"A Man can't make a mistake can't make anything"

Monday, 2 July 2012

ATRESIA ANI DIAGNOSA DAN PENANGANANNYA


ATRESIA ANI

Etiologi
Kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak memadai.
Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum  dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistula antara saluran kemih dan saluran genital.

Atresia ani (imperforate anus)
Penatalaksanaan atresia ani dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap otot panggul. Untuk itu dibuat pembagian sebagai berikut:
  Atresia ani letak rendah (translevator)
Rektum menembus m. Levator anus sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Dapat berupa stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran  anus tipis yang dapat dibuka segera setelah anak lahir. Agenesis anus yang disertai fistula perineum juga dapat ditangani segera setelah anak lahir.
  Atresia ani letak tinggi  (supralevator)
Rektum tidak mencapai m. Levator anus, dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. Biasanya disertai dengan fistula kesaluran kencing atau genital.

Untuk menentukan golongan malformasi anorektal digunakan cara invertogram. Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap marka anus dikulit peritonium. Pada teknik bayi diletakkan terbalik (kepala dibawah) atau tidur terlungkup (prone), dengan sinar horizontal diarahkan ke trohanter mayor. Dinilai ujung udara yang ada didistal rektum ke marka anus.
Klasifikasi (Wingspread 1981)
Penggolongan anatomis malformasi anorektal:



Laki – laki
Golongan I: Tindakan:
1. Fistel urine Kolostomi neonatus pada usia
2. Atresia rekti 4 – 6 bulan
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit
pada invertogram

Golongan II: Tindakan:
1. Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa
2. Membran anal kolonostomi
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit
pada invertogram



Perempuan
Golongan I: Tindakan:
1. Kloaka   Kolostomi neonatus pada usia
2. Fistel vagina 4 – 6 bulan
3. Fistel vestibulo ano
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit
pada invertogram



Golongan II: Tindakan:
1. Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa
2. Stenosis ani kolonostomi
3. Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit
pada invertogram







Gambaran kelainan anorektum
A. Membran anal, 1. udara direktum 2. tulang belakang sakrum
B. Atresia ani letak rendah (mungkin dengan fistel keperineum anterior)
C. Atresia ani letak tinggi (mungkin sekali dengan fistula ke uretra atau buli – buli)
D. Atresia rectum. 1. udara direktum 2. tulang belakang sakrum 3. atresia rectum 4. anus








Gambar atresia ani letak tinggi
A. Fistula rektovesikal, 1. udara didalam rektum 2. tulang belakang 3. kandung kemih 4. simpisis 5. uretra 6. fistula rektovesikal
B. Fistula rektouretra

Pemeriksaan klinis
A. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari kelainan yang lain 50 – 60 % penderita ini mempunyai kelainan kongenital ditempat lain.
Yang paling sering ditemukan:
Pada traktus genitourinarius 28%
Kelainan jantung 74%
Traktus gastrointestinal, misal atresia esofagus9%, atresia duodenum 7%
Kelainan tulang

B. Pemeriksaan anorektal
a. Wanita
      Umumnya 80 – 90 % wanita ditemukan fistula kevestibulum atau vagina.
Golongan I
1. Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
2. Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina, evakuasi feses tidak lancar. Sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.
3. Fistel vestibulum
Muara fistel divulva bawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolonostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
4. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 – 2 cm, sehingga tidak ada evakuasi feses sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II
1. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marka anus yang rapat ada diposteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
2. Stenosis ani
Lubang anus terletak dilokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sebaiknya cepat dilakukan operasi definitif.
3. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.



b. Laki – laki
Perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
- Perineum : bentuk dan adanya fistel
- Urine        : dicari ada tidaknya butir – butir mekonium diurin
Golongan I
1. Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethra eksternum. Fistula dapat terjadi keuretra maupun vesika urinaria.
Cara praktis untuk membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak diuretra yang terhalang kateter. Bila kateter urine mengandung mekonium, berarti fistel kevesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar dan penderita memerlukan kolostomi segara.
2. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 – 2 cm, sehingga tidak ada evakuasi feses sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
3. Perineum datar
Menunjukkan bahwa otot yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
4. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II
1. Fistel perineum
Sama dengan wanita
2. Membran anal
Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan mekonium dibawah kulit. Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani
Lubang anus terletak dilokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sebaiknya cepat dilakukan operasi definitif.
4. Bucket handle
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Pada 10 – 20% penderita fistula harus dilakukan pemeriksaan radiologis invertogram.




Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan tindakan bedah yang disebutkan diseksi postero sagital atau plastik anorektal posterosagital. Kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi (kolostomi dikolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi disigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda (Double barrel).

Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti)
Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan diperineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai batas anterior marka anus.
3. Tetap bekerja digaris tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus memperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain.

Prognosis
1. Dengan menggunakan kalsifikasi diatas dapat dievaluasi fungsi klinis:
a. Kontrol feses dan kebiasaan buang air besar
b. Sensibilitas rektum
c. Kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensia tidak hanya tergantung pada kekuatan sfingter atau sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.






DAFTAR PUSTAKA

  Sjamsuhidayat R (2000), Anorektum, Buku Ajar Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta, hal 901 – 908.

Moritz M.Z (2003), Operative Pediatric Surgery, Mc. Grow Hill Professional, United State.

Lawrence W (2003), Anorectal Anomalies, Current Diagnosis & Treatment, edisi 11, Mc. Graw Hill Professional, United States, hal 1324 – 1327.

Reksoprodjo S, Malformasi Anorektal, Kumpulan Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta hal 134 – 139.







No comments:

Post a Comment