"A Man can't make a mistake can't make anything"

Saturday, 25 October 2014


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................................................   2
BAB I     PENDAHULUAN…..............................................................................................   3
BAB II            TINJAUAN PUSTAKA     
2.1  Definisi…………………................................................................................................   4
2.2  Persiapan ………………………………………………..................................  4
            2.3  Keuntungan ….......................................................................................................4
            2.4  Kerugian ..……...……………...............................................................................5
            2.5 Klasifikasi ………………………………………….....….…................................5
                2.5.1 Blok sentral ……………........…...………………..........................................5
                        2.5.1.1 Anestesi spinal .....................................................................................5
                        2.5.1.2 Analgesia Epidural .............................................................................14
                        2.5.1.3 Analgesia Kaudal ...............................................................................17
               2.5.2 Blok Perifer     ................................................................................................ 20
                        2.5.2.1 Anestesi Lokal ....................................................................................20
                        2.5.2.2 Infiltrasi Lokal ....................................................................................24
                        2.5.2.3.Analgesia Permukaan .........................................................................24
                        2.5.2.4 Blok Lapangan .................................................................................. 24
                        2.5.2.5 Analgesia Regional Intravena ............................................................24
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................  27



BAB I
PENDAHULUAN

Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif,seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh1
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar 3
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya 3
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi1






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. DEFINISI
                  Anestesi regional adalah  hambatan impuls nyeri suatu bagian  tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya,tetapi pasien tetap sadar.2
2.2 PERSIAPAN ANESTESI REGIONAL
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik iskemik yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah menyebabkan kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.7
2.3  KEUNTUNGAN
1.     Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2.     Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergensi, lambung penuh) karena penderita sadar.
3.     Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4.     Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5.     Perawatan post operasi lebih ringan.3


2.4  KERUGIAN

1.      Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2.      Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3.      Sulit diterapkan pada anak-anak.
4.      Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5.      Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional3.
2.5   KLASIFIKASI
1.     Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal, tindakan ini sering dikerjakan.
2.     Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.2

2.5.1 Blok sentral
Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal).1

2.5.1.1 Anestesi spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulità subkutis à Lig. Supraspinosum à Lig. Interspinosum à Lig. Flavum à ruang epidural à durameter à ruang subarachnoid.1
spinal_block (1).gif





Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.  Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.1
§  Indikasi:
1.  Bedah ekstremitas bawah
2.  Bedah panggul
3.  Tindakan sekitar rektum perineum
4.  Bedah obstetrik-ginekologi
5.  Bedah urologi
6.  Bedah abdomen bawah
7. Pada beda abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi
    dengan anestesia umum ringan1

§  Kontra indikasi absolut:    
1.  Pasien menolak
  2.  Infeksi pada tempat suntikan
  3.  Hipovolemia berat, syok
4.  Koagulapati atau mendapat terapi koagulan
5.  Tekanan intrakranial meningkat
6.  Fasilitas resusitasi minim
7.  Kurang pengalaman tanpa didampingi konsultan anestesi.1

§  Kontra indikasi relatif:
1.  Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2.  Infeksi sekitar tempat suntikan
3.  Kelainan neurologis
4.  Kelainan psikis
5.  Bedah lama
6.  Penyakit jantung
7.  Hipovolemia ringan
8.  Nyeri punggung kronik1



§  Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1.      Informed consent(izin dari pasien)
         Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
2.      Pemeriksaan fisik
         Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
         dan lainnya
3.      Pemeriksaan laboratorium anjuran
         Hb, Ht, PT (Protrombin Time) , PPT (Partial Tromboplastin Time)2

§  Peralatan analgesia spinal
1.         Peralatan monitor
tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, EKG dan lain-lain.
2.      Peralatan resusitasi/anestesia umum
3.      Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil(pencil point whitecare)1






Jarum pensil (whitecare)

 
Jarum tajam
 (Quincke-Babcock)

 
§  Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1.      Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga agar tulang belakang stabil. Pasien membungkuk maksimal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
SpinalPositionLateral\\MM1\C\Gambar\14.jpg





2.      Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misalnya L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3.       Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4.       Beri anestesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain
       1-2 % 2-3ml
5.      Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Jika yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

SpinalProcedureSpinalApproaches








6.      Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.1

§  Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.  Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan cairan cerebrospinal disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari cairan cerebrospinal disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari cairan cerebrospinal disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi1.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan
Anestetik lokal
Berat Jenis
Sifat
Dosis
Lidakain(Xylobain, Lignokain)
2%
5% dalam Dekstrosa 7,5%

1006
1033

Isobarik
Hiperbarik

20-100 mg (2-5 ml)
20-50 mg (1-2 ml)
Bupivakain (Markain)
0,5% dalam air
0,5% dalam Dekstrosa 8,25%

1005
1027

Isobarik
Hiperbarik

5-20 mg (1-4 ml)
5-15 mg (1-3 ml)

§  Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1.          Faktor utama
a.   Berat jenis anestetik lokal(barisitas)
b.   Posisi pasien (kecuali isobarik)
c.   Dosis dan volume anestetik lokal (kecuali isobarik)
2.          Faktor tambahan
a.   Ketinggian suntikan
b.   Kecepatan suntikan/barbotase
c.   Ukuran jarum
d.   Keadaan fisik pasien
e.   Tekanan intraabdominal
§  Lama kerja anestetik lokal tergantung:
1.  Jenis anestesia lokal
2.  Besarnya dosis
3.  Ada tidaknya vasokonstriktor
4.  Besarnya penyebaran anestetika lokal2

§  Komplikasi tindakan anestesi spinal :
1.   Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2.   Bradikardia
Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2
3.   Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4.   Trauma pembuluh saraf
5.   Trauma saraf
6.   Mual-muntah
7.   Gangguan pendengaran
8.   Blok spinal tinggi atau spinal total1

§  Komplikasi pasca tindakan
1.  Nyeri tempat suntikan
2.  Nyeri punggung
3.  Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4.  Retensio urin
5.  Meningitis1

2.5.1.2. Analgesia Epidural
          Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara  ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
case90_fig1Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akarsaraf spinal yang terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesia epidural lebih lambat dibanding anestesia spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.1








       Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
·    Bisa segmental
·    Tidakterjadisakit kepala post op
·    Hipotensilambatterjadi
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
·    Tekniklebihsulit
·    Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
·    Reaksisistemik meningkat

Komplikasi anestesi / analgesia epidural :
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi
4. Mual – muntah1

Teknik anestesia epidural :
      Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.
1.   Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2.   Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-L4. Karena jarak antara ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.
3.   Jarum epidural yang digunakan ada dua macam, yaitu:
a)      jarum ujung tajam (Crawford)
untuk dosis tunggal
b)      jarum ujung khusus (Touhy)
Sebagai pemandu memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap sentimeter.
4.   Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
a)   Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
     Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus (intermiten). Sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose).
b)  Teknik tetes tergantung (hanging drop)
     Teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose).
5.   Uji dosis(test dose)
     Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah tercampur adrenalin 1: 200.000.
Ø  Tidak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar
Ø  Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena terlalu dalam.
Ø  Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural.
6.   Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural tinggi, sehingga menimbulkan tekanan itrakranial meningkat, nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.
7.   Dosis meksimal dewasa muda sehat 1,6ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada usia lanjut dan neonatus dosis dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat bnyaknya vaskularisasi darah dalam ruang epidural1.
2.5.1.3     Analgesia kaudal
          Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid,
fistula perianal.
              Indikasi kontra : seperti analgesia spinal dananalgesia epidural.1


Teknik
1.   Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2.   Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
3.   Untuk dewasa biasa digunakan volume 12-15 ml (1-2 ml/segmen)
4.   Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.
5.   Setelah dilakukan tindakan tersebut dan antisepsik pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90oterhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah posisi jarum menjadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikkan NaCl sebanyak 5 ml secara cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis1.
CaudalPicture9CaudalPicture3








Efek Fisiologis Neuroaksial Blok
1.     Efek Kardiovaskular:
-       Akibat dari blok simpatis , akan  terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-       Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2.     Efek Respirasi:
-       Bila terjadi spinal tinggi  atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
-       Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yang dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3.     Efek Gastrointestinal
Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktifitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yang terblok.  Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.2

2.5.2   BLOK PERIFER
2.5.2.1 Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade koduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf ssecara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.3

Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1.     Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2.     Batas keamanan harus luas
3.     Efektif dengan  pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
4.     Mulai kerja harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama
  1. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah  lidokain dan bupivakain.3


Mekanisme kerja6
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta disosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC atauMinimum Alveolar Concentration) dipengaruhi oleh:
1.     Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2.     pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3.     Frekuensi stimulasi saraf3.
Awal kerja tergantung beberapa faktor, yaitu:
1.     pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tidak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat
2.     Alkalinisasi anestetika lokal menyebabkan awal kerja cepat
3.     Konsentrasi obat anestetika lokal

Lama kerja dipengaruhi oleh:
1.     Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein
2.     Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
3.     Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian



Efek samping terhadap sistem tubuh2
Sistem kardiovaskular:
a.     Depresi automatisasi miokard
b.     Depresi kontraktilitas miokard
c.     Dilatasi arteriolar
d.     Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi
Sistem pernafasan:
·      Relaksasi otot polos bronkus
·      Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
·      Paralisis interkostal
·      Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Sistem saraf pusat:
o   Parestesia lidah
o   Pusing
o   Tinitus
o   Pandangan kabur
o   Agitasi
o   Depresi pernafasan
o   Tidak sadar
o   Konvulsi
o   Koma
Imunologi :
Reaksi alergi

Sistem muskuloskeletal :
Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :
  1. Kokain : dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit.
  2. Prokain : untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
  3. Lidokain : konsentrasi efektif minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
  4. Bupivakain : konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.7

Komplikasi obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik.1

Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangren.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.1

Komplikasi sistemik
1.  Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskular.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskular adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.1
2.5.2.2 Infiltrasi Lokal
     Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi4
2.5.2.3 Analgesia Permukaan (Topikal)
            Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa 4
       2.5.2.4. Blok Lapangan (Field Block)
            Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh : untuk ekstirpasi tumor kecil)5
2.5.2.5Analgesia Regional Intravena
Analgesia regional intravena (Bier block) adalah penyuntikan larutan analgetik lokal  intravena. Ekstremitas dieksanguinasi (pengurangan darah) dan diisolasi bagian proksimalnya dengan torniket dari sirkulasi sistemik. Dapat dikerjakan untuk bedah singkat ±45 menit pada lengan atau tungkai. Biasanya hanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan.4
Prosedur analgesia regional intravena
1.   Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan, Pada sisi tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang diperlukan apabil timbul kegawatan atau diperlukan cairan infus.
2.   Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan menaikkan lengan dan peraslah. Lengan secara manual atau dengan bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini selain untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.
3.   Pasang pengukur tekanan darah pda lengan atas seperti akan mengukur tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg diatas tekanan sistolik agar darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.
4.   Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak dianjurkan, karena toksisitasnya lebih besar) melalui kateter di punggung tangan dan jika untuk tungkai melalui vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5.   Setelah 20-30 menit atau jika pasien merasa tidak enak atau nyeri pada torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6.   Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah yang sangat singkat, untuk mencegah keracunan sitemik torniket harus tetap dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan, karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural atau kaudal.1



KESIMPULAN

Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar 3
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya 3
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi1





DAFTAR PUSTAKA

1. Latief  SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI
2. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
3. Boulton TB, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10. EGC : Jakarta 1994
4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated: Aug 7, 2009. Accessed on 6th December 2010 at www.emedicine.com
5 Mulroy MF. Regional Anesthesia, An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed.
Little, Brown and Company. B oston 1996
6. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 2000
7. Local and Regional Anaesthesia, accessed on 6th December 2010 at


No comments:

Post a Comment