"A Man can't make a mistake can't make anything"

Thursday 28 June 2012

LABIOPALATOSCHIZIS DAN PENANGANANNYA


LABIOPALATOSCHISIS

Bibir sumbing (labioschizis) biasanya timbul scbagai cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal.
Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tak terlihat jelas. Sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiopalatoschizis).
Keadaan ini jelas mengganggu proses menghisap dan menolan serta gangguan berbicara. juga memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Karena itu, bibir sumbing berat perlu dioperasi umuk mengoreksi kelainan.


Di Indonesia, jumlah tcrtinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1.000 penduduk.
Operasi bibir sumbing idealnya dilaksanakan pada saat anak berusia 3 bulan dimana berat badannya minimal 5 kilogram dan kadar hemoglobin darah lebih besar dari 10 gram %. Sedang bagi penderita sumbing langit-langit dilaksanakan pada saat anak berusia 1,5-2 tahun untuk mendapatkan hasil bicara maksimal.
Tingginya angka kejadian dan komplikasi yang terjadi bila bibir sumbing terlambat ditindak lanjuti merupakan masalah yang serius. Oleh sebab itu, pada referat ini akan dibahas bagaimana menegakkan diagnosis secara dini agar komplikasi dapat dicegah.
Labiopalatoschisis adalah suatu kelainan kongenital yang sering dijumpai di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa insidensi terjadi labio atau palatoschisis adalah 1 dari 1000 kelahiran hidup. Untuk Indonesia belum diperoleh angka insidensi. Kejadian labiopalatoschisis pada laki-laki adalah 2x lebih sering dari perempuan, manakala kejadian palatoschisis saja lebih sering pada wanita.
Kejadian labiopalatoschisis menempati urutan kesembilan dari 10 anomali kongenital yang paling sering yaitu deformitas kaki, hidrokel, hipospadia, mongolismus, kriptorkismus, penyakit jantung bawaan, polidaktili, hemangioma, labiopalatoschisis, hidrosefalus.




A cleft lip is a separation of the upper lip that can extend into the nose.

KLASIFIKASI

Bibir Sumbing merupakan kelainan formasi bibir selama proses pertumbuhan janin, seperti halnya celah langit-langit mulut. Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, rnulai dari ringan sampai parah (celah bisa mencapai hidung).
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

Unilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan mcmanjang hingga ke hidung.

Bilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir   dan   memanjang   hingga   ke   hidung.



Celah langit-langit mulut
Celah ini muncul akibat proses penutupan langit-langit mulut yang tidak sempurna. Proses ini terjadi saat janin masih dalam kandungan ibu dan hingga pada saat dilahirkan, celah mulut ini menimbulkan ruang terbuka hingga saluran pemafasan hidung, bahkan mencapai kerongkongan.

Bibir sumbing dan celah langit-langit mulut
Bibir sumbing dan celah langit-langit mulut bisa terjadi bersamaan ataupun   terpisah. Tingkat keseriusan celah ini mempengaruhi proses pemberian makanan pada pasien.




Ilustrasi dan legendanya untuk "sumbing bibir dan langitan"
A. labiognathopalatoschizis unilateral
B. labiognathopalatoschizis bilateral
D. tampak dalam langitan dari A
E. tampak dalam langitan dari B
Bandingkan dengan anatomi normal C dan F. Semua anatomi yang tak normal ini harus dibetulkan. Pada schizisla tan bilateral, sering premaxilla sangat mencuat ke depan pertumbuhannya, karena tak di "rem" oleh m. orbicularis yang tak menyambung.

Klasifikasi labio atau palatoschisis berguna untuk menuliskan diagnosa serta mendeskripsikan kejadian anatomis yang terdapat pada setiap kasus :
1. Klasifikasi Fogh Anderson
- Kelompok I : labioschisis ( unilateral dan bilateral 0, derajat ringan (inkomplit ) sampai berat ( komplit ) sampai sejauh foramen incisivus.
- Kelompok II : labio atau palatoschisis ( unilateral atau bilateral )
- Kelompok III : Palatoschisis keras maupun lunak, dibelakang foramen incisivus
- Kelompok IV : Celah pada wajah ( facial cleft ).

2. Terdapat juga klasifikasi menurut anatomis



- Pre-alveolar cleft ( labioschisis )
Unilateral ( kanan atau kiri )
Bilateral
adanya notching pada alveolus
- Post-alveolar cleft
Parsial ( palatum molle saja )
Komplit ( keduanya )
Submucous cleft
- Alveolar ataupun cleft yang komplit ( bibir, langit-langit dan alveolus )
unilateral
bilateral



Examples of Unilateral and Bilateral Cleft Lip




Normal roof of mouth One-sided cleft lip Two-sided cleft lip
 Examples of cleft palate





Cleft of back of soft palate Complete cleft of soft palate Cleft of soft and hard palates Complete cleft of lip and palate



PATOFISIOLIGI

Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis, kita harus tahu perkembangan embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah, khususnya disekitar bibir dan langit-langit.




 


Perkembangan wajah
Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5mm, terbentuk 5 buah primordia sekeliling mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8 muka telah terbentuk lengkap.
Lima buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :
a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus ini merupakan batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam minggu ke-5 dan 6 pada prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda berbentuk tapak kuda terbuka kearah stomadeum. Kedua plakoda ini dinamakan prosessus nasomedialis dan lateralis yang kemudian akan membentuk bagian-bagian hidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior palatum, sebelah depan foramen incisivus.
b) Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral stomadeum.
c) Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah stomadeum. Keduanya berfusi digaris tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya berkembang menjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi geligi.
Teori perkembangan bibir atas adalah seperti berikut :
Teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dan garis tengah, dibawah prosessus nasolateralis  menuju dan mendekati prosessus nasomedialis yang tumbuh lebih cepat kebawah. Prosessus nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat bertemu, penonjolan yang mirip jari-jari tangan akan berfusi masing-masing lapisan epitelnya yang kemudian akan pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas yang normal. Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu ke-7. Berdasarkan teori klasik ini, Arey (1947) mengemukakan suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secara skematis oleh Patten :
a. Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus
b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel
c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.
Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah seperti berikut :
a. Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan maksilaris
b. Palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina.
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi labio atau palatoschisis belum diketahui dengan pasti. Diduga bahwa faktor genetika (herediter) dan faktor lingkungan (eksogen) berperan dalam terjadinya cacat ini.Umumnya terdapat beberapa faktor (multifaktor) yang bertanggungjawab terhadap terjadinya labio atau palatoschisis dimana faktor herediter merupakan faktor yang terpenting :
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor genetika : labio atau palatoschisis dapat diturunkan secara hereditas. Diduga faktor hereditas ini bersifat resesif dan non sex linked. Tetapi kadang-kadang terlihat pula bersifat dominan karena dasar genetikanya bukan hanya gen tunggal tetapi bersifat poligenik.
Kenyataan yang bisa dilihat diklinik adalah :
a. Kejadian labioschisis disertai palatoschisis lebih sering dijumpai pada keluarga yang mempunyai anggota dengan kelainan ini.
b. Dalam keluarga yang normal yang mempunyai satu anak cacat, kemungkinan untuk terjadi labio atau palatoschisis pada anak berikutnya adalah sampai 15 %.
c. Bila salah satu orang tua mempunyai cacat ini maka kemungkinan terjadinya anak yang bercacat meningkat.
2. Faktor lingkungan :
a. Obat-obatan : yang jelas pada manusia adalah aminopterin dan thalidomide
b. Usia ibu : pada ibu hamil yang berusia tinggi terdapat resiko yang lebih besar untuk melairkan anak yang cacat.
c. Diabetes mellitus : ibu dengan diabetes 3 kali lebih sering melahirkan anak dengan labio atau palatoschisis.
d. Faktor-faktor lain : infeksi rubella, penyinaran/ radiasi, defisiensi vitamin, overdosis vitamin A dan trauma.
3. Faktor Hormonal
Hormon sex
Testosteron, progesterone dan diethylstilbestrol menembus “barrier” placenta sehingga mempengaruhi “eminence” (tonjolan) genital embryo yang pada awal kehidupan embryo yang genetic perempuan dan sebaliknya menghasilkan feminisasi embryo yang genetic laki – laki.
Hormon thyroid
Pada percobaan binatang, bila sebelum kehamilan dilakukan thyroidectomi maka terjadilah anomaly pada keturunannya.
Steroid
Bila binatang percobaan yang hamil disuntik dengan cortisone dosis tinggi, maka akan memberikan keturunan dengan sumbing langitan.
Hormon adrenal
Wanita yang menjalani operasi adrenalectomi, anak keturunannya sering mendapat kelainan pada susunan syaraf pusat.

EFEK TERHADAP FUNGSI
Masalah Pemberian nutrisi
Masalah yang segera terjadi setelah kelahiran adalah masalah pemberian makanan/nutrisi. Bibir yang sumbing membuat bayi lebih susah untuk menghisap putingsusu ibu. Celga hidungah pada palatum dapat juga menyebabkan susu yang diminum terhisap ke rongga hidung. Tetapi pada beberapa bentuk puting atau dengan penggunaan puting buatan, bayi dengan sumbing tetap apat memperoleh nutrisi yang adekuat sampai operasi dilakukan. Sealin itu, pada beberapa kasus bayi dapat juga menggunakan palatum buatan yang disebut obturator untuk membantu meraka makan denagan normal.

 Masalah Sosial
Untuk beberapa orang tua masalah yang terjadi adalah dalam menerima keadaan bahwa anak mereka berbeda. Banyak orang tua merasa bersalah yang tidak beralasan, rasa khawatir bahwa anaknya akan diperlakukan berbeda karena fisik atau kesulitan berbicarannya.

Masalah Pendengaran
Banyak anak-anak dengan celah lebih terkena otitis media karena tuba eustachia tidak dapat mendrainase cairan secara optimal dari telinga tengah ke kerongkonan. Akumulasi cairan , peningkatan tekanan di telinga, dan infeksi dapat terjadi sehingga bayi dapat terkena demam dan sakit telinga. Apabila tidak ditanganani segera, perkembangan berbicara dapat pula terjadi dan kehilangan pendengarannya dapat menetap. Untuk itu anak-anak dengan sumbing dimasukan tuba myringotomy pada operasi rekonstruksi yang pertama.

Masalah Dalam Berbicara
Anak-anak dengan celah bibir biasanya terdengar normal atau mendekati normal dalam berbicara. Sedangkan beberapa anak dengan celah paltum membutuhkan waktu yang lebih lama dari anak normal untuk belajar berbicara. Biasanya mereka mengalami kesulituan dalam mengucapkan suara-suara konsonan. Bagaimanapun setelah sumbing tersebut diperbaiki, sebagian besar anak tersebut dapat mengejar ketinggalan mereka dan pada akhirnya dapat berbicara dengan normal, walaupun terkadang membutuhkan terapi bicara dan operasi tambahan.

7.5 Masalah Gigi
Selain kavitas dentalis yang lebih besar dari normal, dapat juga terjadi kehilangan, penambahan, malformasi atau gigi yang salah tempat.

PERAWATAN BAYI DENGAN LABIOPALATOSCHISIS
Bayi yang menderita labioschisis mengalami kesulitan pada waktu menyusui. Keadaan ini bisa ditolong dengan memakai puting buatan. Jika terdapat  palatoschisis bayi perlu diberi minum dengan menggunakan dot. Pemberian susu dianjurkan dalam posisi tegak 15º dan ukuran dot yang agak besar.
Pertolongan pertama
- Penerangan yang sejelas – jelasnya kepada orang tua mengenai penyebabnya, akibat yang ditimbulkan, pencegahannya, dan usaha perbaikan yang dapat dikerjakan.
- Catatan : Penyebab sulit ditentukan, factor keturunan sebagian besar tidak jelas.
- Teori terakhir : akibat terganggunya pembentukan mesoderm ditempat tersebut, yang terjadi pada 10 minggu pertama kehamilan, bila sudah anak ke-2 kemungkinan besar karena insiden ini meningkat 5 % atau 15 % bila salah satu orang tua juaga sumbing.
- Anjuran menabung karena operasi berulang.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis labiopalatoskisis berasal dari:

1. Anamnesis
o Cacat bawaan/kongenital berupa sumbing bibir dan atau langit-langit
o Dapat disertai kelainan kongenital lain.
o Kesulitan menyusui/feeding
o Bila minum/makan keluar dari hidung
o Bicara sengau

2. Pemeriksaan fisik
o Terdapat celah di bibir dan atau   gnatum   alveolar   dan atau palatum
o Celah dapat komplit atau inkomplit
o Celah dapat unilateral atau bilateral
o Dicari adanya kelainan kongenital lainnya
o Asimetri lubang hidung atau nostril
o Untuk operasi pertama (labioplasti) pada bayi berat badan harus 5kg

TERAPI ATAU TINDAKAN
Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasus dengan usia yang manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia yang dini, umumnya sekitar usia 3 bulan dengan memperhatikan  “ Rumus Sepuluh ”. Rumus Sepuluh atau Rule of Ten adalah :
1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5 kg)
2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu
3. Kadar Hb > 10 gr%
4. Jumlah leukosit < 10.000/mm3
Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta fungsi bibir yang mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu
1. Memperbaiki cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.
2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.
3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella
4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas
5. Membentuk vermillon.
Selain itu  tujuan umum operasi adalah untuk mencapai
1. Penampilan yang normal
2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.
3. Pertumbuhan gigi yang baik
4. Perbicaraan yang normal
5. Pendengaran yang normal.

TEKNIK OPERASI
Berbagai teknik penutupan labio atau palatoschisis telah dikembangkan dalam beberapa puluh tahun yang terakhir ini. Kebanyakan ahli bedah plastik memilih teknik Millard atau modifikasinya.
Beberapa teknik operasi yang dipakai untuk labio atau palatoschisis yang unilateral adalah :
1. Operasi Millard.
2. Operasi Onizuka ( modifikasi dari millard)
3. Operasi Le Mesurier
4. Operasi Mirauld Brown
5. Operasi Tennison-Randal







 LABIOPALATOSCHISIS

Bibir sumbing (labioschizis) biasanya timbul scbagai cacat bawaan sejak lahir. Kelainan ini terjadi akibat gangguan dalam proses penyatuan bibir atas pada masa embrio awal.
Bibir sumbing yang ringan hanya tampak sebagai celah kecil di atas bibir atas dan tak terlihat jelas. Sumbing yang berat dapat terjadi di kedua sisi bibir atas dan membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit (labiopalatoschizis).
Keadaan ini jelas mengganggu proses menghisap dan menolan serta gangguan berbicara. juga memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Karena itu, bibir sumbing berat perlu dioperasi umuk mengoreksi kelainan.
Di Indonesia, jumlah tcrtinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu enam sampai sembilan orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibanding kasus di internasional yang hanya satu sampai dua orang per 1.000 penduduk.
Operasi bibir sumbing idealnya dilaksanakan pada saat anak berusia 3 bulan dimana berat badannya minimal 5 kilogram dan kadar hemoglobin darah lebih besar dari 10 gram %. Sedang bagi penderita sumbing langit-langit dilaksanakan pada saat anak berusia 1,5-2 tahun untuk mendapatkan hasil bicara maksimal.
Tingginya angka kejadian dan komplikasi yang terjadi bila bibir sumbing terlambat ditindak lanjuti merupakan masalah yang serius. Oleh sebab itu, pada referat ini akan dibahas bagaimana menegakkan diagnosis secara dini agar komplikasi dapat dicegah.
Labiopalatoschisis adalah suatu kelainan kongenital yang sering dijumpai di Indonesia. Secara umum dapat dikatakan bahwa insidensi terjadi labio atau palatoschisis adalah 1 dari 1000 kelahiran hidup. Untuk Indonesia belum diperoleh angka insidensi. Kejadian labiopalatoschisis pada laki-laki adalah 2x lebih sering dari perempuan, manakala kejadian palatoschisis saja lebih sering pada wanita.
Kejadian labiopalatoschisis menempati urutan kesembilan dari 10 anomali kongenital yang paling sering yaitu deformitas kaki, hidrokel, hipospadia, mongolismus, kriptorkismus, penyakit jantung bawaan, polidaktili, hemangioma, labiopalatoschisis, hidrosefalus.


A cleft lip is a separation of the upper lip that can extend into the nose.

KLASIFIKASI

Bibir Sumbing merupakan kelainan formasi bibir selama proses pertumbuhan janin, seperti halnya celah langit-langit mulut. Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, rnulai dari ringan sampai parah (celah bisa mencapai hidung).
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

Unilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan mcmanjang hingga ke hidung.

Bilateral Complete
Apabila celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir   dan   memanjang   hingga   ke   hidung.



Celah langit-langit mulut
Celah ini muncul akibat proses penutupan langit-langit mulut yang tidak sempurna. Proses ini terjadi saat janin masih dalam kandungan ibu dan hingga pada saat dilahirkan, celah mulut ini menimbulkan ruang terbuka hingga saluran pemafasan hidung, bahkan mencapai kerongkongan.

Bibir sumbing dan celah langit-langit mulut
Bibir sumbing dan celah langit-langit mulut bisa terjadi bersamaan ataupun   terpisah. Tingkat keseriusan celah ini mempengaruhi proses pemberian makanan pada pasien.




Ilustrasi dan legendanya untuk "sumbing bibir dan langitan"
A. labiognathopalatoschizis unilateral
B. labiognathopalatoschizis bilateral
D. tampak dalam langitan dari A
E. tampak dalam langitan dari B
Bandingkan dengan anatomi normal C dan F. Semua anatomi yang tak normal ini harus dibetulkan. Pada schizisla tan bilateral, sering premaxilla sangat mencuat ke depan pertumbuhannya, karena tak di "rem" oleh m. orbicularis yang tak menyambung.

Klasifikasi labio atau palatoschisis berguna untuk menuliskan diagnosa serta mendeskripsikan kejadian anatomis yang terdapat pada setiap kasus :
1. Klasifikasi Fogh Anderson
- Kelompok I : labioschisis ( unilateral dan bilateral 0, derajat ringan (inkomplit ) sampai berat ( komplit ) sampai sejauh foramen incisivus.
- Kelompok II : labio atau palatoschisis ( unilateral atau bilateral )
- Kelompok III : Palatoschisis keras maupun lunak, dibelakang foramen incisivus
- Kelompok IV : Celah pada wajah ( facial cleft ).

2. Terdapat juga klasifikasi menurut anatomis
- Pre-alveolar cleft ( labioschisis )
Unilateral ( kanan atau kiri )
Bilateral
adanya notching pada alveolus
- Post-alveolar cleft
Parsial ( palatum molle saja )
Komplit ( keduanya )
Submucous cleft
- Alveolar ataupun cleft yang komplit ( bibir, langit-langit dan alveolus )
unilateral
bilateral



Examples of Unilateral and Bilateral Cleft Lip




Normal roof of mouth One-sided cleft lip Two-sided cleft lip
 Examples of cleft palate





Cleft of back of soft palate Complete cleft of soft palate Cleft of soft and hard palates Complete cleft of lip and palate



PATOFISIOLIGI

Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis, kita harus tahu perkembangan embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah, khususnya disekitar bibir dan langit-langit.







Perkembangan wajah
Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5mm, terbentuk 5 buah primordia sekeliling mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8 muka telah terbentuk lengkap.
Lima buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :
a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus ini merupakan batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam minggu ke-5 dan 6 pada prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda berbentuk tapak kuda terbuka kearah stomadeum. Kedua plakoda ini dinamakan prosessus nasomedialis dan lateralis yang kemudian akan membentuk bagian-bagian hidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior palatum, sebelah depan foramen incisivus.
b) Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral stomadeum.
c) Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah stomadeum. Keduanya berfusi digaris tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya berkembang menjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi geligi.
Teori perkembangan bibir atas adalah seperti berikut :
Teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dan garis tengah, dibawah prosessus nasolateralis  menuju dan mendekati prosessus nasomedialis yang tumbuh lebih cepat kebawah. Prosessus nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat bertemu, penonjolan yang mirip jari-jari tangan akan berfusi masing-masing lapisan epitelnya yang kemudian akan pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas yang normal. Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu ke-7. Berdasarkan teori klasik ini, Arey (1947) mengemukakan suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secara skematis oleh Patten :
a. Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus
b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel
c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.
Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah seperti berikut :
a. Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan maksilaris
b. Palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina.
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi labio atau palatoschisis belum diketahui dengan pasti. Diduga bahwa faktor genetika (herediter) dan faktor lingkungan (eksogen) berperan dalam terjadinya cacat ini.Umumnya terdapat beberapa faktor (multifaktor) yang bertanggungjawab terhadap terjadinya labio atau palatoschisis dimana faktor herediter merupakan faktor yang terpenting :
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor genetika : labio atau palatoschisis dapat diturunkan secara hereditas. Diduga faktor hereditas ini bersifat resesif dan non sex linked. Tetapi kadang-kadang terlihat pula bersifat dominan karena dasar genetikanya bukan hanya gen tunggal tetapi bersifat poligenik.
Kenyataan yang bisa dilihat diklinik adalah :
a. Kejadian labioschisis disertai palatoschisis lebih sering dijumpai pada keluarga yang mempunyai anggota dengan kelainan ini.
b. Dalam keluarga yang normal yang mempunyai satu anak cacat, kemungkinan untuk terjadi labio atau palatoschisis pada anak berikutnya adalah sampai 15 %.
c. Bila salah satu orang tua mempunyai cacat ini maka kemungkinan terjadinya anak yang bercacat meningkat.
2. Faktor lingkungan :
a. Obat-obatan : yang jelas pada manusia adalah aminopterin dan thalidomide
b. Usia ibu : pada ibu hamil yang berusia tinggi terdapat resiko yang lebih besar untuk melairkan anak yang cacat.
c. Diabetes mellitus : ibu dengan diabetes 3 kali lebih sering melahirkan anak dengan labio atau palatoschisis.
d. Faktor-faktor lain : infeksi rubella, penyinaran/ radiasi, defisiensi vitamin, overdosis vitamin A dan trauma.
3. Faktor Hormonal
Hormon sex
Testosteron, progesterone dan diethylstilbestrol menembus “barrier” placenta sehingga mempengaruhi “eminence” (tonjolan) genital embryo yang pada awal kehidupan embryo yang genetic perempuan dan sebaliknya menghasilkan feminisasi embryo yang genetic laki – laki.
Hormon thyroid
Pada percobaan binatang, bila sebelum kehamilan dilakukan thyroidectomi maka terjadilah anomaly pada keturunannya.
Steroid
Bila binatang percobaan yang hamil disuntik dengan cortisone dosis tinggi, maka akan memberikan keturunan dengan sumbing langitan.
Hormon adrenal
Wanita yang menjalani operasi adrenalectomi, anak keturunannya sering mendapat kelainan pada susunan syaraf pusat.

EFEK TERHADAP FUNGSI
Masalah Pemberian nutrisi
Masalah yang segera terjadi setelah kelahiran adalah masalah pemberian makanan/nutrisi. Bibir yang sumbing membuat bayi lebih susah untuk menghisap putingsusu ibu. Celga hidungah pada palatum dapat juga menyebabkan susu yang diminum terhisap ke rongga hidung. Tetapi pada beberapa bentuk puting atau dengan penggunaan puting buatan, bayi dengan sumbing tetap apat memperoleh nutrisi yang adekuat sampai operasi dilakukan. Sealin itu, pada beberapa kasus bayi dapat juga menggunakan palatum buatan yang disebut obturator untuk membantu meraka makan denagan normal.

 Masalah Sosial
Untuk beberapa orang tua masalah yang terjadi adalah dalam menerima keadaan bahwa anak mereka berbeda. Banyak orang tua merasa bersalah yang tidak beralasan, rasa khawatir bahwa anaknya akan diperlakukan berbeda karena fisik atau kesulitan berbicarannya.

Masalah Pendengaran
Banyak anak-anak dengan celah lebih terkena otitis media karena tuba eustachia tidak dapat mendrainase cairan secara optimal dari telinga tengah ke kerongkonan. Akumulasi cairan , peningkatan tekanan di telinga, dan infeksi dapat terjadi sehingga bayi dapat terkena demam dan sakit telinga. Apabila tidak ditanganani segera, perkembangan berbicara dapat pula terjadi dan kehilangan pendengarannya dapat menetap. Untuk itu anak-anak dengan sumbing dimasukan tuba myringotomy pada operasi rekonstruksi yang pertama.

Masalah Dalam Berbicara
Anak-anak dengan celah bibir biasanya terdengar normal atau mendekati normal dalam berbicara. Sedangkan beberapa anak dengan celah paltum membutuhkan waktu yang lebih lama dari anak normal untuk belajar berbicara. Biasanya mereka mengalami kesulituan dalam mengucapkan suara-suara konsonan. Bagaimanapun setelah sumbing tersebut diperbaiki, sebagian besar anak tersebut dapat mengejar ketinggalan mereka dan pada akhirnya dapat berbicara dengan normal, walaupun terkadang membutuhkan terapi bicara dan operasi tambahan.

7.5 Masalah Gigi
Selain kavitas dentalis yang lebih besar dari normal, dapat juga terjadi kehilangan, penambahan, malformasi atau gigi yang salah tempat.

PERAWATAN BAYI DENGAN LABIOPALATOSCHISIS
Bayi yang menderita labioschisis mengalami kesulitan pada waktu menyusui. Keadaan ini bisa ditolong dengan memakai puting buatan. Jika terdapat  palatoschisis bayi perlu diberi minum dengan menggunakan dot. Pemberian susu dianjurkan dalam posisi tegak 15º dan ukuran dot yang agak besar.
Pertolongan pertama
- Penerangan yang sejelas – jelasnya kepada orang tua mengenai penyebabnya, akibat yang ditimbulkan, pencegahannya, dan usaha perbaikan yang dapat dikerjakan.
- Catatan : Penyebab sulit ditentukan, factor keturunan sebagian besar tidak jelas.
- Teori terakhir : akibat terganggunya pembentukan mesoderm ditempat tersebut, yang terjadi pada 10 minggu pertama kehamilan, bila sudah anak ke-2 kemungkinan besar karena insiden ini meningkat 5 % atau 15 % bila salah satu orang tua juaga sumbing.
- Anjuran menabung karena operasi berulang.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis labiopalatoskisis berasal dari:

1. Anamnesis
o Cacat bawaan/kongenital berupa sumbing bibir dan atau langit-langit
o Dapat disertai kelainan kongenital lain.
o Kesulitan menyusui/feeding
o Bila minum/makan keluar dari hidung
o Bicara sengau

2. Pemeriksaan fisik
o Terdapat celah di bibir dan atau   gnatum   alveolar   dan atau palatum
o Celah dapat komplit atau inkomplit
o Celah dapat unilateral atau bilateral
o Dicari adanya kelainan kongenital lainnya
o Asimetri lubang hidung atau nostril
o Untuk operasi pertama (labioplasti) pada bayi berat badan harus 5kg

TERAPI ATAU TINDAKAN
Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasus dengan usia yang manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia yang dini, umumnya sekitar usia 3 bulan dengan memperhatikan  “ Rumus Sepuluh ”. Rumus Sepuluh atau Rule of Ten adalah :
1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5 kg)
2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu
3. Kadar Hb > 10 gr%
4. Jumlah leukosit < 10.000/mm3
Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta fungsi bibir yang mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu
1. Memperbaiki cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.
2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.
3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella
4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas
5. Membentuk vermillon.
Selain itu  tujuan umum operasi adalah untuk mencapai
1. Penampilan yang normal
2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.
3. Pertumbuhan gigi yang baik
4. Perbicaraan yang normal
5. Pendengaran yang normal.

TEKNIK OPERASI
Berbagai teknik penutupan labio atau palatoschisis telah dikembangkan dalam beberapa puluh tahun yang terakhir ini. Kebanyakan ahli bedah plastik memilih teknik Millard atau modifikasinya.
Beberapa teknik operasi yang dipakai untuk labio atau palatoschisis yang unilateral adalah :
1. Operasi Millard.
2. Operasi Onizuka ( modifikasi dari millard)
3. Operasi Le Mesurier
4. Operasi Mirauld Brown
5. Operasi Tennison-Randal













PERENCANAAN OPERASI
Usia Rencana Tindakan
0 bulan Lahir dengan cacat bawaan, pengawasan oleh dokter anak
3 bulan Operasi I : -     unilateral
- bilateral
Syarat rule of ten : usia > 10 minggu, BB > 10 pon
(5 kg), Hb > 10mg/dL, Leukosit < 10.000 /mm3.
Bila mungkin rhinoplasty ( extended operation )    
 nostril retainer
Selama 3 – 6 bulan
6 bulan Operasi Ia : labioplasty bilateral / alternatif untuk yang berat
1 – 1,5 tahun Operasi II : palatoplasty (pushback /V-Y)
Satu bulan setelah operasi ini program speech therapy oleh ahli terapi wicara
2 tahun Bila ada fistula oro-nasal  Operasi III tutup fistula
3 – 4 tahun Operasi IV : bila perlu lakukan secondary repair labioplasty pertama sebelum TK
4 tahun Program keperawatan letak gigi geligi / oklusi oleh drg.orthodonsi
8 – 10 tahun Operasi V : Bila masih ada celah gusi, lakukan bone graft. Donor bone chips dari tulang panggul, approach dalam
14 – 16 tahun / dewasa Operasi VI : bila perlu dilakukan
1. Secondary repair labioplasty ketiga
2. Rhinoplasty  nostril retainer
3. Repushback palatoplasty

Operasi palatoplasty pada usia yang lebih tua menyebakan pusat bicara sudah terbiasa dengan lafal – lafal sengau atau salah, dan tebiasa dengan menggunakan otot-otot palatum molle secara tidak benar. Palatoplasty dikerjakan rentang usia 18 bulan hingga 2,5 tahun, dimana anak belum berbicara penuh. Pada saaat ini dilakukan teknik flap mukoperiosteal palatum dan septum nasi. Pada inkomplit palatum molle schizis usahakan mau memperpanjang ke arah depan dan belakang dengan V – Y plasty.
Orang tua harus melatih berbicara pada anak secara benar (informal) bila lafal – lafal sengau masih ada artinya maih ada kebocoran suara ke hidung, bila tidak bisa juga lakukan pharingoplasty sebelum anak sekolah (formal). Dalam hal ini dilakukan flap retropharingeal untuk menyempitkan hubungan oronasal (6 tahun).



Sebelum anak sekolah, dilakukan photo panoramix dengan tujuan :
Untuk melihat defek tulang maxilla  bila perlu bone graft dari iliac bone (tulang spongiosa)
Saat gigi caninus permanen siap tumbuh terlihat dari sepertiga akar gigi susu yang sudah diresorpsi kira – kira pada umur 8,5 tahun.
Psikolog diperlukan bila ada keluhan – keluhan pertumbuhan kepribadian.
Pengelolaan selesai bila pertumbuhan berhenti, tidak ada keluhan atau bila tidak mampu lagi memperbaikinya sehingga ada hipoplasia maxilla (ke arah depan belakang). Bila keluhan ini sangat menojol lakukan operasi osteotomy Le fort I untuk memajukan maxilla.

PERAWATAN PASCA BEDAH
Perawatan pasca bedah berperan sangat besar dalam memberikan penampilan akhir bibir yang telah mengalami reperasi. jaringan parut yang halus akan diperoleh bila selama  perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik. Perawatan terdiri dari :
- Pemasangan pembidaian pada kedua siku tangan untuk mencegah tangan bayi memegang bibir
- Bibir dirawat secara terbuka mulai hari pertama pasca bedah.
- Luka operasi dibersihkan dari sisa-sisa bekuan darah dan kotoran dengan larutan H2O2 setiap hari.
- setelah dibersihkan, luka operasi dibubuhi salep antibiotik.
- Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ketujuh.


KOMPLIKASI PASCABEDAH
Beberapa komplikasi yang terjadi antara lain:
1. Sumbatan jalan nafas
Terjadi akibat tertutup gumpalan darah atau lendir. Hal ini dapat diatasi dengan penyedotan.
2. Perdarahan
3. Terbukanya jahitan
Dapat disebabkan akibat tegangnya jaringan yang dijahit, dapat juga akibat anak menangis, bicara keras atau makan makanan padat. Dapat diberikan sedatif untuk menenangkan anak. Ketegangan jaringan dapat dikurangi dengan pemotongan hamulus. Terbukanya luka dapat disebabkan oleh penyakit sistemik atau penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
4. Fistula
Fistula dapat terjadi karena jaringan epitel yang seharusnya dieksisi masih tertinggal. Fistula dapat menutup secara spontan, bila tidak dapat diolesi secara teratur dengan larutan nitras argenti sebagai kauterisasi.
5. Bicara tidak sempurna
Terjadi bila palatoplasti dilakukan setelah anak dapat bicara atau bila hasil operasi tidak memenuhi jarak anterior posterior yang cukup untuk menghasilkan suara yang normal.



DAFTAR PUSTAKA

- Brunicardi, F. Charles, et al. Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY, 8TH EDITION. Mc Graw-Hill’s Companies. USA : 2005.
- De Jong, Wim. Samsuhidajat, R. Buku Ajar ILMU BEDAH, edisi revisi. EGC. Jakarta : 1997.
- Mansjoer. Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000.
- Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara, 1995
- Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran LANGMAN, edisi ke-7. Penerbit EGC. Jakarta : 2000.
- Soegondo. Diwyo, LABIOPALATOSCHIZIS / Sumbing Bibir Langitan
- www.plasticsurgery.org/public_education/procedures/
- www.bupa.co.id
- www.pedisurg.com






PERENCANAAN OPERASI
Usia Rencana Tindakan
0 bulan Lahir dengan cacat bawaan, pengawasan oleh dokter anak
3 bulan Operasi I : -     unilateral
- bilateral
Syarat rule of ten : usia > 10 minggu, BB > 10 pon
(5 kg), Hb > 10mg/dL, Leukosit < 10.000 /mm3.
Bila mungkin rhinoplasty ( extended operation )    
 nostril retainer
Selama 3 – 6 bulan
6 bulan Operasi Ia : labioplasty bilateral / alternatif untuk yang berat
1 – 1,5 tahun Operasi II : palatoplasty (pushback /V-Y)
Satu bulan setelah operasi ini program speech therapy oleh ahli terapi wicara
2 tahun Bila ada fistula oro-nasal  Operasi III tutup fistula
3 – 4 tahun Operasi IV : bila perlu lakukan secondary repair labioplasty pertama sebelum TK
4 tahun Program keperawatan letak gigi geligi / oklusi oleh drg.orthodonsi
8 – 10 tahun Operasi V : Bila masih ada celah gusi, lakukan bone graft. Donor bone chips dari tulang panggul, approach dalam
14 – 16 tahun / dewasa Operasi VI : bila perlu dilakukan
1. Secondary repair labioplasty ketiga
2. Rhinoplasty  nostril retainer
3. Repushback palatoplasty

Operasi palatoplasty pada usia yang lebih tua menyebakan pusat bicara sudah terbiasa dengan lafal – lafal sengau atau salah, dan tebiasa dengan menggunakan otot-otot palatum molle secara tidak benar. Palatoplasty dikerjakan rentang usia 18 bulan hingga 2,5 tahun, dimana anak belum berbicara penuh. Pada saaat ini dilakukan teknik flap mukoperiosteal palatum dan septum nasi. Pada inkomplit palatum molle schizis usahakan mau memperpanjang ke arah depan dan belakang dengan V – Y plasty.
Orang tua harus melatih berbicara pada anak secara benar (informal) bila lafal – lafal sengau masih ada artinya maih ada kebocoran suara ke hidung, bila tidak bisa juga lakukan pharingoplasty sebelum anak sekolah (formal). Dalam hal ini dilakukan flap retropharingeal untuk menyempitkan hubungan oronasal (6 tahun).



Sebelum anak sekolah, dilakukan photo panoramix dengan tujuan :
Untuk melihat defek tulang maxilla  bila perlu bone graft dari iliac bone (tulang spongiosa)
Saat gigi caninus permanen siap tumbuh terlihat dari sepertiga akar gigi susu yang sudah diresorpsi kira – kira pada umur 8,5 tahun.
Psikolog diperlukan bila ada keluhan – keluhan pertumbuhan kepribadian.
Pengelolaan selesai bila pertumbuhan berhenti, tidak ada keluhan atau bila tidak mampu lagi memperbaikinya sehingga ada hipoplasia maxilla (ke arah depan belakang). Bila keluhan ini sangat menojol lakukan operasi osteotomy Le fort I untuk memajukan maxilla.

PERAWATAN PASCA BEDAH
Perawatan pasca bedah berperan sangat besar dalam memberikan penampilan akhir bibir yang telah mengalami reperasi. jaringan parut yang halus akan diperoleh bila selama  perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik. Perawatan terdiri dari :
- Pemasangan pembidaian pada kedua siku tangan untuk mencegah tangan bayi memegang bibir
- Bibir dirawat secara terbuka mulai hari pertama pasca bedah.
- Luka operasi dibersihkan dari sisa-sisa bekuan darah dan kotoran dengan larutan H2O2 setiap hari.
- setelah dibersihkan, luka operasi dibubuhi salep antibiotik.
- Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ketujuh.


KOMPLIKASI PASCABEDAH
Beberapa komplikasi yang terjadi antara lain:
1. Sumbatan jalan nafas
Terjadi akibat tertutup gumpalan darah atau lendir. Hal ini dapat diatasi dengan penyedotan.
2. Perdarahan
3. Terbukanya jahitan
Dapat disebabkan akibat tegangnya jaringan yang dijahit, dapat juga akibat anak menangis, bicara keras atau makan makanan padat. Dapat diberikan sedatif untuk menenangkan anak. Ketegangan jaringan dapat dikurangi dengan pemotongan hamulus. Terbukanya luka dapat disebabkan oleh penyakit sistemik atau penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
4. Fistula
Fistula dapat terjadi karena jaringan epitel yang seharusnya dieksisi masih tertinggal. Fistula dapat menutup secara spontan, bila tidak dapat diolesi secara teratur dengan larutan nitras argenti sebagai kauterisasi.
5. Bicara tidak sempurna
Terjadi bila palatoplasti dilakukan setelah anak dapat bicara atau bila hasil operasi tidak memenuhi jarak anterior posterior yang cukup untuk menghasilkan suara yang normal.



DAFTAR PUSTAKA

- Brunicardi, F. Charles, et al. Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY, 8TH EDITION. Mc Graw-Hill’s Companies. USA : 2005.
- De Jong, Wim. Samsuhidajat, R. Buku Ajar ILMU BEDAH, edisi revisi. EGC. Jakarta : 1997.
- Mansjoer. Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000.
- Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara, 1995
- Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran LANGMAN, edisi ke-7. Penerbit EGC. Jakarta : 2000.
- Soegondo. Diwyo, LABIOPALATOSCHIZIS / Sumbing Bibir Langitan
- www.plasticsurgery.org/public_education/procedures/
- www.bupa.co.id
- www.pedisurg.com

1 comment:

  1. Dokter ijin share ya,, karena saya juga seorang penyandang cleft mungkin info ini bisa membantu bagi teman-teman yang lain..terima kasih

    ReplyDelete