"A Man can't make a mistake can't make anything"

Saturday, 15 November 2014

Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) aspek bedah

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang
 adanya Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.1


Dalam sehari hari sering saya herry setya yudha utama sebagai seorang ahli bedah di konsul pasen dari bagian anak ,anak dengan skrotum membesar sesak napas, atau dengan tidak sadarkan diri.  banyak dokter yang melakukan tindakan / opersi tanpa mengerti mekanisme perdarahannya. pasen biasanya lahir tidak di rumah sakit tidak diberi vit k dan dengan ASI eksklusif. Acquaired Prothrombin Complex Deiciency adalah suatu gangguan perdarahan serius pada periode awal kelahiran yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1966. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit paling serius yg mempengaruhi bayi.1
Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang didapat bias disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati, percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor koagulasi faktor II, VII, IX dan X.1,2,3
The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 memberi batasan pada  HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin, prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor lain. Batasan awal berubah menjadi Vitamin K Dependent Bleeding (VKDB)/ atau perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK). 2
tingginya Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis diberbagai Negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan yang mendapat susu formula. Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap 200 sampai tiap 400 kelahiran pada bayi-bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Vitamin K sedikit di transfer melalui plasenta, hanya sekitar 10% dari kadar vitamin K dalam plasma ibu. Fungsi hati bayi baru lahir belum matang. Sampai usia 14 hari bayi belum mampu menyimpan cadangan vitamin K yang diperoleh dari diet maupun yang berasal dari flora usus. ASI pada hari-hari pertama dalam minggu pertama jumlahnya masih sedikit daripada yang dibutuhkan sedangkan jumlah ASI yang dibutuhkan setiap hari untuk mencukupi kebutuhan vitamin K sekitar 500 ml.  2
ada Survey di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% diantaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial. Angka kejadian ini juga menurun setelah diperkenalkannya pemberian profilaksis vitamin K pada semua bayi baru lahir. 2
Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K1 berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara nasionl di Indonesia belum tersedia.2
Tujuan penulisan pada tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui dan Memahami etiologi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan dari Acquired Protrombin Complex Deases (APCD).












BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Definisi
   Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.1
2.2       Etiologi
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis yang manifestasi klinisnya adalah perdarahan.1
Secara umum gangguan pembekuan darah  masa anak disebabkan oleh beberapa keadaan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Etiologi gangguan pembekuan darah masa anak2

 
1. Kekurangan faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K
2. Penyakit hati
3. Percepatan penghancuran faktor koagulasi
    a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
    b. Fibrinolisis (penyakit hati, agen trombolitik, pasca   pembedahan)
4. Inhibitor terhadap faktor koagulasi
    a. Inhibitor spesifik
    b. Antibodi antifosfolipid
    c. Lain-lain : antitrombin, paraproteinemia
 5. Lain-lain
    a. Setelah transfusi masif
    b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal
    c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik

2.3       Epidemiologi
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis.  Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0-0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis vitamin K.  Di Jepang, insiden VKDB mencapai 20 – 25 per 100.000 kelahiran.16 Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran. Angka kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.2,3
Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr Soetomo Surabaya.

2.4       Faktor Resiko
            Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan, seperti antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital), antibiotika (sefalosporin), antituberkulostik (INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (koletasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI ekslusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.2,4

2.5       Klasifikasi
            Meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai rentang waktu antara kelahiran sampai terjadinya perdarahan awal, vitamin K deficiency bleeding diklasifikasi menjadi tiga periode waktu setelah kelahiran, antara lain4:
1.Vitamin K deficiency bleeding dini
Awal-awal vitamin K perdarahan kekurangan biasanya terjadi selama 24 jam pertama setelah lahir.  Hal ini terlihat pada bayi yang lahir dari ibu mengambil antikonvulsan atau obat antituberkulosis. Komplikasi perdarahan yang serius dapat terjadi dalam jenis perdarahan. Mekanisme yang antikonvulsan dan antituberkulosis obat menyebabkan perdarahan kekurangan vitamin K pada neonatus tidak dimengerti dengan jelas, tetapi penelitian yang terbatas menunjukkan bahwa perdarahan kekurangan vitamin K adalah hasil dari defisiensi vitamin K dan dapat dicegah dengan pemberian vitamin K kepada ibu selama 2-4 minggu terakhir kehamilan. Suplemen vitamin K diberikan setelah kelahiran untuk onset dini perdarahan kekurangan vitamin K mungkin terlalu terlambat untuk mencegah penyakit ini, terutama jika suplementasi vitamin K tidak disediakan selama kehamilan. 4
Obat ibu banyak dan / atau paparan racun selama kehamilan berhubungan dengan perdarahan kekurangan vitamin K pada neonatus (misalnya, antikonvulsan: fenitoin, barbiturat, karbamazepin, obat antitubercular: rifampisin, isoniazid, vitamin K antagonis: warfarin, phenprocoumon). 4
2. Vitamin K deficiency bleeding klasik
  Klasik vitamin K perdarahan kekurangan biasanya terjadi setelah 24 jam dan hingga akhir minggu pertama kehidupan. Klasik vitamin K perdarahan kekurangan diamati pada bayi yang belum menerima vitamin K profilaksis saat lahir.  Insiden klasik berkisar defisiensi vitamin K perdarahan 0,25-1,7 kasus per 100 kelahiran. Biasanya penyakit ini terjadi dari hari kedua kehidupan sampai akhir minggu pertama, namun dapat terjadi selama bulan pertama dan kadang-kadang tumpang tindih dengan akhir-onset perdarahan kekurangan vitamin K. Bayi yang memiliki Vitamin K deficiency bleeding klasik sering sakit, menunda makan, atau keduanya.  Perdarahan biasanya terjadi pada umbilikus, GI saluran (yaitu, melena),, kulit hidung, situs bedah (misalnya, sunat), dan, jarang, di otak. 4
3. Vitamin K deficiency bleeding lambat (Acquaired prothrombin complex deficiency)
            Hal ini biasanya terjadi antara usia 2-12 minggu, namun, akhir-onset vitamin K perdarahan kekurangan dapat dilihat selama 6 bulan setelah kelahiran. Penyakit ini paling sering terjadi pada bayi yang disusui yang tidak menerima vitamin K profilaksis saat lahir. Vitamin K konten rendah dalam ASI matang dan berkisar dari 1-4 mcg / L. Kontaminan industri dalam ASI telah terlibat dalam mempromosikan vitamin K perdarahan kekurangan. Lebih dari setengah dari bayi hadir dengan perdarahan intrakranial akut.4
Tabel 2. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak


VKDB dini
VKDB klasik
VKDB lambat
(APCD)
Secondary PC
deficiency
Umur
< 24 jam
1-7 hari (terbanyak 3-5
hari)
2 minggu – 6
bulan (terutama
2-8 minggu)
Segala usia
Penyebab &
Faktor resiko
Obat yang
diminum
selama
kehamilan
-Pemberian makanan
terlambat
-Intake Vit K inadekuat
-Kadar vit K rendah pada ASI
-Tidak dapat profilaksis
vit K
-Intake Vit K
inadekuat
-Kadar vit K
rendah pada ASI
-Tidak dapat
profilaksis vit K
-obstruksi bilier
-penyakit hati
-malabsorbsi
-intake kurang
(nutrisi
parenteral)
Frekuensi
<5% pada
kelompok
resiko tinggi
0,01-1%
(tergantung pola makan
bayi)
4-10 per 100.000
kelahiran
(terutama di Asia
Tenggara)

Lokasi
perdarahan
Sefalhematom,
umbilikus,
intrakranial,
intraabdominal, GIT,
intratorakal
GIT, umbilikus, hidung,
tempat suntikan, bekas
sirkumsisi, intrakranial
Intrakranial (30-
60%), kulit,
hidung, GIT,
tempat suntikan,
umbilikus, UGT,
intratorakal

Pencegahan
-penghentian /
penggantian
obat penyebab
-Vit K profilaksis (oral /
im)
- asupan vit K yang
adekuat
Vit K profilaksis
(im)
- asupan vit K
yang adekuat

























2.6       Patofisiologi dan Patogenesis
2.6.1 Proses Koagulasi
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka.2,6
Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen (HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar 1).2
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.2,6,7
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik.2
Gambar 1. Kaskade pembekuan darah.2

            Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktivasi menjadi faktor Va dipivu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer yang lebih kuat.2

2.6.2 Perkembangan Hemostasis Selama Masa Anak
Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15 – 20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar factor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen setara dengan dewasa.3,8
Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang mampu mensintesis vitamin K.3
Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 – 6 bulan pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan tahun.2 Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.4,8

2.6.3 Defisiensi Vitamin K

Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K – dependent protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.3
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).2
Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus metabolisme vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang diperlukan dalam proses koagulasi.2

Gambar 2. Siklus vitamin K dan reaksi karboksilasi.

Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.2














Tabel.3. Presentasi Gejala Klinis
Manifestasi Klinis
Persentase (%)
Usia 1-2 bulan
Minum ASI
Profilaksis vitamin K (-)
Letargi dan kejang
Pucat
Perdarahan
       Intrakranial
       Subdural
       Intraserebral
       Intraventrikular
       Subarakhnoid
       Saluran cerna
       Kulit
Hepatomegali
Kolestasis
Ikterus
Diare ringan
Infeksi saluran nafas akut
64-87
91-98
96
95
85
100
80-95
75-79
42-64
32
5,2
15-24
5-30
73-83
45
9-27
19-26
11

2.7      Diagnosis
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya.2
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat pemanjangan waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis VKDB.2,3,8
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis perdarahan. Tabel dibawah memperlihatkan gambaran laboratorium kedua kelainan tersebut.2


Tabel 4. Gambaran laboratorium VKDB dan penyakit hati
Komponen
VKDB
Penyakit Hati
Morfologi eritrosit
PTT
PT
Fibrin Degradation Product (FDP)
Trombosit
Faktor koagulasi yang menurun
Normal
Memanjang
Memanjang
Normal
Normal
II,VII,IX,X
Sel target
Memanjang
Memanjang
Normal/naik sedikit
Normal
I,II,V,VII,IX,X

2.8      Diagnosis Banding
            Pada kasus APCD ini, terdapat beberapa diagnosis banding antara lain seperti cryoglobulinemia, sindrom cushing, disseminated intravascular coagulation, defisisensi faktor IX/V/VII/VIII/XI/XIII, thrombotik thrombocytopenia purpura. 8

2.9      Pencegahan dan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan VKDB terdiri dari penatalaksanaan untuk pencegahan dan penatalaksaan untuk mengobati kelainan ini.

2.9.1 Pencegahan VKDB
Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu :
1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau
2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal
3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.2
Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnya VKDB lambat. Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara i.m. 2,9
Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg per oral untuk bayi normal dan 0,5 – 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak sehat. Ternyata mampu menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 – 70 menjadi 4 – 7 per 100.000 kelahiran. Sejak tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan bersama imunisasi rutin.5
Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1 intramuskular 0.5mg (untuk bayi < 1500g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500g) diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak pemberian secara i.m., vitamin K1 diberikan per oral dengan dosis 2mg segera setelah minum diulang pada usia 2-4 minggu dan 6-8 minggu. AAP pada tahun 2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir dengan dosis tunggal 0.5mg-1mg i.m. departemen kesehatan RI pada tahun 2003 mengajukan rekomendasi untuk pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan dosis 1mg i.m (dosis tunggal) atau secara per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun.10
Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m dan diulang 24 jam kemudian.2
Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian vitamin K i.m dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun penelitian terbaru yang dilakukan oleh Mc Kinney pada tahun 1998 tidak membuktikan adanya peningkatan resiko terjadinya kanker pada anak yang mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.1
Neo K ampul merupakan vitamin K yang sering digunakan pada bayi yang baru lahir yang diberi secara i.m. untuk pencegahan dan pengobatan pada penyakit hemorragic pada bayi baru lahir. Neo K ampul mempunyai kandungan Phytonadione, dengan kemasan 1 ampul 2 mg/ ml. Dosis pemberian 0,5 – 1 mg i.m, 1 – 6 jam setelah kelahiran. Efek samping Neo K ini apa bila diberikan secara berlebihan akan menyebabkan Hiperbilirubinemia, dan terjadi reaksi hipersensitif termasuk syok anafilaktik dan kematian.12

gambar 3. Neo K Ampul. http://medicastore.com/obat/12095/NEO-K_AMPUL.html.

2.9.2 Pengobatan Defisiensi Vitamin K
Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1 dengan dosis 1 – 2 mg/hari selama 1 – 3 hari. Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara subkutan karena absorbsinya cepat. Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi.2
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10 – 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 – 0,2 unit/ml. Respon  pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu 4 – 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati. Transfusi Packet Red Cell (PRC) berfungsi untuk mengatasi anemia. Penatalaksanaan lain untuk perdarahan intrakranial dapat di berikan anticonvulsan, dexamethasone iv, pemeriksaan cairan subdural setiap hari dengan cara penekanan, dan pungsi lumbal pada saat keadaan membaik serta pencegahan komplikasi neurologis dan stimulasi untuk kecacatan neurologis. 2,6
2.10 Komplikasi
            Komplikasi yang terjadi pada VKDB ini adalah perdarah intrakranial, dan komplikasi pemberian vitamin K antara lain reasksi ana filaksis bila diberikan secara IV, anemia haemolitik, hiperbilirubinemia dalam dosis tinggi, dan hematoma pada lokasi suntikan.12,13
2.11     Prognosis
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan membaik dalam waktu 24 jam.9 Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50 – 65%.2,8




BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan, seperti antikonvulsan. Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka.
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia.
Penatalaksanaan VKDB dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu : Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau), Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal), dan Vitamin K3 (menadione). Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas.




DAFTAR PUSTAKA

1.     Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-281
  1. Pansatiankul, B., Jitapunkul, S. 2008. Risk factors of Acquaired Prothrombin Complex Deficiency Syndrome: A Case-Control Study. Journal Med Assoc Thai 91:S1-8. Available from: http://www.medassocthai.org/journal [Accesed on February 11th 2013].
  2. Raspati, Harry., Reniarti, Lelani., Susanah, Susi. 2010. Gangguan Pembekuan Darah didapat Defisiensi Vitamin K. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
  3. Hagstrom JN, 2003. Hypoprothrombinemia. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/956030 [Accessed on February 11th 2013].
  4. Nimavat, D.,dkk. 2009. Hemorrhagic Disease of Newborn. Medscape Reference. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/974489 [Accessed on February 11th 2013].
  5. Isarangkura P, Chuansumrit A. 1999. Vitamin K Deficiency in infant. 1999. Available from: http://www.ishapd.org/1999/43.pdf [Accesed on  February 11th 2013].
  6. Johnson, Monco., J, Marilyn. 2007. Gangguan koagulasi. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol 2. Jakarta: EGC.
  7. Corrigan, James J. 2000. Penyakit Perdarahan dan Trombosis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2 Eds 15. Jakarta: EGC.
  8. Schwartz, Robert. 2011. Factor II. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/209742 [Accessed on February 11th 2013].
  9. Lee, Kimberley G., Dkk. 2010. Hemorrhagic Disease of The Newborn. MedlinePlus. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007320.htm [Accessed on February 11th 2013].
  10. Tulchinsky, TH. 2007. Vitamin K Prophylaxis for Newborn: A Position Paper. Braun School of Public Health. Available from: http://archives.who.int/eml/expcom/expcom16/COMMENTS/VitK.pdf [Accessed on February 11th 2013].
  11. Media Informasi Obat dan Penyakit. Neo K Ampul. http://medicastore.com/obat/12095/NEO-K_AMPUL.html. [Accessed on March 04th 2013].
  12. Kementerian kesehatan Anak, Pentingnya Pemberian Vitamin K1 Pada Bayi Baru Lahir. Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2011. http://www.kesehatananak.depkes.go.id. [Accessed on March 05th 2013].



No comments:

Post a Comment