"A Man can't make a mistake can't make anything"

Saturday, 25 January 2014

FILARIASIS DIAGNOSA DAN TATALAKSANAAN

PRESENTASI KASUS

I.             IDENTITAS

Nama                           :  Ny. F
Umur                           :  19 tahun
Jenis kelamin               :  Perempuan
Agama                         :  Islam
Pekerjaan                     :  -
Alamat                        :

II.          ANAMNESIS
Keluhan Utama        :  Kedua kaki membesar
         Keluhan Tambahan :  Pusing, sering merasa panas dingin.

Riwayat Penyakit Sekarang    :          
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan kedua kaki membesar. Keluhan ini dirasakan pasien sejak kurang lebih dua tahun yang lalu. Sebelum keluhan ini, tiga tahun yang lalu pasien pernah mengeluh bengkak seluruh badan. Pasien juga mengatakan sering mengeluh panas dingin dan merasa pusing.
Selama keluhan ini pasien pernah berobat ke dokter umum, namun keluhan masih dirasakan oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu       :
-          Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakit yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit keluarga     :          
-          Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit dengan gejala yang sama.

III.       PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum       :  Tampak sakit sedang
Kesadaran                :  Compos mentis
Tanda vital               :  N            :  88 x/menit
                                    RR          :  22 x/menit
                                    S             :  37,0 ºC
                                    TD          :  120/80 mmHg
Kepala                      :  Normocephal.
Mata                         :  Konjungtiva       : Anemis -/-
                                    Sklera                 : Ikterik -/-
                                    Pupil                   : Bulat isokor
                                    Refleks cahaya   : +/+
Thorak
Cor                           :  Inspeksi        :  Iktus kordis tidak terlihat
                                    Palpasi          :  Iktus kordis tidak teraba
                                    Perkusi         :  Redup, batas jantung normal
                                    Auskultasi    :  BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo                       :  Inspeksi        :  Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
                                    Palpasi          :  Vocal fremitus pada hemitoraks sebelah kiri teraba simetris.
                                    Perkusi         :  Sonor pada kedua hemitoraks.
                                    Auskultasi    :  ronki -/-, wheezing -/- 
Abdomen                 :  Inspeksi        :  Permukaan datar
                                    Palpasi          :  Supel, NT/NK/NL -/-/-, hepar dan lien tidak teraba membesar
                                    Perkusi         :  Timpani pada seluruh lapang abdomen
                                    Auskultasi    :  BU + normal
Ekstremitas              : Atas              : Ikterik -/-, Edema -/-, Sianosis -/-
                                   Bawah          : Ikterik -/-, Edema +/+, Sianosis -/-


IV.       PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Darah rutin
-          Leukosit       : 12600/mm3
-          Eritrosit        : 4,62 x 106/mm3
-          Hemoglobin             : 9,5 gr/dl
-          Hematokrit   : 36,1 %
-          Tromboit      : 218.000/mm3

V.          DIAGNOSIS KERJA

Elephantiasis


VI.       TERAPI


-          Antibiotik ; metronidazol 3x1
-          Analgetik ; ketorolac
-          Ranitidin
-          IFVD RL 20 tts/menit

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam           :  Dubia ad bonam
Quo ad functionam :  Dubia ad bonam















BAB II
FILARIASIS


Pengantar 

Jika seorang pasien memiliki pembengkakan generalisata mencolok pada kaki, lengan atau skrotum, atau jika seorang wanita memiliki pembengkakan yang sama pada payudara atau pada vulva, kondisi ini dikenal sebagai elefantiasis. Biasanya, hal ini  disebabkan oleh obstruksi limfatik yang sudah berjalan lama. Adakalanya, hal tersebut disebabkan oleh obstruksi vena, namun hal ini jarang mencolok sehingga membutuhkan pembedahan. Pembedahan antara obstruksi limfatik dan vena bisa jadi sulit. Edema akibat obstruksi limfatik menjadi padat dengan sangat cepat, namun beberapa kasus awal dapat memperlihatkan pitting. Edema akibat obstruksi vena lambat menjadi padat, dan secepatnya mencapai tahap dimana ia gagal menjadi pit.
Pada kebanyakan area, penyebab obstruksi limfatik (limf-edema), dalam menurunkan urutan frekuensi adalah : (1) Tuberkulosis. (2) Limfangitis berulang menimbulkan katup inkompeten, biasanya akibat sterptokokus yang masuk melalui luka. (3) Malignansi kelenjar pada pangkal paha, atau yang lebih jarang pada aksila. (4) Sarkoma Kaposi. (5) Diseksi blok pada kelenjar, biasanya pada karsinoma. (6) Hipoplasia Limfatik Kongenital, atau katup limfatik inkompeten (penyakit Milroy). Penyebab lainnya termasuk infeksi jamur kronik, dan limfogranuloma inguinal.
          Dua penyebab penting obstruksi limfatik terbatas pada area endemik tertentu : (1) Filariasis (umumnya akibat infeksi oleh W. bancrofti dan jarang disebabkan Brugia malayi, atau Brugia timori). (2) ‘Podoconiasis’ (juga disebut elefantiasis endemik non-filaria). Filariasis dibatasi oleh prevalensinya pada vektor insekta, dan podoconiasis oleh karakteristik tertentu yang terdapat di tanah. Filariasis dapat melibatkan bagian manapun dari tubuh seperti tertulis diatas, namun biasanya mengenai tungkai dan skrotum, dimana podoconiasis hanya melibatkan tungkai saja.
Dugaan filariasis bancrofti - keterlibatan skrotum, edema yang dimulai pada bagian yang paling bergantung pada masing-masing tempat dan bergerak naik – dibawah malleolus pada kaki, fundus pada skrotum, kulup pada penis, dan punggung tangan pada lengan. Elefantiasis skrotum dengan sedikit perubahan pada kulitnya.
Dugaan podoconiasis – Pasien bertelanjang-kaki datang dari daerah podoconiasis; memburuk pada satu kaki dibandingkan kaki sebelahnya; dibawah lutut banyak pembengkakan ditandai ke arah distal. Gejala adalah bukti pertama penyakit (pada filariasis bukti ini muncul terakhir), dan termasuk rasa terbakar di tungkai bawah pada malam hari, dengan rasa gatal menetap pada celah jari kaki jempol dan telunjuk, dan edema plantaris pada kaki depan. Tidak dijumpai filaria dalam darah, dan kutil kronik menebal pada tungkai bawah (‘mossy foot’).
Dugaan infeksi non-spesifik kronik – Beberapa sumber untuk infeksi tersebut, seperti ulkus tropikum (jika pembengkakan berada pada tungkai bawah). Serangan rekurensi akut limfangitis. Pembesaran nodus yang hanya mengairi daerah yang membengkak: ini mungkin besar dan kaku, atau kecil dan fibrotik. Garis hiperpigmentasi pada kulit mengindikasikan limfangitis sebelumnya (tidak mudah dijumpai, jadi lihatlah dengan hati-hati; dan jarang terlihat pada kulit gelap). Sebuah biopsi nodus limfatikus menunjukkan perubahan inflamasi fibrosis dan non-spesifik.
Dugaan tuberkulosis – Pembesaran kronik pada banyak nodus superfisial -  inguinal, aksilar dan servikal; sebuah riwayat sakit yang berkepanjangan di masa lalu, dengan demam dan pembesaran nodus, beberapa dengan tetesan untuk jangka waktu yang lama; sinus multipel, atau parut yang mengikuti proses penyembuhan. Limfogranuloma juga menyebabkan sinus, namun biasanya dibatasi pada kelompok nodus superior, melewati bagian medial ligamentum inguinal. Parut disekitar rantai vertikal bawah akhir lebih mungkin disebabkan oleh tuberkulosis. Keterlibatan seluruh tungkai dari ujung kaki sampai ke pangkal paha, atau seluruh lengan atau payudara wanita. Biopsi nodus limfatikus positif memastikan diagnosa; jika tuberkulosis tidak lagi aktif hanya fibrosis non-spesifik yang mungkin terlihat.
          Tempat yang terlibat juga mempengaruhi penyebab yang mungkin. Payudara dan lengan, atau vulva – tuberkulosis. Skrotum – filariasis bancrofti. Tungkai bawah – filariasis, podoconiasis.

Podoconiasis (elefantiasis endemik non-filarial pada tungkai bawah)
Podoconiasis (‘debu dalam kaki’) muncul sebagai pembengkakan asimetris bilateral pada kaki dan tungkai bawah. Hal ini terlihat pada keluarga petani berkaki-telanjang yang peka pada zona dataran tinggi vulkanik subur digambarkan-dengan-baik di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan Indonesia, dan juga di dataran-rendah, yang diirigasi dari sungai dataran tingginya. Hal ini disebabkan absorpsi partikel silika dari tanah, melalui kaki seseorang yang berasal dari keluarga yang peka. Ini menyebabkan aliran limfatik pasien mengalami fibrosa, dan obstruksi, dan nodus femoris membesar. Hal ini mengakibatkan kaki dan tungkai mengalami pembengkakan, dan berlanjut melewati stadium yang dijelaskan sebagai ‘water bag’, ‘rubbery’ dan ‘wooden’. Pada akhirnya, kaki menjadi hiperkeratosis, ‘mossy’ dan bernodul. Limfe mungkin menetes melalui kulitnya, yang bisa menjadi infeksi sekunder oleh jamur dan bakteri. Penyakit ini mungkin berlanjut dengan pasti, atau mungkin terjadi rangkaian episode akut yang sembuh tidak sempurna. Penduduk desa pada area endemik selalu mampu mengenali stadium awal.
Podoconiasis merupakan gambaran jelek, dan dapat membuat pasien diasingkan dalam kehidupan sosialnya, jadi pengobatan sangatlah penting. Sayangnya, seiring waktu kita melihatnya, aliran limfatik pasien kemungkinan terhambat dan tak dapat disembuhkan, sehingga pengobatan medis tidak tampak efektif. Dengan pembedahan kita dapat: (1) Tekan kaki pada kasus ‘soft’ dengan mesin dekompresi (jika memang ada), eksisi lipatan kulit berlebihan dan jaringan subkutan yang tersisa setelah dekompresi, lalu rekatkan batas-batas kulit bersamaan. (2) Eksisi jaringan yang menebal pada kasus ‘hard’, dan cangkok area yang terbuka. (3) Eksisi nodul individual. Atau kita dapat mengkombinasikan prosedur-prosedur ini. Pembedahan bisa dikatakan sederhana dan bermanfaat, namun terdapat perbedaan pendapat.
PODOCONIASIS
DIAGNOSA AWAL
Setelah hari kerja yang panjang di ladang, atau setelah lama berjalan, salah satu kaki pasien akan mengalami pembengkakan, dan terasa tegang. Nodus limfatikusnya akan membesar dan mengeras. Sebagai diagnosa banding lihatlah bagian sebelumnya. Cobalah mengenali stadium awal berikut ini :
 ‘Kaki rasa terbakar’. Pasien merasakan sensasi terbakar pada tungkai bawahnya, dari bagian depan malleolus medialis ke belakang condylus medialis lututnya, terkadang meluas keatas ke bagian pahanya. Nodus femoralisnya mungkin melunak. Nyeri biasanya memburuk pada malam hari, dan berkurang dengan tidak menutupi kakinya. Masing-masing episode biasanya memberi pengaruh pada kaki yang sama, dan kaki kedua biasanya tidak terlibat sampai kaki yang satu menunjukkan tanda-tanda penyakit yang hilang. Meskipun area dengan sensasi terbakar pada kaki mungkin menjadi lembek, hanya sedikit pasien yang mencari bantuan pada stadium ini.
‘Kaki gatal’ merupakan gatal berlokasi menetap, biasanya pada dorsum dasar celah jari kaki jempol dan telunjuk, atau dibawah malleolus medialis. Penebalan kulit (pachydermia), dari garukan konstan, dapat memberi alasan seseorang untuk dibawa ke klinik. Ketika jari kakinya mulai membengkak, area gatal didahului pembengkakan level atas, dan mengindikasikan progresi penyakit.
‘Kaki depan miring’ adalah perluasan kaki depan, dan terpisahnya jari-jari, yang menjadikan kaki terlihat seperti-spatula, pada satu atau kedua sisinya (B, pada gambar 31-3). Hal ini disebabkan edema dalam diantara kepala metatarsal. Kulitnya tidak biasa tahan diangkat oleh jari.
Edema plantar adalah bentuk asimetris (tidak seperti edema kardial atau renal). Tekan dengan ibu jarimu pada telapak kaki melewati kepala metatarsal pertama. Ujilah ketika kulit telah pulih dari edema fisiologis sementara, yang merupakan akibat dari perjalanan panjang ke klinik. Kita mungkin menemukan aliran limfatik ringan, bleb kecil limfatik, atau jumlah tak sesuai lalat yang tertarik padanya.
Kaki depan pachydermic menunjukkan deposit keratin berlebih pada dorsum di basal celah jari kaki pertama dan kedua. Celah itu sendiri biasanya normal, bahkan pada penyakit lanjut.
Meningkatnya tanda kulit pada dasar celah jari kaki jempol dan berjalan secara longitudinal dibandingkan secara lateral (sebagaimana normalnya). Memberi tekanan padanya, seperti pada D, gambar 31-3, menunjukkan mereka lebih jelas.
‘Blok jari kaki’ kehilangan kurva normalnya, dan terlihat mengeras dan kaku, seperti dipakukan pada kaki depan (A).
PENGOBATAN AWAL.
Nasehati pasien sebagaimana berikut: “(1) Tinggikan kaki tempat tidur pada ketinggian yang membebaskan dari ketidaknyamanan; ayunan lebih tepat. (2) Letakkan kaus kaki sepanjang mata kaki sebelum terbangun di pagi hari; atau pasangkan perban elastis yang meregang searah (10 cm) luasnya; perban tipis tidak adekuat. (3) Lindungi kulit kaki dari kontak dengan tanah, lebih baik jika menggunakan sepatu. (4) Pilihlah pekerjaan lainnya yang tidak melibatkan kontak dengan tanah (sulit). (5) Pindah ke daerah non-endemik (lebih sulit lagi)”. Sementara itu, obati kondisi apapun yang ada (parasit, anemia, dan lain-lain).
 Pembedahan filariasis
Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi, atau W. timori bersikap sama, namun tidak identik. Lesi akut yang mereka sebabkan mungkin menyerupai penyakit lainnya, jadi jika kasus anda berada pada daerah endemik, tetaplah berpikir akan kemungkinan filariasis. Dua stadium pertama merupakan hal yang umum, namun elefantiasis filarial tidak demikian.
           Stadium akut dimulai dalam beberapa bulan setelah infeksi, terlihat sebagai demam, limfadenopati, eritema, dan epididimitis, biasanya tanpa mikrofilaria dalam darah. Infeksi sekunder mungkin timbul.
           Stadium sub akut ditandai dengan demam dan pembesaran lunak nodus limfatikus, yang menetap dan diikuti oleh limfangitis. Nodul inguinal, epitroklear dan aksilar sering terlibat. Limfangitis muncul sebagai daerah berkilau, menyebar secara distal dari nodus limfatikus yang terlibat, biasanya menurun ke aspek depan atau medial paha, atau mengelilingi lipatan aksilar anterior ke arah payudara. Serangan mungkin berulang setiap beberapa bulan. Lesi mungkin juga terinfeksi secara sekunder, agar keduanya dipengaruhi nodus limfatikus dan daerah limfangitis bisa mengalami supurasi untuk membentuk abses.
          Spermatic cord pasien sering ikut terifeksi, dan juga testis dan epididimis, karenanya pasien mengalami serangan sakit berulang funiculo-epididymo-orchitis, yang mungkin diikuti oleh supurasi skrotum.
          Stadium kronik merupakan hasil dari obstruksi limfatik, umumnya pada retroperitoneum. Ini dapat menyebabkan :
          1. Limfedema, yang dapat berlanjut menjadi hipertrofi besar jaringan subkutan (elefantiasis). Ini mungkin melibatkan anggota tubuh bagian bawah dan skrotum (sering), atau lengan, payudara atau dinding abdomen (kurang sering), atau nodul aksilar atau inguinal (jarang). Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk membalikkan perubahan ini. Ada sedikit yang bisa dilakukan dengan pembedahan, kecuali mengeksisi pembengkakan; ketika hal tersebut dilakukan, mungkin akan muncul kembali dalam beberapa tahun, bahkan mungkin dalam beberapa bulan. Operasi Charles diaplikasikan; hasil yang cepat dapat diterima, namun hasil akhirnya mungkin lebih buruk dibandingkan sebelumnya, dan dikatakan tidak tahan terhadap pemakaian dan sobekan kehidupan desa. Pembedahan elefantiasis tidak memuaskan, laporan yang kami berikan tentang operasi Charles adalah salah satu yang klasik, dan kami tidak mampu menemukan ‘ahli’ terkini.
          2. Hidrokel, yang umum pada area filariasis Bancrofti. Rawat sebagaimana biasanya.
          3. Varises limfatik (jarang). Terdapat pembengkakan kistik lunak pada aksila, leher dan pangkal paha.
          4. Chyluria (tidak jarang), akibat ruptur dilatasi limfatik kedalam traktus urinarius.


FILARIASIS
TES KHUSUS. Mikrofilaria W. bancrofti biasanya muncul pada hapusan darah yang diambil antara jam 22.00 dan 02.00. B. malayi mungkin semiperiodik atau non periodik. Ambillah darah segar dan campurkan dalam antikoagulan, kemudian lihat mikrofilaria motil menggunakan coverslip. (2) Tusuklah nodul yang membesar, atau varix limfatik, dengan sebuah jarum, dan lihatlah filaria dalam volume kecil cairan yang diaspirasi.
SINDROMA BERBAGAI FILARIA
          Jika nodus aksila atau inguinal pasien terlibat (jarang), tangani secara medis dan jangan dioperasi, atau sebuah fistula bermasalah yang menghentikan aliran limfe dapat muncul.
          Jika spermatic cord terlibat (‘funikulitis endemik’), jangan salah mengenali ini sebagai hernia strangulata, atau torsio testis.
          Jika pasien mengeluhkan pembengkakan yang terasa nyeri ‘seperti kantongan cacing’ diatas testisnya, satu yang mungkin adalah varikokel, dan lainnya adalah limfokel cord (E, gambar 31-5). Ketika operasi, kita mungkin menemukan limfatik yang membengkak, bukan vena yang membengkak.
          Jika pembengkakan pada korda seperti telur ayam, mungkin merupakan hidrokel korda, atau sebuah limfokel berkista (F). Jika sebuah traksi ringan pada testis menarik pembengkakan ke arah bawah, dan menjadikan pembengkakan kurang bergerak, maka itu adalah sebuah hidrokel. Jika tidak, pada daerah endemik merupakan sebuah limfokel. Pada waktu operasi akan dihubungkan dengan limfatik pada korda. Kombinasi antara limfokel berkista dan funikulitis dapat menstimulasi hernia strangulata.
          Jika pasien mengalami emergensi abdomen akut dengan nyeri inguinal, kita dapat menyimpulkan tidak ada patologi lainnya selain adenitis inguinal, dan dilatasi limfatik disamping pembuluh darah testis. Infeksi sekunder limfatik dikatakan menyebabkan abses retroperitoneal dan peritonitis.
          Jika penyakit dalam stadium lanjut, mobilisasi cairan edema dengan kompresi elastis awal, dan kemudian pertimbangkan operasi seperti tersebut dibawah. Keuntungannya dikatakan hanya bersifat sementara, meskipun episode limfangitis dan selulitis dapat berkurang. Kedepannya kaki membutuhkan kompresi elastis yang cukup lama, atau pembengkakan muncul kembali.
ELEFANTIASIS SKROTUM DAN PENIS
Elefantiasis mungkin melibatkan : (1) kulit luar penis pasien (namun bukan lapisan dalam ataupun batangnya), (2) skrotum, atau (3) testis dengan adanya hidrokel, namun lainnya normal; atau seringnya melibatkan ketiganya.
Diagnosis banding termasuk hidrokel raksasa, yang  mungkin muncul bersama elefantiasis, dan hernia. Pada elefantiasis tekstur kulit skrotum pasien berubah, mencekung pada tekanan, tidak dapat digerakkan melebihi jaringan yang lebih dalam, vena tidak terlihat, dan massa tidak dapat dikurangi.
PENGOBATAN
1. Pengobatan Masal
Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl
Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol.
Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang
ditunda selain usia ≤ 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita
penyakit berat.
2. Pengobatan Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis)

3. Pengobatan Individual (penderita kronis)
Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai
pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.
INSISI. Jika pasien memiliki hidrokel, lubangi. Buatlah insisi midline mengarah ke bawah, dari simfisis pubis ke arah atas preputium. Perlahan-lahan perdalam insisinya, sampai mencapai batang penis. Buatlah insisi sirkuler di sekitar orifisium preputium eksternal, dan pertahankan lapisan dalam preputium, atau lipatan kulit yang menghubungkan dengan bagian luar. Gunakan hasil insisi tersebut untuk menutupi bagian penis. Jepitlah lipatan tersebut diatas glans, dan belah kulit ke arah distal-nya. Tutupi bagian penis yang terpisah dengan hapusan saline, ketika kita mengerjakan bagian skrotum.
          Buatlah dua insisi lateral mengelilingi dasar skrotum, untuk mempertemukan kedua insisi pada posterior perineum. Dengan hati-hati perdalam insisi lateral tersebut, sampai mencapai spermatic cord pada masing-masing sisi. Jika dibutuhkan, tandai mulai dari cincin inguinal eksternal. Ikuti dari cord ke testis, dan bebaskan keduanya.
          Jika testisnya berukuran normal dan pasien tidak memiliki hidrokel, jangan membuka tunika vaginalis.
          Jika pasien memiliki hidrokel yang besar, mungkin kita perlu menyalurkan isinya terlebih dahulu (jika belum dilakukan). Bukalah dan evert kantongnya dan belahlah di bagian belakang testis, sebagaimana terlihat pada gambar 23-30. Jika kantongnya tebal, eksisi sebagian.
          Naikkan skrotum ke dinding abdomen. Buatlah dua insisi yang dimulai 3 cm didepan anus, dan teruskan 3 cm medial ke arah lipatan genito-krural. Jaringannya kini berada di bawah tegangan, agar insisi terbuka segera. Identifikasi, ikat dan belah vena-vena besar yang mengalir dari skrotum. Ada satu sentral besar mengalir dari skrotum dibawah uretra. Perluas insisi ini untuk akhirnya menyatu dengan yang berasal dari daerah inguinal.
          Pindahkan bagian terbesar skrotum dengan pisau amputasi pendek. Eksisi semua jaringan edematus yang menebal. Juga, buatlah skrotum baru dari pinggiran kulit yang normal yang tertarik kebawah akibat massa. Atau, pendam testisnya kedalam kantong, dibawah kulit pada aspek aduktor paha. Tekankan sepasang gunting sepanjang 15 cm kedalam jaringan subkutan paha, dan bukalah dalam arah beragam untuk menciptakan sebuah kantongan dengan muara 5 cm. Kantongan-kantongan ini akan lebih mudah dibuat, jika operator berdiri pada sisi meja berlawanan ketika melakukannya. Mungkin akan menjumpai pembuluh darah pudendus eksternal superfisial dan perlu mengikatnya, dan dua vena yang menyertainya. Kontrol perdarahan sebelum menyisip testis. Tutuplah bagian perineum dari luka yang bebas, dengan sebuah drain pada titik terbawahnya.
          Pindahkan jepitan dari lipatan kulit yang merupakan preputium, potong sedikit bagian yang telah hancur, dan gulung kembali sisanya untuk menutupi batang penis. Bebaskan melalui sebuah celah di pinggiran kulit yang tertarik turun dari dinding abdomen. Jahit ke kulit batang penis, dimulai dengan jahitan sentral tunggal, dan prosesnya secara lateral pada kedua sisi. Cangkok area sisi lainnya dengan cangkokan dari paha, dan balut dengan kasa vaseline.
          Biarkan kateter selama beberapa hari, untuk mencegah urin pasien mengkontaminasi luka operasi. Jaringan berlebihan apapun yang tertinggal paska operasi kemungkinan akan mengecil seiring dengan waktu.











DAFTAR PUSTAKA

  1. Sabiton, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994.
  2. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.2005.
  3. Schwartz. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 2000.

No comments:

Post a Comment