DAFTAR ISI PEYRONIE’S DISEASE
Kata
Pengantar ............................................................................................ 1
Daftar
Isi ............................................................................................ 2
BAB
1 PENDAHULUAN ................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA .................................................................... 4
2.1.
Anatomi dan
Fisiologis Penis .................................................................... 4
2.2.
Definisi ............................................................................................ 7
2.3. Epidemiologi ............................................................................................
7
2.4. Etiologi dan Faktor Resiko ....................................................................
8
2.5. Patofisiologi ............................................................................................
9
2.6. Gambaran Klinis ...........................................................................................
10
2.7. Diagnosis ...........................................................................................
10
2.8. Penatalaksanaan ...........................................................................................
11
2.9. Komplikasi ...........................................................................................
14
2.9.1. Prognosis ...........................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 15
PENDAHULUAN
DARI histori nya François Gigot de Peyronie dikenal sebagai orang pertama yang mendeskripsikan pelengkungan penis, yang sekarang
dikenal dengan nama penyakit Peyroni, pada tahun 1743. Etiologi yang tepat dari
kondisi ini masih belum jelas. Penyakit ini dicirikan dengan lengkungan pada
sarung penis yang sering disertai dengan rasa sakit saat ereksi dan disertai
dengan suatu daerah fibrotik. Setelah beberapa tahun, beragam terapi medikasi
dan pembedahan telah digunakan untuk mengatasi kondisi ini.
Penyakit Peyronie selain merupakan
suatu kelainan secara organis, juga dapat menjadi sumber masalah signifikan
dalam hubungan seksual, karena penyakit ini dapat menyebabkan kekhawatiran dan
stress pada penderita dan pasangan.
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
DAN FISIOLOGI PENIS
Penis
terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora kavernosa
yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di sebelah ventralnya.
Korpora kavernosa tersusun dari dua silinder paralel jaringan erektil (mudah
bangun menjadi tegak). Korpus spongiosum lebih kecil bangunan silinder tunggal
terletak dibagian ventral, bagian bawah bangunan korpora kavernosa. Ia
mengelilingi uretra, sedangkan bagian ujungnya membentuk glans penis.
Penis
terletak menggantung di depan skrotum. Bagian ujung penis disebut glan penis.
Bagian tengahnya disebut korpus penis dan pangkalnya disebut radiks penis. Glan
penis tertutup oleh kulit korpus penis, kulit penutup ini disebut prepusium.
Penis terdiri atas jaringan seperti busa dan terletak memanjang, tempat muara
uretra dari glan penis adalah frenulum.
Sistem
perdarahan penis :
Aorta
abdominalis setinggi vertebra lumbal 4 akan mempercabangkan arteri iliaka
komunis. Di artikulasio sakroiliaka di linea terminalis arteri ini bercabang
menjadi arteri iliaka interna yang memvaskularisasi regio perinealis (area
antara pantat dan alat kelamin) dan regio pudendalis (area sekitar alat kelamin).
Arteri
iliaka interna bercabang menjadi:
1.
Arteri pudenda interna, melanjutkan ke ventral menjadi arteri penis
2. Arteri spermatika interna, mengkuti duktus deferen, masuk ke dalam testis
3. Arteri spermatika eksterna, menyuplai bagian dorsal skrotum
4. Arteri skrotalis inferior.
2. Arteri spermatika interna, mengkuti duktus deferen, masuk ke dalam testis
3. Arteri spermatika eksterna, menyuplai bagian dorsal skrotum
4. Arteri skrotalis inferior.
Fungsi
penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan (organ eksresi) sisa metyabolisma berwujud cairan (urin) dan sebagai alat bantu reproduksi. Ereksi penis merupakan hasil dari
relaksasi otot polos penis yang pada dasarnya dimediasi oleh refleks spinal dan
melibatkan proses saraf pusat dan pengintegrasian stimuli taktil, olfaktori,
auditori, dan mental.
Pada
ereksi penis dapat terjadi sekurang – kurangnya dua mekanisme, yakni psikogenik
dan refleksogenik yang berinteraksi selama aktivitas seksual normal. Ereksi
psikogenik diawali secara sentral sebagai respon terhadap rangsang pendengaran,
penglihatan, pembauan atau imaginasi. Ereksi refleksogenik terjadi akibat
pacuan pada reseptor sensoris pada penis, yang dengan interaksi spinal,
menyebabkan aksi saraf somatis dan parasimpatis.
Ereksi
terjadi karena proses sebagai berikut. Arteri kavernosa dan jaringannya
berdilatasi, menyebabkan darah mengalir ke dalam jaringan kavernosa. Relaksasi
otot polos dinding trabekuler ruang lakuner jaringan kavernosa memberi ruang
akibat kenaikkan aliran darah. Perluasan ini akan menekan dinding trabekuler
bagian luar jaringan kavernosa terhadap tunika albugenia di sekelilingnya.
Akibatnya, vena yang keluar dari ruang lakuner melalui dinding trabekula dan
tunika menjadi tertekan, mengurangi aliran keluar darah vena dari ruang
lakuner.
Penutupan
venosa terjadi secara pasif, sementara itu kontraksi muskulus isiokavernosus
dapat mengkerutkan bagian proksimal korpora kavernosa dan juga akan menimbulkan
penutupan vena. Pelemasan terjadi akibat kontraksi otot polos jaringan arteri
dan trabekula. Kontriksi arteri akan mengurangi aliran darah menuju ruang
lakuner. Kontraksi trabekula menyebabkan pengosongan lakuna dan kontraksi ini
juga akan menarik dinding lakuna bagian luar menjauhi tunika albuginia, dan
membuka aliran vena.
Pengendalian
sistem ereksi melalui sistem saraf, tonus otot polos korpus kavernosum
dikendalikan oleh proses biokimia yang kompleks di tingkat sistem saraf perifer
dan sentral. Saraf otonom simpatis, parasimpatis, dan saraf somatis
mengendalikan tonus otot polos korpus kavernosum dan sistem vaskulernya melalui
hubungan neuroanatomi yang merupakan bagian integral inervasi dari traktus
urinarius bawah.
II. DEFINISI
Penyakit
Peyroni adalah didapatkannya plaque
atau indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosum penis sehingga menyebabkan
terjadinya angulasi (pembengkokan) batang penis pada saat ereksi.
Penis
pria bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dan terdapatnya lekukan ereksi adalah
suatu hal yang umum dan tidak memerlukan perhatian khusus. Pada beberapa pria,
penyakit Peyronie menyebabkan lengkungan atau nyeri yang signifikan. Hal ini
dapat menyebabkan gangguan hubungan seksual atau dapat menyebabkan kesulitan
dalam ereksi atau dalam mempertahankan ereksi (disfungsi ereksi). Pada beberapa
pria, penyakit Peyronie juga menyebabkan stress dan kecemasan.
III. EPIDEMIOLOGI
Kejadian
penyakit Peyronie dilaporkan sebanyak 0,39-3%. Namun jumlah ini diperkirakan
dibawah estimasi kejadian sebenarnya. Hal ini dikarenakan pada kebanyakan pria
merasa malu untuk mengungkapkan bahwa mereka memiliki penyakit ini. Kurangnya
pelaporan juga disebabkan akibat sedikitnya pria yang datang berobat karena
gejala penyakitnya masih minimal atau tidak mengganggu. Meskipun kondisi ini
biasanya mengenai pria berusia 40-70 tahun, berdasarkan Gelbard dkk, Carson,
dan Lindsay dkk, penyakit ini juga dapat mengenai individu dengan usia lebih
muda.
Pada
penelitian Mulhall dkk, pada tahun 2004, prevalensi dari penyakit ini mencapai
8,9% dari 534 pria yang dilakukan screening untuk kanker prostat di
Amerika Serikat. Penelitian ini juga menemukan proporsi yang signifikan pada
pria dengan penyakit Peyronie juga memiliki hipertensi dan diabetes.
IV. ETIOLOGI
DAN FAKTOR RESIKO
Penyebab
yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, tetapi secara histopatologi plak
itu mirip dengan vaskulitis pada kontraktur Dupuytren yang disebabkan oleh
reaksi imunologik. Hasil anamnesis pada pasien penyakit Peyronie menyebutkan
bahwa sebelumnya mereka mengalami trauma pada penis yang berulang pada saat
senggama. Trauma ini memicu pelepasan sitokin yang mengaktifkan proliferasi
fibroblast dan produksi kolagen, komponen matriks utama plak Peyronie, di dalam
tunika albuginea. Penyakit ini juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin E,
konsumsi agen beta-blocker, dan peningkatan kadar serotonin.
Beberapa
faktor resiko telah diidentifikasi berkaitan secara signifikan dengan penyakit
Peyronie, antara lain :
· Predisposisi
genetik berkaitan dengan keluarga yang memiliki riwayat penyakit Peyronie atau
kontraktur Dupuytren.
· Usia
à prevalensi penyakit
Peyronie meningkat sesuai dengan pertambahan usia.
· Penyakit
jaringan ikat
· Trauma
minor vaskular penis, baik akibat kecelakaan atau iatrogenik dari sistoskopi
atau transurethral
resection of the prostate (TURP)
· Penyakit
vascular sistemik, termasuk diabetes mellitus, hipertensi, dan hiperlipidemmia.
· Merokok
dan konsumsi alkohol.
· Penggunaan
propanolol.
· Riwayat
uretritis non gonokokus.
V. PATOFISIOLOGI
Selama
ereksi, stimulasi saraf mengakibatkan relaksasi dari jaringan otot polos
kavernosa dan arteri kavernosa, membawa darah menuju penis dan rongga trabekula
dalam korpora kavernosa. Keadaan ini menyebabkan peningkatan aliran darah ke korpora
kavernosa dan mengumpulkan lebih banyak darah ke dalam organ ini. Akibatnya,
terjadi ekspansi dan peregangan pada sekitar tunika albuginea. Lapisan tebal
yang membesar ini terdiri dari kolagen dan jaringan fibrosa yang elastik.
Normalnya pembesaran terjadi pada pemanjangan dan pelebaran hingga mencapai
ukuran maksimum.
Ekspansi
menghasilkan peregangan, kompresi dan penutupan dari venula subtunika yang mengalirkan darah dari korpora. Darah
tidak dapat dengan mudah kembali dari penis, sehingga terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik intrakorporal. Peningkatan tekanan ini menyebabkan penis menjadi
kaku saat tunika telah mencapai panjang dan lebar maksimal.
Pada
penyakit Peyronie, respon inflamasi inisial dikarakteristikkan oleh infiltrasi
limfosit dan plasmasit kronis pada tunika albuginea. Hal ini dapat merupakan
suatu akibat dari trauma minor penis yang dapat terjadi tanpa disadari selama
hubungan seksual. Devine dkk meyakini bahwa trauma tersebut dapat menyebabkan
cedera delaminasi pada dorsal dan ventral tunika albuginea, menyebabkan
inflamasi, indurasi, dan deposit fibrin di antara lapisan tunika. Jika pembentukan
jaringan parut dan deposit matriks ekstraseluler mempercepat degradasi kolagen
dan matriks, kemudian kolagen yang meningkat terdeposit di dalam tunika
albuginea, menyebabkan fibrosis dan pembentukan plak.
VI. GAMBARAN
KLINIS
Gejala
klinis pada penyakit Peyroni dapat muncul secara tiba-tiba atau dapat
berkembang secara perlahan. Progresifitas dapat muncul dalam beberapa tahun.
Gambaran klinis yang umum antara lain :
· Jaringan Parut. Teraba jaringan keras
(fibrous) tunggal ataupun berupa plak multipel pada tunika albuginea.
· Penis yang membengkok. Penis dapat
mengalami pembengkokan ke arah atas, bawah, atau ke samping. Pada beberapa
kasus, penis yang ereksi memiliki tampilan seperti jam pasir.
· Gangguan ereksi. Penyakit Peyronie
dapat menyebabkan disfungsi ereksi.
· Pemendekan dari penis. Penis dapat
menjadi lebih pendek sebagai akibat dari penyakit Peyronie.
· Nyeri. Nyeri dapat dirasakan selama
ereksi, hanya saat orgasme, atau setiap waktu saat penis disentuh.
Untuk
tujuan praktis, penyakit Peyronie dapat dibagi menjadi fase akut dan kronis.
Fase akut biasanya muncul pada 18-24 bulan pertama dan dicirikan dengan nyeri
pada penis, penis bengkok, dan nodul pada penis. Fase kronik dicirikan dengan
suatu plak stabil, kadang dengan kalsifikasi, dan angulasi penis. Kehilangan
kemampuan ereksi lebih sering dikaitkan dengan fase kronis.
VII. DIAGNOSIS
Penyakit
Peyronie dapat didiagnosa melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesa dapat ditanyakan gejala klinis apa saja yang dirasakan
oleh pasien, serta riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sistemik, dan
kebiasaan hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, serta konsumsi obat-obatan
jangka panjang.
Pada
pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pada saat penis dalam keadaan ereksi maupun
tidak ereksi. Pada keadaan tidak ereksi dapat dilakukan pemeriksaan:
-
Mengetahui
lokasi dan jumlah dari jaringan parut pada penis (semua sisi)
-
Mengukur
panjang penis
Pada keadaan ereksi :
-
Terdapat
penis yang membengkok
-
Menilai
derajat pembengkokan penis
-
Mengetahui
lokasi dan jumlah dari jaringan parut pada penis (semua sisi)
Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit Peyronie antara lain :
-
Pemeriksaan
ultrasound à pemeriksaan yang paling umum digunakan
untuk melihat jaringan lunak, keberadaan jaringan parut, aliran darah ke penis,
serta kelainan lain.
-
Pemeriksaan
X-Ray à untuk mengetahui adanya kalsifikasi
pada pada kasus yang berat.
VIII. TERAPI
Pasien
dengan penyakit Peyronie dapat ditatalaksana dengan tindakan konservatif berupa
pendekatan watchfull waiting apabila
:
-
Pelengkungan
penis tidak berat dan tidak menjadi semakin buruk
-
Pasien
masih dapat melakukan hubungan seksual tanpa merasakan nyeri
-
Rasa
nyeri saat ereksi hanya dirasakan ringan.
Apabila gejala semakin memberat, dapat
direkomendasikan pemberian medikasi ataupun tindakan operatif.
Medikasi.
Beberapa
medikasi oral telah teruji untuk mengatasi penyakit Peyroni, namun Nampak
kurang efektif. Pada beberapa kasus, obat-obatan yang diinjeksi secara langsung
ke dalam penis dapat mengurangi lengkungan dan nyeri yang berkaitan dengan
penyakit Peyronie.
Obat-obatan
yang dapat digunakan antara lain :
-
Verapamil.
Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi hipertensi. Obat ini mencegah
produksi kolagen yang berperan pada pembentukan jaringan parut pada penyakit
Peyronie.
-
Interferon.
Obat ini merupakan suatu jenis protein yang berperan mencegah produksi jaringan
fibrous dan membantu menghancurkannya.
-
Kolagenase.
Merupakan suatu enzim yang berperan melisiskan jaringan parut fibrosa.
Operasi.
Indikasi
operasi pada penyakit Peyronie adalah deformitas penis yang mengganggu senggama
atau disfungsi ereksi akibat penyakit Peyronie. Pembedahan biasanya tidak
direkomendasikan ketika kelengkungan penis tidak bertambah dan ereksi dirasakan
tidak nyeri setidaknya selama 6 bulan.
Metode
pembedahan yang umum meiputi :
-
Pemendekkan
sisi yang tidak sakit. Berbagai prosedur dapat digunakan untuk memendekkan sisi
yang lebih panjang pada penis (sisi tanpa jaringan parut). Tindakan ini
bertujuan untuk menyamakan panjang antara bagian yang sakit dan yang tidak,
sehingga saat ereksi penis menjadi relative lebih lurus. Tindakan ini dilakukan
pada pasien dengan panjang penis yang cukup dan lebih lengkungan penis yang
lebih ringan. Nesbit plication merupakan suatu contoh dari prosedur tindakan
ini. Pada beberapa kasus, jenis pembedahan ini menyebabkan disfungsi ereksi.
-
Pemanjangan
sisi yang sakit. Dengan tipe pembedahan ini, ahli bedah membuat beberapa insisi
pada jaringan parut, memungkinkan sarung untuk merenggang dan penis menjadi
lebih lurus. Ahli bedah harus menyingkirkan sebagian jaringan parut. Setelah
itu dilakukan graft jaringan pada daerah yang dilakukan insisi tersebut. Graft
dapat berasal dari tubuh pasien sendiri atau material sintetis. Prosedur ini
dilakukan bila pasien memiliki penis yang pendek, kelengkungan yang parah, atau
deformitas kompleks. Prosedur ini memiliki resiko yang lebih besar untuk
terjadinya disfungsi ereksi.
-
Implan
penis. Dilakukan insersi implant penis dengan tindakan bedah untuk mengganti
jaringan spongiosa yang terisi darah pada saat ereksi. Implant dapat bersifat
semi-rigid yang dapat dilipat ketika tidak digunakan, dan dapat dinaikkan
ketika ingin berhubungan seksual. Jenis implant yang lain adalah implant yang
disertai dengan pompa yang diletakkan di lipat paha atau di skrotum. Implant
penis dapat dipertimbangkan jika pria memiliki penyakit peyroni disertai dengan
disfungsi ereksi.
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit Peyronie antara lain :
-
Ketidakmampuan
untuk melakukan hubungan seksual
-
Disfungsi
ereksi
-
Rasa
cemas dan stress mengenai kemampuan seksual atau penampilan dari penis
-
Stres
pada hubungan dengan pasangan
-
Kesulitan
memiliki anak
X. PROGNOSA
Prognosa
penyakit Peyronie bergantung dari usia pasien, keadaan awal penyakit saat
berobat, kecepatan mendapatkan pengobatan, serta kondisi penyakit penyerta
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mayo Clinique Staff. 2011. http://www.mayoclinic.com/health/peyronies-disease/DS00427. diakses pada tanggal 18 Desember 2011.
Eli Lizza, MD. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/456574. diakses pada tanggal 18 desember 2011.
Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar-Dasar
Urologi. Malang : FK Universitas Brawijaya
M. A. Salam. 2003. Principle and
Practice of Urology. USA : BrownWalker Press
Syaifuddin, Haji. (2002), Struktur dan
Komponen Tubuh Manusia, Jakarta : Widya Medika.
Walsh C. Patrick MD et al. 2002.
Campbell’s Urology Volume 4. UK : Saunders
No comments:
Post a Comment