"A Man can't make a mistake can't make anything"

Wednesday, 10 April 2013

PENDEKATAN DIAGNOSA PADA IKTERUS DAN PENANGANANNYA


BAB I
PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemo­litik dan ikterus obstruktif.
Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering ter­jadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang ter­jadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing.
                Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik.
Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan.


PENANGANAN KONTRAKTUR / CONTRACTUR



PENDAHULUAN

Penting untuk dibedakan istilah kontraktur dan kontraksi. Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka.
Kontraksi adalah suatu proses dinamik yang aktif yang melibatkan fungsi dari sel-sel yang hidup dan pemindahan energi. Proses kontraksi jelas terlihat pada luka yang besar dan dibiarkan sembuh sendiri tanpa tindakan penutupan sekunder atau skin graft. Pada luka tersebut akan terjadi pengecilan dari luas luka. Misalnya luka-luka amputasi pada paha dimana diameter luka-luka tersebut 18-20 cm atau lebih akan mengecil menjadi kurang lebih 4-5 cm diameternya karena proses kontraksi. Jadi  luka amputasi tersebut 90% akan tertutup dengan gerakan sentripetal dari tepi luka.
Kontraktur adalah keadaan yang disebabkan oleh kontraksi tersebut. Pada tahun 1974 Ryan dan Madden pada tahun 1975 menemukan bahwa sel-sel yang menyebabkan proses kontraksi adalah miofibroblas, sedangkan serat kolagen hanya memelihara apa yang dihasilkan oleh aktivitas miofibroblas tersebut. Mekanisme yang pasti mengenai proses kontraksi pada luka memang belum jelas, tapi pada kenyataannya luka dengan kerusakan permukaan kulit dengan dasar luka yang lemah (misalnya kelopak mata, bibir, atau pipi) akan menimbulkan kontraksi. Sedangkan pada daerah dahi atau kepala dimana kulit relatif lebih erat hubungannya dengan tulang dibawahnya, proses kontraksi pada luka lebih terbatas.




VARICOCELE DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN


VARIKOKEL

I.               DEFINISI
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.

II.             ETIOLOGI DAN ANATOMI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral perlu dicurigai adanya kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau adanya situs inversus.


Friday, 5 April 2013

PENUTUPAN LUKA LAPARATOMI YANG KOTOR AKIBAT PERITONITIS DIFUSE E.C. TYPHOID PERFORASI DENGAN MENGGUNAKAN BENANG SINTETIK ABSORBABLE MONOFILAMENT


PENUTUPAN LUKA LAPARATOMI YANG KOTOR
AKIBAT PERITONITIS DIFUSE  E.C. TYPHOID PERFORASI
DENGAN MENGGUNAKAN BENANG
SINTETIK ABSORBABLE MONOFILAMENT
DI RSUD. ARJAWINANGUN, CIREBON, JAWA BARAT








DI SUSUN OLEH:
Dr. HERRY SETYA YUDHA UTAMA, SpB, FInaCS, MHKes. ICS
www.dokterbedahherryyudha.com







RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN
CIREBON – JAWA BARAT
INDONESIA
ABSTRACT


Telah dilakukan penelitian selama 11 tahun mengenai penutupan luka laparatomi yang kotor akibat peritonitis disfuse e.c. typhoid perforasi dengan  menggunakan benang synthetic absorbable monofilament di Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
Didapat 96 kasus, dimana 50 kasus di jahit dengan Continous Mass Closure tanpa diperkuat (Jenkins Metoda CMC) dan 46 kasus dijahit dengan Continous Mass Closure diperkuat dengan Smead Jones Metoda (CMCSJ)
Dari 50 pasien yang di jahit CMC, 7 (tujuh) orang pasien (14%) mengalami infeksi luka operasai. 2 (dua) orang pasien (4%) mengalami Granuloma benang, 1 (satu) orang pasien (2%) terjadi Hernia Incisional dan tidak ada yang Burst Abdomen.
Dari 46 (empat puluh enam) orang pasien yang dijahit dengan CMCSJ ternyata, ada 10 (sepuluh) orang pasien (21,7%)yang mengalami Granuloma benang, tidak satu orang pasien pun yang mengalami Hernia atau pun Burst Abdomen.