BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis ini. Sehingga perlu adanya pembahasan yang lebih terperinci.
Secara anatomi ,Testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran tetstis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis untuk dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel. (2)
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tak jarang janin yang masih berada dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral maupun bilateral.(2)
Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak melekat dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam. (5)
II. ETIOLOGI
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
- Mesorchium yang panjang.
- Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
- Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan itu antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.
Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. (2)
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell clapper. Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal. (2)
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :
- Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor predisposisi
- Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
- Mual atau muntah
- Sakit kepala ringan (7)
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak. Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. (6)
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di daerah inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis, maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata.(3)
Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. (2)
Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika terjadi secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis. Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada testis. (6)Reflex cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex kremaster, 100% sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada kasus-kasus torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio testis.(5)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis.(2)Sayangnya, stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum. (8)
Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the left testis in a 14-year-old boy who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow in the left testis compared with the right tstis.
Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the right testis in a 16-year-old boy who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around the right testis but absence of flow within the substance of the testis
Color Doppler ultrasonogram showing inflammation (epididymitis) in a 16-year-old boy who had pain in the left testis for 24 hours. Note increased blood flow in and around the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama dan mengalami keradangan steril. (2)
VI. DIAGNOSIS (8,9)
Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan algoritma dan Clinical Pathway Testicular Torsion sbb:
VII. DIAGNOSIS BANDING (1,2,4,5)
- Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
- Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke dalam scrotum.
- Hidrokel
- Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis
- Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya sumbatan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).
Perbedaan antara torsio testis, torsio appendix testis dan epididimitis dapat dilihat pada tabel di bawah ini. (8)
Diagnosis of Selected Conditions Responsible for the Acute Scrotum
Condition | Onset of symptoms | Age | Tenderness | Urinalysis | Cremasteric reflex | Treatment |
Testicular torsion | Acute | Early puberty | Diffuse | - | + | Surgical exploration |
Appendiceal torsion | Subacute | Prepubertal | Localized to upper pole | - | + | Bed rest and scrotal elevation |
Epididymitis | Insidious | Adolescence | Epididymal | + / - | + | Antibiotic |
VIII. PENATALAKSANAAN /management
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat mengembalikan aliran darah. (5)
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode “open book” (untuk testis kanan), Karena gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur pembedahan. (2,5)
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat torsio.(5)
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
- Untuk memastikan diagnosis torsio testis
- Melakukan detorsi testis yang torsio
- Memeriksa apakah testis masih viable
- Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
- Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.(3,5,7)
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. (2)
IX. KOMPLIKASI (5)
- Atropi testis
- Torsio rekuren
- Wound infection
4. Subfertility
DAFTAR PUSTAKA
(1) Blandy, John. Lecture Notes on Urology. Third edition. Oxford : Blackwell Scietific Publication. 1982. 277.
(2) Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.
(3) Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill Livingstone. 1975. 324-325.
(4) Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.
No comments:
Post a Comment