BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok
kelenjar-kelanjar besar yang berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam
fascia yang berasal dari dermis, dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan suatu
proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Gambar
1.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma terbentuk
sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma atau supernumerary nipples pada manusia1
Gambar 1.2. Pembentukkan payudara.
A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan sistem duktus berasal dari epidermis.
Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim dermis. E : eversi putting menjelang
kelahiran. 1
1.2. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding
depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas
sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas
medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis
major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari
kuadran lateral atas sampai ke aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari
Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan
secara normal di bawah fascia sebelah dalam. 1
Gambar 1.3.
Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20
lobus, beberapa lebih besar daripada yang lainnya, berada dalam fascia
superficial, dimana dihubungkan secara bebas dengan fascia sebelah dalam.
Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan kesatuan
dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah
dalam terdapat ruang retromammary
(submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta
duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi dari papilla mammae,
sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari roda berakhir
secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla
merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau
pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada
dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika
berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous
sinuse . Pada area bebas lemak
di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses) merupakan
satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum
suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat berbentuk
ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial,
melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus.
Kadang-kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin
dilakukan total mastectomy subkutan
yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper
akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari
kulit yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler
yang disebut peau d'orange, dimana
pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. 1
Gambar 1.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper
pada penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan oleh tangan
pemeriksa. 1
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A.
thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan A. intercostal.
Gambar 1.6. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri
internal thoracic, axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi
dari A.aksilaris tidak berarti. C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit
kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna,
dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari kelenjar mamma. Vena-vena ini
mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan
vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial atau superficial
terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari mammae.
Setelah vena ini melewati tepi
lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di belakang, vena
intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena azygos,
hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava
superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Gambar
1.7. Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur drainase vena. A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung
kanan. the right heart. B. Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal,
superior epigastric veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena aksilaris ke
jantung kanan.1
Gambar 1.8. Kelenjar getah bening
aksila dan payudara menurut klasifikasi dari Haagensen (kiri). Aliran limfatik
mammae (kanan). 1
Klasifikasi utama
Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris
(35.3 nodes).
Group 1. External mammary
nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior
pectoral nodes. Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis
minor, di bawah M. pectoralis major, sepanjang sisi medial dari aksila
mengikuti aliran lateral thoracic artery
pada dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan
jaringan pembuluh-pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of
Sappey.
Gambar 1.9.
Aliran limfatik mammae. Aliran limfe
langsung dari kulit ditunjukkan oleh tanda panah pada mammae kanan dan sisi
medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of vessels, draining areola,
nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3.
Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass
central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6.
Retrosternal nodes.
Group
2. Scapular nodes (5.8 nodes).
Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah subsakapular. Limfatik dari KGB ini
salng berhubungan dengan pembuluh limfe intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan
kelompok kelenjar getah bening yang terbesar; merupakan KGB yang paling mudah
dipalpasi di aksila karena ukurannya yang besar. Ketika KGB ini membesar, dapat
menekan intercostobrachial nerve,
cabang kutaneus lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul
nyeri.
Group 4.
Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot pektoralis mayor dan minor, sering
terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB aksila dan tidak
dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan
kelompok KGB terbesar kedua di aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal
dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan kaudal
dari bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral
surfaces of the medial part of the axillary vein.
Pembuluh-pembuluh
limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis. KGB ini juga
menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati,
diafragma, rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap
sisinya, kecil, dan biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari ruang
interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus thoracicus atau ductus limfatikus
dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute aksila.1
Dalam staging, bila
ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau contralateral
internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang termasuk KGB regional :
1.
KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena aksilaris dan
bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M
pectoralis minor
b. Level II
(midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical
axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk subclavicular, infraclavicular, or
apical
Gambar 1.10. Kelompok kelenjar getah
bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar getah bening yang terletak
lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa kelenjar getah
bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di
ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia endothoracica.
Persarafan
Gambar 1.11. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama
mastectomy
2.3. Etiologi (Faktor risiko)
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu
lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut 3,4 :
· Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin
meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker
payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul
sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau
sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor
yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
· Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker
pada satu payudara mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada
payudara yang lainnya.
· Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada
wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara.
Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum
usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari
keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
· Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya
yang terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
· Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk
tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal
carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon.
Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive
ductal carcinoma yang lebih well
differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal
cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
· Riwayat reproduksi dan
menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan
efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi
seperti menarche dini (sebelum usia
12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun)
berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel
payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif,
sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko
kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai
estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
· Ras :
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada
wanita kulit putih, dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
· Wanita
yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat
terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko
untuk berkembangnya kanker payudara akan meningkat di kemudian hari.
· Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.
Wanita yang pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang
lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
· Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause meningkat
pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen utama pada
wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang
berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan
peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
· Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya
kurang, risiko untuk menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas
fisik akan membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
·
Diet :
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko
kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar
estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang
akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko
kanker.
2.4. Insidensi2
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Risk
Factors
|
Estimated
Relative Risk
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Advanced age
|
>4
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Family history
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
>5
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
>2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
>2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Personal history
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3-4
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
>4
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4-5
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
8-10
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Reproductive history
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.5-2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Use of combined estrogen/progesterone HRT
|
1.5-2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Current or recent use of oral contraceptives
|
1.25
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
Lifestyle factors
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.5-2
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.3-1.5
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.5
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
DCIS = ductal carcinoma in situ; HRT = hormone replacement
therapy; LCIS = lobular carcinoma in situ.
|
1.5. Klasifikasi kanker payudara
- Non
invasive carcinoma
a)
Ductal carcinoma in situ
Ductal
carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada
sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya.
Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or
irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications)
pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS
dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara jelas
terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan
dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30%
kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan
tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke
seluruh tubuh.
DCIS
muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung lebih
invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat,
terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis,
sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang
lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
A B
Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in
situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b)
Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu
pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS
memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai
infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
Gambar 1.13 Lobular
carcinoma in situ
- Invasive
carcinoma
I. Paget’s
disease dari papilla
mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae,
dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel.
Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya
kanker invasif.
II.
Invasive ductal carcinoma
a.
Adenocarcinoma
with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini
ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan
metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya
terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam,
sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah
dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
b.
Medullary
carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara
herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat
terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan
bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri
dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi
buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal
atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan
kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai
5-year survival rate yang lebih baik
dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
c.
Mucinous
(colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid
carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2%
dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor
yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya,
sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya
kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan
frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate
mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e.
Tubular carcinoma
(2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular
carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi meliputi
sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit
sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring
cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena
pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.
IV. Kanker
yang jarang (adenoid cystic, squamous
cell, apocrine)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
*Lesions overlap
between two quadrants within the breast.
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a T1 termasuk T1 mic.
|
1.7. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang
paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada
payudara atau pada puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar
payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara
atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari
payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting
bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit
jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting
susu
Pada awal kanker payudara
biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker telah menyebar,
biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar
payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling
sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.4
Pada 33% kasus kanker
payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain
dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau
asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau
keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak,
ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak
memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan
kelainan yang bersifat jinak.6
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan
simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau d’orange), retraksi
kulit atau puting susu, dan eritema.6
2. Palpasi
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat
diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat
dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.6
Mammografi telah digunakan di Amerika
Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi
untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan
dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai
perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi
mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral
(MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk
kuadran lateral atas dan axillary tail of
Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik
pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi
karsinoma payudara dengan tingkat false-positive
sebesar 10% dan false-negative sebesar
7%. Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa
padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan
mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting
karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan
mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk
deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.
Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan
bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap
3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap
tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan
reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada
populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan
penunjang yang penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau
meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang
padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan
batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan
kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas.
Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat
juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk
mengarahkan fine-needle aspiration biopsy
(FNAB), core-needle biopsy dan
lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan
sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan
diameter ≤ 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai
alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi
payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan
mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis
karsinoma mammae sangat kecil.6
MRI sangat
sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining.
Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau
jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada
wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama
karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.7
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah
sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative
sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan
pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang
dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open
biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan
tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB
atau core-needle biopsy, ketika
hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional.
Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai,
dilakukan bila tidak tersedianya core-needle
biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis
curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy.
Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae
terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu faktor yang
meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik
pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma.
Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif
jangka pendek dan termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan
gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari
biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio
bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti human
epidermal growth receptor (HER)-2/neu
dan epidermal growth factor receptor
(EGFr) dan (5) p53. 6
1.8. Skrining
Rekomendasi untuk
deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society 4 :
v Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terus-menerus
selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
v Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan
pemeriksaan klinis payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari
pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
v Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan payudara sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan
konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
v Wanita yang berisiko tinggi (>20%)
harus melakukan pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun.
v Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus
melakukan mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu
disertai pemeriksaan MRI atau tidak.
v Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak
perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.
v Wanita termasuk risiko tinggi bila :
- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama
(orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan
pemeriksaan genetik
- mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- pernah mendapat radioterapi pada dinding
dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat
pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
v Wanita dengan risiko sedang bila :
- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut
penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu
payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau
atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau
berlebihan terlihat pada pemeriksaan mammogram
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1.9. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau
paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan
tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory
carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi
kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien
dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma
lokal yang tidak dapat direseksi.7
A. Terapi
secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan
konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga
batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan
reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit
diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh
jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari
jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan
ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah
penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang
tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla
tidak dilakukan.7
2. Modified
Radical Mastectomy
Modified
radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M.
pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak
level III. Modifikasi Patey
mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan
anatomis pada Modified radical mastectomy
adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah
sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae
dan bagian superiornya m. subcalvia.
Seroma
dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari mastektomi dan
diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan closed-system suction drainage
mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan
drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi
dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi
dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction
drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical
mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan
obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi. 6
B. Terapi secara medikalis
(non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium
karsinoma mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan
untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa,
atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi
juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada
karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan
metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan
terapi radiasi adjuvan.6
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan
resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang
tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan
histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal
yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara
lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk
wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih
besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi
pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel
adalah modified radical mastectomy
diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 6
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan
sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu
besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla
bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi.
Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk
menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk
dilanjutkan modified radical mastectomy,
diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 6
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat
protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan
progesteron. Reseptor hormon
ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang
masih berdiferensiasi baik.
Setelah
berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap
anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor
hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor
hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya
toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot
flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan
tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma
endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli
onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan
pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen
(tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.6
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis,
saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada
pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan
karena dengan regimen adriamycin
menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi
HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan
trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae
antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi
dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk
stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa
sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. 6
DAFTAR PUSTAKA
1.
De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
2.
Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI
Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003
3.
Moningkey,
Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari
2000. Jakarta.
4.
Profil
Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
5.
Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.
6.
Tjindarbumi,
2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini
Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7.
Vaidya,
M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing
House PVT LTD.
No comments:
Post a Comment