PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. F
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat :
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kedua kaki membesar
Keluhan
Tambahan : Pusing, sering
merasa panas dingin.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan
keluhan kedua kaki membesar. Keluhan ini dirasakan pasien sejak kurang lebih dua tahun yang lalu.
Sebelum keluhan ini, tiga tahun yang lalu pasien pernah mengeluh bengkak
seluruh badan. Pasien juga mengatakan sering mengeluh panas dingin dan merasa
pusing.
Selama
keluhan ini pasien pernah berobat ke dokter umum, namun keluhan masih dirasakan
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Pasien tidak
pernah mengalami gejala penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit keluarga :
-
Tidak ada
anggota keluarga yang mempunyai penyakit dengan gejala yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak
sakit sedang
Kesadaran : Compos
mentis
Tanda vital : N : 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
S : 37,0 ºC
TD : 120/80 mmHg
Kepala : Normocephal.
Mata : Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera
: Ikterik -/-
Pupil : Bulat isokor
Refleks
cahaya : +/+
Thorak
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus
kordis tidak teraba
Perkusi
: Redup,
batas jantung normal
Auskultasi
: BJ
I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi
: Vocal
fremitus pada hemitoraks sebelah kiri teraba simetris.
Perkusi
: Sonor
pada kedua hemitoraks.
Auskultasi
:
ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : Permukaan datar
Palpasi
: Supel,
NT/NK/NL -/-/-, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi
: Timpani
pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : BU + normal
Ekstremitas : Atas :
Ikterik -/-, Edema -/-, Sianosis -/-
Bawah : Ikterik -/-, Edema +/+,
Sianosis -/-
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin
-
Leukosit : 12600/mm3
-
Eritrosit : 4,62 x 106/mm3
-
Hemoglobin : 9,5 gr/dl
-
Hematokrit : 36,1 %
-
Tromboit : 218.000/mm3
V.
DIAGNOSIS
KERJA
Elephantiasis
VI.
TERAPI
-
Antibiotik ; metronidazol 3x1
-
Analgetik ; ketorolac
-
Ranitidin
-
IFVD RL 20
tts/menit
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia
ad bonam
BAB II
FILARIASIS
Pengantar
Jika seorang pasien memiliki pembengkakan
generalisata mencolok pada kaki, lengan atau skrotum, atau jika seorang wanita
memiliki pembengkakan yang sama pada payudara atau pada vulva, kondisi ini
dikenal sebagai elefantiasis. Biasanya, hal ini disebabkan oleh obstruksi
limfatik yang sudah berjalan lama. Adakalanya, hal tersebut disebabkan oleh
obstruksi vena, namun hal ini jarang mencolok sehingga membutuhkan pembedahan.
Pembedahan antara obstruksi limfatik dan vena bisa jadi sulit. Edema akibat
obstruksi limfatik menjadi padat dengan sangat cepat, namun beberapa kasus awal
dapat memperlihatkan pitting. Edema akibat obstruksi vena lambat menjadi
padat, dan secepatnya mencapai tahap dimana ia gagal menjadi pit.
Pada kebanyakan area, penyebab obstruksi
limfatik (limf-edema), dalam menurunkan urutan frekuensi adalah : (1)
Tuberkulosis. (2) Limfangitis berulang menimbulkan katup inkompeten, biasanya
akibat sterptokokus yang masuk melalui luka. (3) Malignansi kelenjar pada
pangkal paha, atau yang lebih jarang pada aksila. (4) Sarkoma Kaposi. (5)
Diseksi blok pada kelenjar, biasanya pada karsinoma. (6) Hipoplasia Limfatik
Kongenital, atau katup limfatik inkompeten (penyakit Milroy). Penyebab lainnya
termasuk infeksi jamur kronik, dan limfogranuloma inguinal.
Dua penyebab penting
obstruksi limfatik terbatas pada area endemik tertentu : (1) Filariasis
(umumnya akibat infeksi oleh W. bancrofti dan jarang disebabkan Brugia
malayi, atau Brugia timori). (2) ‘Podoconiasis’ (juga disebut
elefantiasis endemik non-filaria). Filariasis dibatasi oleh prevalensinya pada
vektor insekta, dan podoconiasis oleh karakteristik tertentu yang terdapat di
tanah. Filariasis dapat melibatkan bagian manapun dari tubuh seperti tertulis
diatas, namun biasanya mengenai tungkai dan skrotum, dimana podoconiasis hanya
melibatkan tungkai saja.
Dugaan filariasis bancrofti - keterlibatan skrotum, edema yang dimulai pada
bagian yang paling bergantung pada masing-masing tempat dan bergerak naik –
dibawah malleolus pada kaki, fundus pada skrotum, kulup pada penis, dan
punggung tangan pada lengan. Elefantiasis skrotum dengan sedikit perubahan pada
kulitnya.
Dugaan podoconiasis – Pasien bertelanjang-kaki datang dari daerah podoconiasis; memburuk pada
satu kaki dibandingkan kaki sebelahnya; dibawah lutut banyak pembengkakan
ditandai ke arah distal. Gejala adalah bukti pertama penyakit (pada filariasis
bukti ini muncul terakhir), dan termasuk rasa terbakar di tungkai bawah pada
malam hari, dengan rasa gatal menetap pada celah jari kaki jempol dan telunjuk,
dan edema plantaris pada kaki depan. Tidak dijumpai filaria dalam darah, dan
kutil kronik menebal pada tungkai bawah (‘mossy foot’).
Dugaan infeksi non-spesifik kronik – Beberapa sumber untuk infeksi tersebut,
seperti ulkus tropikum (jika pembengkakan berada pada tungkai bawah). Serangan
rekurensi akut limfangitis. Pembesaran nodus yang hanya mengairi daerah yang
membengkak: ini mungkin besar dan kaku, atau kecil dan fibrotik. Garis hiperpigmentasi
pada kulit mengindikasikan limfangitis sebelumnya (tidak mudah dijumpai, jadi
lihatlah dengan hati-hati; dan jarang terlihat pada kulit gelap). Sebuah biopsi
nodus limfatikus menunjukkan perubahan inflamasi fibrosis dan non-spesifik.
Dugaan tuberkulosis – Pembesaran kronik pada banyak nodus superfisial - inguinal,
aksilar dan servikal; sebuah riwayat sakit yang berkepanjangan di masa lalu,
dengan demam dan pembesaran nodus, beberapa dengan tetesan untuk jangka waktu
yang lama; sinus multipel, atau parut yang mengikuti proses penyembuhan. Limfogranuloma
juga menyebabkan sinus, namun biasanya dibatasi pada kelompok nodus superior,
melewati bagian medial ligamentum inguinal. Parut disekitar rantai vertikal
bawah akhir lebih mungkin disebabkan oleh tuberkulosis. Keterlibatan seluruh
tungkai dari ujung kaki sampai ke pangkal paha, atau seluruh lengan atau
payudara wanita. Biopsi nodus limfatikus positif memastikan diagnosa; jika
tuberkulosis tidak lagi aktif hanya fibrosis non-spesifik yang mungkin
terlihat.
Tempat yang terlibat
juga mempengaruhi penyebab yang mungkin. Payudara dan lengan, atau vulva –
tuberkulosis. Skrotum – filariasis bancrofti. Tungkai bawah – filariasis,
podoconiasis.
Podoconiasis (elefantiasis endemik non-filarial pada tungkai bawah)
Podoconiasis (‘debu dalam kaki’) muncul sebagai
pembengkakan asimetris bilateral pada kaki dan tungkai bawah. Hal ini terlihat
pada keluarga petani berkaki-telanjang yang peka pada zona dataran tinggi
vulkanik subur digambarkan-dengan-baik di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan,
dan Indonesia, dan juga di dataran-rendah, yang diirigasi dari sungai dataran
tingginya. Hal ini disebabkan absorpsi partikel silika dari tanah, melalui kaki
seseorang yang berasal dari keluarga yang peka. Ini menyebabkan aliran limfatik
pasien mengalami fibrosa, dan obstruksi, dan nodus femoris membesar. Hal ini
mengakibatkan kaki dan tungkai mengalami pembengkakan, dan berlanjut melewati
stadium yang dijelaskan sebagai ‘water bag’, ‘rubbery’ dan ‘wooden’. Pada
akhirnya, kaki menjadi hiperkeratosis, ‘mossy’ dan bernodul. Limfe mungkin
menetes melalui kulitnya, yang bisa menjadi infeksi sekunder oleh jamur dan
bakteri. Penyakit ini mungkin berlanjut dengan pasti, atau mungkin terjadi
rangkaian episode akut yang sembuh tidak sempurna. Penduduk desa pada area
endemik selalu mampu mengenali stadium awal.
Podoconiasis merupakan gambaran jelek, dan
dapat membuat pasien diasingkan dalam kehidupan sosialnya, jadi pengobatan
sangatlah penting. Sayangnya, seiring waktu kita melihatnya, aliran limfatik
pasien kemungkinan terhambat dan tak dapat disembuhkan, sehingga pengobatan
medis tidak tampak efektif. Dengan pembedahan kita dapat: (1) Tekan kaki pada
kasus ‘soft’ dengan mesin dekompresi (jika memang ada), eksisi lipatan kulit
berlebihan dan jaringan subkutan yang tersisa setelah dekompresi, lalu rekatkan
batas-batas kulit bersamaan. (2) Eksisi jaringan yang menebal pada kasus
‘hard’, dan cangkok area yang terbuka. (3) Eksisi nodul individual. Atau kita
dapat mengkombinasikan prosedur-prosedur ini. Pembedahan bisa dikatakan
sederhana dan bermanfaat, namun terdapat perbedaan pendapat.
PODOCONIASIS
DIAGNOSA AWAL
Setelah hari kerja yang panjang di ladang, atau
setelah lama berjalan, salah satu kaki pasien akan mengalami pembengkakan, dan
terasa tegang. Nodus limfatikusnya akan membesar dan mengeras. Sebagai diagnosa
banding lihatlah bagian sebelumnya. Cobalah mengenali stadium awal berikut ini
:
‘Kaki rasa terbakar’. Pasien
merasakan sensasi terbakar pada tungkai bawahnya, dari bagian depan malleolus
medialis ke belakang condylus medialis lututnya, terkadang meluas keatas ke
bagian pahanya. Nodus femoralisnya mungkin melunak. Nyeri biasanya memburuk
pada malam hari, dan berkurang dengan tidak menutupi kakinya. Masing-masing
episode biasanya memberi pengaruh pada kaki yang sama, dan kaki kedua biasanya
tidak terlibat sampai kaki yang satu menunjukkan tanda-tanda penyakit yang
hilang. Meskipun area dengan sensasi terbakar pada kaki mungkin menjadi lembek,
hanya sedikit pasien yang mencari bantuan pada stadium ini.
‘Kaki gatal’
merupakan gatal berlokasi menetap, biasanya pada dorsum dasar celah jari kaki
jempol dan telunjuk, atau dibawah malleolus medialis. Penebalan kulit
(pachydermia), dari garukan konstan, dapat memberi alasan seseorang untuk
dibawa ke klinik. Ketika jari kakinya mulai membengkak, area gatal didahului
pembengkakan level atas, dan mengindikasikan progresi penyakit.
‘Kaki depan miring’ adalah perluasan kaki depan, dan terpisahnya jari-jari, yang menjadikan
kaki terlihat seperti-spatula, pada satu atau kedua sisinya (B, pada gambar
31-3). Hal ini disebabkan edema dalam diantara kepala metatarsal. Kulitnya
tidak biasa tahan diangkat oleh jari.
Edema plantar
adalah bentuk asimetris (tidak seperti edema kardial atau renal). Tekan dengan
ibu jarimu pada telapak kaki melewati kepala metatarsal pertama. Ujilah ketika
kulit telah pulih dari edema fisiologis sementara, yang merupakan akibat dari
perjalanan panjang ke klinik. Kita mungkin menemukan aliran limfatik ringan, bleb
kecil limfatik, atau jumlah tak sesuai lalat yang tertarik padanya.
Kaki depan pachydermic menunjukkan deposit keratin berlebih pada dorsum di basal celah jari kaki
pertama dan kedua. Celah itu sendiri biasanya normal, bahkan pada penyakit
lanjut.
Meningkatnya tanda kulit pada dasar celah jari kaki jempol dan berjalan secara longitudinal
dibandingkan secara lateral (sebagaimana normalnya). Memberi tekanan padanya,
seperti pada D, gambar 31-3, menunjukkan mereka lebih jelas.
‘Blok jari kaki’ kehilangan kurva normalnya, dan terlihat mengeras dan kaku, seperti
dipakukan pada kaki depan (A).
PENGOBATAN AWAL.
Nasehati pasien sebagaimana berikut: “(1)
Tinggikan kaki tempat tidur pada ketinggian yang membebaskan dari
ketidaknyamanan; ayunan lebih tepat. (2) Letakkan kaus kaki sepanjang mata kaki
sebelum terbangun di pagi hari; atau pasangkan perban elastis yang meregang
searah (10 cm) luasnya; perban tipis tidak adekuat. (3) Lindungi kulit kaki
dari kontak dengan tanah, lebih baik jika menggunakan sepatu. (4) Pilihlah
pekerjaan lainnya yang tidak melibatkan kontak dengan tanah (sulit). (5) Pindah
ke daerah non-endemik (lebih sulit lagi)”. Sementara itu, obati kondisi apapun
yang ada (parasit, anemia, dan lain-lain).
Pembedahan filariasis
Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi, atau W.
timori bersikap sama, namun tidak identik. Lesi akut yang mereka sebabkan
mungkin menyerupai penyakit lainnya, jadi jika kasus anda berada pada daerah
endemik, tetaplah berpikir akan kemungkinan filariasis. Dua stadium pertama
merupakan hal yang umum, namun elefantiasis filarial tidak demikian.
Stadium akut dimulai dalam beberapa
bulan setelah infeksi, terlihat sebagai demam, limfadenopati, eritema, dan
epididimitis, biasanya tanpa mikrofilaria dalam darah. Infeksi sekunder mungkin
timbul.
Stadium sub akut ditandai dengan demam
dan pembesaran lunak nodus limfatikus, yang menetap dan diikuti oleh
limfangitis. Nodul inguinal, epitroklear dan aksilar sering terlibat.
Limfangitis muncul sebagai daerah berkilau, menyebar secara distal dari nodus
limfatikus yang terlibat, biasanya menurun ke aspek depan atau medial paha,
atau mengelilingi lipatan aksilar anterior ke arah payudara. Serangan mungkin
berulang setiap beberapa bulan. Lesi mungkin juga terinfeksi secara sekunder,
agar keduanya dipengaruhi nodus limfatikus dan daerah limfangitis bisa
mengalami supurasi untuk membentuk abses.
Spermatic cord
pasien sering ikut terifeksi, dan juga testis dan epididimis, karenanya pasien
mengalami serangan sakit berulang funiculo-epididymo-orchitis, yang
mungkin diikuti oleh supurasi skrotum.
Stadium kronik
merupakan hasil dari obstruksi limfatik, umumnya pada retroperitoneum. Ini
dapat menyebabkan :
1. Limfedema, yang
dapat berlanjut menjadi hipertrofi besar jaringan subkutan (elefantiasis). Ini
mungkin melibatkan anggota tubuh bagian bawah dan skrotum (sering), atau
lengan, payudara atau dinding abdomen (kurang sering), atau nodul aksilar atau
inguinal (jarang). Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk membalikkan
perubahan ini. Ada sedikit yang bisa dilakukan dengan pembedahan, kecuali
mengeksisi pembengkakan; ketika hal tersebut dilakukan, mungkin akan muncul
kembali dalam beberapa tahun, bahkan mungkin dalam beberapa bulan. Operasi
Charles diaplikasikan; hasil yang cepat dapat diterima, namun hasil akhirnya
mungkin lebih buruk dibandingkan sebelumnya, dan dikatakan tidak tahan terhadap
pemakaian dan sobekan kehidupan desa. Pembedahan elefantiasis tidak memuaskan,
laporan yang kami berikan tentang operasi Charles adalah salah satu yang
klasik, dan kami tidak mampu menemukan ‘ahli’ terkini.
2. Hidrokel, yang
umum pada area filariasis Bancrofti. Rawat sebagaimana biasanya.
3. Varises limfatik
(jarang). Terdapat pembengkakan kistik lunak pada aksila, leher dan pangkal
paha.
4. Chyluria (tidak
jarang), akibat ruptur dilatasi limfatik kedalam traktus urinarius.
FILARIASIS
TES KHUSUS. Mikrofilaria W. bancrofti
biasanya muncul pada hapusan darah yang diambil antara jam 22.00 dan 02.00. B.
malayi mungkin semiperiodik atau non periodik. Ambillah darah segar dan
campurkan dalam antikoagulan, kemudian lihat mikrofilaria motil menggunakan coverslip.
(2) Tusuklah nodul yang membesar, atau varix limfatik, dengan sebuah
jarum, dan lihatlah filaria dalam volume kecil cairan yang diaspirasi.
SINDROMA BERBAGAI FILARIA
Jika nodus aksila atau inguinal pasien
terlibat (jarang), tangani secara medis dan jangan dioperasi, atau
sebuah fistula bermasalah yang menghentikan aliran limfe dapat muncul.
Jika spermatic cord terlibat
(‘funikulitis endemik’), jangan salah mengenali ini sebagai hernia
strangulata, atau torsio testis.
Jika pasien mengeluhkan pembengkakan yang
terasa nyeri ‘seperti kantongan cacing’ diatas testisnya, satu yang
mungkin adalah varikokel, dan lainnya adalah limfokel cord (E, gambar
31-5). Ketika operasi, kita mungkin menemukan limfatik yang membengkak, bukan
vena yang membengkak.
Jika pembengkakan pada korda seperti telur
ayam, mungkin merupakan hidrokel korda, atau sebuah limfokel berkista
(F). Jika sebuah traksi ringan pada testis menarik pembengkakan ke arah bawah,
dan menjadikan pembengkakan kurang bergerak, maka itu adalah sebuah hidrokel.
Jika tidak, pada daerah endemik merupakan sebuah limfokel. Pada waktu operasi
akan dihubungkan dengan limfatik pada korda. Kombinasi antara limfokel berkista
dan funikulitis dapat menstimulasi hernia strangulata.
Jika pasien mengalami emergensi abdomen akut
dengan nyeri inguinal, kita dapat menyimpulkan tidak ada patologi
lainnya selain adenitis inguinal, dan dilatasi limfatik disamping pembuluh
darah testis. Infeksi sekunder limfatik dikatakan menyebabkan abses
retroperitoneal dan peritonitis.
Jika
penyakit dalam stadium lanjut, mobilisasi cairan edema dengan kompresi elastis awal, dan kemudian
pertimbangkan operasi seperti tersebut dibawah. Keuntungannya dikatakan hanya
bersifat sementara, meskipun episode limfangitis dan selulitis dapat berkurang.
Kedepannya kaki membutuhkan kompresi elastis yang cukup lama, atau pembengkakan
muncul kembali.
ELEFANTIASIS SKROTUM DAN PENIS
Elefantiasis mungkin melibatkan : (1) kulit
luar penis pasien (namun bukan lapisan dalam ataupun batangnya), (2) skrotum,
atau (3) testis dengan adanya hidrokel, namun lainnya normal; atau seringnya
melibatkan ketiganya.
Diagnosis banding termasuk hidrokel raksasa,
yang mungkin muncul bersama elefantiasis, dan hernia. Pada elefantiasis
tekstur kulit skrotum pasien berubah, mencekung pada tekanan, tidak dapat
digerakkan melebihi jaringan yang lebih dalam, vena tidak terlihat, dan massa
tidak dapat dikurangi.
PENGOBATAN
1.
Pengobatan Masal
Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan
obat Diethyl
Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole
sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan
seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol.
Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2
tahun ke atas, yang
ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan
mereka yang menderita
penyakit berat.
2. Pengobatan Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota
keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan
hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis)
3. Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10
hari sebagai
pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian
organ tubuh yang bengkak.
INSISI. Jika pasien memiliki hidrokel, lubangi.
Buatlah insisi midline mengarah ke bawah, dari simfisis pubis ke arah atas
preputium. Perlahan-lahan perdalam insisinya, sampai mencapai batang penis.
Buatlah insisi sirkuler di sekitar orifisium preputium eksternal, dan
pertahankan lapisan dalam preputium, atau lipatan kulit yang menghubungkan
dengan bagian luar. Gunakan hasil insisi tersebut untuk menutupi bagian penis.
Jepitlah lipatan tersebut diatas glans, dan belah kulit ke arah distal-nya.
Tutupi bagian penis yang terpisah dengan hapusan saline, ketika kita
mengerjakan bagian skrotum.
Buatlah dua insisi
lateral mengelilingi dasar skrotum, untuk mempertemukan kedua insisi pada
posterior perineum. Dengan hati-hati perdalam insisi lateral tersebut, sampai
mencapai spermatic cord pada masing-masing sisi. Jika dibutuhkan, tandai
mulai dari cincin inguinal eksternal. Ikuti dari cord ke testis, dan
bebaskan keduanya.
Jika testisnya
berukuran normal dan pasien tidak memiliki hidrokel, jangan membuka tunika
vaginalis.
Jika pasien memiliki
hidrokel yang besar, mungkin kita perlu menyalurkan isinya terlebih dahulu
(jika belum dilakukan). Bukalah dan evert kantongnya dan belahlah di
bagian belakang testis, sebagaimana terlihat pada gambar 23-30. Jika kantongnya
tebal, eksisi sebagian.
Naikkan skrotum ke
dinding abdomen. Buatlah dua insisi yang dimulai 3 cm didepan anus, dan
teruskan 3 cm medial ke arah lipatan genito-krural. Jaringannya kini berada di
bawah tegangan, agar insisi terbuka segera. Identifikasi, ikat dan belah
vena-vena besar yang mengalir dari skrotum. Ada satu sentral besar mengalir
dari skrotum dibawah uretra. Perluas insisi ini untuk akhirnya menyatu dengan
yang berasal dari daerah inguinal.
Pindahkan bagian
terbesar skrotum dengan pisau amputasi pendek. Eksisi semua jaringan edematus
yang menebal. Juga, buatlah skrotum baru dari pinggiran kulit yang normal yang
tertarik kebawah akibat massa. Atau, pendam testisnya kedalam kantong, dibawah
kulit pada aspek aduktor paha. Tekankan sepasang gunting sepanjang 15 cm
kedalam jaringan subkutan paha, dan bukalah dalam arah beragam untuk
menciptakan sebuah kantongan dengan muara 5 cm. Kantongan-kantongan ini akan
lebih mudah dibuat, jika operator berdiri pada sisi meja berlawanan ketika
melakukannya. Mungkin akan menjumpai pembuluh darah pudendus eksternal
superfisial dan perlu mengikatnya, dan dua vena yang menyertainya. Kontrol
perdarahan sebelum menyisip testis. Tutuplah bagian perineum dari luka yang
bebas, dengan sebuah drain pada titik terbawahnya.
Pindahkan jepitan dari
lipatan kulit yang merupakan preputium, potong sedikit bagian yang telah
hancur, dan gulung kembali sisanya untuk menutupi batang penis. Bebaskan
melalui sebuah celah di pinggiran kulit yang tertarik turun dari dinding abdomen.
Jahit ke kulit batang penis, dimulai dengan jahitan sentral tunggal, dan
prosesnya secara lateral pada kedua sisi. Cangkok area sisi lainnya dengan
cangkokan dari paha, dan balut dengan kasa vaseline.
Biarkan kateter
selama beberapa hari, untuk mencegah urin pasien mengkontaminasi luka operasi.
Jaringan berlebihan apapun yang tertinggal paska operasi kemungkinan akan
mengecil seiring dengan waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
- Sabiton, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994.
- Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong.
Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.2005.
- Schwartz. Intisari Prinsip – Prinsip
Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 2000.
No comments:
Post a Comment