cm.
3.      Luka tembak jarak jauh ( long range wound)
-          Terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban diluar jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau terbakar sebagian.
-          Jarak diatas 45 cm
-          Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru.
-          Warna kehitaman atau kelim tattoo tidak ada.
-          Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.
-          Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet dapat dilihat pengotoran berwarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat atau kelim lemak.


 2.3.2.  LUKA TEMBAK KELUAR1,3

Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar.
Luka tembak keluar mempunyai ciri  khusus yang sekaligus sebagai perbedaan pokok dengan luka tembak masuk. Ciri tersebut adalah tidak adanya kelim lecet pada luka tembak keluar, dengan tidak adanya kelim lecet, kelim-kelim lainnya juga tertentu tidak ditemukan.
Disekitar luka tembak keluar  mungkin pula dijumpai daerah lecet  bila pada tempat keluar tersebut terdapat  benda yang keras, misalnya  ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada dinding.
Luka tembak keluar umumnya lebih besar dari luka tembak masuk akibat terjadi deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari luka tembak keluar. Pada anak peluru yang menembus tulang pipih, seperti tulang atap tengkorak, akan terbentuk corong yang membuka searah dengan gerak anak peluru. Adapun faktor-faktor yang menybabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah:
-                   Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang
-                   Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), keadaan ini disebut “tumbling”
-                   Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan , disebut “yawning”
-                   Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan luka tembak keluar menjadi lebih besar.
-                   Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya.


Luka tembak keluar mungkin lebih kecil dari luka tembak masuk bila terjadi pada luka tembak tempel/kontak, atau  pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat keluar meninggalkan  tubuh, bentuk luka tembak keluar  tidak khas dan sering tidak beraturan. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan:
-                   Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa kemampuang peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan velocity
-                   Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembakkeluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk
Bentuk dan jumlah luka tembak keluar tidak dapat diprediksi. Luka tembak keluar sebagian (parsial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga peluru tersebut hampir habis atau ada penghalang  yang menekan pada tempat dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah tersebut. Jumlah luka tembak keluar bisa lebih banyak dari pada luka tembak masuk, hal ini dimungjkinkan karena:
1.              Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar n 
2.              Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru.
3.              Dua pelurunya masuk kedalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (“tandem bullet injury”) dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalu tempat yang berbeda.
Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang, terutama tulang-tulang yang tipis seperti scapula dan ileum atau  bagian tipis dari tengkorak. Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan kematian  tetapi luka tembak masuk akan sangat  sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping hidung, mulut, ketiak, vagina, dan rektum.
http://htmlimg3.scribdassets.com/2p56wkketc1b4wbd/images/26-7f7bf4dfc5.jpg
Gambar 5. Luka tembak masuk di sebelah kiri dan luka tembak keluar di sebelah kanan
2.4 Mekanisme Kerja Senjata10
Mekanisme kerja senjata, baik senjata angin atau senajata api  pada prinsipnya sama yaitu memanfaatkan tekanan tinggi dari udara atau gas untuk melontarkan anak proyektil atau anak peluru keluar dari laras dengan kecepatan tinggi.
            Pada senjata angin, tekanan yang tinggi itu diperoleh dengan cara memanfaatkan udara atau dengan merubah CO2 cair menjadi gas dalam ruangan yang volumenya tetap. Sedang pada senjata api, tekanan yang tinggi diperoleh dari pembakaran mesiu sehingga dalam waktu sekejap berubah menjadi gas dengan volume yang besar didalam ruangan yang volumenya tetap. Dari saru gram mesiu dapat dihasilkan gas (CO2,CO,hydrogen sulfanida, dan methane) antara 200-900 mililiter dengan suhu yang sangat panas.
            Fungsi picu itu sendiri pada senjata angin sebetulnya untuk melepaskan udara yang tekanannya telah dibuat tinggi guna melontarkan proyektil, sedang pada senjata api untuk membuatnya, pin atau pemukul penggalak melakukan tugasnya sehingga menimbulkan percikan api pada penggalak (primer) guna membakar mesiu. Selanjutnya, anak peluru atau proyektil yang telah memiliki gaya kinetic itu, sesudah meninggalkan laras jalannya amat dipengaruhi oleh banyak hal; seperti misalnya berat massa, bentuk dan diameternya, gravitasi serta tahanan (resistensi) udara yang dilaluinya. Akibat dari gravitasi itu maka arah anak oeluru atau proyektil akan membentuk kurva. Semakin jauh moncong, pengaruh gravitasi semakin dominan sehinggga bentuk kurvanya semakin tampak nyata.
Menembak seseorang dari depan dan dari belakang penting untuk membedakan lukatembak masuk dengan luka tembak ke]\luar. Luka tembak masuk khusus biasanya berbentuk bulat dengan tepi abrasi melingkar yang mengelingi cacat yang disebabkan oleh senjata. Garis tepi abrasi merupakan lecet atau kikisan kulit  yang disebabkan oleh peluru saat ia mendorong ke dalam. Garis tepi mungkin konsetntrik atau eksentrik. Ketika peluru masuk ke dalam kulit, ia akan menyebabkan abrasi tepikonsentrik, karena ia masuk perpendikuler kulit. Ketika ujung peluru memfenetrasi kulit pada suatu sudut, ia akan menyebabkan garis tepi abrasi yang eksentrik. Daerah marginabrasi eksentrik yang tebal mengindikasikan sudut peluru yang lebih dangkal saat ia peluru menembus kulit.
Luka tembak keluar dari senjata berkekuatan tinggi sangat mungkin dikarenakan olehkecepatan dan energi kinetic yang tinggi amunisi yang ditembakkan. Stellate-shaped exit wounds, sering ditemukan dan mungkin menyerupai luka tembak masuk kontak.

Walaupun luka tembak keluar dari senjata bisa lebih besar dan mungkin menyebabkan banyak kerusakan dibandingkan luka tembak keluar dari senjata genggam.Dengan memperkirakan tepi luka, ada atau tidak adanya tepi abrasi bisa dikonfirmasi.
Normalnya, suatu peluru saat ditembakkan akan mengikuti suatu lengkung arah atau jalur tertentu. Namun, semakin cepat peluru melesat maka semakin lurus arah dan jalur peluru tersebut. Disipasi energi adalah bagaimana energi kinetis peluru yang disalurkan ke tubuhdari suatu kekuatan yang menahannya. Pada kasus proyektil velositas medium dan tinggi,disipasi energi dipengaruhi oleh Drag (‘hambatan’), Profile (‘profil’) dan Cavitation(‘kavitasi’).
Drag – Faktor-faktor yang memperlambat suatu peluru, termasuk tahanan angin, hambatan oleh jaringan, dll.
Profile – Titik tumbuk peluru merupakan profil dari peluru tersebut. Semakin besar ukuran titik tumbuk semakin besar energi yang disalurkan.
Cavitation – Sering disebut sebagi perluasan alur masuk peluru. Merupakan lubang di jaringan tubuh yang dihasilkan oleh energi kinetis peluru. Lubang ini lebih besar daripadalubang masuk peluru. Karenanya,luka yang dihasilkan lebih besar dari diameter peluru tersebut. Kadang kala, karenaenergi kinetis peluru sedemikian besar, peluru dapat menembus jaringan di sebaliknya. Oleh karena itu selalu kaji adanya lubang keluar peluru (‘exit wound’).
Jika luka tembak masuk dan hubungannya dengan luka tembak keluar telah ditentukan,langkah selanjutnya adalah menentukan arah tembakan. Arah tembakan adalah jaras jalannya peluru memasuki tubuh melalui luka tembak masuk menuju luka tembak keluar.
Untuk alasan klaritas dan konsistensi, ahli forensik selalu menggambarkan arah tembakan sebagaimana tubuh korban dalam posisi anatomis standar saat ia ditembak. Tubuh korban berdiri penuh dengan tangan ekstensi pada sisi tubuhnya dengan bagian palmar ke depan. Sebagai contoh luka tembak yang menembus dada kiri dan keluar pada punggung kanan bawah, arah tembakan digambarkan dari depan ke belakang, kiri ke kanan dan atas  dan ke bawah. Biasanya ahli forensik hanya bisa membuat opini dimana posisi tubuh korban bisa atau tidak konsisten dengan arah tembakan, dan hanya bisa disesuaikan dengan saksi mata.

Kepala
Ketika energi proyektil memasuki tengkorak dan mulai mengalami disipasi, jaringan otak secara alamiah akan tertekan secara berat (ingat kepala adalah ruang tertutup yang dibatasi jaringan tulang tengkorak yang kuat).Bila peluru mengenai wajah maka jalan napas akan rusak atau hancur tergantung pada velositas peluru.

Dada
Jaringan paru relative tahan terhadap kavitasi proyektil. Alveoli membentuk massa berongga yang mudah bergerak. Sedangkan jantung tidak tahan terhadap kavitasi sebagaimana paru. Namun lapisan terluar yang meliputi pembuluh pulmoner, aorta dan jantung merupakan jaringan yang kuat dan elastic. Jaringan ini mungkin mampu menutupi luka akibat luka tembus velositas rendah,namun tidak mampu mengatasi kavitasi akibat luka tembus velositas medium dan tinggi.
Bila terjadi cedera di antara garis puting dada dan pinggang, maka selalu curigai kemungkinan adanya cedera abdominal juga.

Abdomen
Abdomen sering mengalami cedera sekunder saat dada mengalami cedera. Ruang abdominal merupakan ruang yang besar yang berisi jaringan yang berisi cairan, udara, jaring padat dan jaringan tulang. Jaringan yang berisi udara dan cairan lebih tahan terhadap kavitasi daripada jaringan padat.

Ekstremitas
Ekstremitas terdiri dari tulang, otot, pembuluh darah dan jaringan saraf. Luka tembak sering menyebabkan tulang pecah dan pecahan ini dapat mengakibatkan luka sekunder.Pecahan ini dapat bersifat seperti misil atau proyektil yang merusak jaringan lain disekitarnya. Akibatnya jaringan di sekitar akan rusak sehingga fungsi sensorik, motorik dan bahkan aliran sirkulasi akan terhambat atau bahkan hancur.
-         Luka ledakan terbagi dalam 4 kategori yaitu : primer, sekunder, tertier dan     tambahan. Korban mungkin mengalami luka lebih dari hanya satu mekanisme tersebut.

-         Luka ledakan primer disebabkan oleh efek langsung ledakan bertekanan tinggi terhadap jaringan tubuh. Udara mudah menekan, tidak seperti air. Hasilnya, luka ledakan primer hampir selalu mengenai struktur yang mengandung udara seperti paru, telinga dan saluran cerna.
-  Luka ledakan sekunder disebabkan oleh objek melayang yang menyerang orang  disekitarnya.
 -  Luka ledakan tertier adalah gambaran ledakan energi tinggi. Jenis ini terjadi  ketikaorang-orang terlempar dan menabrak objek lainnya.


2.5 Deskripsi Luka Tembak1,3
Hal-hal yang penting dalam deskripsi luka tembak:
  1. Lokasi
a.       Jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis tengah tubuh
b.      Lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
  1. Deskripsi luka luar
a.       Ukuran dan bentuk
b.      Lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c.       Luka bakar
d.      Lipatan kulit utuh atau tidak
e.       Tekanan ujung senjata
  1. Residu tembakan yang terlihat
a.       Grains powder
b.      Deposit bubuk hitam, termasuk korona
c.       Tattoo
d.      Metal stippling
  1. Perubahan
a.       Oleh tenaga medis
b.      Oleh bagian pemakaman
  1. Track
a.       Penetrasi organ
b.      Arah
·        Depan ke belakang (belakang ke depan)
·        Kanan ke kiri (kiri ke kanan)
·        Atas ke bawah
c.       Kerusakan sekunder
·        Perdarahan
·        Daerah sekitar luka
d.      Kerusakan organ individu
  1. Penyembuhan luka tembakan
a.       Titik penyembuhan
b.      Tipe misil
c.       Tanda identifikasi
d.      Susunan
  1. Luka keluar
a.       Lokasi
b.      Karakteristik
  1. Penyembuhan fragmen luka tembak
  2. Pengambilan jaringan untuk menguji residu

2.6 Proses Terjadinya Tembakan10
a.       Senjata yang digunakan, meliputi:
-         Jenisnya
Dengan melihat ciri-ciri luka akan dapat ditentukan apakah disebabkan oleh senjata api, senjata angin, atau shotgun.
-         Kalibernya
Kaliber senjata dapat diperkirakan dengan melihat diameter cincin lecet. Kaliber tersebut ditentukan berdasarkan diameter lumen dari laras, yang tidak selalu sama dengan diameter peluru.
Akibat adanya elastisitas kulit maka biasanya diameter anak peluru sedikit lebih besar dari diameter cincin lecet. Pada bagian tubuh yang bagian kulitnya terlihat sangat dekat dengan tulang maka diameter anak peluru hampir sama besar dengan diameter cincin lecet sebab tulang dapat menjadi penahan terhadap elastisitas kulit diatasnya ketika mendapat dorongan anak peluru.
b.      Cara melakukan tembakan, meliputi:
-         Arah tembakan
Secara teori arah tembakan dapat ditentukan dengan pasti dengan menghubungkan luka tembak masuk dengan luka tembak keluar. Hanya saja luka tembak keluar selalu tidak ditemukan. Kalaupun ditemukan kadang-kadang luka tersebut terjadi sesudah arah anak peluru berubah setelah membentur tulang. Selain itu kadang-kadang jumlah luka tembak banyak sehingga sulit menentukan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dari anak peluru yang sama. Dalam keadaan demikian maka perkiraan arah tembakan dapat didasarkan pada posisi lubang luka terhadap cincin lecet.
Bila letaknya terpusat berarti arah tembakan tegak lurus terhadap permukaan sasaran dan bila episentris berarti arahnya miring.


-         Jarak tembak
Kecuali pada jarak tempel, jarak tembak hanya dapat ditentukan secara kasar dengan melihat bentuk lukanya serta ada tidaknya produk-produk dari ledakan mesiu.
Selain itu ada tidaknya luka tembak keluar juga dapat dijadikan dasar perhitungan secara kasar. Namun harus diingat bahwa banyak senapan modern sekarang ini yang memiliki kemampuan tinggi, sehingga dapat menimbulkan luka tembak keluar meskipun ditembakkan dari jarak yang sangat jauh.
            Mengenai daya tembusnya baik pada manusia atau binatang, dipengaruhi oleh kecepatan (velocity) ketika menyentuh tubuh, berat massa, resistensi jaringan, serta jarak tembakan.

2.7 Cara Pengutaraan Jarak Tembak Dalam Visum et Repertum7
Bila pada tubuh korban terdapat luka tembak masuk dan tampak jelas adanya jejas laras, kelim api, kelim jelaga atau tato; maka perkiraan atau penentuan jarak tembak tidak sulit. Kesulitan baru timbul bila tidak ada kelim-kelim tersebut selain kelim lecet.
·        Bila ada kelim jelaga, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 30 sentimeter.
·        Bila ada kelim tato, berarti korban ditembak dari jarak dekat, maksimal 60 sentimeter, dan seterusnya.
·        Bila hanya ada kelim lecet, cara pengutaraannya adalah sebagai berikut: “Berdasarkan sifat lukanya luka tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh“, ini mengandung arti:
-         Korban ditembak dari jarak jauh, yang berarti diluar jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar.
-         Korban ditembak dari jarak dekat atau sangat dekat, akan tetapi antara korban dengan moncong senjata ada penghalang; seperti bantal dan lain sebagainya.
·        Bila ada kelim api, berarti korban ditembak dari jarak yang sangat dekat sekali, yaitu maksimal 15 sentimeter.
Menurut Hadikusumo (1998), luka tembak tempel bentuknya seperti bintang, dengan gambaran bundaran laras senjata api dengan tambahan gambaran vizierkorrel (pejera, foresight) akibat panasnya mulut laras. Bila larasnya menempel pada kulit, gas peluru ikut masuk ke dalam luka, dan berusaha menjebol keluar lagi lewat jaringan disekitar luka.
Sementara luka tembak jarak dekat ada sisa mesiu yang menempel pada daerah sekitar luka. Gambaran mesiu ini tergantung jenis senjata dan panjang laras. Mesiu hitam lebih jauh jangkauannya dari pada mesiu tanpa asap. Sedangkan luka tembak jarak jauh, luka bersih dengan cincin kontusio, pada arah tembakan tegak lurus permukaan sasaran bentuk cincin kontusionya konsentris dan bundar.


2.8 Perbedaan Antara Luka Tembak Masuk Dengan Luka Tembak Keluar1,3
No
Luka Tembak Masuk
Luka Tembak Keluar
1.
Ukurannya kecil, karena peluru menembus kulit seperti bor dengan kecepatan tinggi
Ukurannya lebih besar dan lebih tidak teratur dibandingkan luka tembak masuk, karena kecepatan peluru berkurang sehingga menyebabkan robekan jaringan
2.
Pinggiran luka melekuk ke arah dalam karena peluru menembus kulit dari luar
Pinggiran luka melekuk keluar karena peluru menuju keluar
3.
Pinggiran luka mengalami abrasi
Pinggiran luka tidak mengalami abrasi
4.
Pakaian masuk ke dalam luka, dibawa oleh peluru yang masuk
Tidak ada
5.
Pada luka bisa tampak hitam, terbakar, kelim tattoo, atau jelaga
Tidak ada
6.
Pada tulang tengkorak, pinggiran luka teratur bentuknya
Tampak seperti gambaran mirip kerucut
7.
Bisa tampak berwarna merah terang akibat adanya zat karbon monoksida
Tidak ada
8.
Di sekitar luka tampak kelim ekimosis
Tidak ada
Tabel 1. Perbedaan Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak Keluar

2.9.Pemeriksaan Mikroskopik1
Perubahan yang tampak diakibatkan oleh dua faktor, yaitu: trauma mekanis dan termis.

Luka tembak tempel dan luka tembak jarak dekat;
1. Kompresi epitel disekitar luka tembak tampak epitel yang normal dan yang mengalami kompresi, elongasi, dan menjadi pipihnya sel-sel epidermal serta elongasi dari inti sel,
2.  Distorsi dari sel epidermis di tepi luka yang dapat bercampur dari butir-butir mesiu.
3.  Epitel mengalami nekrose, koagulatif, epitel sembab, vakuolisasi sel-sel basal,
4. Akibat panas jaringan kolagen menyatu dengan pewarnaan HE akan lebih banyak mengambil warna biru (basofilic steining)
5. Tampak perdarahan yang masih baru dalam epidermis (kelainan ini paling dominan) dan adanya butir-butir mesiu.
6.  Sel-sel pada dermis intinya mengkerut, vakuolisasi, dan piknotik
7. Butir-butir mesiu tampak sebagai benda-benda tidak beraturan, bewarna hitam atau hitam kecokelatan,
8. Pada luka tembak tempel “hard contact” permukaan kulit sekitar luka tidak terdapat butir-butir mesiu atau hanya sedikit sekali, butir-butir mesiu akan tampak banyak dilapisan bawahnya, khususnya disepanjang tepi saluran luka.
9. Pada luka tempel “soft contact” butir-butir mesiu terdapat pada kulit dan jaringan dibawah kulit
10.Pada luka tembak jarak dekat butir-butir mesiu terutama terdapat pada permukaan kulit, hanya sedikit yang ada pada lapisan-lapisan kulit.
Perubahan progresif epitel akibat panas dan mekanik adalah perubahan yang dapat dijumpai. Demikian pula kemungkina didapatkannya butir-butir mesiu dalam saluran luka dan dalam perubahan epitel.
            Secara umum didalam saluran luka pada luka tembak tempel akan mengandung lebih banyak butir-butir mesiu bila dibandingkan dengan luka tembak dimana moncong sejata tidak menempel pada kulit.


2.10. Pemeriksaan penunjang 6,10
1. X-ray
X-ray penting dilakukan pada pemeriksaan luka tembak. Semua luka tembak harus dilakukan pemeriksaan rontgen, terutama pada luka tembak keluar.
Kegunaan x-ray antara lain:
1. Untuk melihat apakah peluru atau bagian-bagian dari peliru masih ada didalam tubuh
2. Untuk mementukan letak peluru
3. Untuk menentukan letak dari fragmen-fragmen kecil dari peluru yang ditinggalkan didalam tubuh sehingga dapat dikeluarkan
4. Untuk mengidentifikasi jenis amunisi dan senjata yang digunakan
5. Untuk mendokumentasikan arah peluru
Untuk menggunakan X-ray dalam menentukan letak peluru akan menyingkat waktu otopsi. X-ray harus dilakukan tanpa seluruh luka tembak keluar, karena walaupun ada luka keluar bukan berati kalau perulu memang keluar. Mungkin saja peluru tersebut mempunyai cukup energi untuk menimbulkan defek di kulit tetapi memantul kembali ke dalam tubuh. Luka keluar tersebut juga mungkin disebabkan oleh fragmen tulang yang didorong keluar oleh peluru.
X-ray juga berguna pada kasus dimana selubung peluru dan inti terpisah pada saat memasuki tubuh, inti bisa saja keluar namun selubungnya terperangkap didalam. Pada otopsi jika tidak disadari maka pemeriksa akan menarik kesimpulan yang salah bahwa seluruh peluru telah keluar. Ataupun sebaliknya dimana selubung keluar namun inti terperangkap. Kesalahan-kesalahan tersebut dapan dihindari dengan x-ray yang akan menunjukan apakah terjadi pemisahan inti dan selubung.
Pada luka tembus, pecahan-pecahan kecil dari peluru dapat tertinggal disepanjang luka atau pada tulang yang terperforasi oleh peluru. Pecahan tersebut biasanya terlewatkan pada otopsi, maka dengan itu perlu dilakukan X-ray sehingga dapat diampbil untuk pemeriksaan scanning electron microscope. Pemeriksaan ini gunanya adalah untuk mengetahui asal metal. X-ray juga bisa memperlihatkan luka dari luka tembak lama atau pecahan-pecahan peluru yang tidak berhubungan dengan kematian. Pada luka lama sudah terjadi fibrosis dan peluru sudah berwarna hitam karena terjadi oksidasi.
Pada gambaran radiologi juga bisa dilihat apakah terjadi pemantulan dalam. Terdapat gambaran jejak pecahan-pecahan yang terlihat bolak-balik. Namun X-ray juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain kaliber dari peluru tidsak dapat ditentukan dengan tepat.
Ini karena pembesaran dari gambaran peluru yang tergantung dari jarak dengan sinar X-ray. Peluru yang dekat dengan sinar terlihat lebih besar dan batas terlihat kabur daripada gambaran yang lebih dekat ke film. Namun estimasi kaliber bisa didapatkan. X-ray sebaiknya diambil pada saat jenazah masih berpakaian agar dapat mendeteksi peluru yang keluar dari tubuh dan tetinggal di pakaian.
CT-scan adalah alat yang lebih akurat untuk mengevaluasi letak peluru dan pecahan – pecahan tulang. Dapat diketahui sejauh mana peluru menemus organ atau jaringan. Pada luka tembak kepala, dapat dilihat apa terjadi perdarahan otak, fraktur tulang vertebrae dan lain – lain.
-         Tes paraffin merupakan tes yang tak spesifik, sebab hanya dapat mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja. Sehingga tes ini juga dapat memberikan hasil positif jik tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan, pupuk atau obat-obatan.
-         Tes Harrison dan Gilroy, menggunakan kassa yang telah dibasahi dengan asam klorida. Bedanya dengan tes paraffin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi adanya unsur logam, merkuri, antimony, barium, atau timah hitam. Tentu harus diperhitugkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam tersebut.
-         Tes berikutnya adalah metode Neutron Activation Analysis (NAA), tes ini lebih sensitif sebab masih dapat mendeteksi antimony, barium, dan copper walaupun tangan yang digunakan untuk menembak sudah dibersihkan. Dan tes lain yang juga sensitif adalah tes yang
-         menggunakan metode Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) atau Flameless Atomic Absorbtion Spectroscopy (FAAS).


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Luka tembak adalah luka yang disebabkan karena adanya penetrasi peluru kedalam tubuh yang diproyeksikan lewat senjata api, umumnya ditandai dengan luka masuk kecil dan dapat disertaimdengan lika keluar yang lebih besar. Luka ini biasanya juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah, tulang dan jaringan disekitarnya.
Terdapat berbagai jeni senjata yang dapat didasarkan pada berbagai macam hal, antara lain berdasarkan tenaga pendorong yang terdiri dari senjata api dan senjata angin. Berdasarkan cara penggunaannya senjata genggam, dapat juga didasarkan pada bentuk permukaaan dalam laras yaitu senjata berlaras rata dan senjata beralur melingkar.
Mekanisme terjadinya senjata, baik senjata angin atau senjata api pada prinsipnya sama yaitu memanfaatkan tekana tinggi dari udara atau gas untuk melontarkan anak proyektil atau anak peluru keluar dari laras dengna kecepatan tinggi. Tekanan tinggi tersebut dapat berasal dari gas co2 atau pembakaran mesiu.
Gambaran luka tembak dapat berupa gambaran makroskopik dan mikroskopik. Pada gambaran makroskopik dapat dijumpai adanya luka berbentuk bintang maupun oval, dipinggir luka biasa terdapat adanya kelim pato maupun kelim jelaga. Sedangkan pada gambaran mikroskopik dapat dilihat perubahan progresif epitel akibat panas dan mekanik. Demikian pula kemungkinan didapatkannya butir-butir mesiu dalam saluran luka dan pada permukaan epitel.
Untuk memperoleh gambaran yang lengkap akan luka tembak, maka dapat dilakukan pemeriksaan radiologis yaitu X-ray dan CT-scan. Umumnya X-ray lebih sering dilakukan mengingat akan faktor biaya yang lebih terjangkau.



3.2 SARAN
1.      Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka tembak sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2.      Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan. 




























DAFTAR PUSTAKA

1.    Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara; p.131-168.

2.      Donoghue ER, Kalelkar MB, Richmond JM, Teas SS. Atypical gunshot wounds of entrance:an empirical study. J Forensic Sci1984;29:379–388

3.    Hueske E. 2006. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks, Practice and Resource.

4.        Di Maio, V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic Techniques.Second Edition. New York : CRC Press.

5.    Chadha P.V. 1995. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi V. Jakarta : Widya Medika. Hal. 75-81

6.    Knight, Bernard. 1996. Forensic pathology.Second Edition. London;Arnold:231-241

7.    Tsokos, Michael. 2008. Forensic Pathology Reviews. Volume 5. Berlin,Germany;Humana Press:139-149

8.      Di Maio, V.J.M. 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic Techniques.Second Edition. New York : CRC Press.  (http://id.scribd.com/doc/69391916/Terjemahan-Di-Maio-Forensik)

9.    Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Cetakan V.Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro:93-106


10.  Arnold JL, Halpern P, Tsai MC, Smithline H: Mass casualty terrorist bombings: acomparison of outcomes by bombing type. Ann Emerg Med 2004 Feb; 43(2): 263-73[Medline] (http://id.scribd.com/doc/71559341/LUKA-TEMBAK)

No comments:

Post a Comment