BAB I
PERKEMBANGAN DAN ANOMALI SSP
Patogenesis malformasi SSP belum sepenuhnya diketahui. Perlu untuk mengerti tahap perkembangan SSP saat dimana anomali mungkin berkembang. Karena tahap perkembangan SSP memakan waktu panjang, sejak tahap awal pembentukan tabung neural hingga perinatal, kelainan organogenesis akan menyebabkan malformasi serebral yang sangat berragam. Kebanyakan anomali morfologis terjadi selama 8 minggu tahap embrionik. Secara umum semakin dini kelainan terjadi, makin berat malformasinya.
Perkembangan normal diklasifikasikan kedalam empat tingkat, dan malformasi mungkin terjadi pada setiap tahap.
Proses Induktif Primer (Tahap Pertama)
Perubahan berikut terjadi pada minggu gestasi kedua hingga keenam:
a. Minggu kedua
Mesoderm menginduksi ektoderm sekitarnya membentuk pelat neural.
b. Minggu ketiga
Mesoderm menginduksi pelat neural untuk membentuk forebrain, dan entoderm foregut membentuk muka. Tepi lateral pelat neural membentuk lipatan neural yang bersatu kearah dorsal membentuk tabung neural. Kegagalan lipatan neural bersatu kearah dorsal berakibat disrafia dan menyebabkan anensefali, ensefalomeningosel dan meningosel, malforma si Arnold-Chiari dengan rakhiskhisis spinal, serta keadaan lain.
c. Minggu keempat
Gelembung prosensefalik, metensefalik, dan rombensefalik berkembang dari tabung neural.
d. Minggu kelima
Telensefalon dan diensefalon berkembang dari garis fusi dorsal dari prosensefalon. Telensefalon meluas kelateral membentuk hemisfer serebral. Kegagalan mesoderm berinteraksi dengan entoderm dan ektoderm mencegah ekspansi bilateral telensefa lon serta formasi normal diensefalon. Konsekuensinya terbentuk holoprosensefali dan anomali fasial seperti siklopia, ethmosefali, sebosefali, bibir bercelah dan langit-langit bercelah.
e. Minggu keenam
Pelat komisural dibentuk sebelah medial dari telensefalon sebagai bentuk primitif dari korpus kalosum. Gangguan pembentukan pelat komisural berakibat agenesis korpus kalosum.
Perkembangan Ventrikulosisternal (Tahap Kedua)
Selama masa gestasi minggu ketujuh dan kedelapan dapat terjadi:
a. Minggu ketujuh:
Pleksus khoroid tampak dan mulai mensekresikan CSS. Gangguan perkembangan rongga subarakhnoid pada tahap ini menimbulkan kista arakhnoid dan hidrosefalus komunikans.
b. Minggu kedelapan:
Akhir kaudal ventrikel keempat bolong, dan CSS mempenetrasi leptomening primitif (entomening) untuk membentuk rongga subarakhnoid. Gangguan perkembangan pada tahap ini menyebabkan hidrosefalus dengan malformasi Arnold-Chiari dan hidrosefalus akibat stenosis akuaduktus.
Proliferasi Sel (Tahap Ketiga)
Pada tahap ini sel yang tidak berdeferensiasi pada zona ependimal primitif yang membatasi sistem ventrikuler embrionik berproliferasi dan menjadi neuroblas. Gangguan proliferasi sel menimbulkan hipoplasia serebelar atau kista Dandy-Walker, dan proliferasi belebihan menimbulkan neurofibromatosis dari fibroblas perineural, sklerosis tuberosa dari astrosit, dan penyakit Sturge- Weber dari sel endotelial.
Migrasi Neuronal (Tahap Keempat)
Pada tahap ini neuroblas bermigrasi kelateral untuk membentuk zona mantel, yang adalah bentuk primitif dari ganglia basalis. Neuron mengirim prosesusnya keluar untuk membentuk zona marginal miskin sel, yang adalah bentuk primitif substansi putih.
a. Minggu ketujuh
Neuroblas menjalani migrasi kedua melintas zona marginal membentuk pelat kortikal, yang adalah bentuk primitif substansi kelabu. Kegagalan migrasi sel simetris berakibat terjadinya hidransefali dan skhizensefali, atau porensefali. Kegagalan neuroblas mencapai lokasi terakhirnya menimbulkan heterotopia substansi kelabu.
b. Minggu kedua puluh
Pelat kortikal menebal membentuk sulsi primer. Gangguan membentuk sulsi menimbulkan lissensefali
(tak adanya sulsi), mikrogiria (banyak solusi kecil), dan makrogiria (berkurangnya jumlah sulsi).
c. Minggu kedua puluh empat hingga keempatpuluh: Berkembangnya sulsi sekunder.
d. Minggu ketiga puluh enam: Berkembangnya sulsi tertier.
Tabel 1-1. Perkembangan dan anomali SSP
--------------------------------------------------------
Minggu Normal Anomali
--------------------------------------------------------
Proses Induktif Primer
2 Pelat neural Anensefali
3 Tabung neural Disrafia:
ensefalosel,
mielomeningosel;
malformasi Arnold-Chiari
4 3 gelembung sefalik:
prosensefalik
metensefalik
rombensefalik
5 5 gelembung sefalik: Holoprosensefali;
prosensefalon --? anomali fasial
telensefalon
diensefalon
6 Pelat komisural Agenesis korpus kallosum
Perkembangan Ventrikulosisternal
7-8 Pleksus khoroid; Kista arakhnoid;
perforasi ventrikel hidrosefalus
keempat; komunikating;
rongga subarakhnoid hidrosefalus akibat
stenosis akuaduktus hidrosefalus pada mal-
formasi Arnold-Chiari
Proliferasi Sel
z 3-6 Proliferasi sel yang Hipoplasia serebeler atau
tidak berdeferensi- kista Dandy-Walker;
asi pada zona epen- fakomatosis
dimal primitif --?
neuroblas
Migrasi Neural
6-7 Zona mantel (bentuk Hidranensefali;
primitif ganglia skhizensefali;
basal); migrasi se- porensefali;
kunder neuroblas --? heterotopia substansi
pelat kortikal kelabu
(bentuk primitif
substansi kelabu)
20 Sulsi primer Lissensefali;
mikrogiria;
makrogiria
24-40 Sulsi sekunder
36-60 Sulsi tertier
BAB II
DIAGNOSIS ANOMALI KONGENITAL DENGAN CT-SCAN
Ventrikulografi (VG) dengan udara atau kontras positif, dan pneumoensefalografi (PEG) pernah menjadi tindakan yang berharga pada diagnosis anomali kongenital SSP. Prosedur ini invasif dan tidak dapat dilakukan tanpa merubah TIK. Angiografi serebral memperlihatkan pembuluh serebral dan hubungannya dengan struktur anatomi intrakranial tanpa merubah tekanan CSS. Tehnik ini tetap tak bisa disingkirkan untuk mendiagnosis malformasi vaskuler, arsitekturnya dan untuk pemeriksaan prabedah atas hubungan antara lesi kongenital dengan pembuluh yang bersangkutan.
CT scan adalah metoda pemeriksaan SSP yang noninvasif. Pemakaian untuk diagnosis dan perawatan anomali kongenital SSP telah menggantikan VG dengan udara dan PEG. Saat ini kebanyakan diagnosis radiologis anomali kongenital SSP berdasar pada CT scan dan angiografi serebral.
Kebanyakan anomali kongenital secara morfologis memperlihatkan perubahan rongga CSS dan karenanya mudah tampak pada CT scan. Patologi rongga CSS termasuk berbagai anomali perkembangan seperti hipoplasia dan lesi destruktif. Keadaan ini dapat diklasifikasikan kedalam empat kelompok; (1) hidrosefalus, (2) rongga CSS abnormal, (3) rongga ekstra digaris tengah, dan (4) disgenesis jaringan serebral. Hidrosefalus adalah abnormalitas rongga CSS karena perubahan yang diperlihatkan oleh CT scan. Secara patofisiologi disebabkan tidak hanya oleh perubahan ruang CSS, namun juga oleh parenkhima otak. Kadang-kadang perubahan pada rongga CSS terjadi sekunder terhadap perubahan parenkhim. Hidrosefalus dan disgenesis jaringan serebral tampil sebagai dilatasi ruang CSS normal pada CT scan; rongga ekstra digaris tengah mungkin ditemukan sebagai rongga CSS persisten yang biasanya menghilang. Rongga CSS abnormal adalah rongga yang baru, jadi tidak merupakan bagian dari ruang CSS normal yang sebenarnya.
Diagnosis anomali kongenital SSP menjadi mudah secara progresif sejak adanya CT scan. Diagnosis klinis anomali kongenital harus termasuk penentuan pengobatan yang mungkin serta prognosisnya. Konsekuensinya pemahaman atas perkembangan SSP serta anomalinya dan patofisiologi dari setiap anomali adalah penting dalam diagnosis anomali SSP kongenital. Juga penting pada pendekatan klinik terhadap setiap anomali untuk menilai ukuran kepala dan mendeteksi setiap peninggian TIK. Perkembangan fungsi otak harus dinilai secara bersamaan. Walau perubahan morfologi dapat diperlihatkan lengkap oleh CT scan, ada beberapa tes untuk menilai fungsi otak. Tes developmental quotient (DQ) dan intelligence qoutient (IQ) biasanya digunakan untuk mengetahui fungsi otak.
Diagnosis akurat anomali kongenital karenanya tergantung pada hubungan antara temuan CT scan dengan gambaran klinik. Diagnosis klinik harus termasuk penilaian akan kemungkinan pengobatan serta penentuan prognosis sebagai tambahan terhadap penentuan penyakit.
BAB III
UKURAN KEPALA ABNORMAL
Indikasi klinis pertama pada beberapa anomali SSP kongenital adalah ukuran kepala yang abnormal yang dijumpai saat periode neonatal atau bayi. Makrosefali adalah istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan ukuran kepala yang berlebihan, dan konvensi ini kita ikuti. Lebih tepat, makrokrania adalah istilah yang lebih umum untuk kelainan pertambahan ukuran tengkorak. Makrosefali biasanya dibatasi sebagai lingkaran kepala yang melebihi dua deviasi standar diatas rata-rata; mikrosefali bila lingkaran kepala lebih dari dua deviasi standar dibawah rata-rata.
PATOGENESIS MIKROSEFALI
Mikrosefali diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, sesuai penyebabnya:
1. Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali genetik ini termasuk mikrosefali
familial dan mikrosefali akibat aberasi khromosom.
2. Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur (kraniosinostosis). Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk
kepala abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada anomali serebral yang jelas.
3. Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intra
uterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella, sifilis, toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi,
hipotensi sistemik maternal, insufisiensi plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal seperti diabetes
mellitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria; dan kelainan perinatal serta pascanatal seperti asfiksia,
infeksi, trauma, kelainan jantung kronik, serta kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini
berhubungan dengan retardasi mental dalam berbagai tingkat.
PATOGENESIS MAKROSEFALI
Kebanyakan pembesaran kepala disebabkan oleh peninggian TIK, konsekuensinya makrosefali mungkin memerlukan tindakan. Makrosefali diklasifikasikan berdasar etiologi kedalam:
1. Kelainan aliran CSS dan kelainan rongga CSS. Akumulasi CSS abnormal akibat kelainan aliran CSS mungkin menimbulkan peninggian TIK. Hidrosefalus adalah contoh khas kelainan aliran CSS. Disgenesis parenkhim otak atau hilangnya parenkhim otak yang telah berkembang sebelumnya bisa mengakibatkan terbentuknya rongga CSS yang abnormal. Bila keadaan ini bersamaan dengan gangguan sirkulasi CSS dan sebagai akibat pembesaran rongga tersebut, terjadi makrosefali.
2. Lesi massa intrakranial. Sesuai lokasinya, lesi ini diklasifikasikan sebagai ekstraserebral atau intraserebral. Pada yang pertama, lesi ditemukan paling sering sebagai penimbunan cairan subdural, seperti hematoma subdural, efusi subdural, higroma subdural dan hidroma subdural, serta kista arakhnoid. Lesi massa intraserebral termasuk tumor otak dan abses otak.
3. Penambahan volume otak. Penambahan volume parenkhim otak disebut megalensefali. Lesi ini berbeda dari edema otak, dimana yang bertambah adalah volume air otak. Me galensefali biasanya tidak merupakan kandidat untuk operasi bedah saraf. Ada dua jenis: megalensefali anatomik, disebabkan pertambahan ukuran dan jumlah neuron, serta megalensefali metabolik, disebabkan akumulasi metabolit abnormal sekitar neuron akibat kelainan otak intrinsik. Kebanyakan megalensefali metabolik adalah dominan autosom dan ditemukan pada akhondroplasia, neurofibromatosis, sklerosis tuberosa, serta keadaan lain yang serupa. Biasanya normotensif dan memperlihatkan perkembangan yang normal. Pada keadaan yang jarang mungkin bersamaan dengan gigantisme, dwarfisme, pseudohermafroditisme pria, dan hipoparatiroidisme-hipoadrenokortisisme. Megalensefali metabolik disebabkan oleh kelainan penimbunan seperti gangliosidosis, mukopolisakharidosis, sulfatidosis, sindroma Hurler, dan sindroma Hunter. Kebanyakan hipertensif dan memperlihatkan perjalanan perkembangan yang retrogresif.
Edema otak dapat disebabkan oleh intoksikasi, kelainan endokrin, galaktosemia, dan keadaan lainnya. Pseudotumor serebri, atau hipertensi intrakranial jinak, terhindar dari edema otak dengan sebab yang tak diketahui. Sistema ventrikel kolaps akibat peninggian volume air parenkhim otak. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan operasi dekompresi.
4. Penebalan abnormal tengkorak. Pada keadaan yang jarang, pembesaran kepala mungkin disebabkan penebalan kranium akibat anemia, displasia kranioskeletal dan sejenisnya.
PEMERIKSAAN PASIEN DENGAN MAKROSEFALI
Pembesaran kepala pertanda lesi intrakranial. Hidrosefalus dan penumpukan cairan subdural adalah kelainan penyebab utama. Jarang keadaan ini disebabkan megalensefali, yang tampak pada fakomatosis dan terutama pada neurofibromatosis.
1. Inspeksi
• Pengukuran Lingkar Kepala Serial. Aspek terpenting dari pemeriksaan kasus yang diduga makrosefali. Bila diduga suatu megalensefali familial, bila perlu lingkar kepala keluarga diukur. Bila lingkar kepala lebih dari dua deviasi standar diatas rata-rata, anomali kongenital intrakranial dapat diketahui secara dini dengan bantuan CT scan sebelum lesi menyebabkan perubahan otak yang irreversibel. Jangan sampai melakukan misdiagnosis pertumbuhan kepala yang "catch-up" pada bayi prematur sebagai hidrosefalus. Lingkar kepala harus diinterpretasikan bersama dengan pengukuran lingkar dada, berat badan, tinggi, dll. Lingkar kepala mendekati lingkar dada pada bayi.
Tabel 3-1. Lingkar Kepala Standar Anak Laki-laki*
------------------------------------------------------
Usia Lingkar Kepala (sm)
------------------------------- *LK anak perempuan usia
Saat lahir 35 lebih dari 3 bulan le-
3 bulan 40 bih kecil 1 sm dari a-
9 bulan 45 nak laki-laki.
4 tahun 50 2 SD = 1 inci (2.5 sm)
-------------------------------------------------------
Tabel 3-2. Jenis Makrokrania
-------------------------------------------------------
Kepala besar dengan fontanel menonjol
Hidrosefalus
Penimbunan cairan subdural
Tumor intrakranial
Edema otak
Megalensefali metabolik
Kepala membesar dengan fontanel cekung
Penimbunan cairan subdural
Hidrosefalus tekanan normal
Porensefali
Tumor basal
Megalensefali anatomik
--------------------------------------------------------
• Bentuk Tengkorak.
Kelainan bentuk tengkorak adalah temuan penting akan kemungkinan lesi intrakranial. Lesi massa mungkin terletak dekat pembengkakan lokal tengkorak. Kista arakhnoid fossa media menyebabkan penonjolan skuama temporal. Penonjolan sering ditemukan pada lesi sistik fossa posterior. Penonjolan parietal bisa tampak pada porensefali dan penumpukan cairan subdural. Penonjolan frontal biasa tampak pada hidrosefalus. Pada stenosis akuaduktal, fossa posterior cenderung menjadi kecil.
• Tegangan scalp. Scalp menjadi berkilau bila TIK meninggi serta vena scalp berdilatasi.
• Strabismus. Salah satu tanda dari peninggian TIK.
• Fenomena Setting Sun. Sering tampak pada hidrosefalus. Disangka akibat tekanan pada pelat kuadrigeminal oleh resesus suprapineal ventrikel ketiga yang mengalami dilatasi.
• Postur Opistotonik. Bayi dengan hipertensi intrakranial yang nyata sering memperlihatkan postur ini, dan sering dengan tangisan serebral ('high-pitched').
• Kegagalan Untuk Tumbuh. Bayi dengan peninggian TIK tak dapat makan dengan baik dan tidak tumbuh, karena muntah dan malnutrisi.
2. Palpasi
• Fontanel Menonjol. Diagnosis klinik kepala yang membesar diarahkan kepada apakah terdapat peninggian TIK. Karena penonjolan fontanel adalah pertanda peninggian TIK pada bayi, pemeriksaan fontanel anterior sangat penting pada neonatus dan bayi. Kepala yang besar dengan penonjolan fontanel, atau makrosefali hipertensif, adalah indikasi untuk dekompresi dengan shunting pada kebanyakan kasus. Hematoma subdural kronis, hidrosefalus tekanan normal, tumor basal, dan sejenisnya tak selalu menyebabkan penonjolan fontanel. Fontanel bayi normal adalah datar atau sedikit cekung dan berdenyut, namun bayi normal dapat memperlihatkan penonjolan fontanel saat menangis atau berbaring. Karenanya fontanel harus dipalpasi saat bayi duduk dan tenang.
• Sutura Melebar ('Split'). Sutura bayi mudah berpisah pada peninggian TIK. Setelah operasi pintas, sutura menjadi tumpang-tindih dan fontanel anterior menjadi cekung.
3. Auskultasi.
Anak normal dan hidrosefalus, bruit yang lemah normalnya dapat didengar. Pada aneurisma vena Galen, bruit kranial yang jelas sering terdengar.
4. Perkusi.
Pada kasus penimbunan abnormal cairan, perkusi kepala mengakibatkan suara resonan abnormal (tanda Mac Ewen).
5. Transiluminasi.
Kepala bayi normal memperlihatkan halo kurang dari satu jari. Halo lebih jelas pada regio frontal dan pada bayi prematur. Lesi intrakranial dan ekstrakranial yang menyebabkan transiluminasi positif bisa dilihat pada tabel. Setiap temuan transiluminasi dapat dilihat pada semua regio pada hidranensefali dan secara lokal pada porensefali. Pada kista Dandy-Walker, fossa poterior mungkin memperlihatkan efek transiluminasi. Walau tidak setiap efek terjadi pada hidrosefalus, ia mungkin tampak pada kasus hidrosefalus yang berat dimana terbentuk mantel setipis kertas.
Tabel 3-3. Lesi dengan Transiluminasi Positif
--------------------------------------------------------
Lesi Ekstrakranial
Edema Scalp
Koleksi cairan subgaleal
Lesi intrakranial
Lesi ekstraserebral
Koleksi cairan subdural
Kista arakhnoid
Lesi intraserebral
Hidranensefali
Porensefali
Hidrosefalus berat
Kista Dandy-Walker
--------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------
Lesi Ekstrakranial
Edema Scalp
Koleksi cairan subgaleal
Lesi intrakranial
Lesi ekstraserebral
Koleksi cairan subdural
Kista arakhnoid
Lesi intraserebral
Hidranensefali
Porensefali
Hidrosefalus berat
Kista Dandy-Walker
--------------------------------------------------------
TINDAKAN DIAGNOSTIK PADA PEMBESARAN KEPALA
1. Rontgenografi Tengkorak
Bahkan pada era CT scan, foto tengkorak polos sering memberikan informasi penting. Rontgenografi dapat me-nampilkan: (1) bentuk tengkorak, penonjolan serta penipisan lokal, serta ukuran fossa posterior; (2) peninggian TIK; dan (3) kalsifikasi abnormal serta dugaan fraktura tengkorak.
2. Tap Subdural
Mungkin dilakukan untuk diagnostik dan terapeutik. Biasanya dilakukan pada sudut lateral fontanel anterior pada garis sutura koronal. Hati-hati untuk tidak memutar jarum setelah insersi keruang subdural, dan tidak untuk mengisap cairan. Volume cairan yang diambil melalui satu tap ditentukan oleh tegangan fontanel anterior. Aspirasi dilakukan hingga fontanel menjadi lembut dan datar. Aspirasi volume besar cairan bisa mengakibatkan anemia dan hipoproteinemia.
3. Pemeriksaan Dengan Udara
Invasif dan tak dapat dilakukan tanpa menyebabkan perubahan mendadak keseimbangan tekanan CSS. Karenanya CT scan menggantikannya, dan sangat jarang dilakukan.
4. Angiografi Serebral
CT scan mempunyai keterbatasan kegunaan dalam mendiagnosis anomali serebrovaskuler. Diagnosis pasti didapat dengan angiografi serebral. Angiografi karotid dilakukan untuk lesi pada kompartemen supratentorial, dan angiografi vertebral untuk lesi dikompartemen infratentorial. Pemeriksaan empat pembuluh bisa dilakukan dengan satu kateter cara Seldinger.
Tabel 3-4. Diagnosis CT dari Ukuran Kepala Abnormal
-------------------------------------------------------
Makrokrania
Pembesaran kepala dengan dilatasi ruang CSS
Hidrosefalus
Kista arakhnoid
Porensefali
Hidranensefali
Kista Dandy-walker
Holoprosensefali
Agenesis korpus kallosum
Kista diensefalik
Malformasi Arnold-Chiari
Malformasi vena Galen
Koleksi cairan subdural
Pembesaran kepala tanpa dilatasi ruang CSS
Lesi intrakranial
Lesi massa ekstraserebral
Lesi massa intraserebral
Penambahan volume otak
Megalensefali
Edema otak
Lesi kranial
Lesi ekstrakranial
Mikrosefali
Kepala kecil dengan dilatasi ruang CSS
Atrofi serebral
Kepala kecil tanpa dilatasi ruang CSS
Mikrosefali primer
-------------------------------------------------------
DIAGNOSIS CT DARI UKURAN KEPALA YANG ABNORMAL
CT scan harus dilakukan pada penilaian ukuran kepala abnormal. Ruang CSS mudah diperiksa dari CT scan. Diagnosis CT makrosefali berdasar pada dilatasi, deformasi, atau deviasi rongga CSS. Pembesaran kepala mungkin di klasifikasikan kedalam dua kelompok berdasar ukuran ventrikel (Tabel).
Klasifikasi pertama adalah pembesaran kepala dengan dilatasi ventrikuler disebabkan gangguan sirkulasi CSS. Bentuk dilatasi ventrikel bermacam tergantung tem pat obstruksi dan karenanya memberikan kriteria untuk diagnosis indirek dari lokasi.
Kategori kedua adalah pembesaran kepala tanpa dilatasi ventrikuler. Pada megalensefali, CT scan biasa nya tidak memperlihatkan dilatasi ventrikel walau mak rosefali. Pada leukodistrofi, substansi putih densitas rendah yang simetris dan luas dapat dilihat pada hemisfer serebral. Megalensefali atau hidrosefalus mungkin tampak pada akhondroplasia dan khas dengan stenosis yang jelas dari foramina jugular dan bulbus jugular dengan akibat peninggian tekanan vena intrakranial. Dalam mendiagnosis lesi massa, perhatian harus diberikan tidak saja terhadap temuan langsung pada lesi massa, namun juga perubahan pada tengkorak, edema fokal, obstruksi ruang CSS sekitarnya, dan pergeseran struktur garis tengah.
Bila mikrosefali bersamaan dengan dilatasi ventrikel, barangkali atrofi serebral. Pada tiadanya dilatasi ruang CSS, kraniosinostosis mungkin ditemui dan tengkorak serta sutura harus diperiksa. Dilatasi ventrikel tidak selalu tampak pada mikrosefali primer.
BAB IV
HIDROSEFALUS KONGENITAL
A. DEFINISI
Definisi hidrosefalus secara umum adalah kelebihan cairan serebrospinalis di dalam kepala, biasanya di dalam sistem ventrikel walaupun pada kasus hidrosefalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi didalam rongga arakhnoid. Implikasi dari istilah hirosefalus adalah gangguan hidrodinamik dari cairan likuor sehingga menimbulkan peningkatan volume intraventrikel (ventrikulomegali).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
Ada beberapa istilah yang dipakai dalam klasifikasi maupun sebutan diagnosis hidrosefalus.
1. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal menujukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan hidrosefalus di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal; hidrosefalus nonkomunikans bila ada blok di dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosfalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor dan hal ini dijumpai pada sebagian besar kasus.
2. Hidrosefalus juga diklasifikasikan berdasarkan waktu onsetnya yaitu akut (dalam beberapa hari), subakut (meninggi), dan kronis (bulan-tahun). Dan berdasarkan gejala yang ada dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested mebunjukkan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkanoleh atrofi otak primer yang biasanya didapatka pada orang tua.
3. Jumlah cairan serebrospinal dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini disebut hidrosefalus yang berarti kelebihan air dalam kubah tengkorak. Jadi hidrosefalus dapat disebabkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih.
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
Insidens hirosefalus pada anak belum dapat ditentukan secara pasti dan kemungkinan hal ini terpengaruh oleh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing negara. Secara umum insidensinya dapat dilaporkan sebesar 3 kasus/1000 kelahiran hidup, dimana angka ini khususnya meliputi hidrosefalus kongenital namun bukan merupakan refleksi dari gangguan hidrodinamik likuor yang aquisita. Insidensi umum dari kasus hidrosefalus mempunyai gambaran kurva bimodal, salah satu puncaknya berada pada rentang usia anak-anak yang dikaitkan dengan berbagai kelainan malformasi kongenital dan pada puncak lain berada pada rentang usia dewasa yang umumnya berkaitan dengan hidrosefalus normotensiva. Hidrosefalus dewasa didapatkan kira-kira 40% dari seluruh kasus hidrosefalus.
C. ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
1. Etiologi Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggungjawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero dan kemudian bermanifestasi baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi (anomali perkembangan ¬sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini diistilahkan hidrosefalus idiopatik. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
a. Kelainan Bawaan (Kongenital)
1) Stenosis akuaduktus Sylvii; Stenosis Akuaduktus Sylvius akibat Malformasi. Stenosis akuaduktus menyebabkan hidrosefalus pada 10% keseluruhan kasus pada bayi baru lahir. Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis ini bukan berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis:
2) Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berle¬bihan dari glia fibriler yang menyebabkan kon¬striksi lumen. Akuaduktus yang berbilah (seperti 'garpu') men¬jadi kanal-kanal yang kadang dapat tersumbat.
3) Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada ujungKaudal). Stenosis ini biasanya dapat bersamaan dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnorld Chiari, ensefalokel oksipital.
4) Spina bifida dan kranium bifida
5) Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
6) Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
7) Malformasi Arnold Chiari (Tipe II)
Malformasi ini melibatkan kelainan susunan saraf pusat yang rumit (khas pada fosa posterior). Batang otak tampak memanjang dan mengalami malfor¬masi; dan tonsil serebelum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis. Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fosa posterior dan meng¬ganggu saluran ventrikel IV. Malformasi Arnorld Chiari dijumpai pada hampir semua kasus mielome¬ningokel, walaupun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus aktif yang membutuhkan tin¬dakan operasi pintas (shunting) (80% kasus). Tampilan hidrosefalusnya sangat nyata pada usia satu bulan pertama dan makin menghebat setelah defek spinalnya dioperasi.
8) Malformasi lain (jarang). Seperti : agenesis fora¬men Monro, agenesis tempat resorpsi likuor, dan sejumlah sindrorn malformasi yang tanpa ada ke¬lainan kromosom.
b. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
Infeksi in-utero yang melibatkan susunan saraf pusat dapat menyebabkan hidrosefalus. Di samping mengganggu aliran likuor, infeksi ini sering kali menyebabkan kerusakan parenkhimal yang sangat berperan pada prognosa perkembangan bayi. Dari antara sekian banyak penyakit infeksi yang me¬nyerang bayi, kiranya perlu diwaspadai terhadap toksoplasmosis sekunder, yang dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, kerusakan rongga subarakhnoid dan parenkhim otak. Lesi-lesi ini rerjadi pada tri¬mester kehamilan kedua. Hidrosefalus kongenital juga dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus sitomegali, yang dapat menyebabkan ara¬khnoiditis basalis.
c. Lesi destruktif akibat iskhemia serebral, walaupun jarang, tetapi dapat menyebabkan hidrosefalus.
d. Hidrosefalus genetik atau familial. 7% kasus hidrosefalus laki-laki merupakan hidrosefalus "X¬-linked" (sindrom Briker Adam) yang diturunkan secara resesif. Kelainan ini dicirikan oleh stenosis akuaduktus dan retardasi mental yang best Hidro-sefalus dapat pula dijumpai pada kasus-kasus dengan kelainan pada kromosom 8, 9, 13, 15, 18, atau 21.
2. Etiologi Postnatal
a. Lesi massa
Merupakan penyebab dari 20% seluruh kasus hidrosefalus pada anak-anak. Secara umum, proses ekspansi ini menyebabkan peningkatan resis¬tensi aliran likuor serebrospinalis, dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior (astrositoma, me-duloblastoma, ependimoma, tumor batang otak yang eksopitik ke dorsal). Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus namun agak jarang adalah tumor di daerah pineal, glioma daerah mesensefalon, tumor ventrikel III atau di bawahnya (kraniofaringioma, glioma hipotalamus, glioma optika). Kista neuroepitelial merupakan kelompok massa kedua terbanyak yang menyebabkan gangguan aliran likuor. Biasanya berlokasi di daerah atau sekitar foramen magnum atau posterior. Lesi massa lainnya adalah tumor spinal yang patogenesis terjadinya hidrosefalus akibat ini masih diperdebatkan.
b. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler, dapat menyebabkan gangguan hidrodinamik likuor. Pada stadium akut, transformasi fibrinogen menjadi fibrin dan bekuan dapat menyebabkan sumbatan mekanis pada saluran likuor relatif sempit seperti: akuaduktus, sisterna rongga arakhnoid, vili arakhnoid. Pengentalan viskositas cairan likuor sendiri tampaknya tidak mencukupi untuk menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Pada stadium kronis, biasanya hidrosefalus terjadi akibat fibrosis leptomeningeal.
c. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
d. Meningitis.
Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal atau inflamasi akuaduktus. Hidrosefalus terjadi biasanya multilokulasi, hal ini disebabkan keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak.
e. Gangguan aliran vena,
Biasanya terjadi akibat¬nya sumbatan anatomis atau fungsional akhondroplasia di mana terjadi gangguan drainase ¬vena pada basis kranii, kraniostenosis, tumor yang menekan atau invasi sinus-sinus vena, trombosis jugularis atau vena kava, malformasi arterio-venosa.
f. Hidrosefalus latrogenik
Jarang sekali, dapat disebabkan oleh hipervitaminosis A yang akut atau kronis, dimana keadaan tersebut dapat mengabatkan sekresi likuor menjadi meningkat atau meningkatnya permeabilitas sawar darah otak.
Berkaitan dengan kepentingan klinis maka defeks resorpsi likuor dibedakan atas dua tipe yaitu:
1) Lesi-lesi yang menyumbat sistem ventrikel (nonkomunikans).
2) Lesi-lesi yang menyumbat rongga subarakhnoid (komunikans).
Tabel 4.2. Etiologi Hidrosefalus
D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml.
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.
Gambar. Fisiologi Aliran CSS (Sumber : Color Atlas of Neurology)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus serta bukanlah merupakan hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam sistem susunan saraf pusat
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak (pada pasien muda) karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan resorpsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Ada pula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis A.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan me¬ningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorpsi yang seimbang. Hidrosefalus biasanya diklasifikasikan berdasar lokasi sumbatan yang terjadi; balk terletak di dalam mau¬pun saluran di bawahnya; atau nonkomunikans atau komunikans. Demikian pula dilatasi ventrikel juga tergantung dari letak sumbatan; sehingga dapat tampil jenis hidrosefalus yang berupa biventrikuler, triventrikuler atau kuadriventrikuler. Sumbatan aliran dapat disebabkan oleh berbagai kelainan patologis seperti:
1. malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor (misal: stenosis akuaduktus, malformasi Arnorld Chiari);
2. lesi massa yang menyebabkan kompresi intrinsik atau ekstrinsik saluran likuor (misal: tumor intraventrikel, tumor para ventrikuler, kista arakhnoid, hematom);
3. proses inflamasi (infeksi, perdarahan) dan gang¬guan lainnya seperti mukopolisakharidosis termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptome¬ningeal dan obliterasi vili arakhnoid;
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi:
1. peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakrani; bertambah;
2. peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
3. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini gantung dari komplians tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler. lam hal ini peningkatan tekanan vena akan jemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih mengadaptasi, kepala akan membesar dan cairan akan bertambah.
Derajat peningkatan resistensi aliran cairan dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua.
Gambar 1. Hidrosefalus Obstruktif
Hidrosefalus Normotensif
Hidrosefalus normotensif adalah kasus dilatasi ventri¬kel namun tekanan likuor serebrospinalisnya nor¬mal. Diagnostiknya bukanlah merupakan suatu ma¬salah bila keadaan ini dijumpai pada kasus-kasus pasta perdarahan subarakhnoid. Namun bila kea¬daan mi dijumpai tanpa diketahui faktor penyebab pendahulunya, sulit untuk dibedakan dengan pe¬nyakit Alzheimer atau keadaan lain di mana ada pembesaran ventrikel namun tekanannya normal. Kriteria diagnostik klinis yang saat ini dibuat sebagai patokan adalah sindrom yang terdiri dari trial gejala gangguan berjalan, demensia (melambatnya daya pikir dan bereaksi) dan inkontinensia urine.
Sebagian besar hidrosefalus normotensif tidak diketahui sebabnya (disebut Hidrosefalus Normotensif Idiopatik). Ada beberapa sebutan lain untuk kasus-kasus demikian seperti: hidrosefalus okrrlta, demensia hidrosefalik, hidrosefalus low-pressure, sindrom Hakim, sindrom Hakim-Adam, dilatasi ventrikel, dan abnor¬malitas berjalan. Yang menjadi permasalahan selain dari diagnostik eriologis dari kasus-kasus ini adalah kontroversi mengenai tindakan operasi pintas (shunting) serta prognosisnya. Data kepustakaan melapor¬kan 60-74% kasus hidrosefalus normotensif idiopatik menunjukkan perbaikan setelah dilakukan tindakan operasi (50% perbaikan yang bermakna). Kasus yang memberikan hasil yang baik secara umum adalah kasus-kasus di mana ada:
• Gangguan berjalan yang berat (ada korelasi an¬tara dilatasi ventrikel dengan gangguan berjalan ini).
• Kelainan dinamik likuor yang disertai dengan peningkatan resistensi aliran likuor.
• Adanya perbaikan klinis setelah dilakukan punksi lumbal.
• Pada pemeriksaan sken komputer menampakkan adanya hipodensitas di daerah periventrikuler.
• Suklus otak masih tampak sempit.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan umur pen¬derita. Gejala yang paling umum untuk pasien¬pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, acau persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hiper¬tensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior dalam keadaan normal tampak datar acau bahkan sedikit cekung ke dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena¬vena superfisial menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat (cracked pot sign).
4. Fenomena 'matahari tenggelam (sunset pheno¬menon). Fenomena 'matahari tenggelam (sunset pheno¬menon). Tampak kedua bola mata deviasi ke ba¬wah dan kelopak mata acas tertarik. Fenomena ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gang¬guan pada daerah tektam. Esotropia akibat pa¬rese n. VI, dan kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda dan mem¬punyai risiko bayi menjadi ambliopia.
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gambar 2.
Sunset Phenomenon
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
G. DIAGNOSIS
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.
H. DIAGNOSIS BANDING
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG adalah pemeriksaan penunjang mempunyai peran penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fon¬tanelnya tidak menucup. Yang menjadi afar diag¬nostik terpilih pada kasus-kasus ini adalah CT Scan di mana sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam mem¬perkirakan prognosa kasus di masa kemudian. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan.
J. TERAPI
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS.
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid mg/kg BB/hari)atau upaya meningkatkan resorbsinya (isorbid).
Terapi di atas hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi definitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik ter¬sebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya risiko terjadinya gangguan metabolik.
Drainase likuor eksternal dilakukan dengan mema¬;ang kateter ventrikuler yang kemudian dihubung¬san dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi men¬adi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang se-dang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini adalah adanya ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu dipantau secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah punksi ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.
Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu ang tentu pelaksanaannya perlu dipertimbangkan secara masak (seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus pascaperdarahan).
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
Tindakan alternatif selain operasi 'pintas' (shunting) menerapkan khususnya bagi kasus-kasus yang menga¬lami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal: stenosis akuaduktus, tumor fosa posterior, kista arakhnoid). Dalam has ini maka tindakan terapeutik semacam perlu pikirkan lebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada memasang shunt, mengingat storasi aliran likuor menuju keadaan atau mendekati normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisiel.
Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi yang terbaik; seperti : antara lain misalnya: pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor, pembersihan sisa darah di dalam likuor atau perbaikan ata perbaikan suatu malformasi. Memang pada Sebagian kasus perlu menjalani terapi sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belum dapat dipastikan; atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran likuor sekunder.
Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan membuat jalan alternatif melaiui rongga subarakhnoid bagi kasus-kasus steno¬sis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Selain memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran likuor, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sis-tem susunan saraf pusat sehingga mencegah ter¬jadinya perbedaan tekanan pada struktur-struktur garis tengah yang rentan. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah de¬ngan teknik bedah endoskopik, di mana suatu neu¬roendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke da¬lam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan vena septalis serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-batas ventrikel III dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan arteri basilaris, dorsum sela dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedunkularis. Lu¬bang ini dapat dibuat dengan memakai laser, mono¬polar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan membuat saluran barn antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase dari mana dan ke mana, bervariasi untuk masing-masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat is mampu menampung kate¬ter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuai¬kan pertumbuhan anak serta risiko terjadi infeksi best relatif lebih kecil dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti: pleura, kandung empedu dan sebagainya, dapat dipilih un¬tuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun ka¬dang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus anak.
Dalam melakukan tindakan operasi pintas, ba¬nyak pertimbangan yang harus dipikirkan dan sifat¬ sangat subyektif bagi dokter ahli bedahnya. Ada berbagai jenis dan merek alat shunt yang masing-masing berbeda bahan, jenis, mekanisme 'pun harga serta profil bentuknya. Pada dasarnya shunt terdiri dari tiga komponen yaitu: kateter proksimal, katub (dengan/tanpa reservoir), dan kateter¬ distal. Komponen bahan dasarnya adalah elasto¬silikon. Pemilihan shunt mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang mema¬sangnya, tersedianya alas tersebut, pertimbangan siel serta latar belakang prinsip-prinsip ilmiah. beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat ng, dan sebagainya) dan pemilihan pemakaian didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia pendenderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala.
Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi¬ pada tekanan yang tinggi, sedang, dan ren¬dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran status pasien (vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya.
Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang difrontal atau di temporo-oksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit. Teknik operasi penempatan shunt didasarkan oleh pertimbangan anatomis, potensi kontaminasi yang mungkin terjadi (misalnya: ada gastrostomi, trakheostomi, laparostomi, dan sebagainya). Ada dua hal yang perlu diperhati-kan ada periode pascaoperasi, yaitu: pemeliharaan lika kulit terhadap kontaminasi infeksi dan peman¬tauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya penderita dibaringkan telentang selama 1-2 hari pertama.
Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningkatkan akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi-komplikasi seperti: oklusi aliran di dalam proksimal, katub atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsiona1 dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
K. PROGNOSIS
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
BAB V
MALFORMASI SEREBRAL
A. KISTA ARAKHNOID
Kista jinak intrakranial, bukan neoplasma sejati, namun berefek serupa. Kebanyakan kurabel hingga mempunyai kepentingan klinik.
Adalah kista jinak intrakranial tersering, sering dijumpai asimtomatik dari CT scan. Adalah suatu LDR ekstraserebral jinak yang diisi cairan jernih atau xantokhromik. Dapat terjadi dimanapun arakhnoid berada, predileksinya fisura Sylvian, konveksitas, fisura in terhemisfer, supra seller, parakolikuler, sudut serebelopontin, dan regio retroserebeler.
Sejak diperkenalkan Bright 1831, dua patogenesis utama dikembangkan. Kista intraarakhnoid, yang disebabkan splitting dan duplikasi membran arakhnoid, biasanya tanpa hubungan dengan ruang subarakhnoid (noncommunicating cyst). Bright menjelaskan kista arakhnoid difisura Sylvian adalah kista serosa diarakhnoid. Dikatakannya bahwa lobus temporal tertekan oleh kista, dan cairan terakumulasi antara dua dinding membran arakhnoid yang belah, namun tak ada kelainan yang dijumpai pada lobus temporal. Teori lain adalah kista subarakhnoid, adalah karena pembesaran sekunder ruang subarakhnoid akibat adhesi arakhnoid, dan kistanya berhubungan dengan rongga subarakhnoid (communicating cyst). Robinson menyebutkan bahwa agenesis lobus temporal sebagai penyebab kista arakhnoid difossa media, dan mengakui bahwa kista terjadi sekunder karena pembesaran ruang subarakhnoid. Berdasar sisternografi dan temuan operatif, diketahui bahwa kedua jenis mungkin terjadi.
Dinding kista terdiri dari jaringan ikat, yaitu sel epitel dan jaringan fibrosa. Terkadang mengandung jaringan saraf. Setiap kasus biasanya berkaitan dengan malformasi lain. Karenanya pemeriksaan histolofi memberi aspek penting dalam pengelolaan kista arakhnoid.
Efek massa kista arakhnoid adalah akibat satu dari tiga mekanisme: (1) peninggian ukuran kista akibat pasasi osmotik cairan kedalam kista dari CSS, (2) sekresi dari ependim yang melapisi dinding kista, bila ada, dan (3) pasasi CSS kedalam dan terjebak didalam kista oleh mekanisme 'bola dan katup' dari pintu masuk didinding kista.
Presentasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang umum dari kista arakhnoid intrakranial adalah:
1. pembesaran kepala dan nyeri kepala akibat peninggian TIK
2. penonjolan lokal tengkorak akibat efek massa dari kista
3. bangkitan konvulsif
4. temuan kebetulan saat radiografi tengkorak atau cedera kepala, dan perdarahan intrasistik atau hematoma subdural setelah cedera kepala
Kista arakhnoid biasanya tampil diusia kanak-kanak, namun terkadang onset gejala timbul diusia dewasa. Peninggian TIK adalah gejala yang umum, dan gejala fokal jarang; jadi pembesaran kepala sering ditemukan selama bayi dan anak kecil. Kista didalam fossa media, pada permukaan hemisfer serebral, dan difossa posterior sering berakibat penonjolan lokal vault tengkorak pada daerah kista. Kista arakhnoid difossa media juga bisa membesarkan fisura orbital superior dan berakibat eksoftalmos, strabismus internal, dan keadaan sejenis, karena efek kista didalam orbita. Kista supraseller sering tampil dengan atrofi optik, defek lapang pandang, dan hipopituitarisme. Kista didekat sistema ventrikuler sering berakibat hidrosefalus. Kista fossa posterior tampil dengan ataksia cerebeler dan hidrosefalus serta mulanya sulit dibedakan dari tumor serebeler. Kista parakolikuler bisa berakibat gejala yang sama seperti neoplasma parakolikuler: hidrosefalus dan gejala okuler disebabkan kompresi pelat kuadrigeminal. Beberapa kista arakhnoid tetap asimtomatik sepanjang hidup, dengan penampilan gejala hanya saat cedera kepala.
Temuan Radiografik
Penonjolan dan penipisan skuama temporal, elevasi sayap kecil tulang sfenoid, pembesaran fisura orbital superior, dan pergeseran keanterior sayap besar tulang sfenoid biasa ditemukan pada kista arakhnoid difossa media. Temuan ini tidak spesifik untuk kista arakhnoid di fossa media; temuan yang sama bisa dijumpai pada subdural hematoma fossa media pada bayi, keadaan yang lebih jarang, dan pada displasia sfenoid pada neurofibromatosis. Kista arakhnoid fossa posterior dapat menyebabkan penonjolan unilateral atau menyeluruh dari tulang oksipital serta elevasi dari impresi sinus lateral dan torkular herofili.
Kista arakhnoid tampil pada angiografi serebral sebagai massa avaskuler ekstraaksial. Angiogram serebral biasanya memperlihatkan pergeseran anterior serebelum dengan arsitektur vaskuler normal pada kista arakhnoid pada daerah retroserebeler. Pada kista Dandy Walker, hipoplasia cabang vermian arteria serebelar posterior inferior dan vena vermian adalah temuan deferensial penting.
CT scanning adalah prosedur diagnostik untuk kelainan ini. CT scan memperlihatkan tak hanya ukuran, bentuk, dan lokasi kista, namun juga apakah ia memiliki efek massa, dan apakah bersamaan dengan hidrosefalus. Angiografi serebral jarang diperlukan untuk diagnosis pasti dan diagnosis diferensial dari kista ini.
Kista arakhnoid tampak sebagai massa berbatas dengan densitas rendah setingkat CSS. Dinding kista halus dan tidak diperkuat oleh media kontras. Sisternografi metrizamida diperlukan hanya untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan antara kista dan ruang subarakhnoid.
Kista arakhnoid difossa media atau fisura silvian sering bersamaan dengan insula yang hipoplastik. Kista fossa media harus didiferensiasi dari astrositoma sistika, kista porensefalik pada lobus temporal, tanduk temporal yang encysted, dan hematoma subdural kronik juvenil, yang memiliki temuan CT scan serupa.
Kista parakolikuler sering menekan akuaduktus dan menyebabkan hidrosefalus. Ia harus dibedakan dari dilatasi resesus suprapineal akibat stenosis akuaduktal dan kista epidermoid pada regio pineal.
Kista retroserebeler sering jelas mengangkat tentorium dan karenanya mungkin tampak sebagai area densitas rendah antara polus oksipital. Ventrikel keempat biasanya tergeser kedepan dan keatas, dan sistema ventrikuler dikompartemen supratentorial berdilatasi sedang hingga berat. Walau pada kista Dandy-Walker ventrikel keempat tak ada, diferensiasi kista retroserebeler yang bersamaan dengan hipogenesis vermis dari kista Dandy-walker adalah sulit. Angiografi atau CT scan ventrikulografi metrizamida mungkin diperlukan. Pembesaran sisterna magna mungkin memberikan temuan CT scan yang serupa dengan kasus kista arakhnoid regio retroserebeler, namun tidak menggeser ventrikel keempat atau menggelembungkanvault secara jelas.
Pertimbangan Operasi
Kista arakhnoid adalah lesi jinak nonneoplastik, namun mungkin menekan struktur vital. Jadi penderita adalah kandidat untuk tindakan operatif, yang morbiditas dan mortalitasnya rendah. Operasi tidak selalu dilakukan pada pasien dengan kista kecil tanpa gejala dan tidak disertai efek massa, yang ditemukan secara kebetulan.
Pemeriksaan terpenting dalam menentukan apakah operasi diindikasikan pada kista arakhnoid adalah CT scan dan CT scan sisternografi radionuklida atau metrizamida. Pada pemeriksaan dinamik ini, perlu untuk mengamati hubungan antara kista dan ruang subarakhnoid sekitarnya, dan kecepatan hilangnya media kontras atau radionuklida. Umumnya temuan sisternografik diklasifikasikan pada empat jenis: (1) pengisian dini dan pembersihan dini, (2) pengisian dini dan pembersihan lambat, (3) pengisian lambat dan pembersihan lambat, dan (4) tak ada pengisian.
Kista yang tidak memperlihatkan medium kontras pada sisternografi biasanya memperlihatkan efek massa dan dapat ditindak secara operatif. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam menindak kista yang memperlihatkan pengisian dini dan pembersihan lambat pada sisternogram tanpa efek massa yang jelas. Bila pengosongan lambat ditemukan pada kista komunikan bergejala, operasi dianjurkan. Tindakan operasi juga disarankan untuk kista fossa media yang besar dan menyebabkan kemungkinan perdarahan yang akan terjadi yang disebabkan oleh ruptur vena permukaan pada dinding kista. Setiap pasien mungkin memperlihatkan beberapa gejala.
Ada dua cara tindakan bedah untuk kista arakhnoid, membranektomi dan pintas sistoperitoneal. Metode tersebut tak ada yang lebih unggul. Prinsipnya, operasi direk terhadap kista harus dilakukan dalam usaha mendapatkan: (1) dekompresi yang layak, (2) pemeriksaan histologis dinding kista, dan (3) inspeksi otak sekitarnya. Pintas sistoperitoneal mempunyai keuntungan: (1) pada kasus kista yang sangat besar atau bersamaan dengan hidrosefalus berat, pintas sistoperitoneal lebih disukai dalam usaha mencegah pergeseran otak yang ekstrim akibat dekompresi mendadak, dan (2) operasi pintas kurang invasif dan karenanya disukai untuk pasien tua. Metoda manapun yang dipakai, kebanyakan kista berkurang ukuran dan efek massanya serta memperlihatkan perbaikan klinis yang bertahan beberapa tahun setelah operasi. Pendekatan direk memastikan bahwa kista adalah lesi nonneoplastik, sistik jinak...
B. PORENSEFALI DAN SKHIZENSEFALI
Heschl mula-mula menjelaskan porensefali 1859 sebagai 'pore' pada otak akibat kelainan genetik atau cedera pada germ plasm. Walau mungkin disebabkan cedera lahir atau anoksia, kebanyakan adalah anomali kongenital. Berbagai jenis dilaporkan setelah Heschl. Umumnya didefinisikan sebagai adanya rongga yang diisi cairan di dalam hemisfer serebral yang berhubungan dengan ventrikel dan/atau ruang subarakhnoid. Terkadang defek luas jaringan otak dipikirkan sebagai porensefali mengingat komunikasinya dengan ruang CSS. Adanya defek otak tanpa komunikasi dengan ruang CSS bisa disebut porensefali tertutup.
Skhizensefali (porensefali sejati) adalah adanya defek sistik bilateral ( sering simetris) atau terkadang unilateral dari hemisfer serebral yang biasanya berhubungan, baik dengan ventrikel serta dengan ruang subarakhnoid (porensefali simetris ganda). Skhizensefali seperti dijelaskan Yakovlev dan Wadsworth, adalah karena gangguan perkembangan serebrum (bentuk displastik dari porensefali). Tampak sebagai defek berbentuk celah sepanjang jaringan serebral, terutama pada fisura Sylvian. Dinding dari kista dibatasi jaringan ikat, membran glial, substansi kelabu, dan jaringan lain, serta 'lapisan pia-ependimal' hampir selalu ada. Dua jenis skhizensefali terjadi, yang pertama dibedakan oleh celah dengan bibir yang bersatu dan pembesaran tanduk oksipital ventrikel lateral (kolposefali), dan lainnya oleh celah dengan bibir terpisah serta hidrosefalus berat. Skhizensefali sering bersamaan dengan substansi kelabu yang heterotopik, agenesis korpus kalosum, agenesis septum pelusidum, atrofi badan genikulatum lateral, dan pembesaran korpus striatum.
Tipe yang paling sering dari porensefali adalah porensefali yang didapat (porensefali palsu) akibat destruksi jaringan otak; kadang-kadang disebut ensefalomalasia sentral (bentuk ensefaloklastik dari porensefali). Kista porensefali dari jenis ini umumnya berhubungan dengan ventrikel, dan jarang dengan ruang subarakhnoid.
Penyebab utamanya bisa dilihat ditabel. Ensefalomalasia adalah tingkat awal porensefali setelah nekrosis dan degenerasi sistik. Giri sentral dan pulau Reil adalah daerah predileksinya. Porensefali tampak pada ensefalosel fronto-orbital, ensefalosel temporo-orbital, malformasi Chiari jenis III, dan keadaan serupa mungkin suatu transformasi sistik dari blown out tanduk frontal ventrikel lateral. Porensefali bersamaan dengan hidrosefalus dikira sebagai akibat perlunakan jaringan otak karena iskemia, yang disebabkan gangguan aliran darah serebral akibat peninggian TIK.
Presentasi Klinis
Vault tengkorak ipsilateral biasanya lebih besar dari sisi lainnya, dan kalvarium sisi yang terkena menebal. Tulang tengkorak sisi terkena mungkin tipis, karena terletak sepanjang kista porensefalik didalam hemisfer serebral, dan CSS didalam kista memberikan tenaga pulsatil kejaringan sekitarnya. Porensefali kadang-kadang menyerupai hematoma subdural.
Porensefali pada bayi mungkin tampil sebagai retardasi psikomotor dengan berbagai tingkatannya, atau mungkin bersama dengan hemiparesis, bangkitan motor fokal, atau gejala lainnya. Defisiensi mental berat dan kelainan motor berkisar dari tetraplegia spastik hingga rigiditas deserebrasi dapat disaksikan pada porensefali displastik. Gangguan fungsional SSP lebih berat pada kasus yang dengan hidrosefalus. Setelah masa kanak-kanak awal, defisiensi mental jarang, dan kelainan perseptual mungkin dijumpai. Porensefali klinis harus diduga bila pasien memperlihatkan hemiplegia spastik, makrosefali asimetris, transiluminasi tengkorak unilateral, atau supresi tegangan pada satu sisi pada EEG. Setiap temuan harus didiferensiasi secara klinik dari diplegia spastik dan kelainan yang bersamaan. Porensefali sering dijumpai dengan gangguan sensori seperti hemianestesi dan hemianopia, sebagai tambahan terhadap kelainan motor. Gejala porensefali biasanya unilateral.
Tabel 5-1. Berbagai Jenis Porensefali yang Dilaporkan
-------------------------------------------------------
1. Porensefali (Heschl, 1859)
2. Ensefalomalasia (Kundrat, 1882)
3. Porensefali tipikal (Ernst, 1909)
4. Porensefali akibat flebotrombosis dan flebostasis
(Marburg, 1945)
5. Skhizensefali (Yakovlev dan Wadsworth, 1946)
a. Tanpa hidrosefalus
b. Dengan hidrosefalus
6. Porensefali sejati (Gross dan Kaltenback, 1960)
7. Porensefali sehubungan dengan anomali khromosom
(Tripoidi parsial) (Book dan Santesson, 1960)
8. Porensefali sehubungan dengan polimikrogiria
(Dekaban, 1965)
9. Porensefali familial (Warkany, 1971)
-------------------------------------------------------
Tabel 5-2. Patogenesis Porensefali
-------------------------------------------------------
Porensefali kongenital
Defek germ plasm
Kecelakaan vaskuler intrauterina
Porensefali didapat (pseudoporensefali atau
porensefali ensefaloklastik)
Trauma lahir dan trauma lainnya
Pasca inflamasi meningitis, serebritis,
ventrikulitis, dll
Kecelakaan serebrovaskuler: trombosis, embolisme,
spasme berulang, perdarahan intraserebral, dll
Pasca bedah: pungsi ventrikel, drainase ventrikuler,
shunt yang malfungsi
Hidrosefalus dan ensefalosel
--------------------------------------------------------
Temuan Radiografik
Defek porensefali tampak sebagai LDR avaskuler pada angiogram serebral. Angiografi serebral membantu menjelaskan patogenesis porensefali, seperti kasus setelah oklusi arteria serebral media. Angiografi serebral juga membantu dalam diagnosis diferensial porensefali. Pada hidranensefali, cabang sekunder atau tertier tak dapat ditampilkan pada area yang luas oleh angiografi serebral, bahkan saat arteria serebral anterior tampil opak.
CT scan pasien dengan porensefali memperlihatkan satu atau lebih area berdensitas rendah yang berbatas, yang mempunyai densitas seperti CSS dan berhubungan dengan ventrikel yang berdilatasi ringan hingga sedang. Lesi tidak diperjelas oleh kontras. Ventrikel lateral memperlihatkan dilatasi asimetris dengan atau tanpa pergeseran garis tengah, yang disebabkan oleh gradien tekanan antara hemisfer kiri dan kanan. Atrofi serebral lokal sekitar kista porensefalik cenderung menyebabkan pergeseran garis tengah. Sisternografi metrizamida atau ventrikulografi mungkin diperlukan untuk menentukan hubungan antara kista dengan ventrikel lateral. Kista porensefalik mungkin berhubungan dengan ruang subdural dan dengan koleksi cairan subdural.
Porensefali mungkin memberikan gambaran pada CTscan serupa dengan displasia lober, terutama displasia lobus temporal, dan ruptur tanduk oksipital pada hidrosefalus kongenital berat. CT scan pasien dengan skhizensefali memperlihatkan rongga besar seperti celah pada jaringan otak yang mengalami malformasi, sering sekitar fisura silvian, akibat kelainan kongenital sulkasi dan migrasi.
Porensefali harus didiferensiasi dari lesi sistik serebral lainnya pada CT scan. Karena tidak ada kapsul vaskuler sekitar kista porensefalik, maka tidak akan diperjelas oleh penyuntikan medium kontras. Tumor sistik dan abses memperlihatkan penguatan kontras, serta nodulus atau cincin dapat disaksikan. Lipoma dan epidermoid mempunyai nilai penguatan yang lebih rendah dari CSS. Kista tumor otak seperti astrositoma biasanya memperlihatkan nilai penguatan yang lebih dari CSS. Kista arakhnoid memiliki daerah predileksi spesifik namun juga menyebabkan pergeseran sistema ventrikuler oleh efek massanya. Infark lama berhubungan dengan atrofi hemisfer serebral ipsilateral.
Pertimbangan Operasi
Pasien yang hanya semata-mata dengan porensefali didapat, bukan kandidat operasi, kecuali keadaannya bersamaan dengan hidrosefalus. Porensefali ditindak bedah bila memiliki efek massa atau bila kista porensefali diperkirakan sebagai fokus bangkitan yang tak bisa dikontrol. Seperti kista arakhnoid, kraniotomi dan fenestrasi atau eksisi dinding luar dari kista dilakukan pada kebanyakan kasus. Bila kista tak berhubungan dengan ventrikel lateral, mungkin perlu untuk menciptakan komunikasi. Kadang-kadang shunting CSS dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus. Kebanyakan pasien memperlihatkan berbagai tingkat mental retardasi dan memerlukan pemberian antikonvulsan jangka panjang.
C. HIDRANENSEFALI
Pertama diperkenalkan oleh Cruveilhier pada 1829 sebagai anensefali hidrosefalik. Suatu defek otak yang berat dimana hemisfer serebral digantikan oleh kista yang bermembran yang terdiri dari membran pia-glia yang tebal. Otak yang melapisinya serta tengkorak berkembang normal.
Defek otak yang merata pada hidranensefali tampak pada teritori arteria cerebral anterior dan media, jadi lobus frontal, parietal, temporal dan oksipital anterior. Ganglia basal, batang otak dan serebelum biasanya normal. Defek berkisar dari kasus yang berat, dimana hanya bagian dari lobus temporal dan oksipital serta ganglia basal yang ada, hingga defek terbatas pada teritori arteria serebral media dan mungkin lebih baik disebut porensefali. Terkadang hidranensefali unilateral ditemukan. Hidranensefali simpel tidak bersamaan dengan hidrosefalus; jenis hidranensefali lainnya bersamaan dengan hidrosefalus akibat stenosis akuaduktal.
Insidens hidranensefali sekitar 0.2 persen dari neonatus. Lahir mati atau mati usia bayi muda sering pada kasus yang berat. Mikrogiria sering ditemukan pada tepi hemisfer serebral, dan korteks hemisfer sisanya sering memperlihatkan empat lapisan yang mengandung banyak neuron yang immatur. Ventrikel lateral tidak ada, tapi ventrikel ketiga terkadang dijumpai. Pleksus khoroid biasanya ada. Pons, medulla, serebelum, tentorium, dan saraf otak dijumpai, namun sering kecil abnormal.
Patogenesis hidranensefali belum pasti. Infeksi maternal, irradiasi, usaha menginduksi aborsi, anemia, intoksikasi karbon monoksida, leher terjerat tali pusat, dan anoksia fetal dilaporkan sebagai penyebab. Hipotesa yang paling umum adalah oklusi porsi supraklinoid arteria karotid internal in utero dengan infarksi serebral progresif; patogenik mekanisme ini dipastikan secara percobaan, penelitian patologis dan klinis. Anomali dipercaya berkembang setelah minggu keenam kehidupan fetal, karena arkhitektur otak, kecuali porsi yang defektif, adalah normal.
Presentasi Klinis
Refleks neonatal dapat dideteksi pada bayi dengan hidranensefali untuk beberapa minggu setelah lahir, namun tak ada perkembangan psikomotor yang tampak setelahnya. Tanda klinis yang umum dijumpai adalah: kesulitan menelan, gangguan konjugasi gerak mata, nistagmus, strabismus, bangkitan konvulsif, dan hipotermia. Tonus otot mungkin semula normal, namun refleks tendo dalam segera menjadi hiperaktif. Bayi yang tampaknya tak dapat mengikuti objek mungkin memperlihatkan refleks kejap optikal dan bereaksi terhadap rangsangan visual dan auditori. Temuan ini memberi dugaan adanya jalur refleks subkortikal pada pasien. Pasien sering dengan atrofi optik, postur deserebrasi yang timbul oleh rangsang eksternal, refleks primitif persisten seperti refleks leher tonik, refleks genggam, dan refleks Moro disaat tiadanya tanda klinis peninggian TIK. Tanda-tanda ini adalah khas untuk hidranensefali dan pertanda tidak adanya serebrum.
Transiluminasi tengkorak pertama dilaporkan oleh Strasburger pada 1910 sebagai prosedur diagnostik berguna untuk hidrosefalus berat. Juga digunakan untuk mendiagnosis lesi intrakranial infantil. Pada hidranensefali tengkorak biasanya bertransiluminasi pada semua area. Transiluminasi tengkorak mungkin tidak terjadi dalam satu minggu sejak lahir, karena cairan dalam kista sering berdarah dan mempunyai kadar protein tinggi.
Temuan Radiografik
Karena defek otak pada hidranensefali berlokasi pada teritori arteria serebral anterior dan media, angiografi serebral tak dapat dihindarkan untuk diagnosis pasti. Ia terutama berguna dalam mendiferensiasi hidranensefali, hidrosefalus berat, higroma subdural masif, dan holoprosensefali alober. Perbedaan kelainan tersebut berguna untuk terapi. Hidrosefalus adalah dapat ditindak bahkan pada kasus yang berat seperti juga higroma; namun hidranensefali dan holoprosensefali tidak.
Oklusi porsi supraklinoid satu atau biasanya kedua arteria karotid internal sering terlihat. Arteria oftalmik, komunikans posterior, dan khoroidal anterior biasanya tampak dengan baik. Arteria serebral anterior dan media mungkin opak, namun hanya pada porsi proksimalnya, dan cabang sekunder serta tertier tidak tampak. Arteria serebral posterior dan basilar ditampilkan. Ganglia basal sangat opak, dan terkadang shunting arteriovenosa tampak sepanjang ganglia basal. Cabang perforans arteria serebral posterior dan komunikans posterior berjalan langsung menuju ganglia basal. Anastomosis transdural antara arteria karotid eksternal dan arteria pial dilobus temporal dan oksipital mungkin tampak pada beberapa kasus. Hidranensefali simpel tidak mempunyai kelainan sistem vena fossa posterior atau vena dalam. Hidranensefali yang bersamaan dengan hidrosefalus akibat stenosis akuaduktal memiliki pergeseran anteroinferior dari citra talamik dan pergeseran inferior dari vena Galen dan fossa posterior kecil. Bila defek hemisfer serebralnya merata, drainase vena dari hemisfer serebral tidak terjadi.
Hidranensefali bisa dipikirkan sebagai bentuk berat porensefali. CT scan memperlihatkan area densitas rendah luas dikompartemen supratentorial. Sistema ventrikuler yang lebih atas tidak dijumpai, dan sisa jaringan otak yang kecil, bentuk tak beraturan, mungkin tampak di garis tengah anterior dan posterior. Ganglia basal biasanya normal, falks tampak digaris tengah. Ventrikel keempat normal bentuk dan posisinya.
Hidrosefalus berat, holoprosensefali alober, dan koleksi cairan berat bilateral mungkin menghasilkan temuan CT scan serupa dengan hidranensefali. Untuk diagnosis diferensial kelainan ini, diperlukan angiografi serebral.
Pertimbangan Operasi
Hidranensefali adalah kelainan yang tak dapat ditindak. Pada kasus yang memiliki hidrosefalus, operasi pintas mungkin dilakukan untuk mempermudah perawatan. Koagulasi pleksus khoroid bisa berguna untuk hidrosefalusnya. Prognosis sangat buruk. Kebanyakan pasien mati dalam satu tahun, terkadang enam tahun atau lebih.
D. HOLOPROSENSEFALI
Adalah malformasi yang disebabkan oleh gangguan perkembangan prosensefali pada tahap fetal dini, saat terdapatnya tiga hingga lima gelembung otak. Keadaan ini bersamaan dengan hipoplasia berat telensefalon dan diensefalon.
Kundrat menguraikan malformasi ini sebagai 'arinensefali' pada 1882, istilah yang sekarang tidak umum digunakan. Ia mendefinisikan malformasi ini secara tipikal mempunyai tiga anomali: (1) anomali garis tengah pada muka, seperti harelip dan langit-langit bercelah; (2) tiadanya bulbus olfaktori dan traktus olfaktori; dan (3) telensefalon monoventrikuler. Ia mengklasifikasikan arinensefali kedalam tujuh anomali:
1. ethmosefali
2. sebosefali
3. arinensefali dengan celah bibir median
4. arinensefali dengan celah bibir lateral dan celah langit-langit dengan trigonosefali
5. arinensefali dengan trigonosefali
6. mikrosefali dengan tiadanya saraf olfaktori dan perubahan ringan forebrain
7. agenesis korpus kalosum
Yakovlev, 1959 menganjurkan istilah 'holotelensefali' untuk malformasi ini, karena stria olfaktori biasanya tidak ada namun lobus rinensefalik dari telensefalon terdapat.
DeMyer dan Zeman secara benar menyebut malformasi ini sebagai 'holoprosensefali' dan terdiri dari malformasi telensefalon dan diensefalon, karena malformasi ini sering bersamaan dengan anomali diensefalon. Holoprosensefali dibagi kedalam tiga kelompok:
1. holoprosensefali alober, yang mana memiliki satu ventrikel tanpa fisura interhemisfer
2. holoprosensefali semilober, yang mana memiliki sisa lobus serebral dan fisura interhemisfer yang terbentuk sebagian pada regio posterior
3. holoprosensefali lober, yang mana memiliki lobus serebral dan fisura interhemisfer yang berkembang normal, namun neokorteks frontal bersatu dan hubungan antara ventrikel menetap
Holoprosensefali juga diklasifikasikan kedalam lima jenis, sesuai beratnya anomali fasial secara klinis:
1. siklopia
2. ethmosefali
3. sebosefali
4. dengan celah bibir median
5. dengan anlage filtrum-premaksila median
Menurut klasifikasi ini, siklopia adalah bentuk holoprosensefali terberat: Telensefalonnya monoventrikuler, otaknya alober, dangan permukaan rata dan fisura serta giri tak dapat dibedakan.
Holoprosensefali dapat diinduksi pada percobaan dengan zat kimia seperti magnesium, asam butirat indola, vinblastin, dengan hipoksemia atau hiperkarbon dioksidemia, dan aksi fisik seperti trauma dan iradiasi. Diabetes melitus maternal pada tahap awal kehamilan dikira penyebab terpenting pada manusia. Defek ovarium sendiri juga dikira sebagai faktor penyebab. Dijumpai beberapa kasus yang familial. Hasil penelitian khromosomal biasanya normal, namun trisomi 13-15 terkadang dijumpai.
Anomali ini berkembang setelah minggu ketiga gestasi. Kerusakan mesoderm sekitar porsi anterior prosensefalon mengganggu perkembangan selanjutnya dari prosensefalon dan bagian median muka. Divertikulasi prosensefalon, pelipatan anteroinferior atap diensefalik, dan pembentukan falks terjadi sebelum terbentuknya korpus kalosum pada hari ke 70 hingga ke 120 dari gestasi. Akibatnya, atap diensefalik terletak dalam pada fisura interhemisfer dan falksnya normal pada kasus sederhana agenesis korpus kalosum. Atap diensefalik, yang sudah melipat, bisa terdorong keatas melalui defek korpus kalosum dan terbentuklah kista interhemisfer.
Presentasi klinis
Karena divertikulasi prosensefalon dan perkembangan muka erat berhubungan secara embriologis, pertama dapat diduga adanya malformasi serebral dari malformasi fasial. Holoprosensefali alober sering bersamaan dengan anomali fasial, dimana hipotelorisme adalah satu yang tersering. Beratnya anomali fasial tidak selalu berhubungan dengan beratnya anomali serebral. Pada bentuk berat holoprosensefali, hemisfer serebral tak dapat dikenal dan rongga sistik terisi CSS (kantung dorsal) yang berhubungan dengan monoventrikel terdapat pada regio frontal. Kantung dorsal dikira sebagai bagian dari sistema ventrikuler dan sebagian melekat pada dura. Kantung dural mungkin menetap sebagai kista interhemisfer atau mungkin menonjol keekstrakranial. Korpus kalosum sulit dikenal, namun forniks dapat terlihat pada beberapa kasus. Septum pelusidum tak ada. Ganglia basal berkembang buruk. Diensefalon tidak terpisah menjadi paruh kiri dan kanan dan tetap bersatu. Struktur di bawah otak tengah mungkin normal kecuali hipoplasia atau tiadanya traktus piramid. Bentuk ringan holoprosensefali mungkin dikelirukan sebagai agenesis korpus kalosum, kista interhemisfer bersamaan dengan korpus kalosum, kista interhemisfer primer, kista diensefalik, hidroensefalodisplasia, atau keadaan lainnya.
Berbagai kelainan yang bersamaan dengan holoprosensefali disamping anomali khas dijelaskan oleh Kundrat. Dismorfia fasial dan anomali fasial median, celah bibir dan langit-langit, mikroftalmia, anoftalmia, dan probosis adalah berhubungan dengan holoprosensefali. Anomali ini menunjukkan gangguan mesoderm prekhordal, anlage hidung, mulut, bibir dan struktur lainnya, yang sangat erat berhubungan dengan ujung rostral tabung neural. Mikrosefali, tiadanya komisura anterior, tiada atau hipoplasianya traktus piramid, dan anomali pembuluh serebral seperti arteria serebral anterior azigos adalah anomali bersamaan yang umum dari SSP. Kelenjar pituitari tiada pada kebanyakan kasus. Gangguan endokrin mungkin terjadi. Batang otak biasanya terbentuk normal. Polidaktili atau sindaktili, penyakit jantung kongenital, transposisi visera internal, anomali sistema reproduktif dan genitourinaria umum terjadi. Anomali ini bukan bagian yang esensial dari holoprosensefali, dan beberapa kasus tidak memiliki anomali ekstrakranial ini. Transiluminasi tengkorak positif pada regio oksipital karena adanya kantung dural. Elektroensefalografi biasa memperlihatkan aktivitas tegangan tinggi diregio frontal dan aktivitas tegangan rendah diregio oksipital. Beberapa kasus memperlihatkan trisomi D1.
Temuan Radiografik
Foto tengkorak polos bisa memperlihatkan tiadanya septum nasal, abnormalitas ethmoid, atau hipotelorisme. Pemeriksaan udara menampakkan tiadanya falks dan adanya sejumlah besar udara dikantung dorsal, yang berhubungan dengan monoventrikel yang terletak dianterior.
DeMyer menetapkan anomali fasial garis tengah mempunyai arti diagnosis untuk holoprosensefali. Beberapa kasus holoprosensefali ringan berhubungan dengan anomali fasial selain hipotelorisme. Konsekuensinya diagnosis pasti akan tergantung pada CT scan dan angiografi serebral. Menurut uraian Yakovlev mengenai vaskulatur serebral, sirkulasi anterior mengandung satu saluran median (arteria serebral anterior tak berpasangan atau azigos) dan dua saluran lateral (arteria serebral media). Anomali sistema vertebrobasiler jarang. Angiogram serebral melalui arkus aortik bayi pria usia empat bulan dengan holoprosensefali alober dilaporkan Wisen, memperlihatkan arteria serebral anterior tak dapat dikenal dan seluruh telensefalon dicatu oleh arteria serebral media. Arteria khoroid anterior hipertropik dan arteria serebral posterior tidak opak. Pasien lain yang diperiksa postmortem memperlihatkan arteria karotid internal unilateral yang hipoplastik dan telensefalon dicatu arteria karotid internal kontralateral. Laporan Zingesser memperlihatkan adanya arteria trigeminal primitif serta satu arteria serebral anterior dan dua arteria serebral media. Arteria serebral posterior mempunyai pejalanan yang aneh.
Maki dan Kumagai membedakan sirkulasi serebral pada holoprosensefali sebagai terbagi kedalam dua jenis, berdasar dua saluran utama: (1) jenis arteria azigos, dengan satu arteria serebral anterior dan satu arteria serebral media, dan (2) jenis arteria yang tidak berdiferensiasi, dengan satu trunkus utama yang bergelombang dan mencatu otak keseluruhan. Juga dijelaskan temuan angiografik khas berikut pada holoprosensefali alober:
1. Tidak ada temuan yang mengarahkan pada adanya falks, jadi tidak ada pengisian arteria perikalosal, sinus sagital inferior, atau sinus sagital superior (setengah anterior).
2. Angiogram memperlihatkan tidak adanya separasi diensefalon, jadi memperlihatkan area serebrovaskulosa en blok.
3. Terdapat area avaskuler bersesuaian dengan kantung dorsal.
4. Arteria khoroidal mungkin hipertropik.
5. Sistema vertebrobasilar biasanya normal.
Pada holoprosensefali alober dan semilober, perjalanan bergelombang arteria serebral anterior azigos yang dekat dengan tabula dalam tulang frontal adalah temuan khas. Arteria azigos berjalan pada permukaan neokorteks frontal yang tak mempunyai fisura interhemisfer. Porsi M1 arteria serebral media tidak ada atau sangat pendek; karenanya cabang arteria serebral media tampaknya langsung menjauhi bifurkasi karotid. Segitiga Sylvian jarang tampak karena adanya hipoplasia lobus temporal. Osaka menekankan adanya hipogenesis sistema vena dalam. Bila sinus sagital superior ada, ia berjalan tidak digaris tengah atau disepanjang tepi kantung dorsal. Aliran dari ganglia basal kesinus lateral melalui vena abnormal tampaknya menjadi vena diensefalik persisten. Vena serebral internal, vena Galen, sinus rektus, dan sinus sagital inferior tak ada, dan pengaliran vena memperlihatkan pola embrionik. Hipoplasia sistema vena dalam memiliki arti diagnostik untuk holoprosensefali, terutama jenis lober.
CT scan pada holoprosensefali alober memperlihatkan tiadanya fisura interhemisfer karena hemisfer serebral tidak berkembang. Ventrikelnya monoventrikuler, dan ventrikel ketiga tak dapat dikenal. Ventrikel keempat normal. Parenkhima otak dapat tampak hanya di regio frontal atau oksipital. Kompartemen supratentorial diisi area berdensitas rendah yang luas kecuali diregio lobus frontal dan batang otak. Kantung dorsal ditemukan diregio parietal dan / atau oksipital yang berhubungan dengan monoventrikel dan mencapai tabula dalam dari tulang tengkorak. Falks dan korpus kalosum tak ada. Defek otak mungkin serupa dengan hidranensefali, namun dua penyakit ini dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya falks dan dengan temuan angiografik. Pada holoprosensefali alober yang bersama dengan hidrosefalus, sistema ventrikuler, termasuk kantung dorsal, mungkin terdorong, berakibat diagnosis pasti sulit tanpa angiografi serebral. Pada holoprosensefali semilober atau lober, ventrikelnya monoventrikuler atau tanduk anteriornya bersatu. Tanduk posteriornya terpisah. Hemisfer serebral terdapat, dan fisura interhemisfer dapat dikenal, namun tak ada falks.
Pertimbangan Operasi
Holoprosensefali biasanya bersamaan dengan mikrosefali, namun mungkin bersamaan dengan hidrosefalus. Holoprosensefali dipikirkan sebagai kelainan yang tak dapat ditindak seperti halnya hidranensefali. Prognosis keadaan ini buruk, bahkan bila operasi pintas dilakukan dini. Insidens hidrosefalus yang menyertai adalah tinggi pada jenis lober dan semilober dibanding jenis alober. Retardasi mental berbagai tingkat terjadi pada holoprosensefali lober, namun terdapat beberapa kasus tanpa defisit neurologis. Kasus ini memiliki prognosis yang lebih baik, dan pasien ini menjadi kandidat untuk operasi pintas.
E. LISSENSEFALI
Malformasi yang jarang, dimana telensefalon tetap pada bentuk primitifnya tanpa giri akibat gangguan sulkasi dan migrasi sel. Permukaan otak halus, tanpa pembentukan giri (agiria) atau sulsi yang luas dan dangkal dengan giri yang luas abnormal (pakhigiria). Fetus manusia normal usia kurang dari empat bulan tak mempunyai giri, namun menetapnya agiria setelah waktu tersebut menunjukkan kegagalan perkembangan sulsi dan giri serebral. Penyebabnya tak diketahui.
Patofisiologinya, korteks serebral menebal pada lissensefali, dengan penambahan substansi kelabu dan pengurangan substansi putih. Neokorteks yang agirik mengandung empat lapisan: (1) lapisan molekuler, (2) lapisan seluler permukaan dengan sel piramidal, menggantikan lapisan ke III, V, dan VI neokorteks normal; (3) lapisan sel jarang; dan (4) lapisan seluler dalam, mengandung neuron piramidal dan nonpiramidal yang gagal bermigrasi sempurna. Otak pada lissensefali serupa dengan yang tampak pada fetus usia 3 hingga 4 bulan. Talamus, ganglia basal, dan serebelum lebih ekstrenal dari tampilan normal. Batang otak biasanya anomali, heterotopia olivari supernumeral dilaporkan pada beberapa kasus, traktus panjang biasa kurang berkembang, prominens piramidal dan olivari dari medulla tak ada, dan korpus kalosum serta pedunkel serebral biasanya hipoplastik.
Presentasi Klinis
Gambaran neuropatologi dasar dari lissensefali, bagian dari permukaan otak yang licin atau agiria, adalah mikrosefali, ventrikel lateral persisten yang luas (kolposefali), dan hipoplasia neopallial dengan laminasi abnormal. Autosom resesif yang diturunkan ditemukan pada beberapa sindroma malformasi dengan tampilan lissensefali.
Pasien sering memperlihatkan mikrokrania, postur deserebrasi, tidak responsif terhadap rangsang lingkungan, retardasi motor berat, bangkitan sebelum usia satu tahun, gagal untuk tumbuh, infeksi berulang, dan mati dini. Kraniofasial disproporsi terjadi sekunder karena hipoplasia maksiler dan mandibuler. Kepala kecil, dengan dahi dan oksiput menonjol, serta muka sempit, dagu kecil, telinga letak rendah, jarak mata lebar. Anomali kongenital yang bersamaan termasuk kelainan jantung kongenital, seperti duktus arteriosus paten, foramen oval paten. Anomali Ebstein, defek septal ventrikuler, katub pulmoner bikuspid, stenosis valvuler pulmoner, dan vena kava superior kiri persisten; atresia duodenal; agenesis ginjal; testikel tak turun; hernia inguinal; polidaktili; sindaktili; dan ekor rudimenter. Trisomi 17-18 mungkin menimbulkan mikrosefali dan agiria. Ventrikel lateral sering berdilatasi, terutama bagian setengah posterior, karena hipogenesis substansi putih, dan memperlihatkan tampilan fetal (kolposefali).
Temuan Radiografik
CT scan pasien lissensefali memperlihatkan korteks yang relatif tebal dan substansi putih yang jarang. Fisura serebral, seperti juga fisura Sylvian mengalami malformasi, dan sulsi serebral tak dapat dikenal. Fisura Sylvian yang kurang berkembang mungkin tampak, namun sulsi sekundernya tak ada. Operkulasi tak ada, dan insula terbuka. Temuan kolposefali dengan tengkorak mikrosefalik, walau tidak spesifik untuk lissensefali, sangat mengarah pada adanya anomali perkembangan kortikal serebral. Dinding ventrikuler mungkin mempunyai tampilan noduler karena adanya substansi kelabu heterotopik. Lissensefali sering bersamaan dengan kavum septi pelusidi. Tidak selalu mudah mendiagnosis keadaan dengan CT scan semata, dan angiografi serebral mungkin perlu umtuk diagnosis pasti. Arteria serebral media memperlihatkan indentasi dangkal pada daerah fisura Sylvian; titik dan segitiga Sylvian tak ada. Arteria perikalosal memperlihatkan peregangan dan pelengkungan ringan, dan pola giral normal tak tampak pada angiogram.
Pertimbangan Operasi
Karena lissensefali sering tampil dengan mikrosefali, tindakan bedah tak dapat dilakukan. Bila terjadi hidrosefalus, bisa dipikirkan operasi pintas.
F. AGENESIS KORPUS KALOSUM
Korpus kalosum adalah struktur terpenting dalam hal komisura. Ia tampak sekitar minggu gestasi kesepuluh dan menghubungkan area non olfaktori dari setiap hemisfer serebral. Pada tahap dini perkembangan, berkas kecil dibentuk di komisura hipokampal. Ketika neopalidum secara bertahap meluas, ia melebar keanterior secara tiba-tiba, kemudian keposterior sepanjang atap diensefalik dalam bentuk lengkung. Bagian antara korpus kalosum dan fisura hipokampal menjadi sangat tipis dan berkembang keseptum pelusidum.
Beberapa kasus agenesis korpus kalosum dilaporkan sejak Reil untuk kasus postmortem pada 1812. Anomali ini mungkin terjadi sebagai malformasi tunggal (agenesis terbatas), namun sering bersamaan dengan lipoma intraserebral garis tengah, hidrosefalus komunikans, ensefalosel, malformasi Chiari, kista interhemisferik, anomali kraniovertebral, kista Dandy-Walker, holoprosensefali, displasia septo-optik, dan hipoplasia serebral lainnya (agenesis kompleks). Ia juga sering bersamaan dengan anomali diluar SSP.
Agenesis korpus kalosum mungkin lengkap atau parsial. Pada agenesis lengkap, ventrikel lateral terbentuk namun tidak dibentuk oleh serabut komisura dan ventrikel ketiga terbentuk tapi lebih tinggi. Atap ventrikel ketiga mungkin menonjol ke depan, ke atas, ke belakang dan mungkin membentuk kista diensefalik. Tak ada korpus kalosum pada holoprosensefali, namun korpus kalosum yang tak ada secara lengkap tidak merupakan bagian dari holoprosensefali. Berkas Probst ditemukan pada agenesis korpus kalosum yang lengkap, namun tidak pada holoprosensefali. Disgenesis parsial korpus kalosum biasanya diketahui pada splenium namun mungkin tampak pada segmen anterior.
Penyebab kelainan ini belum jelas. Hereditas mungkin berperan, karena kasus-kasus sibling pernah dilaporkan. Pernah juga dilaporkan kasus agenesis korpus kalosum dengan sklerosis tuberosa. Tiadanya korpus kalosum bisa disebabkan infarksi vaskuler, karena arteria serebral anterior tidak berdiferensiasi lengkap disaat korpus kalosum mulai berbentuk (bentuk ensefaloklastik). Malformasi akibat disgenesis garis tengah dorsal bisa dilihat pada tabel.
Presentasi Klinis
Tak ada gejala klinis khas sehubungan dengan agenesis korpus kalosum. Gejala umum adalah akibat anomali yang bersamaan. Penjelasan lengkap tentang korpus kaolosum dan kelainannya diberikan oleh Bill, Brun dan Probst yang menjadi pegangan hingga kini.
Temuan Radiografik
Pneumoensefalografi atau pneumoventrikulografi adalah tindakan diagnostik terpilih. Davidoff dan Dyke menguraikan gambaran pneumoensefalografik dari agenesis korpus kalosum sebagai berikut (sekarang digunakan untuk CT scan):
1. Separasi yang jelas dari ventrikel lateral.
2. Tanduk frontal sempit (kecuali bila terdapat hidrosefalus).
3. Puncak lateral dari tanduk frontal dan badan dari ventrikel lateral bersudut tajam.
4. Dilatasi relatif tanduk oksipital dengan konkavitas mengarah ke tepi medial ventrikel.
5. Elongasi foramina Monro.
6. Dilatasi umum ventrikel ketiga dengan berbagai tingkat interposisi antara ventrikel lateral.
Angiografi serebral tetap prosedur diagnostik berguna untuk agenesis korpus kalosum bila temuan CT scan tidak menentukan. Angiogram mungkin memperlihatkan anomali vaskuler intrakranial bersamaan dengan malformasi ini. Berikut adalah gambaran angiografik dari agenesis korpus kalosum:
1. Kurvatura normal arteria serebral anterior sekitar genu korpus kalosum menghilang.
2. Arteria serebral anterior naik linear dan selanjutnya berjalan kebelakang dan jauh keatas, atau terbagi menjadi beberapa cabang tersusun radial.
3. Kelompok serebral media mungkin normal, atau sedikit meninggi.
4. Vena serebral internal dan vena major Galen mengalami pelurusan dan tergeser keatas dan kebelakang.
5. Vena striotalamik dan serebral internal tumpang-tindih.
6. Vena serebral internal pada tiap sisi terdorong kelateral dari garis tengah.
7. Jarak antara sinus sagital inferior dan vena serebral internal berkurang.
8. Jarak antara vena perikalosal dan vena serebral internal berkurang.
Bila terdapat hidrosefalus, konfigurasi pembuluh ini berubah oleh dilatasi sistema ventrikuler.
CT scan menunjukkan ekstensi dorsal dari ventrikel yang berdilatasi antara tanduk frontal yang terpisah ke lateral dari ventrikel lateral. Fisura interhemisfer dan falks terdapat. Ventrikel lateral tetap monoventrikuler pada holoprosensefali alober dan memperlihatkan tanduk frontal yang umum pada holoprosensefali lober dan displasia septo-optik.
Abnormalitas Lain Korpus Kalosum Dan Sekitarnya
Lipoma Korpus Kalosum
Adalah malformasi kongenital yang tampak sebagai massa terbatas dari lemak primitif didalam atau menggantikan genu korpus kalosum. Jarang didiagnosis selama kehidupan anak-anak sebelum adanya CT scan. Malformasi mungkin tampak pada foto polos tengkorak sebagai daerah lusen, dan mungkin ada kalsifikasi berbentuk rim bulan sabit pada anak yang lebih besar. Angiografi serebral menunjukkan arteria serebral anterior displastik, dilatasi yang irreguler. Arteria serebral anterior sering azigos. CT scan memperlihatkan massa densitas rendah dengan kalsifikasi periferal antara tanduk frontal dan diatas anterior ventrikel ketiga. Densitas massa lebih rendah dari CSS karena berisi lemak. Karenanya tidak sulit untuk mendiagnosis lipoma yang berkaitan dengan agenesis korpus kalosum.
Tabel 5-3. Malformasi Akibat Disgenesis Garis Tengah Dorsal
(Loeser dan Alvord, 1968)
Jangan didiagnosa salah sebagai masa dibadan korpus kalosum. Lengkapnya akan dijelaskan dalam seksi kista garis tengah subkalosal.
Pertimbangan Operasi
Operasi pintas diindikasikan bila agenesis korpus kalosum bersamaan dengan hidrosefalus. Agenesis terbatas tidak dipikirkan untuk tindakan bedah.
Pada kasus lipoma korpus kalosum, pendekatan operasi langsung jarang diperlukan, kecuali bila lipoma menyebabkan bendungan jalur CSS. Vaskularitas tumor, bungkus arteria serebral anterior yang ectatic dalam lipoma, dan adesi kapsul kolagen terhadap jaringan otak semua menambah risiko untuk operasi. Operasi diperlukan pada kasus terpilih. Epilepsi, gejala tersering, mungkin tidak untuk diatasi dengan operasi.
F. AGENESIS SEPTUM PELUSIDUM (DISPLASIA SEPTO-OPTIK)
Sering bersamaan dengan agenesis korpus kalosum, namun baik kedua kelainan dapat terjadi tanpa disertai yang lainnya. Dolgopal menjelaskan agenesis septum pelusidum pada otak dengan ventrikel yang terdistensi hebat. Tiadanya septum pelusidum adalah gambaran khas holoprosensefali. Gross dan Hoff menemukan beberapa dengan perubahan sekunder. Kerusakan dan fenestrasi septum pelusidum sering tampak pada hidrosefalus yang berlangsung lama.
DeMorsier menjelaskan gejala termasuk malformasi saraf optik. Keadaan ini disebut displasia septo-optik, khas dengan hipoplasia diskus optik bersamaan dengan tiadanya septum pelusidum. Korpus kalosumnya tipis, badan forniks bagian atas bersatu. DeMorsier menduga gejala timbul karena agenesis anlage neuroglial embrionik yang menjembatani asal korpus kalosum dengan komisura anterior. Penyebab dan morfogenesis displasia septo-optik tetap tak diketahui. Malformasi mungkin terjadi dengan cara yang sama dengan holoprosensefali, melalui defek mesoderm prekhordal. Khiasma berrotasi 90o untuk membentuk hubungan dua berkas optik diatas dan dibawah, dibanding sisi ke sisi, serta dekusasionya. Ventrikel optik memperlihatkan ventrikel ketiga anterior embrionik yang berdilatasi persisten, serta juga ada hipoplasia infundibulum. Hipopituitarisme sering tampak, retardasi pertumbuhan sering bersamaan.
Presentasi Klinis
Kebanyakan diagnosis gejala ini dapat dibuat berdasar temuan klinis: diskus optik hipoplastik, gangguan penglihatan, tubuh pendek, dan nistagmus seesaw. Trigonosefali dan hipotelorisme mungkin dijumpai, tumpang tindih dengan holoprosensefali.
Temuan Radiografik
Diagnosis displasia septo-optik ditentukan secara neuroradiologis. Tomogram aksial memperlihatkan kanal optik kecil. Temuan pneumoensefalografi serupa dengan holoprosensefali bentuk ringan (holoprosensefali lober), walau keadaan ini bukan merupakan bagian dari holoprosensefali. Atap tanduk frontal yang berfusi sedikit mendatar, dengan sudut lateral membundar, dan septum pelusidum tak ada. Pada projeksi brow-up, ventrikel optik sering tampak meluas dari bulbus anterior ventrikel ketiga. Resesus infundibuler kecil dan sulit tampak. Sisterna khiasmatika biasanya besar. CT scan berguna dalam diagnosis. Tampilan angiografik biasanya normal. Arteria komunikans anterior sedikit lebih besar dari normal, vena septal tak tampak di garis tengah namun mengalirkan dinding lateral tanduk frontal tunggal untuk bergabung dengan vena talamostriata, membentuk vena serebral internal.
Pertimbangan Operasi
Tidak ada tindakan terhadap tiadanya septum pelusidum. Bila bersamaan dengan hidrosefalus, dilakukan operasi pintas.
G. KISTA GARIS TENGAH SUBKALOSAL
Tiga jenis rongga ekstra diketahui sebagai kista garis tengah subkalosal: (1) kavum septi pelusidi, (2) kavum verge, dan (3) kavum veli interpositi. Rongga ini sering dijumpai kebetulan pada pneumoensefalografi atau CT scan atau postmortem; jarang tampil secara klinis. Rongga ini adalah struktur normal dan sering terdapat pada otak normal bayi prematur.
Septum pelusidum adalah dinding medial ventrikel lateral dan biasanya lebar 1-2 mm. Terdiri dua dinding dengan rongga kecil antaranya. Bila rongga ini besar abnormal, disebut kista septum pelusidum atau ventrikel kelima. Dibatasi genu korpus kalosum dianterior, korpus kalosum disuperior, rostrum korpus kalosum dan komisura anterior dianteroinferior, dan pilar anterior forniks di posterior dan posteroinferior. Dari lateral tampak sebagai sosis.
Kavum verge adalah perlusan ke posterior dari kavum septi pelusidi. Terletak dibelakang septum pelusidum, antara bagian lateral ventrikel, yang tergeser dari garis tengah. Kista ini pertama diperkenalkan anatomis Italia, Andre Verga tahun 1851 dan biasa juga disebut ventrikel keenam. Dibatasi oleh badan forniks disebelah depan, badan korpus kalosum disuperior, pilar posterior forniks dilateral, dan forniks transversa (psalterium) di posterior. Kavum verge biasanya berhubungan dengan kavum septi pelusidi namun dapat tampil sebagai rongga tunggal. Sangat jarang dibanding kavum septi pelusidi. Tak satupun rongga dibatasi ependima, dan tak satupun yang merupakan bagian dari sistema ventrikuler.
Kedua rongga dibatasi aspek perpendikuler pilar forniks. Van Wagenen dan Aird mengklasifikasikan kavum septi pelusidi dan verge kedalam tiga kelompok: (1) nonkomunikans, (2) komunikans, dan (3) rongga didapat sekunder karena kelainan lain. Thompson mengklasifikasikan rongga ini kedalam: (1) kavum septi pelusidi anterius, dan (2) kavum posterius. Shaw dan Alvord mengklasifikasikannya kedalam (1) asimtomatik atau rongga insidentil dan (2) simtomatik atau rongga patologik, yang terakhir dibagi lagi kedalam simpel, atau tidak komplikata, dan komplikata. Rongga komplikata berhubungan dengan hidrosefalus, tumor otak, meningitis dan kelainan lainnya.
Septum pelusidum berkembang simultan dengan korpus kalosum selama minggu keduabelas dan kesembilanbelas kehidupan fetal. Rakic dan Yakovlev membuat postulasi mekanisme perkembangan kavum septi pelusidi sebagai pemisahan sekunder, disebabkan nekrobiosis, pada garis tengah serabut kalosal yang terletak pada bagian yang bersatu dari hemisfer serebral (tebing dari sulkus medianus telensefali medii). Kavum septi pelusidi ditemukan pada semua neonatus prematur. Kavum menghilang bertahap, dimulai pada bagian posterior. Kavum verge, bila ada, mulai menghilang sekitar gestasi enam bulan. Kavum septi pelusidi mulai menutup tepat sebelum lahir. Insidens kavum septi pelusidi pada usia dua bulan sudah jarang, dan menurun hingga 10 persen pada enam bulan, mendekati insidens pada dewasa.
Rongga abnormal jarang, karena septum pelusidum, dinding dari rongga, menjadi tipis dan mudah robek. Rongga yang tampak pada bayi prematur biasanya tidak mempunyai hubungan dengan ventrikel. Perubahan tekanan didalam atau diluar rongga atau peregangan berlebihan septum pelusidum berakibat ruptur spontan serta perforasi atau fenestrasi. Fenestrasi septum pelusidum sering tampak pada otak yang hidrosefalik. Karena septum pelusidum melekat pada korpus kalosum, komisura anterior, forniks dan psalterium, ia terregang bila ventrikel membesar akibat peninggian TIK. Karenanya kavum septi pelusidi jarang tampak pada otak dengan hidrosefalus, kecuali hidrosefalus yang terjadi pada usia kurang dari dua bulan. Rongga cenderung lebih tertekan dari pada membesar pada hidrosefalus internal. Bila tekanan intraventrikuler menurun akibat operasi pintas, drainase spinal, pneumoensefalografi, ventrikulografi, atau sebab lain, kavum robek bila septumnya tipis dan membesar bila septumnya tebal. Penebalan septum pelusidum dan penurunan tekanan intraventrikuler dikira penyebab utama dari kava abnormal. Hidrosefalus yang bersamaan dengan kavum abnormal garis tengah jarang menyebabkan keadaan yang sangat kompleks; hidrosefalus tidak membaik dengan operasi pintas berulang, karena ventrikel lateral berlokulasi sebagai akibat adanya kavum. Pada kavum septi pelusidi anak, rongga dibatasi astrosit, namun rongga pada dewasa mungkin dibatasi ependima seperti ventrikel normal, membuktikan adanya metaplasia sel glial. Temuan ini memberi dugaan adanya perubahan dinamik pada struktur garis tengah normal.
Kavum veli interpositi dibentuk oleh proses berbeda. Ketika korpus kalosum meluas keposterior, ia membawa lapisan pia pada permukaan bawahnya hingga akhirnya membentuk atap ventrikel ketiga. Lapisan pial terpisah diposterior. Bagian inferior mengikuti atap ventrikel ketiga untuk mencapai badan pineal dan tektum. Bagian superior melekat pada permukaan bawah korpus kalosum dan lewat sekitar splenium untuk berhubungan dengan pia melapisi permukaan medial hemisfer serebral. Lipatan seperti kantung, jadi membentuk fisura khoroidal transversa, dan elemennya yang bersatu membentuk tela khoroidea ventrikel ketiga. Kebanyakan fisura ini menutup secara struktural bila tidak fungsional; namun tetap dispensibel pada setiap keadaan. Bila fisura tetap terbuka, membentuk sisterna velum interpositum; bila berdilatasi, sering disebut sebagai kavum veli interpositi.
Kavum veli interpositi (kavum interventrikuler) adalah rongga segitiga terletak didepan sisterna kuadrigeminal dan diatas atap ventrikel ketiga. Rongga berkembang sebagai akibat separasi abnormal dari lengan forniks. Ia dibatasi badan dan lengan dari forniks di anterior dan superior, oleh komisura hipokampal disuperior dan posterior, oleh atap ventrikel ketiga diinferior dan anterior, dan oleh resesus suprapineal atau badan pineal diinferior dan posterior. Rongga melebar diposterior dan menyempit dianterior. Tampak samping, rongga berbentuk koma, dengan konkavitas dinding atas dan bawah mengarah ke ventral. Rongga berhubungan dengan ruang subarakhnoid. Ia dapat dibedakan dari kavum verge dimana yang terakhir ini berhubungan dengan ventrikel dan dasarnya pada tinggi yang sama dengan lantai ventrikel lateral dan diatas forniks, walau atapnya lebih rendah dari atap ventrikel lateral.
30 persen kasus kavum veli interpositi berusia kurang dari dua tahun. Rongga ini terbukti ada pada periode tertentu selama perkembangan otak normal dan menghilang dengan maturasi otak. Rongga yang tampak pada bayi kurang dari delapan bulan biasanya varian normal. Karenanya insidens rongga ini tinggi pada neonatus dan berkurang bertahap sesuai usia, dan hilang pada satu setengah tahun setelah lahir.
Presentasi Klinis
Kavum mungkin besar dan memperlihatkan berbagai gejala neurologis. Kavum dapat berukuran dari slitlike hingga rongga beberapa sm. Rongga yang besar tidak lebih abnormal dari yang kecil. Beberapa mempercayai bahwa rongga menjadi abnormal karena tingginya insidens epilepsi, psikosis, dan neurosis pada pasien dengan kava septi pelusidi yang besar. Umumnya kavum tidak menimbulkan gejala kecuali bila ia menyumbat jalur CSS dan menekan ganglia basal atau kapsula interna. Bila kavum membesar, bisa memberi takanan pada nuklei septal atau forniks, jadi menimbulkan gangguan sistema limbik.
Kavum veli interpositi mungkin secara berkala menyumbat hubungan dengan sisterna vena Galen dan berakibat pembesaran kepala akibat peninggian TIK disebabkan gangguan sirkulasi CSS oleh massa sistik. Rongga dapat merubah jalur CSS pada kasus obstruksi sisterna khiasmatika.
Temuan Radiografik
Kavum septi pelusidi biasanya berhubungan dan pada kebanyakan kasus diketahui sebagai rongga garis tengah antara ventrikel lateral dan diatas atap ventrikel ketiga pada pneumoensefalogram. Tiga bayangan udara bisa tampak, walau terkadang sulit, pada pneumoensefalogram lateral. Mereka dapat mudah terlihat pada tomogram sagital. Kavum verge sering tampak bersamaan dengan kavum septi pelusidi dan jarang sebagai rongga tunggal. Konfigurasi huorglass, dengan konstriksi dibagian tengah, bisa ditemukan karena oposisi yang variabel dari kolumna forniks. Rongga yang nonkomunikans bisa menyebabkan separasi ventrikel lateral dan harus dibedakan dari massa diseptum pelusidum. Terkadang udara dapat diketahui didalam rongga yang nonkomunikans 24 jam setelah pemeriksaan.
Kavum veli interpositi diisi dari ruang subarakhnoid dan menampilkan rongga yang segitiga atau trapezoid dengan sudut tumpul, dengan dasarnya menghadap inferior, pada pneumoensefalogram anteroposterior. Tomogram coronal penting dalam diagnosis. Tampilan lateral memperlihatkan bayangan bentuk koma dengan rongga luas diposterior pada 75 persen pasien, bayangan bentuk lonjong dua persen, dan bayangan bentuk koma dengan rongga luas terletak dianterior pada 5 persen.
Kavum septi pelusidi tak dapat didiagnosis dengan angiografi serebral hingga rongga menjadi cukup besar sebagai kista. Kista memperlihatkan temuan sebagai tumor septum pelusidum secara angiografi: perjalanan abnormal kelompok medial vena subependimal, terutama pada vena septal anterior (vena septum pelusidum) dan vena septal posterior. Splitting vena serebral internal dan vena septal anterior tampak pada tampilan anteroposterior. Bila kavum vergenya besar, pergeseran vena septal posterior dan disasosiasi dari vena atrial medial dapat disaksikan. Pergeseran posteroinferior sudut vena dan kompresi bentuk akordion vena serebral internal tampak pada projeksi lateral. Vena septal anterior terregang dan tergeser keatas dan kebawah bila kavum verge yang besar terdapat sebagai rongga terpisah, sudut vena tergeser ke inferior atau anteroinferior, dan vena septal posterior terregang.
Karena vena serebral internal berjalan pada velum interpositum, ia tergeser saat rongga membesar. Tampilan lateral, angiogram fase vena berguna dalam diagnosis. Bila setengah posterior vena serebral internal tertakan dianteroinferior, konfigurasi vena serebral internal berubah.
Kavum septi pelusidi ditemukan sebagai rongga ekstra CSS antara tanduk frontal ventrikel lateral pada CT scan.
Kavum verge tampak sebagai rongga CSS antara badan ventrikel lateral dan sering tampil bersama kavum septi pelusidi. Bila kavum tumbuh menjadi kista yang besar, mungkin tak dapat dibedakan dengan agenesis korpus kalosum.
Kista septal akan menjadi besar atau tertekan dan perforasi bila hidrosefalus menghebat. Karenanya, adanya hidrosefalus yang bersamaan dengan kavum septi pelusidi jarang. Keduanya dapat terjadi pada tahap awal hidrosefalus.
Sisternografi metrizamida mungkin perlu untuk pemeriksaan hubungan antara rongga dan ventrikel lateral.
Kavum veli interpositi ditemukan pada CT scan sebagai rongga CSS segitiga dengan puncak pada foramina Monro dan dasarnya pada aspek anterior sisterna kuadrin geminal. Kavum veli interpositi dan sisterna yang membesar serta resesus suprapineal sering tampak pada bayi.
Pertimbangan Operasi
Kebanyakan kava adalah tak bergejala dan ditemukan kebetulan, dan tidak mempunyai arti klinis. Kava nonkomunikans tak memerlukan tindakan bila tak bergejala. Pasien dengan kava bergejala atau patologik adalah kandidat untuk tindakan. Hubungan antara kista simpel (tak berkomplikasi) atau kista primer dari kavum septi pelusidi dengan ventrikel lateral terjadi oleh fenestrasi dinding kista. Perbaikan spontan mungkin terjadi setelah pneumoensefalografi.
Kista septum pelusidum ditindak dengan drainase intraventrikuler dari kista septal dengan: (1) pendekatan transkalosal, (2) pendekatan transventrikuler, dan (3) pungsi dengan kanula otak tanpa kraniotomi.
BAB VI
MALFORMASI SEREBELAR
Ada beberapa malformasi serebeler diluar malformasi Chiari dan kista Dandy-Walker. Termasuk kedalamnya age nesis atau aplasia (hilangnya perkembangan embrionik), hipogenesis atau hipoplasia (berhentinya perkembangan), dan ektopia, dan keadaan ini mungkin bagian dari sindroma yang kompleks. Perbedaan anomali perkembangan primer dari atrofi sekunder atau degenerasi struktur subserebeler sering sulit. Keduanya mungkin terjadi bersamaan.
Malformasi serebeler dapat ditimbulkan pada percobaan dengan inokulasi virus strain tertentu yang mempunyai afinitas terhadap serebelum. Hipoplasia serebeler dilaporkan dalam kaitannya dengan infeksi sitomegalovirus kongenital pada bayi. Sel serebeler, terutama sel granuler, sangat terancam proliferasi dan migrasinya oleh berbagai agen kimia dan fisik yang merusak.
Defek hemisfer serebeler dapat dijelaskan dengan teritori perfusi arteria serebeler, namun aplasia vermian dipikir disebabkan faktor disrafik (disrafia rombensefalik garis tengah atau romboskhizis).
Malformasi serebeler diklasifikasikan atas berbagai dasar. Secaca filogenetik dikelompokkan dalam:
1. Malformasi neoserebeler (anomali hemisferik dan pontoserebeler).
2. Malformasi paleoserebeler (aplasia total atau parsial dari vermis).
Secara morfologik-onkogenetik, diklasifikasikan dalam:
1. Agenesis(aplasia) total atau parsial.
2. Hipogenesis (hipoplasia) unilateral atau bilateral.
3. Displasia (sering disertai aplasia atau hipoplasia serebeler)
Secara topografi, malformasi dikelompokkan dalam:
1. Total.
2. Lateral (hemisferik).
3. edian (vermian).
Berdasar pada penelitian klinis dan anatomis, malformasi serebeler diklasifikasikan kedalam empat kelompok:
1. Agenesis total atau parsial (vermis dan hemisfer).
2. Agenesis sesungguhnya dari vermis serebeler dengan kista Dandy-Walker.
3. Agenesis sesungguhnya dari vermis serebeler tanpa kista Dandy-Walker.
4. Defek parsial vermis serebeler.
Malformasi serebeler bisa tampak pada pasien trisomi 13, trisomi 18 dan trisomi 21. Serebelum dan batang otak sering kecil pada pasien dengan sindroma Down, temuan yang dipercaya berkaitan dengan hipotonia. Heterotopia sel granuler dan heterotaksia sering menyertai anomali pada pasien trisomi.
Aplasia (Total) Serebeler
Sangat jarang. Mungkin terjadi bersamaan dengan anensefali atau amielia.
Aplasia (Lateral) Hemisferik
Hipoplasia serebeler bisa bersamaan dengan penyakit Werdnig-Hoffmann dan kelainan neurodegeneratif. Temuan patologis bermacam, berkisar dari tiadanya serebelum secara lengkap atau hampir lengkap hingga tiadanya atau hipoplasia unilateral, tergantung tingkat perkembangan. Keadaan ini sering bersamaan dengan anomali batang otak.
Beberapa pasien tak bergejala. Kebanyakan pasien memperlihatkan setiap simtomatologi serebeler seperti langkah yang tidak siap, gerak yang lambat dan kaku, bangkitan, dan perkembangan yang terlambat. Kelainan yang menyertai termasuk kretinisme, siringomielia, meningosel, malformasi Klippel-Feil, mielomeningosel dan hidrosefalus, ensefalosel, duktus arteriosus paten dan foramen oval paten, agenesis renal, defek diafragma, dan anomali trakheo-esofageal dan kardiak.
Aplasia (Median) Vermian
Aplasia dan hipoplasia vermian bisa terjadi sebagai defek tersendiri. Keadaan ini bisa merupakan bagian dari sindroma anomali garis tengah (defek disrafik dari serebrum dan serebelum). Karenanya aplasis vermian (anomali disrafik rombensefalik garis tengah atau romboskhizis) sering bersamaan dengan anomali disrafik telensefalik garis tengah seperti agenesis korpus kalosum. Karena serebelum dibentuk oleh fusi dua anlagen (primordia serebeler) pada lamina alar dari metensefalon pada awal bulan kedua gestasi, tak adanya. baik parsial maupun lengkap, vermis lebih sering dari defek hemisfer. Pada defek parsial, bagian anterosuperior biasanya ada.
Pasien biasanya dengan retardasi psikomotor, ataksia, inkoordinasi, gangguan langkah, fainting spells dan pusing, serta bangkitan. Periode berganti apnea dan hiperpnea, hipotonia, peninggian refleks tendo dalam, hemiplegia, gerak lidah abnormal, gerak mata abnormal bisa dijunpai. Disamping anomali korpus kalosum, aplasia vermian bisa bersama dengan ensefalosel oksipital, mielomeningosel, langit-langit bercelah. Malformasi Klippel-Feil, arinensefali, mikrosefali, hidrosefalus, dan tiadanya muskulatur abdominal.
Temuan Radiografik
Malformasi serebeler klinis didiagnosis dengan empat gejala dan tanda: (1) ataksia nonprogresif, (2) nistagmus, (3) fossa posterior kecil, dan (4) pengurangan jaringan serebeler yang tampak pada CT scan.
Pneumoensefalogram memperlihatkan koleksi udara difossa posterior. Pada agenesis vermian parsial, lobulasi vermian abnormal, sisterna magna yang membesar, dan defek sepertiga posterior vermis dijumpai. Dilatasi ventrikel keempat bisa diamati. Malformasi serebeler ditampilkan dengan sisternografi.
CT scan memperlihatkan pelebaran ruang subarakhnoid periserebeler. Hipoplasia serebeler harus dibedakan dari kista arakhnoid, kista Dandy-Walker, dan pembesaran sisterna magna. Pada CT scan yang memperlihatkan hipoplasia serebeler, batang otak dan inion biasanya ter letak normal dan tak ada efek massa yang disaksikan. Hidrosefalus dan kelainan lain yang menyertai mudah dilihat pada CT scan.
Angiografi serebral mungkin perlu untuk mencari malformasi serebeler. Arteria serebeler posterior inferior (PICA) hipoplastik pada kebanyakan kasus malformasi serebeler. Pada kasus defek fermian. PICA yang hipoplastik sering bersamaan dengan arteria hemisfer dengan kompensasi hiperplastik.
Pertimbangan Operasi
Prognosis jelek pada pasien dengan defek serebelum luas. Kebanyakan pasien tak dapat mencapai hidup normal dan membutuhkan perawatan khusus.
Bila malformasi serebeler bersamaan dengan hidrosefalus, operasi pintas dipikirkan. Pada kasusyang bersama dengan ensefalosel ataupun mielomeningosel, harus dilakukan perbaikan bedah.
B. KISTA DANDY-WALKER
Hubungan hidrosefalus, hipoplasia vermis serebeler, dan kista fossa posterior bertama diterangkan oleh Sutton pada 1887. Istilah sindroma Dandy-Walker diajurkan oleh Benda tahun 1954, menggambarkan kelainan klinik yang dapat ditindak, berdasar laporan Dandy, Blackfan, Taggart, dan Walker. Sindroma ini terdiri atas triad:
1. Aplasia atau hipoplasia vermis serebeler dengan pergeseran anterosuperior serebelum yang kecil.
2. Transformasi sistik ventrikel keempat.
3. Bersamaan dengan hidrosefalus.
Dengan tes fenolsulfonftalein, Dandy dan Blackfan menemukan pada seorang pasien usia 16 bulan adanya obstruksi antara sistema ventrikuler dan ruang subarakhnoid. Pasien mati dua bulan setelah timbulnya hidrosefalus. Pemeriksaan postmortem memperlihatkan pembesaran ventrikel keempat yang jelas, mengisi fossa posterior dan kedua hemisfer serebeler tergeser kelateral oleh ventrikel keempat yang berdilatasi. Foramina Monro dan akuaduktusnya ada, namun foramina Luschka dan Magendienya tak ada. Taggart dan Walker meninjau ulang kasus tersebut. Mereka menyebut malformasi tersebut sebagai "atresia kongenital dari foramina Luschka dan Magendie". Sejak itu dilaporkan beberapa kasus lagi, dan malformasi Dandy-Walker sudah dipastikan sebagai anomali kompleks yang bersamaan dengan berbagai anomali kongenital.
Patogenesisnya tetap kabur. Transformasi sistik ventrikel keempat akibat atresia foramina Luschka dan Magendie dipercaya menghambat perkembangan cerebeler (teori atresia). Gardner menduga impermeabilitas atap rombik dan hidrosefalus fetal persisten menjadi penyebab primer yang mempengaruhi perkembangan serebeler. Patensi foramina tersebut diperlihatkan secara radilogis. Atresia kongenital foramina ini bukan konstitusi yang esensial dari malformasi Dandy-Walker.
Pleksus khoroid ventrikel keempat tampak sekitar minggu keempat perkembangan embrionik, diikuti penipisan atap rombik dan tampilnya foramen Magendie pada minggu keenam gestasi, tepat sebelum pembentukan ruang subarakhnoid. Vermis superior dan kemudian vermis inferior mulai terbentuk melalui fusi anlagen serebeler pada minggu keenam. Paget menduga bahwa malformasi disebabkan oleh separasi persisten primordia serebeler sekunder karena rupturnya tabung neural (neuroskhizis) dan scarring pada atap rombik. Hipoplasia vermis dikira sebagai ada hubungannya dengan atap rombik yang imper forata, karena anlagen serebeler berfusi sebelum tampilnya foramen Magendie. Pengamat lain menganggap kegagalan penutupan tabung neural, dengan divertikulasi velum medulari posterior, sebagai penyebab kista Dandy-Walker. Kista Dandy-Walker tampaknya diinduksi oleh faktor yang sama dengan malformasi Chiari, namun kedua anomali ini tak ada hubungannya.
Karena malformasi Dandy-Walker berhubungan dengan polidaktili, malformasi ini mungkin berkembang sekitar minggu keenam dari perkembangan embrionik. Area membran rostral ventrikel keempat, yang akan menjadi velum medulari posterior, menggembung karena akumulasi cairan ventrikuler primitif (cairan prekhordal) akibat permeabilitas membrana yang tak sempurna.
Baik pembesaran fossa posterior dan peninggian tentorium serta sinus lateral adalah perubahan sekunder atau primer tidak jelas. Umumnya diterima bahwa perubahan ini adalah sekunder terhadap pembesaran ventrikel keempat; pembesaran ventrikel keempat mengisi sebagian besar fossa posterior. Akibatnya migrasi keposterior sinus transversa dan konfluen dihambat dan sinus tetap pada posisi fetal.
Penyebab kista Dandy-Walker tak diketahui. Anomali perkembangan, infeksi, dan oklusi vaskuler adalah kemungkinan penyebab. Penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa malformasi dapat diinduksi oleh penyebab genetik, kimia dan multi faktor. Kasus familial mengarah pada adanya faktor herediter. Banyak kasus menunjukkan trait resesif autosom. Dinding kista terdiri dari arakhnoid, sel ependimal, dan jaringan serebeler, namun tak ditemukan temuan inflamasi.
Presentasi Klinis
Sistema ventrikuler pada kompartemen supratentorial dan infratentorial membesar. Hidrosefalus menjadi berat dengan perjalanan penyakit. Ventrikel keempat berdilatasi meluas sangat besar dari pada ventrikel ketiga dan lateral, berakibat pembesaran fossa posterior. Vermis bagian atas tergeser keanterosuperior dan terjepit antara insisura tentorii dan pelat kuadrigeminal, yang bisa menekan dan mengobstruksi akuaduktus. Bagian bawah garis tengah dari ventrikel keempat yang membesar meluas kebawah kekanal servikal atas.
Benda menemukan enam kasus kista Dandy-Walker dari 30 pasien dengan hidrosefalus nonkomunikans, LaTorre menemukan dua dari 100 pasien hidrosefalus. Kista Dandy-Walker mungkin bukan kasus yang jarang.
Beberapa anomali SSP yang menyertai telah dilaporkan: malformasi oliva inferior, anomali dan heterotopia folia serebeler, stenosis akuaduktal, mikrosefali, lipoma yang menekan pons dan medulla, siringomielia, agenesis korpus kalosum, tiadanya traktus piramidal bulber bilateral, lesi serupa dengan sklerosis multipel, ensefalosel oksipital, agenesis komisura anterior, dan hipogenesis girus singulata.
Anomali yang menyertai dibagian tubuh lain termasuk polidaktili-sindaktili, langit-langit bercelah, malformasi Klippel-Feil, deformitas Cornelia de Lange, ruas tulang belakang lumbar enam buah, ginjal polisistik bilateral, kista ginjal kongenital, hernia diafragmatika, divertikulum Meckel, dan anomali kardiak. Gejala klinik berasal terutama dari peninggian TIK. Hidrosefalus mungkin tampak saat lahir, atau pembesaran kepala progresif bisa tampak saat bayi. Onset kista Dandy-Walker setelah dewasa pernah dijumpai. Pasien disegala usia sering mengeluh nyeri kepala dan muntah. Onset gejala terkadang dicetuskan oleh trauma atau infeksi umum. Secara klinik kebanyakan pasien memperlihatkan hidrosefalus dan retardasi psikomotor. Perkembangan mental sering terlambat pada pasien dengan anomali yang bersamaan pada kompartemen supratentorial.
Gejala kllinik serupa dengan hidrosefalus komunikans, kecuali untuk penonjolan abnormal tulang oksipital. Bila gejala dimulai dengan nyeri kepala, muntah, ataksia, dan palsi saraf kranial setelah masa bayi, keadaan ini tak dapat dibedakan dari tumor fosa posterior. Tanda serebeler jarang tampak hingga tahap lanjut. Gangguan respirasi bisa terjadi, dan berbagai abnormalitas respiratori pernah dijumpai.
Temuan Radiografik
Gambar 6.2. True Dandy Walker cyst posterior fossa malformation: enlarged posterior fossa with a midline cyst communicating with the 4th ventricle and everted (superiorly rotated) superior vermis. The torcula is elevated to roughly the same level as the lambda
Foto tengkorak polos memperlihatkan pembesaran fossa posterior dengan pendataran skuama supraoksipital dan penonjolan tulang oksipital inferior. Sutura bisa mengalami separasi. Sinus seharusnya terbentuk diatas sutura lamdoid saat fetus, namun pada kista Dandy-Walker migrasi normal kebawah dihambat. Inversi torkular-lambdoid adalah patognomonik untuk kista Dandy-Walker dan terbaik tampak pada anak berusia lebih dari dua tahun, disaat alur sinus terbentuk jelas.
Pneumoensefalografi jarang dilakukan untuk kista Dandy-Walker. Bila dilakukan, udara terjebak diforamen magnum atau hanya mengisi ruang subarakhnoid tanpa memasuki ruang ventrikuler. Jarang udara mengisi ventrikel keempat yang berdilatasi, dan ventrikel lateral yang berdilatasi bisa diperlihatkan bila stenosis akuaduktus tak terjadi. Pada kista arakhnoid fossa posterior, ventrikel keempat yang normal dan kista yang besar terisi udara secara bersamaan. Pelacak otak radionuklida bisa digunakan untuk menilai kista Dandy-Walker.
Pneumoventrikulografi dan terutama CT scan digunakan untuk memperlihatkan hidrosefalus pada kompartemen supratentorial dan dilatasi sistik ventrikel keempat dikompartemen infratentorial. Pada beberapa anak ventrikel lateralnya normal atau hanya sedikit melebar. Burr hole diregio oksipital harus cukup tinggi untuk mencegah cedera sinus lateral yang mengalami elevasi. Jarang-jarang, akuaduktus teroklusi fungsinya oleh kompresi vermis hipoplastik. Pada tiap kasus, kista fossa posterior tidak tampak.
Kista Dandy-Walker sering bersama dengan anomali kompartemen supretentorial. Karenanya angiografi harus termasuk sistema karotid dan vertebrobasiler.
Karena kista Dandy-Walker biasanya disertai hidrosefalus, angiogram karotid memperlihatkan arteria serebral anterior yang lengkung atau unrolling, peninggian arteria serebral media akibat dilatasi tanduk temporal, dan pergeseran keatas arteria serebral posterior karena peninggian tekanan didalam fossa posterior. Temuan ini cocok dengan diagnosis hidrosefalus komunikans simpel. Karenanya angiografi vertebral diperlukan untuk membedakan kista Dandy-Walker tanpa agenesis korpus kalosum dengan hidrosefalus komunikans.
Vena Galen memanjang dan sering mengalami duplikasi. Vena serebral internal menghalami separasi. Vaskularisasi kanan dan kiri yang berkaitan dengan hipotalamus ('citra talamik') tergeser kelateral. Torkular Herophili dan sinus lateral terangkat. Vena serebral internal, vena Galen, dan sinus rektus tampak berjalan secara hampir lurus pada tampilan lateral, dan sudut antara sinus lateral kanan dan kiri (sudut torkular) menjadi lebih sempit dibanding sistema vertebrobasilar normal.
Arteria serebral posterior tergeser kelateral dan tampak berjalan paralel pada tampilan anteroposterior. Karenanya bagian sirkum-mesensefalik arteria serebral posterior tidak memperlihatkan konfigurasi sirkular yang normal, dan bagian yang berjalan pada permukaan lobus oksipital tidak kembali kegaris tengah, mungkin karena perluasan kesuperior ventrikel keempat yang menjadi kista.
Bagian proksimal arteria serebeler superior tergeser keanterosuperior, dan cabang medialnya tergeser kelateral seperti arteria serebeler posterior. Pembuluh vermian superior mungkin tiada. Arteria serebeler anterior inferior (AICA) terregang dan tak melipat karena pergeseran keanterior medulla oblongata dan kompresi aspek ventralnya oleh ventrikel keempat yang berdilatasi dan resesus lateral dari ventrikel yang berdilatasi dan menonjol. Bagian distal AICA mengelilingi resesus lateral yang menonjol pada meatus auditori internal dan memperlihatkan penumpulan. Semua segmen arteria serebeler posterior inferior (PICA) tergeser kelateral oleh ventrikel keempat yang berdilatasi, segmen medullari lateral keventrolateral, segmen retromedullari kelateral, dan segmen tonsillar keposterolateral. Karenanya PICA sepanjang perjalannya dari arteria vertebral ke aspek ventral dan lateral dari medulla oblongata, tidak mengalami plikasi. Segmen vermian dari PICA tak ada a tau hipoplastik karena aplasia atau hipoplasia vermis. Titik khoroidal sulit dikenal. Bila cabang tonsilar dan cabang vermian opak, konveksitas dari yang pertama ke bawah dan yang terakhir kesuperoanterior.
Blush serebeler yang tampak pada fase kapiler atau intermediet lebih kecil dan tergeser keanterosuperior, karena serebelum tertekan keanterosuperior oleh pembesaran ventrikel keempat. Vena permukaan hemisfer serebeler yang tampak pada fase vena menunjukkan pergeseran anterosuperior hemisfer serebeler. Aspek superior hemisfer serebeler tergeser ke anterosuperior, dekat vena Galen. Blush talamik tampak diatas blush serebeler.
Temuan angiografik kista Dandy-Walker jarang menyerupai kista arakhnoid fossa posterior. Untuk mendiagnosis diferensial, prosedur diagnostik lain seperti ventrikulografi serial atau ventrikulografi CT scan dengan kontras, mungkin diperlukan.
Kista Dandy-Walker dari CT scan dikenal sebagai koleksi CSS luas dengan densitas rendah difossa posterior. Ventrikel keempat normal tak dapat dikenal karena hipoplasia vermis serebelum bawah, dan hemisfer serebeler terseparasi kelateral (serebelum bifidum). Tulang oksipital tipis, tentorium terangkat. Tepi tentorial yang normalnya konkaf menjadi lurus atau menonjol ke lateral. Mantel otak terjepit oleh segitiga ventrikel lateral yang berdilatasi dan ventrikel keempat yang sistik, memperlihatkan bentuk V-terbalik atau "puptent". Bahkan bila tanpa hidrosefalus, pelurusan tepi tentorial menunjukkan dugaan adanya kista Dandy-Walker.
Bentuk lebih ringan, atau varian divertikuler dari kista Dandy-Walker (Dandy-Walker variant) khas dengan ventrikel keempat yang besar dan terbentuk sebagian, foramen Magendie dan valekula yang lebar, tiadanya vermis inferior (uvula, nodulus, dan lobus piramidal), rongga sistik berbagai ukuran dan bentuk, dan sering hemisfer serebelar yang kecil. Pada varian divertikuler, lantai dan dinding lateral ventrikel keempat ada dan ventrikel keempat yang berdilatasi berhubungan dengan kista yang terletak posterior melalui valekula. Rongga sistik pada varian divertikuler tak terlalu besar seperti pada kista Dandy-Walker dan sulit dibedakan dari kista arakhnoid, terutama hubungannya dengan ventrikel keempat. An giografi serebral mungkin berguna untuk diagnosis diferensial. Sisterna magna yang membesar mungkin serupa dalam tampilan angiografi dengan kista Dandy-Walker. Ventrikel keempat normal ada, seperti pada kista arakhnoid, walau tergeser keanterior pada yang terakhir ini.
Pertimbangan Operasi
Tindakan terhadap kista Dandy-Walker ditujukan pada pengontrolan peninggian TIK. Metoda utama tindakan bedah termasuk eksisi luas membrana sistik, operasi pintas, dan kombinasinya. Eksisi membrana kista memastikan hubungan antara sistema ventrikel dengan ruang subarakhnoid. Bila jalur CSS paten dan mekanisme absorptif intak, membranektomi adalah tindakan terpilih. Beberapa kasus telah memperlihatkan bahwa membranektomi efektif untuk kista Dandy-Walker, mungkin karena maldevelopment ruang subarakhnoid dan absorpsi CSS yang tak adekuat, yang keduanya sering terjadi pada hidrosefalus kongenital dengan jenis obstruktif intraventrikuler. Anak lebih besar dengan kista Dandy-Walker, membranektomi semata mungkin memberikan hasil yang baik. Umumnya hidrosefalus pada anak yang lebih besar atau dewasa dengan kista Dandy-Walker sering kompensata, dan membranektomi lebih efektif dibanding pada bayi.
Mungkin terjadi dilatasi berlanjut dari ventrikel keempat, juga pengurangan ukuran ventrikel lateral keukuran normal, setelah tindakan shunt ventrikel lateral semata pada anak dengan kista Dandy-Walker. Dilatasi progresif ventrikel keempat menyebabkan pergeseran keatas vermis bagian atas dan bagian medial hemisfer serebeler melalui insisura tentorii. Bila herniasi keatas dari serebelum menjadi berat, serebelum yang tergeser terdorong hingga menonjol keatas kebagian setengah posterior ventrikel ketiga dan diatas pelat kuadrigemi nal, menyebabkan obstruksi fungsional akuaduktus. Konsekuensinya, Raimondi dan James menganjurkan shunt ganda simultan untuk ventrikel lateral dan ventrikel keempat. Namun Shunt tunggal untuk ventrikel lateral tidak selalu menyebabkan herniasi serebeler.
Literatur menunjukkan bahwa operasi pintas ventrikel lateral menjadi tindakan terpilih untuk kista Dandy-Walker tanpa stenosis akuaduktal. Operasi pintas terhadap kista harus dipikirkan bila kista menjadi lebih besar akibat herniasi keatas dari serebelum setelah operasi pintas ventrikel lateral, atau bila kista bersamaan dengan stenosis akuaduktal preoperatif. Gradien tekanan antara dua kompartemen bertambah bila satu dari kedua shunt mengalami obstruksi. Risiko herniasi keatas dan kebawah dengan malfungsi dari shunt harus dipikirkan bila shunt ganda diinsersikan.
Dinding kista tidak kolaps sekitar selang shunt setelah shunting dari ventrikel keempat. Karenanya shunting ventrikel keempat harus dilakukan sendiri dalam usaha menekan risiko malformasi shunt.
Prognosisnya buruk pada pasien yang disertai anomali berat dikompartemen supratentorial atau dengan defisit neurologis berat pada saat tindakan.
C. MALFORMASI CHIARI
Cleland, 1883 pertama-tama yang menguraikan tentang anomali batang otak bagian bawah serta serebelum. Chiari, 1891, menjelaskan tiga jenis malformasi serebeler berdasar penelitian patologis dari hidrosefalus kongenital.
Pada malformasi Chiari jenis I, medulla oblongata tergeser kebawah kekanal servikal dan porsi dorsalnya terbungkus oleh protrusi berbentuk lidah dari tonsil serta hemisfer serebeler. Chiari melaporkan gadis 17 tahun dengan jenis I ini yang tidak memiliki gejala malformasi sepanjang hidupnya. Malformasi Chiari jenis II terdiri dari pergeseran kebawah medulla oblongata dan bagian bawah serebelum serta pemanjangan ventrikel keempat kekanal servikal.
Malformasi jenis II adalah jenis paling sering dan biasanya dikenal sebagai malformasi Arnold-Chiari. Kebanyakan kasus jenis ini bersamaan dengan mielomeningosel dan hidrosefalus. Chiari menemukan keadaan patologis khas pada pasien laki-laki usia enam bulan bersamaan dengan adanya hidrosefalus dan mielomeningosel: nodul heterotopik seukuran kacang pada substansi kelabu pada dinding ventrikel lateral. Serebelum kecil, juga tentoriumnya. Pons memanjang, seperempat bagian bawahnya terletak dibawah tingkat foramen magnum dan mendatar arah anteroposterior. Medulla oblongata terletak didalam kanal servikal dan terdorong keruas tulang belakang servikal kedua. Saraf kranial bawah terregang. Cord servikal pendek abnormal, dan akar saraf tertekan. Cord toraks memiliki ruang silindris terisi cairan jernih (hidromielia). Cord spinal terbelah pada cord toraks sebelah bawah dan masuk kekantung pada sambungan torakolumbar (mielomeningosel). Cord yang terbelah bersatu pada bagian bawah dan berakhir pada ruas tulang belakang sakral pertama.
Chiari melaporkan satu kasus malformasi jenis III dengan spina bifida servikal, dimana jaringan serebeler mengalami herniasi melalui defek tulang. Beberapa kasus jenis ini dilaporkan bersamaan dengan ensefalosel oksipital.
Chiari menjelaskan malformasi jenis I dan II secara lengkap tahun 1895 dan menambahkan hipoplasia serebeler sebagai jenis IV. Satu dari 14 pasien malformasi jenis I memiliki mielomeningosel. Pasien terdiri dari tujuh dibawah usia 10 tahun, satu 17 tahun, dan 6 dewasa. Dilatasi kanal sentral cord tulang belakang dijumpai pada tiga pasien, dan spina bifida pada tujuh pasien. Semua pasien mempunyai hidrosefalus kongenital.
Arnold melaporkan kasus yang tidak memiliki mielomeningosel tahun 1894. Schwalbe dan Gredig, murid Arnold, sepakat memakai istilah malformasi Arnold-Chiari jenis II pada yang bersamaan dengan mielomeningosel. Russell dan Donald melaporkan 10 kasus serupa dan menggunakan istilah ini pada 1935. Sejak saat itu, malformasi jenis I pada anak yang lebih besar tanpa disrafi spinal serta pada dewasa dilaporkan. Perhatian khusus diberikan pada malformasi jenis I atas patokan terapeutik bedah; gejala berat akibat malformasi dapat diringankan dengan operasi pada banyak keadaan.
List, Lichtenstein, membedakan antara malformasi serebeler dan malformasi medulla oblongata, menyebut yang pertama sebagai 'deformitas Arnold' dan yang terakhir 'deformitas Chiari'. Penamaan ini tidak tampak beralasan, berdasar pada laporan sebelumnya. Bila Schwalbe dan Gredig tidak menyebut-nyebut nama Arnold, malformasi ini mungkin disebut malformasi Chiari. Karena Chiari memberi perhatian khusus terhadap anak yang disertai mielomeningosel, istilah malformasi Arnold-Chiari menjadi populer.
Terdapat beberapa temuan makroskopik sebagai tambahan terhadap deskripsi Chiari. Pada malformsasi Chiari jenis I, tonsil serebeler tergeser kekanal servikal. Medulla oblongata juga memanjang kekanal servikal namun tidak terlipat diatas cord tulang belakang.
Malformasi Chiari jenis II adalah anomali yang kompleks. Fossa posterior kecil, tentorium sangat erat dengan foramen magnum yang membesar. Serebelum mungkin kecil dari normal dan terkadang memperlihatkan perubahan degeneratif. Falks serebri hipoplastik pada keba nyakan kasus, juga tentorium. Pons bagian bawah dan medulla bagian atas mendatar dan memanjang. Konsekuensinya medulla bagian atas lebih kecil dari medulla bagian bawah pada potongan melintangnya. Prosesus seperti jari tonsil serebeler dan / atau vermis mempunyai perlekatan arakhnoid terhadap aspek dorsal dan lateral medulla dan cord tulang belakang tidak tampak pada herniasi tekanan serebeler. Pada kasus berat medulla bagian bawah memperlihatkan buckling pada aspek dorsal dan melipat pada tingkat tuberkel grasilis dan kuneatus. Ventrikel keempat terletak dibagian dorsal bawah dari medulla yang mengalami herniasi dan melipat bersama segmen servikal sebelah atas. Pemanjangan dan pergeseran kebawah pons bagian bawah dan medulla lebih jelas diporsi dorsal dibanding ventral. Penelitian patohistologis bagian batang otak ini memperlihatkan tak adanya pergeseran nuklei atau serabut saraf, namun terkadang terjadi pada oliva inferior. Foramen magnum bulat dan sering membesar, sisterna magna terisi jaringan yang herniasi. Akar saraf servikal berjalan keatas dan horizontal, dan berangsur turun di porsi toraks sebelah atas. Perjalanan akar saraf normal tampak pada porsi toraks tengah hingga bawah. Saraf kranial rendah memanjang, karena zona masuk dan keluarnya dibatang otak tergeser kebawah. Karena ketidaksetangkupan dari malformasi, saraf kranial bisa memanjang berlebihan pada satu sisi dari sisi lainnya dan menampilkan gejala unilateral. Serebelum pada kebanyakan kasus kecil, dan akson sel Purkinje mengalami perubahan degeneratif berbentuk torpedo. Substansia kelabu heterotopik tampak pada dinding ventrikel lateral dan disubstansia putih serebeler. Cameron menjelaskan stenosis kongenital atau forking dari akuaduktus. Bila spina bifida tidak terjadi atau terjadi peninggian TIK, bahkan pada kasus yang bersamaan dengan disrafi tulang belakang, malformasi ini harus dibedakan dengan herniasi serebeler karena tekanan. Karakteristik malformasi berikut membantu diferensiasinya:
1. Prolongasi serebelum adalah berbentuk pasak atau jari.
2. Serebelum yang mengalami herniasi memiliki adesi fibrovaskuler pada medulla pada aspek dorsal dan lateral .
3. Ventrikel lateral kecil dan memanjang karena pemanjangan batang otak bagian bawah, terutama bagian dorsal.
4. Gejala neurologis terdiri dari paralisis atau paresis saraf kranial bawah dan sering unilateral, dengan ataksia dan nistagmus.
Malformasi Chiari hampir selalu bersamaan dengan anomali diluar hindbrain. Anomali yang bersamaan bermacam-macam, juga dalam bentuk kombinasi. Anomali yang sering tampak adalah:
1. Akuaduktus yang mengalami gliosis atau forking.
2. Disrafisme tulang belakang dan mielomeningosel.
3. Hidromielia.
4. Polimikrogiria.
5. Kraniolakunia (deformitas tengkorak lakuner).
6. Heterotopia substansia kelabu, biasanya sepanjang dinding ventrikel lateral.
7. Deformitas seperti paruh pelat kuadrigeminal, dimana kolikuli bersatu jadi massa tunggal yang menghadap kedorsal dan kaudal.
8. Penonjolan keatas vermis serebelum bagian atas.
9. Malformasi tulang didaerah foramen magnum, termasuk impressi basilar, platibasia dan deformitas Klippel-Feil.
10. Hipoplasia falks dan tentorium.
Disamping anomali tersebut, kinking dari medulla, abnormalitas septum pelusidum, hipertrofi massa intermedia, obstruksi parsial fisura interhemisferik serebral, dan kista foramina Magendie juga bisa terjadi.
Tabel 6-2. Anomali yang menyertai malformasi Chiari
-------------------------------------------------------
Jenis malformasi
-----------------------------------
Struktur I II III IV
-------------------------------------------------------
Tonsil herniasi
Ventrikel keempat normal herniasi
Girus normal abnormal
Serebelum normal abnormal
Batang otak normal abnormal
Mielomeningosel (-) (+) (encefalocel) (-)
Tentorium normal abnormal
Falks normal abnormal
Kelabu ektopik (-) (+)
-------------------------------------------------------
Pasien tanpa disrafisme tulang belakang, bisa disertai hidrosefalus dan hidromielia. Pasien dengan mielomeningosel, malformasi Chiari kadang-kadang tidak ada atau tidak lengkap. Insidens malformasi Chiari yang bersamaan pada pasien dengan mielomeningosel diregio sakral rendah. Meningosel simpel, yang bersamaan dengan hidrosefalus jarang. Hampir semua meningomielosel, kecuali diregio sakral, berhubungan dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari.
Mekanisme hidrosefalus kumunikans pada malformasi Chiari adalah gangguan sirkulasi CSS dari ruang subarakhnoid tulang belakang kepermukaan hemisfer serebral. Gangguan ini akibat adesi fibrosa batang otak pada kanal servikal dan obstruksi anatomis sisterna magna dan sisterna medullari. Hidrosefalus jenis ini ditemukan pada 30-40 persen pasien; 60 hingga 70 persen hidrosefalus yang bersamaan dengan malformasi Chiari adalah akibat stenosis akuaduktal.
Patogenesis malformasi Chiari belum pasti. Tiga teori berikut sudah diketahui dengan baik:
1. Teori Traksi. Menurut teori ini, medulla dan tonsil serebeler terdorong kebawah, karena tulang belakang tumbuh lebih cepat dibanding cord tulang belakang saat bayi dan anak-anak awal. Pola pertumbuhan ini terjadi karena ujung bawah cord tulang belakang terikat pada dinding mielomeningosel. Fiksasi cord tulang belakang pada tahap fetal secara teori menimbulkan traksi pada cord tulang belakang yang meluas kebatang otak (Lichtenstein). Teori ini menimbulkan tiga pertanyaan yang tidak terjawab: (1) mengapa elongasi batang otak lebih jelas pada bagian ventral? (2) mengapa ventrikel keempat terdorong kebawah dan mengapa terlipat bersama dengan segmen servikal atas? (3) mengapa cord servikal memendek, dan mengapa akar saraf tertekan? Pada penelitian eksperimental tikus neonatal, operasi atas cord tulang belakang yang terjerat (tethering) tidak memacu terbentuknya malformasi Chiari.
2. Teori Hidrosefalus. Chiari menganggap hidrosefalus sebagai penyebab malformasi Chiari. Gardner dan Good- hall mempostulasikan, 1950, bahwa malformasi Chiari akibat dari hidrosefalus dan peninggian TIK yang dimulai pada kehidupan fetal dini. Peneliti ini percaya bahwa hidromielia yang menyertai berhubungan dengan peninggian tekanan CSS yang disalurkan kekanal sentral cord tulang belakang. Mereka tidak menjelaskan berbagai kelainan yang menyertai hidrosefalus kongenital dengan malformasi Chiari, dan temuan bahwa walau alur neural menutup sebelum pleksus khoroid menjadi aktif, malformasi Chiari adalah berkaitan dengan mielomeningosel lumbar. Malformasi Chiari mungkin berkaitan dengan hidrosefalus dalam tingkat ringan.
3. Teori Maldevelopment. List, Russel dan Donald memikirkan malformasi ini sebagai bagian displasia perkembangan yang terjadi sekitar minggu ketiga kehidupan fetal, saat alur neural menutup. Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan sejumlah anomali yang sering bersamaan dengan malformasi ini, termasuk anomali tulang didaerah foramen magnum seperti asimilasi atlas, kompresi basiler, dan fusi tulang belakang servikal (deformitas Klippel-feil). Kumpulan mikrogiria, kraniolakunia, dan heterotopia substansia kelabu, adalah anomali yang timbul kemudian pada kehidupan fetal, dapat dijelaskan oleh teori ini. Barry menempatkan malformasi Chiari sebagai abnormalitas primer akibat pertumbuhan yang berlebihan SSP dibanding rangka kraniovertebral yang terjadi pada minggu keempat kehidupan fetal; fusi arkus ruas tulang belakang digaris tengah terganggu diregio lumbosakral, tentorium terdorong kebawah oleh otak yang membesar, dan medulla serta serebelum bagian bawah mengalami herniasi kekanal servikal pada tingkat foramen magnum. Mereka mempostulasikan bahwa jaringan saraf yang mengalami herniasi serta arkus ruas tulang belakang dipegang oleh adesi pada dura, dan batang otak memperlihatkan elongasi atau deformasi akibat traksi setelah TIK menurun. Teori ini berpegang pada hidrosefalus tidaklah merupakan penyebab protrusi medulla dan serebelum kekanal servikal, namun akibat dari perubahan tersebut. Teori ini dianut secara luas atas berbagai alasan: (1) hubungan antara malformasi Chiari dengan anomali lainnya dapat diterangkan, (2) perkembangan malformasi Chiari dapat dijelaskan bahkan saat tak adanya penjeratan (tethering) cord tulang belakang, (3) malformasi Chiari dapat diinduksi secara percobaan dengan irradiasi, medikasi, avitaminosis, dan penyebab lain.
Temuan Radiografik
Pada malformasi jenis I, arteria serebeler posterior inferior (PICA) terdorong kebawah kebawah tingkat foramen magnum. Lengkung inferior PICA sering terdorong kebawah ketingkat C2 dan C3. Pergeseran ringan PICA ke inferior mungkin normal.
Pada malformasi Chiari jenis II, hidrosefalus yang menyertai mungkin dominan dan membuat deformitas primer lebih kompleks. Bifurkasi arteria karotid internal tergeser kean teroinferior. Perjalanan arteria komunikans posterior dan arteria khoroidal anterior bermacam dan tergantung pada kelainan yang menyertai, seperti gliosis pelat ku adrigeminal, displasia tentorium, pembesaran massa intermedia, dan hidrosefalus. Cabang perforator arteria komunikans posterior biasanya berjalan diposterosuperior, karena pergeseran ganglia basal dan talamus keanteroinferior. Arteria serebral anterior memperlihatkan pergeseran garis tengah diatas genu korpus kalosum pada tampilan anteroposterior karena interdigitasi atau fusi aspek medial kedua hemisfer serebri akibat displasia falks. Arteria serebral anterior sering tampak berjalan diposterosuperior mencapai genu korpus kalosum pada tampilan lateral karena pergeseran struktur garis tengah keposteroinferior serta adanya displasia tentorium.
Flebografi mungkin menampilkan pembesaran bagian terminal sinus lateral. Pembesaran ini akibat pembentukan saluran kolateral terhadap sinus lateral atau deformitas atau kompresi sinus sigmoid dengan adanya anomali kraniovertebral yang menyertai. Saluran vena kolateral sering dibentuk akibat tak adanya secara kongenital sinus sagital inferior, sinur rektus, dan kadang-kadang vena Galen. Karena ganglia basal dan talamus tergeser ke anteroinferior, vena Galen sering memanjang dan stenosis, bahkan bila hidrosefalus tidak ada. Vena serebral internal bisa tampak tertekuk, dan sinus rektus tidak selalu opak. Vena Labbe sering berjalan spiral, karena fisura Sylvian tergeser posteroinferior dan sinus lateral tergeser keinferior.
Arteria vertebral bisa memperlihatkan lengkungan tunggal atau banyak dikanal servikal atas karena pergeseran kebawah medulla dan setengah bagian bawah serebelum. PICA mungkin hipoplastik. Bila arteria ini opak, ia dapat dilihat di kanal servikal. Ia mungkin melebar kebawah kekanal servikal bawah dan biasanya dicabangkan pada tingkat foramen magnum. Arteria serebeler anterior inferior juga terdorong kebawah. Kadang-kadang berasal ditingkat foramen magnum dan berjalan dibawah foramen magnum. Arteria serebeler superior juga tergeser keinferior. Ia biasanya tampak pada tampilan lateral dengan perjalanan menjauh dari arteria serebral posterior. Arteria serebral posterior sering tampak berjalan superior, kemudian posteroinferior dari arteria basilar, yang mungkin dijelaskan dengan herniasi tentorial kebawah dari bagian medial aspek inferior lobus temporal dan oksipital akibat displasia tentorial. Bila pelat kolikuler menonjol sebagai akibat perubahan gliomatosa, segmen kuadrigeminal areteria serebral tergeser kelateral. Arteria khoroidal lateral medial dan lateral tergeser keanteroinferior akibat pergeseran ganglia basal dan talamus.
Vena dan sinus difossa posterior memperlihatkan konfigurasi aneh. Sinus lateral terletak erat terhadap bagian skuamosa tulang oksipital dan tepat diatas tepi foramen magnum. Vena serebeler turun kesinus lateral. Sinus sirkumferensial, yang normalnya terletak ditepi foramen magnum, sering berdilatasi, dan sinus vena aksesori sering tampak.
Pneumoventrikulografi, pneumoensefalografi, dan CT scan memperlihatkan hubungan antara ensefalosel dan ruang subarakhnoid atau sistema ventrikuler pada malfomasi jenis III. Angiografi serebral berguna menilai jauhnya protrusi otak yang berfungsi kedalam kantung, dan sumber catu. Informasi ini penting pra bedah.
Otak mengalami deformasi dengan adanya herniasi jaringan otak kedalam ensefalosel, dan hemisfer serebral tergeser keposteroinferior. Selanjutnya bagian A1 dan A2 arteria serebral anterior berjalan lurus, pertanda tidak adanya korpus kalosum, dan arteria serebral media berjalan horizontal, dengan penekukan ringan posterosuperior bagian perifer.
Ensefalosel servikal biasanya dicatu sistema vertebrobasiler. Pada keadaan yang jarang yang berkaitan dengan kista Dandy-Walker, arteria serebral posterior berjalan paralel dan tidak mencapai garis tengah. Cabang vermian PICA mungkin tidak ada. Torkular Herophili mungkin meninggi, dan sinus lateral berjalan keanteroinferior pada fase vena. Vena difossa posterior sering mengalirkan isinya kevena servikal sekitar ruas tulang belakang servikal terutama melalui vena innominata dibanding melalui sinus.
Hidrosefalus jarang terjadi bersamaan dengan, malformasi Chiari jenis IV. Perubahan patologi utama adalah hipoplsia serebelum. Arteria basilar tampak mengalami deformitas seperti dada merpati. Segmen meduller anterior, lateral dan medial PICA tak mudah dikenal, dan titik khoroid serta cabang tonsilar dan vermian dari PICA susah dilihat. Temuan ini akibat hipoplasia serebelum dan dilatasi ventrikel keempat. Arteria serebeler superior berjalan keposterior dan hampir horizontal. Arteria komunikans posterior terregang oleh pergeseran posterior fundus arteria basiler.
Berbagai deformitas sehubungan dengan malformasi Chiari dapat dilihat pada CT scan. Perubahan tersebut tidak patognomonik untuk malformasi Chiari, namun temuan anomali yang khas yang berhubungan dengan malformasi Chiari cukup memastikan diagnosis.
Dilatasi ventrikuler berbagai tingkat bisa dilihat, dan ini disebabkan oleh hidrosefalus. Ventrikel keempat tak dapat dikenal diposisi normal karena pergeseran keinferior. Tonsil yang menonjol keposterior sulit dikenal pada banyak kasus. CSS dengan kontras mungkin perlu untuk mengenal isi kanal servikal atas didekat foramen magnum. Herniasi tonsiler dapat dikenal dengan penyuntikan metrizamida intratekal. CT scan jelas memperlihatkan pelebaran foramen magnum serta kanal spinal. CT scan yang dibuat dalam 'jendela' tulang memperlihatkan deformasi tengkorak lakuner. Scalloping petrosa juga bisa tampak pada CT scan, dan hipoplasia falks dan tentorium dapat dilihat pada CT scan penguatan kontras. Otak tengah memanjang kekaudal dan menginvaginasi serebelum. Karenanya tonjolan otak tengah harus diketahui pada potongan terbawah yang masih mengandung otak tengah, dimana otak tengah menginvaginasi serebelum, dari pada potongan yang lebih atas; dimana otak tengah yang menonjol mungkin tampak mendekati normal. Bagian atas serebelum mungkin tumbuh keatas melalui insisura tentorium yang hipoplastik, terutama sesudah operasi pintas. Pertumbuhan ini mungkin dikelirukan dengan neoplasma sejati (pseudo tumor dari serebelum yang towering). Serebelum yang berherniasi keatas tampak sebagai massa garis tengah supratentorial dengan lusensi yang jelas dari sisterna periserebeler. Massa sering berdensitas lebih tinggi dibanding otak sekitarnya dan tidak boleh dikelirukan dengan tumor garis tengah yang menyebabkan hidrosefalus. Pons dan tepi serebelum yang berpinggang membentuk konfigurasi tiga puncak. Massa intermedia sering besar dan tampak dekat dengan foramen Monro. Kepala nukleus kaudatus biasa jelas dan dapat dikenal sebagai indentasi prominen tanduk frontal. Interdigitasi aspek medial hemisfer serebral biasanya dapat dilihat karena hipoplasia falks. Ventrikel paralel dapat disaksikan.
Pertimbangan Operasi
Hidrosefalus yang menyertai mielomeningosel berbeda dari hidrosefalus kongenital simpel, baik klinis maupun histologis. Setiap hidrosefalus mungkin menjadi independen terhadap shunt untuk beberapa tahun setelah operasi pintas. Kebanyakan pasien dengan hidrosefalus bersamaan dengan mielomeningosel merupakan malformasi Chiari jenis II, dan batang otak bagian bawah yang malformasi mungkin memperlihatkan perubahan yang irreversibel karena malfungsi shunt. Karenanya revisi shunt harus dilakukan secara emergensi pada keadaan dimana diduga terjadi malfungsi shunt.
Mekanisme hidrosefalus pada malformasi Chiari dipercaya akibat gangguan sirkulasi CSS dari ruang subarakhnoid tulang belakang kepermukaan hemisfer serebral, disebabkan oleh adesi fibrosa kanal servikal atas dan obliterasi anatomis sisterna magna dan sisterna medullaris. Dilaporkan obstruksi akuaduktus, sisterna ambien, dan outlet ventrikel keempat, serta area foramen magnum. Hubungan malformasi Chiari dan stenosis akuaduktal diketahui dengan baik, dan sekitar 70 persen hidrosefalus yang terjadi adalah nonkomunikan. Konsekuensinya, sangat penting untuk mengetahui prabedah akan jenis hidrosefalusnya. Bila nonkomunikating, revisi shunt diperlukan bila terjadi malfungsi, bahkan walau dekompresi fossa posterior telah dilakukan.
Dasar dari tindakan bedah pada malformasi Chiari jenis II adalah mereparasi mielomeningosel, shunting, dan dekompresi fossa posterior. Laminektomi servikal untuk konstriksi hindbrain dilakukan pada kasus terpilih. Pada malformasi Chiari jenis II, hidrosefalus sering ditemukan in utero dan memburuk setelah diperbaikinya mielomeningosel. Dekompresi fossa posterior dilakukan dan merupakan tindakan terpilih untuk dewasa dengan malformasi Chiari jenis I. Kebanyakan kasus malformasi Chiari jenis II dapat ditindak hanya dengan operasi pintas; dekompresi fossa posterior jarang dilakukan. Operasi dekompresi dilakukan terhadap kompresi batang otak yang tampil dengan stridor laring, serangan sianotik, apneic spell, irregularitas pernafasan dan denyut nadi, retraksi kepala, sindroma Horner, hilangnya refleks gag, dan nistagmus.
Karena luasnya kelainan pada anak, komplikasi pasca bedah yang berat, dan mortalitas yang tinggi, operasi dilakukan tidak sesering terhadap orang dewasa. Danau vena yang luas tampak pada dura mater suboksipital pada neonatus dan bayi. Pada malformasi Chiari jenis II, sering bersamaan dengan abnormalitas sinus dan vena dural. Karenanya dekompresi fossa posterior dengan membuka dura sangat sulit pada neonatus dan bayi muda. Bila dekompresi fossa posterior direncanakan, terutama pada pasien dibawah usia enam bulan, pemeriksaan angiografi prabedah terhadap vena fossa posterior sangat penting untuk memastikan apakah terdapat saluran vena abnormal. Bila pengisian vena buruk, venografi jugular atau sinografi mungkin diperlukan. Malformasi Chiari jenis II dilaporkan ditindak secara berhasil pada pasien berusia diatas enam bulan dengan dekompresi fossa posterior, laminektomi servikal, dan diseksi tonsil yang protrusi. Operasi dekompresi harus dipikirkan pada pasien dengan arrest pernafasan dengan malfungsi shunt, dengan mempertimbangkan usia pasien serta temuan angiografik. Dekompresi fossa posterior mungkin menolong beberapa pasien yang keadaannya memburuk walau shuntnya berfungsi.
Dari perspektif klinikopatologis, hal berikut akan berguna menentukan tindakan bedah atas malformasi Chiari jenis II:
1. Karena batang otak yang mengalami malformasi mungkin memperlihatkan perubahan irreversibel disebabkan oleh malfungsi shunt, revisi shunt harus dilakukan dengan dasar emergensi bila diduga adanya malfungsi.
2. Bila terdapat stenosis akuaduktal, revisi shunt diperlukan bila terjadi malfungsi, bahkan bila dekompresi fossa posterior telah dilakukan.
3. Sebagai tambahan atas revisi shunt, dekompresi fossa posterior harus dipikirkan pada pasien yang mengalami arest pernafasan setelah malfungsi shunt. Dekompresi mungkin menolong beberapa pasien yang keadaannya memburuk walau shuntnya berfungsi.
4. Bila operasi dekompresi diperlukan terhadap konstriksi hindbrain, angiografi prabedah vena fossa posterior diharuskan untuk menentukan apakah ada saluran vena abnormal.
5. Bila bersamaan dengan hidromielia, kemungkinan penyumbatan obeks dengan otot harus dipikirkan.
BAB VII
SPINA BIFIDA
PENDAHULUAN
Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal dari embrio.
Pada stadium dini pembentukan lempeng neural terbentuk celah neural yang kemudian membentuk pipa neural. Pipa neural inilah yang kemudian menjadi jaringan otak dan medula spinalis. Ketika dalam kandungan, jaringan yang membentuk pipa neural tidak menutup atau tidak tertutup secara sempurna. Ini menyebabkan adanya bagian yang terbuka pada vertebra, yang mengelilingi dan melindungi korda spinalis. Proses penutupan pipa neural ini berlangsung selama minggu keempat kehidupan embrio dan biasanya sebelum wanita mengetahui kehamilannya dan berakhir. Proses neuralisasi mulai pada garis tengah dorsal dan berlanjut ke arah sefal dan kaudal. Penutupan yang paling akhir terjadi pada ujung posterior yaitu pada hari ke-28.
Kadang-kadang alur saraf tersebut tidak menutup, ini oleh karena kesalahan induksi oleh chorda spinalis yang terletak dibawahnya atau karena pengaruh faktor-faktor teratogenik lingkungan sel-sel neuroepitel. Jaringan saraf dalam hal ini tetap terbuka ke dunia luar. Gangguan proses ini menyebabkan defek pipa neural yang kemudian digolongkan sebagai disrafisme. Disrafisme terbagi dua yakni kranial dan spinal.
Disrafisme spinal / mielodisplasia adalah anomali kongenital dari spinal yang diakibatkan oleh kegagalan fusi dari struktur-struktur pada garis tengah. Bila lesinya hanya terbatas pada tulang (arkus) posterior baik satu atau beberapa level, kelainan ini disebut sebagai spina bifida.
Jika elemen saraf ikut terlibat maka akan menimbulkan paralisis dan hilangnya sensasi dan gangguan pada sfingter. Derajat dan lokalisasi defek yang terjadi bervariasi. Pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fusi satu atau lebih dari satu arkus posterior vertebra pada daerah lumbosakral. Terkadang kelainan ini tidak menimbulkan gejala klinis yang signifikan.
Seringkali apabila terjadi defek pada arkus posterior maka akan timbul gangguan pada permukaan kulit yang menutupinya, yang tampak seperti lesung, seikat rambut, massa lemak atau sinus kulit.
Spina bifida dapat digolongkan menjadi dua tipe yakni, spina bifida okulta dan spina bifida aperta (cystica).
INSIDENS
Spina bifida kira-kira muncul pada 2-3 dari 1000 kelahiran, tetapi bila satu anak telah terinfeksi maka resiko untuk anak yang lain menderita spina bifida sepuluh kali lebih besar.
Spina bifida ditemukan juga pada ras hispanik dan beberapa kulit putih di Eropa, dan dalam jumlah yang kecil pada ras Asia dan Afrika-Amerika. 95 % bayi yang lahir dengan spina bifida tidak memiliki riwayat keluarga yang sama. Bagaimanapun juga, jika seorang ibu memiliki bayi yang menderita spina bifida , maka resiko hal ini terulang lagi pada kehamilan berikutnya akan meningkat.
Spina bifida tipe okulta terjadi pada 10 – 15 % dari populasi. Sedangkan spina bifida tipe cystica terjadi pada 1 : 1000 kehamilan. Terjadi lebih banyak pada wanita daripada pria (3 : 2) dan insidennya meningkat pada orang China.
Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral junction. Tetapi juga dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam skala yang kecil.
Beberapa masalah yang paling sering muncul pada kasus spina bifida adalah:
• Arnold-Chiari Malformasi, 90% kasus muncul bersamaan dengan spina bifida dimana sebagian massa otak menonjol ke dalam rongga spinal.
• Hydrosefalus, 70-90% biasanya juga muncul bersamaan dengan spina bifida. Pada keadaan ini terjadi peningkatan berlebihan dari liquor cerebrospinal.
• Gangguan pencernaan dan gangguan kemih, dimana terjadi gangguan pada saraf yang mempersarafi organ tersebut. Anak-anak sering mengalami infeksi kronik atau infeksi berulang saluran kemih yang disertai kerusakan pada ginjal.
• Gangguan pada ekstremitas terjadi ± 30% kasus. Gangguan dapat berupa dislokasi sendi panggul, club foot. Gangguan ini dapat terjadi primer atau sekunder karena ketidakseimbangan otot atau paralsis.
EMBRIOLOGI
Proses pembentukan embrio pada manusia melalui 23 tahap perkembangan setelah pembuahan setiap tahap rata-rata memakan waktu selama 2 -3 hari. Ada dua proses pembentukan sistem saraf pusat. Pertama, neuralisasi primer, yakni pembentukan struktur saraf menjadi pipa, hal yang serupa juga terjadi pada otak dan korda spinalis. Kedua, neuralisasi sekunder, yakni pembentukan lower dari korda spinalis, yang membentuk bagian lumbal dan sakral. Neural plate dibentuk pada tahap ke 8 (hari ke17-19), neural fold terbentuk pada tahap ke 9 (hari ke 19-21) dan fusi dari neural fold terbentuk pada tahap ke 10 (hari ke 22-23). Beberapa tahap yang sering mengalami gangguan yakni selama tahap 8 – 10 (yakni, ketika neural plate membentuk fold pertamanya dan berfusi untuk membentuk neural tube) hal ini dapat menyebabkan terjadinya craniorachischisis, yang merupakan salah satu bentuk yang jarang dari neural tube defect (NTD).
Pada tahap ke 11 (hari ke 23-26), saat ini terjadi penutupan dari bagian rostral neuropore. Kegagalan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya anencephaly. Mielomeningocele terjadi akibat gangguan pada tahap 12 (hari ke 26-30), saat ini terjadi penutupan bagian caudal dari neuropore.
Penelitian pada embrio tikus telah memperoleh beberapa teori unifying yang dapat menjelaskan anomali yang terjadi pada NTD. Defek yang terjadi bersamaan seperti hidrosefalus dan malformasi otak bagian belakang seperti malformasi Chiari II adalah salah satu contohnya. McLone dan Naidich, pada tahun 1992, mengajukan proposal tentang teori unifying dari defek pada neural tube yang menjelaskan anomali pada otak bagian belakang dan anomali pada korda spinalis. Berdasarkan penyelidikan tersebut, diketahui bahwa kegagalan lipatan neural untuk menutup sempurna, menyebabkan defek pada bagian dorsal atau myeloschisis. Hal ini menyebabkan CSF bocor mulai dari ventrikel sampai ke kanalis sentralis dan bahkan mencapai cairan amnion dan mengakibatkan kolaps dari sistem ventrikel.
Kegagalan dari sistem ventrikel untuk meningkatkan ukuran dan volumenya menyebabkan herniasi ke bawah dan ke atas dari otak kecil. Sebagai tambahan, fossa posterior tidak berkembang sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, dan neuroblas tidak bermigrasi keluar sesuai dengan normal dari ventrikel ke korteks.
Adapun teori yang lain yang menjelaskan terjadinya spina bifida yakni teori defisiensi asam folat. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Hingga kini tidak diketahui mengapa asam folat dapat menyebabkan spina bifida.
PATOLOGI
Penutupan neural tube terjadi selama minggu ke empat kehamilan.
Spina Bifida Okulta
Kelainan ini hanya berupa defek yang kecil pada arkus posterior. Seringkali kelainan jenis ini juga berhubungan dengan kelainan intraspinal, seperti perlengketan konus medullaris dibawah L1, pemisahan dari korda spinalis (diastematomyelia) dan kista atau lipoma dari kauda equina.
Spina Bifida Aperta (cystica)
Tipe ini merupakan salah satu bentuk dari spina bifida yang kehilangan lamina vertebranya dan seluruh isi dari kanalis vertebralis mengalami prolaps membentuk sebuah defek dan defek tersebut membentuk kantung pada menings yang berisi CSF, defek yang terbentuk inilah yang disebut dengan meningocele. Sedangkan bila berisi korda spinalis dan akar saraf disebut mielomeningocele. Korda spinalis tersebut biasanya berasal dari bentuk primitif, yakni lempeng neural yang belum mangalami lipatan, hal ini disebut open myelomeningocele atau rachischisis. Dan pada closed myelomeningocele, yakni apabila lempeng neural telah terbentuk sempurna dan tertutup oleh membran dan kulit, meskipun tetap terlihat arkus posterior dari vertebra.
KLASIFIKASI
Spina bifida digolongkan sebagai berikut :
Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya terdapat didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II.
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan.
Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat.
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal, lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral anterior.
a. Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada kasus–kasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal adalah keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi neurologis.
Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini dapat berupa lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel. Pemeriksaan radiologik dilakukan seperti pada meningokel.
b. Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis rekuren.
c. Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar.
d. Diastematomielia
Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan terdiri atas komponen-komponen :
• Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau membentuk septa.
• Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord diatas.
• Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari daerah yang ada diastematomielia.
Spina Bifida Sistika (Aperta)
a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi.
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural placode. NTD tipe ini adalah bentuk yang paling sering terjadi. Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral.
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks
DIAGNOSIS
Anamnesis
Diagnosis spina bifida dapat diketahui melalui analisa riwayat kesehatan dari individu tersebut (jika bukan bayi), riwayat kesehatan keluarga dan penjelasan yang detail tentang kehamilan dan kelahiran.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lain mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis.
Spina bifida okulta
• Sering kali asimtomatik
• Tidak ada gangguan pada neural tissue
• Regio lumbal dan sakral
• Defek berbentuk dimpel, seberkas rambut, nevus
• Gangguan traktus urinarius (mild)
Spina bifida aperta
Meningokel
• Tertutupi oleh kulit
• Tidak terjadi paralisis
Mielomeningokel
• Tidak tertutup oleh kulit, tetapi mungkin ditutupi oleh membran yang transparan
• Terjadi paralisis
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan neurologis pada bayi cukup sulit; terutama untuk membedakan gerakan volunter tungkai terhadap gerakan reflektoris. Diasumsikan bahwa semua respons gerakan tungkai terhadap rangsang nyeri adalah refleksif; sedangkan adanya kontraktur dan deformitas kaki merupakan ciri paralisis segmental level tersebut.
Cara pemeriksaannya : bayi ditelungkupkan di lengan pemeriksa, anggota gerak bawah bayi disisi lengan bawah pemeriksa. Yang dinilai adalah letak scapula, ukuran leher, bentuk tulang belakang dan gerakan.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Diagnosa dini spina bifida bisa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan prenatal. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom dan kelainan bawaan lainnya. Triple screen merupakan tes yang terdiri atas pemeriksaan alfa fetoprotein (AFP), USG tulang belakang janin, dan amniosentesis.
85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan bayi dengan spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
• X- Ray tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan
• CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan luas dan lokasi kelainan (13)
PENANGANAN
Penanganan pasien dengan spina bifida dengan operasi penutupan pada defek yang terbentuk, saat ini masih kontroversial. Banyak bidang keilmuan menghindari pelaksanaan urgent operasion bila level neurological lesinya tinggi (diatas L1), jika terjadi deformitas spinal yang jarang, atau jika terjadi hidrosefalus, selebihnya jika terjadi lesi pada kulit dilakukan penutupan defek secara dini.
Penanganan berikutnya, adalah dengan kerja tim. Tim yang idel merupakan kombinasi dari neurosurgery, ortopedi, urologi, pediatrik, fisioterapi. Seiring pertumbuhan anak, ia membutuhkan pemasangan splint dan fisioterapis. Tapi diatas semua itu, anak-anak tersebut membutuhkan pengertian dari kedua orang tuanya dan perhatian mereka.
Spina Bifida Okulta
Karena tipe ini tidak memberikan keluhan yang berarti bila tidak disertai dengan gangguan neurologis maka penanganannya adalah dengan memberikan nasehat pada orang tua pasien mengenai keabnormalan kulit disekitar regio lumbo-sakral, karena hal ini kaki si pasien mungkin akan pincang atau akan ada masalah pada sistem ekskresinya. Dengan bantuan X-Ray lokasi vertebra yang mengalami defek dapat diketahui.
Bila tidak disertai dengan penurunan fungsi neurologis maka pengobatan tidaklah perlu untuk diberikan. Tetapi jika terdapat defek neurologis maka diperlukan pemeriksaan penunjang dengan CT scan, Mielografi dan MRI untuk menentukan letak lesi lalu kemudian dilaksanakan neurosurgical.
• Lipoma Spinal
Operasi laminektomi untuk reseksi jaringan lemak
• Sinus Dermalis
Tindakan eksisi melalui laminektomi dan membuka duramater.
• Lipomielomeningokel
Koreksi pembedahan untuk kasus ini mencakup tindakan pelepasan jeratan, mengangkat jaringan lemak dan rekonstruksi duramater.
• Diastematomielia
Terapi operasi ditujukan untuk eksisi tulang yang membelah dua medula spinalis
Spina Bifida Aperta
Pada tipe ini ada 3 masalah penting yang menjadi masalah ortopedi dalam penanganan pasien dengan spina bifida, yakni: koreksi deformitas, mempertahankan koreksi, memberikan posisi terbaik pada anggota gerak bawah. Biasanya untuk penanganan tersebut diatas baru diberikan saat anak berusia 1 – 3 tahun, untuk memastikan bahwa anak tersebut tumbuh dengan baik dan masalah hidrosefalus dan gangguan fungsi ginjal telah terkontrol.Untuk mengkoreksi deformitas yang timbul, baik deformitas pada pinggul, lutut atau kaki, harus dikoreksi dengan cara yang sederhana dengan alat yang dapat membuat tungkai lurus, mobile, dan kedua kaki dapat menopang berat badan dengan baik. Hal ini dapat diatasi dengan kombinasi dari splint dan operasi, tergantung pada tingkat paralisis dan sendi yang terkena. Splint dan plester sangat berguna untuk mengontrol flail joints dan mempertahankan koreksi setelah dilakukan operasi, tapi penggunaannya harus pas dan dirawat dengan baik untuk menghindari terjadinya luka pada kulit yang sensitif. Sedangkan untuk memberikan posisi terbaik pada anggota gerak bawah, meskipun terdapat paralisis pada tungkai bawah, terkadang ada kemungkinan untuk membuat anak tersebut dapat berjalan dengan tongkat. Pada beberapa kasus penggunaan external bracing pada tungkai atau kursi roda juga dapat digunakan, dan latihan dalam jangka waktu yang lama dengan fisioterapis yang terlatih juga sangat membantu.
Penanganan Awal
• Penutupan defek pada kulit
Dilakukan jika pasien memiliki prognosis yang baik, dilaksanakan dalam 48 jam setelah kelahiran. Neural plate ditutup dengan hati-hati dan kulit diinsisi luas. Hanya dengan cara ini ulkus dapat dicegah.
• Hidrosefalus
Merupakan prioritas selanjutnya. Dilakukan setelah beberapa hari. Dilaksanakan ventriculo caval shunt.
• Deformitas
Harus tetap dikontrol. Operasi ortopedi biasanya tidak dilakukan sampai minggu ke-3, selanjutnya pada masa pertumbuhan anak.
Penanganan Paralisis dan Deformitas
Untuk 6 – 12 bulan pertama deformitas diterapi dengan strecthing dan strapping. Koreksi dengan menggunakan plester tidak dibenarkan. Efek : tulang dapat patah dan muncul ulkus di kulit.
Open methods adalah koreksi yang terbaik untuk deformitas, tetapi harus ditunda sampai anak berumur beberapa bulan.
Deformitas proksimal dikoreksi sebelum deformitas distal terjadi. Jika sudah seimbang maka deformitas residu yang terjadi ditangani dengan osteotomi.
Splint tidak pernah digunakan tunggal dalam mengkoreksi deformitas. Hanya bisa digunakan untuk mempertahankan deformitas, pelaksanaannya diperkuat dengan strecthing berulang-ulang.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan semakin jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak anak dengan spina bifida dapat hidup sampai dewasa.
Mielomeningokel merupakan spina bifida dengan prognosis yang jelek. Setelah dioperasi mielomeningokel memiliki harapan hidup 92 % ( 86 % dapat bertahan hidup selama 5 tahun).
BAB VIII
KRANIOSINOSTOSIS
Istilah kraniosinostosis pertama diperkenalkan Virchow dan digunakan untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial. Pertumbuhan perpendikuler tulang terhadap sutura yang terkena terganggu (teori Virchow). Keadaan ini biasanya tampak saat lahir dan mungkin bersamaan dengan anomali lain
Kraniosinostosis primer adalah kejadian penutupan sutura tulang tengkorak. Penutupan dini sutura menyebabkan bentuk kepala yang khas untuk tiap-tiap sutura.
1. Brakhisefali: kepala terkompres dan datar akibat penutupan dini sutura koronal bilateral (sinostosis koronal).
2. Skafosefali: tengkorak kurang lebar dan berbentuk perahu kecil, kepala memanjang dan sempit akibat penutupan dini sutura sagital (sinostosis sagital).
3. Plagiosefali: tengkorak berbentuk jorong, kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini sutura koronal unilateral.
4. Trigonosefali: Kening segitiga dengan sudut ke depan atau sempit akibat penutupan dini sutura frontal atau metopik.
5. Oksisefali, akrosefali, turrisefali: kapala runcing atau menjulang akibat penutupan dini semua sutura
Kraniosinostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti sinostosis koronal. Ada perbedaan kelamin; rasio laki/wanita adalah 4:1 pada sinostosis sagital dan 2:3 pada sinostosis koronal
Kraniosinostosis sekunder merupakan penutupan sutura dini karena otak yang tidak berkembang, misalnya pada mikrosefali, atau sesudah pemasangan pintas serebrospinal. Diperkirakan 1:2.000 kelahiran hidup, tetapi angka sebenarnya mungkin lebih tinggi. Laki-laki merupakan 60% dari keseluruhan penderita.
Tabel 8-1. Klasifikasi Kraniosinostosis (Duggan)
-------------------------------------------------------
I. Kraniosinostosis primer
A. Brakhisefali
B. Skafosefali
C. Plagiosefali
D. Trigonosefali
E. Oksisefali
II. Kraniosinostosis sekunder
A. Kraniosinostosis sebagai bagian sindroma lain
yang diketahui
1. Sindroma Crouzon (kraniofasial disostosis)
2. Sindroma Apert (akrosefalosindaktili)
3. Sindroma Carpenter (akrosefalopolisindaktili)
4. Sindroma Treacher-Collins (mandibulofasial-
sinostosis)
5. Displasia kraniotelensefalik
6. Hipotelorisme orbital, arinensefali,
trigonosefali
7. Tengkorak cloverleaf
B. Kraniosinostosis yang berhubungan dengan keadaan
lain
1. Penyakit metabolik
a. Ricket yang dapat ditindak
b. Hiperkalsemia idiopatik
c. Gargoylisme
d. Hipertiroidisme
2. Displasia dan disostosis tulang
a. Hipofosfatasia
b. Akhondroplasia
c. Disostosis metafiseal
d. Sindroma Rubinstein-Taybi
e. Mongolisme
f. Displasia tulang berkaitan dengan
hiperostosis tengkorak
3. Kraniosinostosis setelah pintas ventrikuler
4. Kraniosinostosis sehubungan dengan mikrosefali
5. Kelainan hematologis (diikuti penebalan diploe
akibat berbagai anemia)
a. Ikterus hemolitika kongenital
b. Polisitemia vera
c. Penyakit sickle cell
d. Talasemia
6. Malformasi lain-lain yang berkaitan
7. Trauma
--------------------------------------------------------
Gambar. Kraniosinostosis
B. PATOFISIOLOGI
Pertumbuhan otak tengkorak ditentukan oleh pertumbuhan otak. Otak menjadi dua kali lebih besar pada umur satu tahun. Pertumbuhan tulang kepala terjadi di sutura tengkorak. Bila satu atau lebih sutura tertutup sebelum waktunya, akan timbul perubahan bentuk kepala yang disebut kraniosinostosis. Sutura yang terkena dapat tunggal atau multipel, uni atau bilateral.
Patogenesis kraniosinostosis belum jelas. Kasus familial sering dijumpai, faktor genetik mungkin berperan, pada sinostosis koronal. Kasus familial belum pernah dilaporkan pada sinostosis lainnya. Tekanan yang terjadi terhadap tengkorak selama kehidupan fetal mungkin berperan penyebab, karena fetus multipel, posisi fetus abnormal, disproporsi kepala fetus dengan pelvis maternal sering dijumpai pada riwayat klinik yang berkaitan. Trauma intrauterin mungkin juga menyebabkan kraniosinostosis, karena temuan histologis pada penutupan dini sutura koronal adalah serupa dengan pembentukan kalus atau tahap kuratif dari fraktura diastatik. Penelitian histologi memperlihatkan tak ada bukti mikroskopik dari sutura pada area dengan abnormalitas klinis maksimum, dan perubahan basis tengkorak adalah sekunder atas obliterasi sutura.
C. GAMBARAN KLINIS
Kelainan primer pertumbuhan tengkorak dan deformitas tengkorak sekunder atas lesi intrakranial atau gangguan perkembangan otak harus dibedakan. Kraniosinostosis adalah kelainan primer pertumbuhan kranial dan biasanya menunjukkan gejala berikut:
• deformitas tengkorak dan hidrosefalus
• peninggian TIK
• tanda okuler : proptosis, mikro-ophtalmia atau atrofi papil nervus optikus
• retardasi mental
• gangguan motor
• sindaktili yang menyertai
Deformitas kranial yang menyertai dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok: (1) deformitas kranial sekunder terhadap lesi yang meluas intrakranial (hidrosefalus, lesi yang meluas difus, dan tumor atau kista, lesi yang meluas terbatas) dan (2) deformitas kranial sekunder terhadap lesi yang mengurangi volume kandung intrakranial (hipoplasia otak atau atrofi serebral dan hipoksia atau infarksi).
Diferensiasi jenis mikrosefalik kraniosinostosis dari mikrosefali primer dibuat berdasar temuan klinis dari (1) peninggian TIK, (2) digital marking dan garis sutura, dan (3) choked disc atau atrofi optik.
Kraniosinostosis primer terjadi sebelum lahir pada kebanyakan kasus, namun diagnosisnya sulit karena ukuran yang kecil dari deformitas kranial saat lahir. Berat otak menjadi dua kali pada usia delapan bulan dan tiga kali saat dua tahun, dan deformitas tengkorak paling jelas pada tahap tersebut. Birth molding adalah deformitas kranial yang tampak saat lahir dan biasanya hilang dalam seminggu. Positional molding terjadi bila kepala tetap pada posisi yang sama dan jangan disalahdiagnosiskan dengan sinostosis lambdoid.
Kraniosinostosis sering bersamaan dengan anomali kongenital. Insidens anomali yang menyertai adalah tinggi pada sinostosis koronal bilateral. Anomali yang diketahui berhubungan dengan kraniosinostosis termasuk:
• sindaktili
• bibir bercelah
• langit-langit bercelah
• holoprosensefali
• agenesis korpus kalosusm
• spina bifida
• malformasi Arnold-Chiari
• penyakit jantung kongenital
• hipogonadisme
Banyak sindroma yang anomali kongenitalnya berkaitan dengan kraniosinostosis. Tiga tersering adalah sindroma Apert, sindroma Carpenter, sindroma Crouzon.
Sindroma Apert's khas dengan kraniosinostosis irreguler, terutama sinostosis koronal bilateral, proptosis, muka rata, fisura palpebra yang miring kebawah, strabismus, hidung kecil, hipoplasia maksilari, alur horizontal supraorbital, hipertelorisme, orbit yang dangkal, lengkung langit-langit yang tinggi, sindaktili osseosa atau kutaneus, dan tampilan lainnya. Mungkin disertai retardasi mental, atrofi giri serebral, hidrosefalus. Sindroma ini dipercaya diturunkan melalui autosom dominan.
Sindroma Carpenter's terdiri brakhisefali dengan berbagai sinostosis sutura koronal, sagital, dan lambdoid, tepi supra orbital rendah, pergeseran kelateral kanti dalam, polisindaktili, hipertelorisme, obesitas, hipogonadisme, dan khas lainnya. Diturunkan autosomal resesif. Dikira terletak antara sindroma Apert dan sindroma Laurence-Moon-Biedl.
Sindroma Crouzon's terdiri dari proptosis akibat orbit yang dangkal, hipertelorisme, frontal menonjol, sinostosis sutura koronal, sagital dan lambdoid, deformitas 'parrot-beak' hidung, hipoplasia maksilari, prognatisme, atresia khoanal, dan khas lainnya. Sindroma ini dipercaya diturunkan secara autosomal dominan.
D. TEMUAN RADIOGRAFIK
Deformitas kranial pada kraniosinostosis disebabkan oleh gangguan pertumbuhan perpendikuer terhadap sutura yang tekena dan pertumbuhan kompensatori sutura normal. Pada skafosefali, pertumbuhan lateral perpendikuler terhadap sutura sagital terganggu dan tengkorak menjadi memanjang keanteroposterior. Deformitas tengkorak terberat tergantung sutura yang terkena. Digital marking tampak pada sekeliling sutura yang terkena atau pada bagian tengkorak yang tumbuh pada banyak kasus. Digital marking paling jelas pada sinostosis sutural multipel atau total. Bagian yang berfusi dari sutura yang abnormal sering memperlihatkan tidak hanya penutupan garis sutura namun juga sklerosis parasutural. Konsekuensinya, penonjolan lokal bagian yang berfusi mungkin dilihat pada foto polos. Bila diduga disostosis kleidokranial, foto polos dada diperlukan untuk memastikan tiadanya klavikula.
CT scan memperlihatkan tiadanya sutura kranial (yang normalnya ada) dan pendataran serta penebalan tengkorak sekitar sutura yang terkena pada kebanyakan kasus. CT scan juga memperlihatkan perubahan parenkhimal atau anomali intrakranial yang berkaitan seperti hidrosefalus dan malformasi.
Sidik tulang kalvarial menunjukkan sutura abnormal menjadi area dengan akumulasi radionuklida berkurang atau tiada, disaat pengambilan isotop normal ditemukan pada semua sutura pada mikrokrania.
Tabel 8-2. Sindroma yang Berkaitan dengan
Kraniosinostosis (Cohen)
--------------------------------------------------------
Chromosomal Syndromes
5p+
7p-
13q-
Monogenic Syndromes
Apert
Armendares
Baller-Gerold
Berant
Carpenter
Christian I
Christian II
Craniofacial dyssynostosis
Crouzon
Elejalde
FG
Frontonasal dysplasia
Gorlin-Chaudhry
Hootnick-Holmes
Lowry
Pfeiffer
Saethre-Chotzen
Summitt
Washington I
Washington II
Weiss
Teratogenically Induced Syndrome
Aminopterin
Sporadic, Incompletely Delineated Syndromes
Andersen-Pindborg
Antley-Bixler
Fairbanks
Hall
Hermann I
Hermann II
Idaho I
Idaho II
Pederson
Sakati
Waardenburg
Wisconsin
--------------------------------------------------------
Tabel 8-3. Keadaan yang Bersamaan dengan
Malformasi Tengkorak Cloverleaf
-------------------------------------------------------
Monogenic Syndromes
Apert
Carpenter
Crouzon
Pfeiffer
Thanatophoric
Environmentally Induced Syndromes
Amniotic band
Iatrogenic malformation
Unknown Genesis
Isolated malformation
Various incompletely delineated unique pattern
-------------------------------------------------------
E. PERTIMBANGAN OPERASI
Tindakan terhadap kraniosinostosis ditujukan kepada pemberian kesempatan kepada tengkorak untuk ekspansi. Sutura dibuat secara operasi hingga perubahan yang ir reversibel terjadi pada otak. Karena otak pertumbuhannya mencapai 85 persen pada usia tiga tahun, maka operasi harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya dalam enam bulan sejak lahir. Sinostosis sutura multipel memerlukan operasi dini untuk membuang tekanan kranium terhadap otak. Bahkan pada sinostosis sutura tunggal, operasi dini diperlukan untuk memperbaiki deformitas kranial. Hasil yang baik dapat dicapai setelah usia satu tahun bila koreksi dikombinasi dengan tindakan bedah terhadap dasar tengkorak.
Kebanyakan pasien dengan kraniosinostosis sekunder bukan kandidat operasi. Mikrosefali bukan indikasi untuk tindakan bedah. Kraniosinostosis pasca operasi pintas tidak selalu menghambat pertumbuhan otak.
Kraniektomi linear pertama diperkenalkan Lanne-longue pada 1890. Suturektomi mengakibatkan ekspansi tengkorak pada bidang paralel terhadap pertumbuhan yang terhambat sebelumnya. Hasil operasi pertama buruk karena refusi dini sutura berakibat ossifikasi periosteum dan dura. Sejak tehnik yang mencegah refusi sutura dengan penggunaan lembaran tantalum pada tepi tulang oleh Simmons dan Peyton di 1947, berakibat setiap operasi menjadi lebih baik. Film polietilen dan lembaran Silastik juga digunakan. Beberapa ahli bedah-saraf melakukan kraniektomi linear tanpa memakai material yang mencegah refusi, karena penggunaan benda asing menimbulkan kemungkinan infeksi. Larutan fiksasi asam Zenker bisa digunakan pada tepi kraniektomi linear untuk mencegah refusi. Kraniektomi linear terdiri dari pembuangan sutura abnormal, namun kraniektomi paralel bisa dilakukan pada kasus skafosefali untuk melindungi sinus sagital superior (kraniektomi parasagital bilateral). Kraniektomi yang lebih radikal dapat dilakukan pada kasus kraniosinostosis untuk mendapatkan hasil kosmetis yang lebih baik. Operasi bertahap dapat dilakukan untuk sinostosis sutura multipel.
Kemajuan rekonstruksi kraniofasial mutakhir memungkinkan dekompresi dan rekonstruksi orbit untuk menghilangkan gejala okular yang menyertai pada sinostosis koronal atau plagiosefali. Operasi radikal untuk setiap deformitas kraniofasial seperti sindroma Crouzon menjadi mungkin. Tindakan bedah rekonstruktif tengkorak, orbit, dan muka mungkin dilakukan pada dua tahap. Suturektomi yang cukup sepenjang dasar tengkorak mungkin membatasi deformitas dan membuat tindakan bedah tambahan tidak perlu. Koreksi satu tahap dari sindroma Crouzon sekarang bisa dilakukan.
BAB IX
ANOMALI KRANIOVERTEBRAL
Pada impresi basiler, foramen magnum dan tulang belakang servikal atas berinvaginasi kefossa posterior. Keadaan ini sering bersamaan dengan pergeseran bagian atas klivus, dengan akibat sudut basal (sudut antara planum sfenoidal dan klivus) menjadi lebih dari 143 derajat (platibasia). Ini jarang pada anak. Impresi basiler dapat diklasifikasikan kedalam jenis primer dan sekunder. Impresi basiler sekunder dapat dibagi kedalam jenis yang disebabkan setiap kelainan ossifikasi kongenital seperti khondrodistrofia fetalis dan osteogenesis imperfekta, dan jenis disebabkan setiap anomali metabolisme tulang didapat seperti ricket dan penyakit Paget. Impresi basiler primer mungkin disertai dengan asimilasi (oksipitalisasi) atlas, platibasia, deformitas Klippel-Feil, dislokasi atlanto-aksial, malformasi Arnold- Chiari, dan siringomielobulbia.
Pasien sering mengeluh nyeri kepala oksipital atau nyeri leher dan biasanya tampak leher yang pendek, garis rambut pendek, tortikolis, leher yang webbing, dan keterbatasan gerak leher. Gejala dan tanda neurologis bervariasi, terdiri dari sindroma kolumna posterior, traktus piramidal, serebelum, sistema saraf autonom, dan saraf kranial bawah serta servikal atas, seperti juga peninggian TIK akibat hidrosefalus. Mekanisme timbulnya tanda dan gejala terdiri dari kompresi tulang kejaringan saraf sekitarnya (sindroma foramen magnum), berbagai gejala akibat siringobulbia yang menyertai, dan gangguan sirkulasi CSS difossa posterior. Walau lesinya kongenital, onset gejala biasanya terjadi setelah usia pertengahan. Gejala klinis yang sering tampak pada anak adalah tetraparesis progresif.
Diagnosis impresi basiler dibuat dengan pemeriksaan rontgenografik. Diagnosis biasanya disederhanakan dengan posisi yang tinggi dari proses odontoid pada tampilan lateral foto polos tengkorak. Berbagai garis dan sudut standar sudah dilaporkan. Tak ada standar tunggal yang cukup untuk diagnosis. Diantara semua standar, garis Chamberlain, garis McGregor, dan garis digastrik paling menolong dalam diagnosis, dan tomogram potongan koronal dan sagital berguna. CT scan bisa berguna.
Pada tindakan bedah terhadap impresi basiler bergejala, dekompresi fossa posterior dilakukan untuk mengurangi kompresi pada foramen magnum. Prosedur operatif terdiri dari pembuangan rim foramen magnum serta insisi dura. Bila keadaannya disertai malformasi Arnold-Chiari, laminektomi tulang belakang servikal atas dilakukan juga. Impresi basiler sekunder tidak mudah untuk suatu tindakan bedah, karena pengangkatan tulang menyebabkan penurunan kekuatan sangga tulang belakang servikal dan karenanya akan memperburuk keadaan klinis. Operasi pintas mungkin perlu pada kasus yang disertai hidrosefalus atau siringomielia.
A. ASIMILASI ATLAS DENGAN OKSIPUT
Anomali kraniovertebral yang tersering adalah fusi arkus anterior atlas dengan tepi anterior foramen magnum. Fusi mungkin tidak simetris. Atlas berfusi dengan oksiput (oksipitalisasi), mungkin disertai dengan defek arkus posterior (spina bifida). Anomali ini bila sendiri biasanya tidak menyebabkan gejala klinis. Diagnosis bisa dibuat dengan berdasar temuan CT scan.
B. DISLOKASI ATLANTO-AKSIAL
Atlas yang berasimilasi sering disertai malformasi dan hipoplasia proses odontoid dan defek kongenital ligamen transversa dari aksis. Pada keadaan ini, cord servikal atas mungkin tertekan antara proses odontoid, yang berdislokasi keposterior dari arkus anterior atlas, dan arkus posterior atlas. Gejala neurologis mungkin timbul pada usia dewasa. Harus hati-hati untuk tidak salah mendiagnosa keadaan ini sebagai sklerosis multipel karena gejala yang serupa. CT scan bisa membantu dalam diagnosis.
Dislokasi atlanto-aksial ditindak secara operatif baik pada fusi proses odontoid dan arkus anterior atlas melalui pendekatan transoral, atau dengan fiksasi lamina melalui pendekatan posterior.
Tabel 9-1. Garis dan Sudut Kraniometrik pada
Tampilan Anterior (Torklus dan Gehle)
-------------------------------------------------------
Nomenklatur Definisi Nilai Normal
-------------------------------------------------------
Garis bimastoid Menghubungkan puncak Ujung dens men-
prosesus mastoid capai 10 mm
diatas; ber-
jalan melin-
tas pusat
sendi atlan-
tooksipital
Garis biventer Menghubungkan asal o- Tidak dilalui
(garis tot biventer pada tip dari dens
digastrik) medial basis mastoid
Jarak antara Jarak antara garis 22-39 mm;
sendi mandi- horizontal melalui rata-rata
buler dan sendi mandibuler 30 mm
arkus atlas dan tepi atas ar-
kus anterior atlas
Sudut aksis Kaki sudut berjalan Rata-rata 124-
sendi atlan- melintas pusat sen- 127 derajat;
to-oksipital di atlanto-oksipi- pada tomo-
tal, k.l. paralel gram terukur
dengan faset sendi hanya bila
kondiler lintasi dens
-------------------------------------------------------
C. SINDROMA KLIPPEL-FEIL (BREVICOLLIS)
Deformitas Klippel-Feil adalah keadaan dimana sejumlah tulang belakang servikal defektif dan berfusi (multiple cervical block vertebrae). Keadaan ini mungkin termasuk fusi lebih dari dua tulang belakang servikal. Predileksinya C2 dan C3. Gejala klinis pada kasus yang tipikal adalah leher pendek, garis rambut rendah, dan keterbatasan pergerakan leher. Anomali ini semata biasanya tidak menimbulkan gejala klinis. Ia mungkin disertai platibasia.
BAB X
SINDROMA NEUROKUTANOSA (FAKOMATOSIS)
Fakomatosis adalah malformasi yang disebabkan oleh kelainan histogenesis. Proliferasi sel abnormal sering terjadi pada sistema saraf serta kulit (sindroma neurokutanosa). Proliferasi sel Schwann abnormal pada sistema saraf pusat pada neurofobromatosis, dan astrosit pada sklerosis tuberosa, akan membentuk lesi massa. Bila lesi massa menggantikan tempat jaringan saraf, bisa disebut hamartoma.
Neurofibromatosis, sklerosis tuberosa, dan angiomatosis serebeloretinal pertama dikelompokkan kefakomatosis oleh van der Hoeve tahun 1932. Kelainan Sturge Weber dan ataksia-telangiektasia dimasukkan kedaftar fakomatosis kemudian. Kelainan tersebut bersifat genetik dan herediter.
A. NEUROFIBROMATOSIS (PENYAKIT VON RECKLINGHAUSEN)
Pertama dijelaskan oleh von Recklinghausen pada 1882. Adalah penyakit yang diturunkan melalui autosom dominan dan lebih sering pada laki-laki. Manifestasi klinis bisa seragam atau berbeda pada kasus familial. Menurut Crowe, setengah anggota dari satu keluarga yang menderita kelainan ini tanpa disertai kelainan kulit. Kasus sporadis atau terbatas dipikirkan sebagai diinduksi oleh mutasi spontan.
Stigma kutanosa dari kelainan ini terdiri dari neurofibroma (fibromata molluska) dan bercak cafe-au-la-it. Neurofibroma biasanya melebihi diameter 1.5 sm, dan biasanya terdapat paling tidak lima buah. Mungkin tidak dijumpai saat lahir dan tampil setelah usia dua tahun.
Abnormalitas sistema saraf ada empat jenis: (1) retardasi mental, (2) tumor intrakranial, (3) tumor intraspinal, dan (4) tumor saraf perifer. Neoplasma sistema saraf yang umum dijumpai adalah neuroma, biasanya akustika, trigeminal, dan saraf spinal. Penyakit ini sering disertai meningioma multipel, glioma optik, dan glioma batang otak.
Pada kebanyakan kasus anak hanya memperlihatkan manifestasi kutanosa, dan neoplasma sistema saraf, dengan kekecualian glioma saraf optik, jarang tampak pada anak.
Glioma optik terjadi pada sekitar 10 persen anak dengan neurofibromatosis, dan neurofibromatosis terjadi pada sekitar 25 persen dari glioma optik. Neuroma akustika sangat jarang pada anak dan terjadi hanya pada neurofibromatosis. Abnormalitas arteria serebral, terutama oklusi serebrovaskuler multipel, mungkin terdapat pada anak. Konsekuensinya pemeriksaan neuroradiologis harus termasuk angiografi serebral bila gejala klinis mencurigakan adanya abnormalitas serebrovaskuler pada anak dengan neurofibromatosis. Sekitar 10 persen anak dengan neurofibromatosis memiliki bangkitan dan retardasi mental.
Perubahan skeletal yang mengenai tengkorak, tulang belakang, dan ekstremitas sering dijumpai. Perubahan yang biasa terjadi pada tengkorak adalah displasia sayap sfenoid, perubahan seller akibat lesi saraf optik, pembesaran kanal optik akibat glioma saraf optik, pelebaran lubang saraf kranial lainnya, dan defek sutura lambdoid. Defek sayap sfenoid besar bisa menimbulkan eksoftalmos yang berpulsasi. Pada foto tengkorak, neurofibromatosis mungkin menyerupai tampilan plagiosefali atau kista arakhnoid pada fossa media. Defek umum yang biasanya mengenai tulang belakang adalah displasia ruas tulang belakang, kifoskoliosis, dan scalloping posterior badan ruas tulang belakang.
Gambaran radiologis neurofibromatosis telah dilaporkan. CT scan menunjukkan tidak hanya lesi tengkorak, namun juga lesi intrakranial. Displasia atap tengkorak, dasar tengkorak, dan orbit; tumor intrakranial; tumor orbital; dan hipoplasia lobus temporal mudah disaksikan. Dilatasi ventrikuler adalah temuan yang umum dijumpai pada neurofibromatosis dan mungkin akibat atrofi serebral ringan.
B. SKLEROSIS TUBEROSA (PENYAKIT BOURNEVILLE-PRINGLE)
Bourneville menjelaskan kasus tuber serebral terbatas yang disertai bangkitan epileptik serta kelainan mental, dimana sindroma ini dinamakannya sklerosis tuberosa, tahun1880. Pringle menemukan lesi dimuka pada tiap pasien dan dinamainya adenoma sebaseum pada tahun 1908. Vogt melaporkan triad klinis epilepsi, defisiensi mental, dan adenoma sebaseum sebagai karakter sklerosis tuberosa pada tahun 1908. Epoloia, suatu kombinasi epilepsi dengan anoia (mindlessness), bisa digunakan sebagai sinonimnya. Lagos dan Gomez melaporkan kasus sklerosis tuberosa dan menemukan bahwa kasus dengan triad klinis lengkap lebih sedikit dari yang tidak memiliki satu dari tiga gejala. Triad patologis terdiri dari adenoma sebaseum, tumor jantung dan ginjal, dan nodul neuroglial (tuber) diotak.
Walau sklerosis tuberosa dipercaya herediter, bentuk transmisinya tidak jelas. Transmisi dominan autosom terjadi pada banyak kasus. Menurut penelitian terakhir, 81 persen kasus diperkirakan mutasi baru. Gambaran klinis bervariasi pada atau sekitar anggota keluarga. Keturunan penderita adenoma sebaseum dan bercak shagreen atau fibroma subungual dan nevi putih diperkirakan memiliki kemungkinan 50 persen menderita kelainan ini.
Tuber kortikal dan tuber subependimal, yang terakhir biasa dijumpai pada badan dan tanduk inferior ventrikel lateral, diketahui sebagai lesi serebral. Mereka sering mengalami kalsifikasi. Nodul subependimal tampak sebagai 'tetesan lilin' atau 'parit lilin' pada pemeriksaan dengan udara. Tuber periventrikuler mungkin menjadi tumor yang sangat besar (astrositoma sel raksasa subependimal) sekitar foramen Monro. Karena tumor ini tidak radiosensitif, pengangkatannya diperlukan. Lesi kutanosa terdiri dari adenoma sebaseum bentuk kupu-kupu pada muka, bercak shagreen, fibroma subungual, bercak akhromik, nodul subkutanosa, bercak cafe-au-la-it. Pada sistema skeletal, lesi mungkin ditemukan pada tengkorak, tulang panjang, tulang belakang, pelvis, tangan, dan kaki. Pada organ lain, rabdomioma jantung, tumor retinal (fakoma), hamartoma embrional campuran pada ginjal, duodenum, hati, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan ovarium bisa ditemukan.
CT scan merupakan alat diagnosis paling berguna pada tuber subependimal. Tuber tampak sebagai nodul yang berkalsifikasi pada dinding ventrikel dan mungkin tidak tampak pada foto polos tengkorak. Ventrikel pada sklerosis tuberosa sedikit membesar sebagai akibat atrofi serebral. Astrositoma sel raksasa subependimal pada tanduk frontal ventrikel lateral merupakan massa dengan sedikit peninggian atenuasi dan sering diperkuat olah pemeriksaan memakai kontras. Bila foramen monro terobstruksi, timbul hidrosefalus. Pleksus khoroid harus dibedakan dari tuber. Yang pertama terletak pada trigonum atau tepi medial ventrikel lateral dan jelas diperkuat oleh injeksi medium kontras; tuber terletak sepanjang tepi lateral ventrikel lateral. Ia tampak sebagai massa yang berkalsifikasi dan tidak diperkuat oleh pemeriksaan kontras. Tuber juga harus dibedakan dari setiap kelainan yang berhubungan dengan kalsifikasi periventrikuler seperti toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik.
C. ANGIOMATOSIS ENSEFALOTRIGEMINAL (PENYAKIT STURGE-WEBER)
Sturge melaporkan pada 1879 kasus angioma pada satu sisi muka disertai adanya glaukoma ipisilateral, hemiplegia, dan epilepsi. Ia melaporkan gejala serebral disebabkan oleh angioma pada otak yang sejenis dengan tumor pada muka. Weber memperlihatkan kalsifikasi otak pada foto polos tengkorak pada 1929. Kelainan ini mengandung hal berikut:
1. Angiomatosis kutanosa (nevus flammeus atau nevus kapilari) atau pewarnaan port-wine hemifasial.
2. Bangkitan epileptik yang mulai pada usia anak-anak.
3. Kalsifikasi giriform.
4. Buftalmos atau glaukoma.
5. Retardasi mental.
6. Hemiplegia.
7. Hemianopsia homonim.
Angiomatosis leptomeningeal tampak paling sering pada lobus oksipital. Korteks serebral dibawah angioma mengalami kalsifikasi karena gangguan sirkulasi. Kalsifikasi dikenal sebagai kontur ganda pada foto polos tengkorak.
Temuan yang umum pada angiogram serebral adalah vena kortikal abnormal yang mengalirkan isi vena kortikal permukaan dan sinus sagital superior kesistema vena dalam.
CT scan paling baik dalam mendeteksi kalsifikasi kortikal dan berguna dalam diagnosis dini kelainan ini. Kalsifikasi sering lebih jelas pada CT scan dibanding foto polos tengkorak. CT scan biasanya memperlihatkan kalsifikasi kortikal giriformis pada lobus temporal dan oksipital. Hemisfer serebral mungkin dilapisi angioma, dan malformasi vaskuler pial mungkin diperkuat oleh zat kontras pada semua kasus. Atrofi kortikal dan ketidaksetangkupan bentuk dan ketebalan tengkorak sering tampak. Kalsifikasi giriformis yang khas untuk kelainan ini biasanya tampak setelah usia dua tahun. Kalsifikasi sejenis mungkin dijumpai pada leukemia SSP. Diferensiasi klinis kedua kelainan ini tidak sulit. Kalsifikasi bilateral mungkin dijumpai. Hemisferektomi mungkin diindikasikan untuk bangkitan yang tak terkontrol.
D. ANGIOMATOSIS SEREBELORETINAL (PENYAKIT VON HIPPEL-LINDAU)
Angiomatosis serebeloretinal terdiri dari hemangioblastoma serebeler, angioma retinal, lesi tipikal organ internal, dan eritrositosis darah perifer. Angioma retinal pertama dikemukakan von Hippel 1904. Lindau menemukan tahun 1926, saat meneliti tumor serebeler, bahwa hemangioblastoma serebeler sering bersamaan dengan angiomatosis retina dan mengajukan hubungan ini sebagai kesatuan nosologis. Cushing dan Bailey menamakan hubungan ini sebagai Penyakit Lindau pada tahun 1928. Hemangioblastoma sering terjadi sebagai lesi sistik pada paramedian hemisfer serebeler. Bisa terbentuk soliter atau multipel. Kista berisi cairan xantokhrom, dan terdapat nodul mural. Setiap lesi organ internal dijelaskan sebagai foekhromositoma medulla adrenal, hipernefroma ginjal, dan kista atau angioma limpa dan ginjal.
Mungkin terdapat siringomielia, meningioma, dan paraganglioma. Kista tulang dan nevi vaskuler dan berpigmen pada kulit dan mukosa bisa dijumpai.
Lesi organ internal jarang memberikan gejala. Presentasi klinis terdiri dari peninggian TIK dan tanda serebeler akibat tumor serebeler, dan gangguan visual akibat angioma retinal. Polisitemia mungkin menghilang setelah pengangkatan hemangioblastoma serebeler.
Hemangioblastoma serebeler tampak pada CT scan sebagai area densitas rendah pada bagian sistik dan area isodensitas atau sedikit hiperdensitas pada nodus mural. Obstruksi ventrikel keempat oleh efek massa biasanya menyebebkan hidrosefalus. Nodul solid pada dinding kista diperkuat secara merata oleh injeksi kontras. Bagian perifer lesi sistik diperkuat dan dikelilingi cincin hiperdens. Konsekuensinya, diferensiasi keadaan ini dengan kista arakhnoid tidak sulit. Sarkoma sistik atau ependimoma mungkin memberikan temuan CT scan serupa.
E. SINDROMA NEUROKUTANOSA LAIN
Ataksia-Telangiektasia (Sindroma Louis-Bar atau Border-Sedgwick)
Sindroma ini dijelaskan oleh Louis-Bar pada 1941 dan dinamakan ataksia-telangiektasia dan dianggap sebagai fakomatosis kelima. Gambaran khas sindroma ini adalah ataksia serebeler progresif yang dimulai saat bayi, dan telangiektasia progresif dari bulbar konjunktiva serta muka. Gangguan motor tampak menonjol sebagai khoreoatetotik. Infeksi sinus paranasal serta paru-paru sering berulang. Mekanisme immunologis terganggu serta timus tampak hipoplastik. Tumor maligna jarang. Perubahan serebeler termasuk degenerasi sel Purkinje, dan dilatasi serta penipisan dinding pembuluh kecil pial dan substansia putih. Lesi bisa dilihat pada cord tulang belakang. CT scan memperlihatkan atrofi serebeler, sesuai dengan temuan patologis.
Melanosis Neurokutanosa (Sindroma Rokistansky-Bogaert)
Nevi kutanosa berpigmen, melanosis leptomeningeal, dan pigmentasi melanotik intraserebral adalah khas untuk melanosis neurokutanosa. Hidrosefalus terjadi karena obstruksi pada daerah absorpsi CSS oleh sel pigmen. Pasien menampilkan bangkitan konvulsif, retardasi mental, iritasi meningeal kronik, palsi saraf kranial, dan peninggian TIK.
Tabel 10-1. Sindroma Fakomatosa Jarang
-------------------------------------------------------
1. Melanosis neurokutanosa
(sindroma Rokistansky-van Bogaert)
2. Inkontinensia pigmenti
(sindroma Bloch-Sulzberger)
3. Karsinoma sel basal nevoid multipel
(sindroma Ward-Gorlin-Goltz)
4. Angiomatosis kutaneomeningospinal
(sindroma Berenbruch-Cushing-Cobb)
5. Angiomatosis osteohipertrofika
(sindroma Klippel-Trenaunay)
6. Angiomatosis sistemik (sindroma Ulmann)
7. Angiomatosis okuloserebral (sindroma Bregeat)
8. Lipomatosis circumscribed periferal multipel
(penyakit Krabbe-Bartels)
9. Lipomatosis neurokutanosa
10. Displasia fibrosa (sindroma Albright)
-------------------------------------------------------
BAB XI
MALFORMASI VASKULER
A. PERKEMBANGAN DAN MALFORMASI VASKULATUR SEREBRAL
Pembuluh serebral dan dural berkembang dari pembuluh darah primitif yang berasal dari jaringan mesodermal sekeliling tabung neural. Perkembangan vaskuler serebral dibagi kedalam lima tahap oleh Streeter pada 1918:
1. Pembentukan pleksus primitif kanal dari cord angioblas.
2. Diferensiasi menjadi kapiler, arteri dan vena primitif.
3. Stratifikasi vaskulatur kedalam sirkulasi eksternal, dural, dan leptomeningeal atau pial.
4. Penyusunan kembali kanal vaskuler untuk membentuk penyesuaian terhadap perubahan besar pada struktur kepala sekitar.
5. Diferensiasi histologis lanjut kebentuk pembuluh dewasa.
Kelainan tahap kedua mungkin menjadi hemangioblastoma dan angioma kavernosa; pada tahap ketiga menjadi fakoma kranial dan angioma venosa; pada tahap keempat menjadi anomali perjalanan pembuluh utama terutama sirkulus Willis. Olivecrona dan Ladenheim percaya bahwa malformasi arteriovenosa (AVM) terjadi pada tahap kedua, karena gambaran yang karakteristik dari AVM adalah defek perkembangan lokal dari kapiler. Lokasi AVM, yaitu scalp, serebral, atau dural, ditentukan oleh tahap ketiga. Arteria pencatu ditentukan oleh tahap keempat. Mereka mengajukan skema perkembangan AVM. Beberapa peneliti mempostulasikan bahwa AVM adalah akibat kelainan pada tahap kelima.
B. KLASIFIKASI MALFORMASI SEREBROVASKULER
Beberapa klasifikasi telah diajukan sejak Virchow (1851), yang membagi tumor serebrovaskuler kedalam angioma kavernosum dan angioma karena perubahan vaskuler, yang terakhir disubkelompokkan kedalam telangiektasia dan angioma rasemosum.
Cushing dan Bailey (1928) mempercayai bahwa angioma kavernosum adalah neoplasma sejati dan mengklasifikasikan malformasi vaskuler kedalam (1) telangiektasia, (2) angioma venosa, dan (3) angioma arterial (arteriovenosa).
Russell dan Rubinstein (1971) memodifikasi klasifikasi Cushing dan Bailey sebagai: (1) telangiektasia kapiler, (2) angioma kavernosa, (3) malformasi arteriovenosa, dan (4) malformasi venosa.
McCormick (1966) mengklasifikasikan malformasi vaskuler kedalam lima kategori: (1) telangiektasia (angioma kapilari), (2) variks, (3) malformasi kavernosa (angioma), (4) malformasi arteriovenosa, dan (5) malformasi venosa (angioma). Klasifikasi ini paling banyak dianut saat ini.
C. MALFORMASI ARTERIOVENOSA
Walau AVM adalah anomali kongenital dan tampil saat lahir, gejala biasanya tampak pada usia antara 20 hingga 40 tahun. Konsekuensinya kebanyakan kasus tampak pada dewasa namun juga banyak kasus pada anak, kecuali malformasi sistema galenik telah dilaporkan.
AVM dua kali lebih sering pada pria. 90 persen AVM terjadi dikompartemen supratentorial, dimana hemisfer serebral dan regio garis tengah galenik dan sinus rektus merupakan tempat yang umum. AVM difossa posterior dan cord spinal jarang. AVM hemisfer serebral terjadi paling sering diteritori arteria serebral media, diikuti arteria serebral anterior dan posterior. AVM bisa diklasifikasikann kedalam tiga jenis, tergantung lokasi:
1. pial sejati
2. campuran pial dan dural
3. dural sejati
AVM pial sejati dan AVM campuran pial dan dural umum pada kompartemen supratentorial, sedang AVM dural sejati umum difossa posterior. AVM dural juga sering terjadi diregio sinus kavernosa.
Kebanyakan AVM kecil didapat setelah usia 20 tahun. Ukuran AVM sebagian menentukan gejala; AVM kecil memberikan risiko perdarahan, sedang AVM besar cenderung menimbulkan gejala akibat kehilangan darah (fenomena steal), seperti misalnya epilepsi. Dengan kata lain, AVM kecil mempunyai risiko ruptur lebih besar dibanding AVM besar. Pada angiografi, AVM memperlihatkan perubahan ukuran; AVM yang lebih kecil cenderung membesar, AVM ukuran sedang tetap tak berubah, dan AVM bervolume besar cenderung sedikit berkurang. AVM kecil mungkin membesar akibat faktor hemodinamik, dan AVM besar ukurannya mengecil karena pembentukan trombus.
Temuan histologis yang karakteristik pada AVM adalah tiadanya jaringan vaskuler dari kapiler normal. AVM terdiri dari pembuluh abnormal dengan ukuran dan struktur berbeda. Beberapa pembuluh mempunyai dinding tipis dikelilingi jaringan ikat, dan lainnya memiliki dinding yang tebal tanpa lamina elastika internal dan memperlihatkan hialinisasi. Pembuluh dengan dinding yang mengalami hialinisasi cenderung mengalami kalsifikasi. Namun mungkin juga disertai adanya pembuluh normal. Parenkhima otak sekeliling AVM sering atrofik dan memperlihatkan gliosis, degenerasi mikrosistik, dan fagositosis dengan hemosiderin secara histologis. Pada kasus dimana AVM ruptur, kista porensefalik mungkin terbentuk. Hidrosefalus komunikans bisa terjadi setelah perdarahan subarakhnoid disebabkan adesi didalam ruang subarakhnoid.
Presentasi Klinis
Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh akibat rupturnya. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel menyebabkan perdarahan subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala fokal. Gejala berikut sering tampak:
• konvulsi
• nyeri kepala
• defisit neurologis hemisferik progresif, seperti he-
• miplegia, afasia, dan hemianopsia homonim
• deteriorisasi mental
Bruit kranial mungkin terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya AVM yang sangat besar mengakibatkan kardiomegali atau gagal jantung kongestif dengan semua tingkat frekuensi.
Temuan Radiografik
Foto tengkorak mungkin memperlihatkan temuan berikut: (1) kalsifikasi abnormal didalam variks, terutama pada kasus AVM pada dewasa; (2) pembesaran alur atau foramen vaskuler; dan (3) penambahan ketebalan tengkorak.
Pneumoensefalografi jarang dilakukan untuk mendiagnosis AVM. Bila dilakukan, mungkin menunjukkan (1) massa serupa lesi desak ruang, (2) gangguan sirkulasi CSS, dan (3) atrofi serebral.
CT scanning adalah pemeriksaan yang paling berguna untuk hematoma intraserebral karena AVM yang ruptur. CT scan juga memperlihatkan edema otak dan pergeseran garis tengah akibat hematoma intraserebral, dan juga ada atau tiadanya perdarahan intraventrikuler, hidrosefalus komunikans setelah perdarahan subarakhnoid, kista porensefalik setelah perdarahan intraserebral, dan atrofi serebral fokal. CT scan kurang berguna dalam mendiagnosis AVM yang tidak ruptur. Temuan CT scan pada kasus AVM yang tidak ruptur adalah (1) area fokal dengan densitas campuran rendah dan tinggi, (2) saluran densitas tinggi serpiginosa pada CT scan kontras, dan (3) tiadanya efek massa.
AVM diperkuat secara heterogen pada pemeriksaan dengan zat kontras. AVM kecil sering diperkuat homogen, dan tepinya biasanya berbatas tegas. Area densitas tinggi yang tampak pada CT scan dengan kontras dikira akibat perdarahan kecil sebelumnya, trombus mural, kalsifikasi kecil, variks, atau faktor lain. Pada semua kasus, pemeriksaan dengan kontras esensial untuk AVM.
AVM sangat kecil atau tersembunyi ('cryptic') mungkin tidak terdiagnosis oleh CT scan. Cryptic AVM mungkin ruptur pada saat cedera kepala. Sejak cryptic AVM pertama diuraikan oleh Russell tahun 1954, lebih banyak perhatian diberikan pada kelainan ini. Perdarahan intraserebral karena sebab yang tidak diketahui lebih sering pada anak-anak. Ia mungkin didiagnosis sebagai perdarahan intraserebral spontanosa. Angiografi serebral serial diperlukan untuk mendiagnosis cryptic AVM, namun perdarahan mungkin menghancurkan malformasi ini. Perhatian diberikan untuk mencari cryptic AVM yang bertanggung-jawab pada dinding rongga hematoma pada saat tindakan bedah pada pasien dengan hematoma intraserebral spontanosa.
Angiografi serebral diperlukan untuk diagnosis pasti AVM, yang dapat memiliki vena embrionik persisten. Angiografi serebral serial esensial untuk pemeriksaan lengkap prabedah atas arteria pencatu dan vena pengalir dari AVM. Temuan angiografik pada AVM dapat disimpulkan sebagai:
• Pembuluh aferen dan eferen bentuk serpentin yang berdilatasi kasar.
• Berkas rasemosa dengan vaskularitas bertambah (nidus).
• Waktu sirkulasi yang cepat dengan pintas arteriovenosa.
• Varises.
AVM multipel dan hubungan AVM dengan aneurisma sakuler sering dijumpai. Karenanya angiografi empat pembuluh harus dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan angiografi AVM, untuk semua pencatu dan kemungkinan AVM multipel. Angiografi mungkin gagal menunjukkan adanya AVM yang mengalami trombosis.
Pertimbangan Operasi
AVM mungkin ditindak nonbedah dengan (1) radioterapi (radiasi energi tinggi terfokus), (2) kriokoagulasi, (3) elektrotrombosis, dan (4) embolisasi dan tehnik intravaskuler lain. Tindakan bedah diindikasikan pada keadaan:
• Hematoma intraserebral akibat rupturnya AVM, dengan sasaran mencegah reruptur.
• Bangkitan fokal yang tak terkontrol oleh antikonvulsan.
• Gagal jantung kongestif akibat pintas arteriovenosa.
Setiap tindakan dilakukan berdasar prinsip dasar:
• Secara teoritis, AVM terletak ekstraserebral dan dapat dibuang tanpa mencederai otak normal atau catu darah.
• Klot intraserebral memungkinkan eksisi angioma yang mobil sebagian.
• Dibawah korteks, AVM memiliki daerah perbatasan, suatu pseudokapsul otak yang gliotik.
• Bila AVM kecil tampak pada lokasi lain selain korteks, diseksi bedah secara hati-hati terhadap vena 'merah' kortikal adalah cara yang bermanfaat untuk mencapai pinggir angioma.
Tindakan ideal AVM adalah pengangkatan total malformasi tanpa menyebabkan defisit neurologis. Pengangkatan total AVM tak selalu mungkin, karena lokasinya. Daerah serta ukuran AVM, serta usia pasien harus dipikirkan dalam mengambil tindakan bedah. Hal berikut harus dipikirkan sebagai AVM yang khusus terhadap patokan operasi:
1. AVM permukaan
a. AVM Rolandik
b. AVM hemisferik sangat luas
c. AVM serebeler
d. AVM raksasa infantil
2. AVM dalam
a. AVM korpus kalosum
b. aneurisma vena Galen
c. AVM ganglia basal
d. AVM pleksus khoroid
e. AVM fisura hipokampal
f. AVM batang otak
Bila AVM tak dapat dicapai secara bedah, arteria pencatu AVM harus diligasi dalam usaha mengurangi pintas arteriovenosa dan jadi mencegah reruptur AVM dan mengurangi kemungkinan pembebanan jantung. Ligasi karotid atau vertebral tak bermanfaat pada banyak kasus. Bila AVM dibuang sebagian atau subtotal, sisa AVM membesar bertahap dan reruptur. Konsekuensinya pengangkatn total AVM diwajibkan bila pengangkatan telah dijadwalkan. AVM yang tampil kecil pada angiogram mungkin ditemukan lebih besar saat operasi karena nonopasifikasi bagian dari nidus. Pada setiap kasus, mungkin ditemukan rekurensi angiografis setelah pengangkatan AVM total. AVM permukaan kecil dengan satu arteria pencatu pada daerah yang tenang mudah untuk diangkat, sedang AVM dalam, besar dengan arteria pencatu bilateral lebih sulit. Walau mortalitas dari ruptur pertama rendah, li ma hingga 10 persen, tidak seperti aneurisma, AVM pada anak harus ditindak agak lebih agresif dibanding dewasa; anak memiliki survival dan plastisitas otak yang lebih panjang.
D. ANEURISMA VENA GALEN
Aneurisma atau variks vena Galen dengan AVM dalam yang bersamaan dijelaskan Steinheil tahun 1895. Pasien memiliki anerisma vena Galen dan AVM pada lobus frontal. Penjelasan klinis lain diberikan Bedford tahun 1934 dan Jaeger 1937. Russell dan Nevin melaporkan dua kasus pada penelitian postmortem tahun 1940. Masing-masing pasien berusia 17 bulan dengan hidrosefalus jelas yang disebabkan stenosis akuaduktal. Pada kasus pertama, vena Galen berdilatasi luar biasa dan berhubungan dengan arteria serebral posterior kiri dan torkular Herophili. Malformasi berlokasi pada pelat kuadrigeminal pada fisura transversa. Pada kasus kedua, malformasi mengenai vena Galen dan arteria kalosal superior. Malformasi melekat pada titik ventral dari sambungan falkotentorial dan menekan pelat kuadrigeminal. Sejak itu, banyak kasus dilaporkan.
Banyak pembuluh di diensefalon dan otak tengah berhubungan dengan pembuluh kontralateral diseberang garis tengah selama tahap fetal. Persistensi hubungan ini berakibat pembentukan AVM. Persistensi penghubung yang berdilatasi dengan pengalir vena melalui vena Galen memacu terbentuknya aneurisma atau variks dari vena.
Presentasi Klinis
Gejala klinis aneurisma vena Galen berbeda tergantung usia pasien. Neonatal biasanya memperlihatkan gagal jantung curah tinggi yang intractable, karena 80 persen curah jantung masuk sirkulasi serebral, terutama pada adanya fistula pada bayi baru lahir. Bayi sering memperlihatkan hidrosefalus. Pada anak dan dewasa, nyeri kepala dan sinkop mungkin merupakan gejala yang tampil. Gejala berikut mungkin dipikir sebagai triad kli nis aneurisma vena Galen: (1) pembesaran kepala, (2) bruit kranial, dan (3) gagal jantung atau pembesaran kardiak. Aneurisma vena Galen pada neonatus dan bayi muda biasanya diduga dan ditemui saat kateterisasi kardiak atas dugaan kelainan jantung kongenital. Tekanan oksigen pada vena juguler adalah tinggi karena pintas arteriovenosa.
Temuan Radiografik
Foto polos tengkorak terkadang menampakkan rim atau cincin kalsifikasi pada regio pineal. Aneurisma vena Galen tampak pada CT scan sebagai massa vaskuler hiperdens terletak posterosuperior terhadap ventrikel ketiga. Hidrosefalus akibat stenosis akuaduktal disebabkan kompresi akuaduktus oleh malformasi ditampilkan sebagai dilatasi triventrikuler. Kalsifikasi mungkin tampak pada dinding malformasi. Kalsifikasi pada dinding jarang pada bayi namun tampak pada sekitar setengah kasus dewasa. Malformasi mungkin mengalami trombosis atau kalsifikasi. Aneurisma vena Galen harus dibedakan dari dilatasi vena Galen sekunder terhadap AVM ditempat lain. Penguatan kontras diperlukan untuk diagnosis dengan CT scan, dimana biasanya memperlihatkan nidus dan vena pengalir. Untuk pemeriksaan lengkap pencatu dan pengalir, angiografi serebral harus dilakukan. Sonografi bisa berguna untuk memperlihatkan lesi pada neonatus.
Aneurisma vena Galen bukanlah aneurisma sejati. Ia terdiri dari berbagai derajat malformasi, dari dilatasi aneurismal vena Galen hingga hubungan fistulosa vena dari sistema galenik dengan arteria dari sistema karotid atau vertebrobasiler. Hubungan arteriovenosa ber variasi dari satu arteria berhubungan dengan satu vena hingga banyak pembuluh aferen berhubungan dengan banyak pembuluh eferen.
Karena presentasi klinis berbeda pada tiga kelompok umur, empat pola angiografik prominen sudah diketahui:
1. Pada neonatus, arteria pencatu memasuki aneurisma pada tepi anterosuperiornya dan terdiri; biasanya kedua arteria serebral anterior, arteria lentikulostriata, arteria perforantes talamik, dan semua arteria khoroidal anterior dan posterior. Terkadang arteria serebeler superior juga mencatu aneurisma. Aneurisma biasanya berukuran sedang dan dialirkan melalui sinus rektus dan sinus lateral yang sangat besar.
2. Pada bayi, arteria pencatu biasanya terletak inferior dan lateral, dan terdiri; satu arteria khoroidal posterior. Pada bayi dengan hidrosefalus, aneurisma sering sangat besar dan bundar, dengan jalur pengalir yang sulit dilihat.
3. Pada bayi dan anak yang lebih besar, arteria pencatu biasanya terletak anterior dan superior dan termasuk; satu atau kedua arteria khoroidal posterior dan satu atau kedua arteria serebral anterior.
4. Pada anak yang lebih besar, arteria pencatu terdiri dari jaringan angiomatosa yang muncul terutama dari arteria khoroidal posterior dan arteria perforantes talamik dan langsung memasuki aneurisma. Aneurisma biasanya tidak besar dan dialirkan dengan pengaliran vena yang terlihat dengan baik melalui sinus rektus dan sinus transversus.
Dilatasi aneurismal sistema galenik dengan hubungan fistulosa arteriovenosa diklasifikasikan kedalam tiga jenis: (1) dilatasi dari hanya vena serebral internal (sistema galenik kecil), (2) dilatasi dari hanya vena Galen (sistema galenik besar), dan (3) dilatasi dari seluruh sistema galenik. Dilatasi retrograd vena terminal dan subependimal mungkin terlihat. Disamping vena Galen dan vena serebral internal, sinus rektus, bagian bawah sinus sagital superior, vena Rosenthal, dan torkular Herophili mungkin berdilatasi.
Angiografi serial urutan-cepat diperlukan untuk diagnosis aneurisma vena Galen karena cepatnya waktu sirkulasi. Identifikasi arteria pencatu kefistula dan vena pengalir diwajibkan sebagai titik tolak operasi.
Pertimbangan Operasi
Kebanyakan neonatus dan bayi muda dengan AVM yang sangat besar mati karena gagal jantung bila tanpa tindakan bedah, walau hasil tidak menggembirakan dibanding outcome tindakan bedah pada AVM jenis lain. Pada neonatus, tindakan segera diperlukan untuk dua alasan: aliran yang luar biasa melalui aneurisma berakibat: (1) hilangnya ('steal') darah menjauhi parenkhim serebral dan memacu infarksi masif otak, dan (2) timbulnya perubahan hemodinamika yang berakibat iskemia dan infarksi miokardial.
Pemeriksaan postmortem pasien dengan aneurisma vena Galen menunjukkan kebanyakan memperlihatkan gagal jantung sianotik. Beberapa memperlihatkan infarksi serebral yang dimulai sejak kehidupan fetal. Leukomalasia dan infark hemoragis segar dijumpai pada beberapa kasus. Temuan ini menunjukkan bahwa karena kerusakan otak telah terjadi sebelum operasi, tindakan bedah tidak mencegah infarksi.
Walau ekstirpasi total dari lesi adalah ideal, itu tidak selalu mungkin. Konsekuensinya ligasi arteria pencatu adalah tindakan yang paling sering. AVM pada daerah ini jarang ruptur, dan karenanya tindakan bedah tidak diindikasikan untuk pencegahan ruptur. Hidrosefalus yang ditindak dengan operasi pintas lebih aman dibanding operasi langsung. Pendekatan interhemisferik umum digunakan untuk mengobliterasi aneurisma. Pendekatan subtemporal dan transtentorial mungkin digunakan, tergantung status arteria pencatu. Kateter yang diinsersikan keatrium kanan berguna dalam mengelola embolisasi udara, serta flebotomi cepat pada kasus gagal jantung akibat obliterasi mendadak pintas arteriovenosa. Induksi hipotensi selama operasi tidak dianjurkan, karena hipotensi meninggikan risiko infarksi miokardial. Aneurisma vena Galen yang mengalami trombosis dan kalsifikasi mungkin diangkat dengan sempurna. Embolisasi melalui kateter angiografik atau balon jarang berhasil.
E. ANGIOMA KAVERNOSA
Angioma kavernosa (kavernoma) mungkin terjadi pada semua daerah diotak. Kebanyakan terletak dihemisfer serebral,dan sisanya terjadi diventrikel lateral, ganglia basal, regio pineal, batang otak dan hemisfer serebeler. Terkadang kavernoma terletak didura. Pada keadaan yang jarang terdapatnya angioma kavernosa dan AVM secara bersamaan terbukti secara histologis. Presentasi klinis terdiri dari bangkitan, tanda fokal yang timbul perlahan, dan perdarahan.
Kavernoma intrakranial dapat didiagnosis paling tepat dengan CT scan dikombinasikan dengan angiografi serebral dan sintigrafi otak radionuklida. CT scan memperlihatkan (1) massa yang mengalami kalsifikasi, berbatas tegas, bulat, berdensitas tinggi non homogen, (2) penguatan kontras tak ada atau sedikit, dan (3) efek massa minimal tanpa edema perifokal yang jelas. Area hipodens mungkin tampak didalam lesi karena adanya komponen sistik. Angiogram, terutama foto tunda, memperlihatkan massa avaskuler tanpa arteria pencatu dan vena pengalir. Kavernoma ekstra-aksial pada fossa media sering ditemukan pada wanita usia pertengahan dan secara radiologis tak dapat dibedakan dari meningioma. Kemungkinan kavernoma harus dipikirkan bila pemeriksaan mencurigakan adanya meningioma diregio paraseller atau fossa media, terutama pada wanita usia menengah.
Kavernoma intraserebral dapat diangkat dengan mudah. Kavernoma paraventrikuler dapat diangkat dengan tehnik mikroskopik. Kavernosa fossa media harus dipikirkan berbeda dari kavernosa dilokasi lain dari sudut pandang diagnostik dan operasi. Sulit untuk mengangkatnya karena perdarahan masif. Iradiasi semata atau iradiasi diikuti operasi mungkin merupakan tindakan terpilih. Bedah laser mungkin berguna, terutama pada kasus kavernosa fossa media.
Tabel 11-1. Anomali Arteriovenosa Garis-tengah (Litvak)
-------------------------------------------------------
1. Aneurisma vena major Galen.
Dilatasi tunggal vena serebral major, berdampingan
dengan sinus rektus dan torkular yang berdilatasi
dan dicatu oleh cabang anomalosa sirkulasi karotid
dan/atau basiler.
2. Konglomerasi rasemosa pembuluh darah pada struktur
serebral sebelah dalam dengan vena pengalir dalam
yang berdilatasi.
Kluster vermiform arteria dan vena yang anomalosa
(angioma, hemangioma, dll) tersisa digaris tengah a-
tau struktur serebral dalam dan dialirkan sentripe-
tal ke vena dalam dan sinus yang berdilatasi.
3. Jenis transisional pintas arteriovenosa garis tengah
a. Dilatasi vaskuler tunggal selain dari vena major
Galen, dialirkan kesinus dan vena dalam yang ber-
dilatasi.
b. Kombinasi angioma garis tengah bersamaan dengan
satu atau lebih pembuluh yang berdilatasi aneu-
rismal.
c. Pintas arterial langsung untuk mendeformasi dan
mendilatasi sinus venosus.
-------------------------------------------------------
F. ANGIOMA VENOSA
Walau angioma venosa otak adalah lesi yang insidentil yang umumnya dijumpai postmortem, secara klinis diperkirakan suatu malformasi vaskuler yang jarang. Ia sering timbul didistribusi arteria serebral media, serebelum, dan vena Galen. Mungkin bersamaan dengan angioma venosa dan variks. Angioma venosa biasanya tak bergejala; jarang-jarang, ia menyebabkan bengkitan dan perdarahan.
Tak ada temuan spesifik tampak pada CT scan. Tak ada efek massa atau edema lokal tampak. Angioma kecil cenderung terabaikan pada CT scan baik dengan maupun tanpa kontras. Diagnosis pasti dibuat dengan angiografi serebral.
Temuan angiografis pada angioma venosa disimpulkan sebagai:
• waktu sirkulasi normal
• fase arterial normal
• blush kapiler dan pengisian dini vena pada fase arterial tunda hingga fase kapiler dini banyak vena medullari transserebral radiata pada fase vena, yang bersatu menjadi vena yang relatif besar dan mencapai sinus dural atau, pada saatnya, vena serebral dalam
• tak ada efek massa
Sidik otak radionuklida biasanya tak memperlihatkan abnormalitas, namun angiografi radionuklida mungkin berguna. Pengangkatan secara bedah dianjurkan bila lesi dapat dicapai, karena insidens perdarahan dari angioma ini lebih besar dari yang dipikir semula.
G. SINUS PERIKRANII
Pertama dikemukakan Stromeyer tahun 1850. Adalah massa garis tengah subperiosteal atau intraperiosteal yang berhubungan dengan sinus venosa. Sejak itu banyak kasus yang dilaporkan.
Berbagai patogenesisnya telah diketahui: kongenital, trauma, dan spontan berdasarkan disposisi kongenital. Sinus perikranii kongenital diakibatkan oleh displasia sinus venosa. Ia bervariasi dari variks sederhana hingga angioma rasemosa kavernosa dan sering terletak diregio midfrontal dan midparietal. Massanya lunak, berfluktuasi, dan kompresibel. Karakteristiknya adalah perubahan ukuran pada perubahan posisi kepala.
Diagnosis pasti sinus perikranii dibuat dengan sinografi atau penyuntikan langsung medium kontras kemassa. Angiogram serebral mungkin memperlihatkan hubungan antara massa dengan sinus venosa. Lubang yang abnormal, destruksi tulang, dan pelebaran diploe yang tampak pada foto polos tengkorak mungkin membantu diagnosis. Foto polos tengkorak mungkin juga tidak menunjukkan kelainan.
Kelainan berikut harus didiferensiasi:
1. kavernosa scalp
2. meningosel
3. sefalohematoma
4. tumor epidermoid
5. granuloma eosinofilik
6. kista leptomeningeal traumatika
7. hidroma subepikranial
8. fistula arteriovenosa pascatraumatika dari scalp
9. aneurisma sirsoid dari scalp
10. variks subepikranial pascatraumatika
Kavernoma scalp terletak subkutan dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan sistema vena intrakranial. Ia berhubungan dengan kanal vena ekstrakranial dan tidak hilang sempurna pada kompresi. Kista leptomeningeal traumatika dan hidroma subepikranial tampil sebagai massa lunak dimana adalah akumulasi CSS subkutan melalui robekan dura dan daerah fraktura. Hidroma subepikranial adalah komplikasi cedera kepala pada anak-anak. Ia adalah lesi jinak dan biasanya hilang dalam 16 hari. Fistula arteriovenosa pascatraumatika dan aneurisma sirsoid adalah massa pulsating dan nontender. Kulit diatas massa hangat, dan thrill atau bruit bisa dideteksi. Lesi ini dapat diperlihatkan dengan baik melalui angiografi karotid.
BAB XII
TUMOR OTAK KONGENITAL
Tumor kongenital SSP sering terjadi, bersama dengan tumor ovarium dan mediastinum. Walau banyak tumor otak kongenital menampilkan gejala hanya pada akhir kehidupan, ia berkembang dari kesalahan peletakan kongenital atau perkembangan jaringan yang abnormal. Tumor otak kongenital tumbuh perlahan dan relatif jinak pada kebanyakan kasus. Namun bisa mengancam hidup, bila tumbuh dilokasi tertentu.
Kata kongenital berasal dari istilah lati congenitus ('lahir bersama') dan berarti "hadir pada saat lahir dan biasanya sudah ada sejak sebelum lahir". Diagnosis klinis tumor otak kongenital tidak selalu sederhana. Tiga kelompok berikut secara umum dimasukkan pada klasifikasi tumor otak kongenital:
• Tumor yang menghadirkan gejala saat lahir atau selama periode neonatal (tumor kongenital yang 'verified').
• Tumor yang menghadirkan gejala dan didiagnosis saat kehamilan (tumor kongenital yang 'probable').
• Tumor yang didiagnosis setelah bayi dengan onset gejala selama bayi (tumor kongenital yang 'possible').
Beberapa peneliti menekankan usia saat diagnosis, lainnya onset gejala, sebagai kriteria mendiagnosis tumor otak kongenital.
Mekanisme perkembangannya belum jelas pada beberapa tumor yang berasal prenatal. Konsekuensinya ahli neuropatologi berbeda mengklasifikasikan tumor otak kongenital secara berbeda. Epidermoid, dermoid, dan teratoma secara luas dianggap sebagai tumor otak kongenital. Klasifikasi berdasar karakteristiknya dapat dilihat pada tabel.
A. TUMOR EMBRIONIK
Tumor embrionik berasal dari sel yang dipindahkan secara embriologi dan terdiri dari epidermoid, dermoid, dan teratoma. Tumor ini memiliki hubungan histologis yang erat satu dengan lainnya. Epidermoid tidak mengandung rambut. Teratoma mungkin mengandung berbagai jaringan dan sisa organ.
Epidermoid dan Dermoid
Epidermoid merupakan lima persen tumor SSP dan umumnya tampak pada usia antara 20 dan 60 tahun. Istilah pearly tumor dan kholesteatoma adalah sinonim dengan epidermo id. Daerah predileksi adalah aksis serebrospinal. Epidermoid intrakranial sering terjadi disudut serebelopontin, regio supraseller, dan lobus temporal. Ia bisa juga terjadi diregio pineal, ventrikel keempat, dan kanal spinal. Karena tingkat pertumbuhannya hampir sama seperti sel normal, epidermoid mungkin bukan neoplasma sejati.
Dermoid tidak sesering epidermoid dan terjadi insidentil pada inklusi elemen epitelial. Ditemukan lebih sering pada pria. Tak ada daerah predileksi spesifik. Dermoid pada diploe tengkorak lebih sering pada anak-anak. Dermoid bisa mengandung kelenjar keringat, sebasea, dan apokrin sebagai tambahan terhadap rambut. Epidermoid dan dermoid dibedakan secara histologis namun sulit secara rontgenologis.
Foto polos tengkorak epidermoid supraseller sering memperlihatkan pembesaran sella dalam berbagai tingkat. Kalsifikasi kapsul mungkin tampak diregio supraseller. Tomogram sella bernilai dalam mendeteksi jumlah yang sedikit dari kalsifikasi.
Angiografi memperlihatkan massa avaskuler dengan tanpa ada gambaran yang karakteristik. Pemeriksaan dengan udara memperlihatkan massa multilobuler dengan permukaan licin. Tumor intraventrikuler mempunyai tampilan klasik 'filigree', 'cauliflower'. Tumor intraventrikuler lainnya mungkin memiliki penampilan serupa.
CT scan biasanya memperlihatkan massa densitas rendah, namun massa tersebut mungkin berdensitas tinggi, terutama bila difossa posterior. Epidermoid tidak diperkuat oleh kontras, namun dermoid mungkin diperkuat oleh media kontras. Epidermoid dan dermoid mungkin mengalami kalsifikasi. Ini diperlihatkan sebagai massa yang padat pada kejadian yang jarang.
Tabel 12-1. Klasifikasi Tumor Otak Kongenital
-------------------------------------------------------
1. Tumor embrionik
a. Epidermoid
b. Dermoid
c. Teratoma
2. Tumor germinal
a. Germinoma
b. Karsinoma embrional
c. Khoriokarsinoma
d. Teratoma
3. Tumor neuroblastik
a. Medulloblastoma
b. Neuroblastoma
c. Retinoblastoma
4. Tumor berhubungan dengan jaringan sisa embrional
a. Kraniofaringioma
b. Khordoma
5. Tumor dipengaruhi faktor genetik
a. Sklerosis tuberosa (penyakit Bourneville)
b. Neurofibromatosis
(penyakit von Recklinghausen)
c. Angiomatosis sistemik SSP dan mata
(penyakit von Hippel-Lindau)
d. Angiomatosis ensefalotrigeminal
(penyakit Sturge-Weber)
6. Kista koloid ventrikel ketiga
7. Heterotopia dan hamartoma
8. Lipoma
9. Tumor vaskuler: hemangioblastoma
------------------------------------------------------
Epidermoid supraseller harus dibedakan dengan kraniofaringioma sistika. Epidermoid sudut serebelopontin harus dibedakan dengan neurinoma akustik, meningioma, aneurisma, dan malformasi arteriovenosa difossa posterior. Meningitis berulang karena sebab yang tidak diketahui pada anak-anak mencurigakan adanya epidermoid disudut serebelopontin. Epidermoid dan dermoid kebanyakan dapat diangkat intrakapsuler.
Teratoma
Teratoma SSP jarang dan merupakan setengah persen dari tumor intrakranial. Kebanyakan teratoma intrakranial terjadi diregio pineal, dan sisanya diregio supraseller atau ventrikel keempat. Mungkin terjadi di cord spinal. Teratoma tampak pada semua kelompok usia, dari neonatal hingga usia lanjut. Mungkin berhubungan dengan malformasi lainnya. Pembentukan kista sering terlihat. Konsistensi tumor tergantung isinya, seperti tulang, kartilago, rambut, dan gigi.
Gejala klinis yamg khas teratoma supraseller dan germinoma adalah (1) diabetes insipidus, (2) hipofungsi lobus inferior hipofisis, dan (3) defek lapang pandang. Atrofi optik primer tampak kadang-kadang pada teratoma supraseller.
Tumor pineal memperlihatkan separasi sutura akibat hidrrosefalus pada foto tengkorak pada sekitar setengah kasus, kalsifikasi pada sepertiga, dan perubahan seller pada 15 persen. Bila kalsifikasi regio pineal tampak pada anak dibawah usia 10, kemungkinan tumor pineal, paling mungkin teratoma atau germinoma, harus diingat. Teratoma supraseller sering memperlihatkan perubahan seller pada foto polos tengkorak. Tanda peninggian TIK akibat hidrosefalus lebih sering dari pada germinoma supraseller. Temuan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan histologis antara kedua tumor: teratoma padat, sedang germinoma infiltratif. Teratoma supraseller mungkin berkalsifikasi.
Teratoma dari angiografi memperlihatkan massa avaskuler. Blush vaskuler halus mungkin tampak pada fase arterial. Teratoma pada ventrikel lateral mungkin vaskuler, sering infiltratif dan mungkin mengandung tulang.
Ventrikulografi biasanya memperlihatkan defek pengisian pada bagian posterior ventrikel ketiga pada tumor pineal. Pneumoensefalografi memperlihatkan defek pengisian pada lantai ventrikel ketiga pada teratoma supraseller dan germinoma. Sisterna supraseller dan interpedunkuler terobstruksi pada kebanyakan teratoma, namun obstruksi tak lengkap ditemukan pada germinoma.
CT scan sering memperlihatkan massa dengan densitas rendah atau heterogen. Membedakan teratoma dari germinoma relatif sederhana berdasarkan temuan CT scan.
Pengangkatan tumor adalah tindakan terpilih untuk teratoma. Terapi radiasi setelah operasi dilakukan bila jaringan karsinoma, khriokarsinoma, dan germinoma ditemukan pada tumor.
B. TUMOR GERMINAL
Germinoma
Germinoma adalah tumor sel germinal berasal dari sel totipotensial. Germinoma disebut teratoma "atipikal" untuk membedakannya dari teratoma. Germinoma secara histologis memperlihatkan pola dua-sel dan radiosensitif. Cenderung untuk menyebar melalui CSS. Germinoma predominan terjadi pada regio pineal dan supraseller dan sering terjadi pada orang Jepang. Germinoma pineal sering pada pria dan menampilkan gejala sampai usia 30 tahun. Gejala disebabkan kompresi tumor pada akuaduktus, dan infiltrasi atau kompresi pelat kuadrigeminal. Pubertas prekoks jarang tampak. Mekanisme perkembangannya belum pasti, namun menghilangnya melatonin dan penekanan hipotalamus secara luas diterima sebagai hipotesis.
Germinoma supraseller atau 'pinealoma ektopik' memberikan gejala khas terdiri dari diabetes insipidus, gangguan visual, dan hopopituitarisme. Tak ada perbedaan seks dijumpai pada germinoma supraseller. Foto polos tengkorak biasanya memperlihatkan tidak adanya perubahan. Angiografi serebral tidak berguna dalam mendiagnosis germinoma.
Pemeriksaan udara serta ventrikulografi memperlihatkan defek pengisian irreguler pada lantai atau setengah belakang ventrikel ketiga. Bila germinoma meluas dari regio pineal ke regio hipotalamik, tumor garis tengah ganda bisa tampak pada pemeriksaan udara.
Pemeriksaan sitologis CSS serta radioimmunoassay dari antigen spesifik-tumor membantu dalam mendiagnosis germinoma. Bila kadar alfa feto protein tinggi pada CSS, teratoma, terutama teratoma maligna, harus sangat diduga.
Tabel 12-2. Diagnosis Tumor Sel Germinal
Dengan Antigen Spesifik Tumor
-------------------------------------------------------
AFP HCG CEA
-------------------------------------------------------
Germinoma (-) (+) (-)
Khorioepitelioma (-) (++) (-)
Tumor kantung yolk (++) (+) (-)
Karsinoma embrional (+) (+) (-)
Teratoma matur (-) (-) (+)
-------------------------------------------------------
Angiografi serebral memperlihatkan massa avaskuler. CT scan umumnya massa homogen berdensitas tinggi yang menguat dengan injeksi kontras. Penyebaran periventrikuler kadang-kadang disaksikan. Germinoma supraseller harus dibedakan dari kraniofaringioma, glioma saraf optik, glioma hipotalamik, dan teratoma. Germinoma pineal harus dibedakan dari teratoma, pineositoma, hemangioperisitoma, epidermoid, dan karsinoma embrional.
Diagnosis diferensial germinoma dan teratoma jinak penting sebagai pegangan terapeutik. Germinoma radiosensitif, dan densitas tumor biasanya tak tampak lagi pada CT scan setelah iradiasi 1.000 rad. Pintas CSS dan radioterapi merupakan tindakan terpilih pada germinoma. Teratoma jinak harus ditindak secara bedah, dan kemungkinan penyembuhannya sangat besar setelah pengangkatan total.
/-------- sel germinal ---------/
| |
! !
germinoma sel totipotensial
(seminoma atau |
disgerminoma) !
* karsinoma embrional
| | |
! | !
* khorioepitelioma | * tumor kantung
(khoriokarsinoma) | yolk
| (tumor sinus
| endodermal)
|
/-------!--------/
| | |
! ! !
endodermal mesodermal ektodermal
| | |
! ! !
teratoma matur
(teratoma berdiferensiasi baik)
Skema 12-1. Klasifikasi Tumor Sel Germinal
(asteris menunjukkan teratoma ganas)
C. TUMOR NEUROBLASTIK
Medulloblastoma
Medulloblastoma terjadi semata-mata pada serebelum. Pengenalan sel primitifnya tak terlalu jelas. Lapisan granuler eksternal serebelum dikira sebagai asal tumor. Medulloblastoma terjadi hingga usia 20 tahun dan jarang terjadi pada dewasa. Kejadian pada neonatus pernah dilaporkan. Kejadian pada laki-laki sedikit lebih sering.
Gejala klinis terdiri dari peninggian TIK dan gangguan fungsi serebeler. Temuan histologis khas adalah nuklei hiperkromatik, angular dan bentuk wortel. Roset Homer-Wright jarang tampak, menunjukkan genotip neuroblastik. Tumor yang mengandung elemen mesenkhimal seperti kolagen atau retikulin bisa tampak pada permukaan hemisfer serebeler pada anak yang lebih besar. Tumor demikian bisa disebut sebagai sarkoma serebeler arakhnoidal berbatas tegas atau medulloblastoma desmoplastik. Prognosis biasanya lebih baik dari jenis klasik.
Diseminasi tumor ketulang dan nodus limfe servikal terkadang terjadi, juga penyebaran keruang subarakhnoid spinal. Karenanya temuan sitologis CSS membantu dalam mendiagnosis medulloblastoma. Metastase sistemik telah dilaporkan.
Foto polos tengkorak memperlihatkan separasi tengkorak akibat hidrosefalus. Ukuran dan perluasan tumor sulit ditentukan melalui angiografi vertebral saja, karena arteria serebeler anterior inferior dan posterior bervariasi perjalanannya. Medulloblastoma didiagnosis melalui kombinasi angiografi vertebral serta ventrikulografi sebelum diperkenalkannya CT scan.
CT scan memperlihatkan massa homogen dengan densitas tinggi sedang yang menguat dengan injeksi kontras. Biasanya terletak keluar dari garis tengah dan biasanya sistik. Biasanya disertai hidrosefalus, karena ventrikel keempat terobstruksi oleh tumor. Kalsifikasi pada tumor jarang. Medulloblastoma pada anak harus didiferensiasi dari ependimoma dan astrositoma padat. Medulloblastoma pada dewasa harus didiferensiasi dengan hemangioblastoma dan metastasis. Ependimoma cenderung untuk berkalsifikasi lebih sering dibanding medulloblastoma.
Medulloblastoma adalah radiosensitif, dan radioterapi adalah efektif. Eksisi radikal tumor diikuti radioterapi adalah tindakan terpilih untuk medulloblastoma. Dilaporkan 5-year survival ratenya 56 persen dan 10-year survival ratenya 42 persen. Retardasi pertumbuhan adalah komplikasi dari iradiasi spinal. Metastasis melalui pintas ventrikuloperitoneal mungkin terjadi. Terapi multimodalitas diperlukan untuk medulloblastoma.
CT scan kontrol pasca bedah berguna mendeteksi rekurensi lokal tumor dan penyebaran melalui jalur CSS. Hukum Collin bisa diterapkan untuk periode dengan risiko rekurensi dari tumor. Terdapat kemungkinan perubahan distrofik mengikuti kalsifikasi.
D. TUMOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN JARINGAN SISA EMBRIONAL
Kraniofaringioma
Kraniofaringioma adalah tumor yang berkembang dari inklusi duktus kraniofaringeal dan merupakan lima persen dari tumor intrakranial. Lebih dari setengah tumor terjadi pada anak dan remaja. Jarang, terjadi pada neonatus. Kraniofaringioma adalah tumor supretentorial tersering pada anak-anak. Kebanyakan tomor adalah sistik dan berisi berbagai kandungan dari kristal kolesterol. Dinding tumor mengandung berbagai kandungan kalsium. Tumor biasanya berbatas tegas namun terkadang juga terjadi infiltrasi kejaringan otak sekitar atau pembentukan gliosis padat. Jarang terjadi perluasan kelateral atau inferior. Telah dilaporkan perbedaan klinis dan patologis antara anak-anak dan dewasa.
Kista celah Rathke adalah tumor yang jarang dan sulit didiferensiasikan dengan kraniofaringioma. Temuan histologis yang khas pada kista celah Rathke adalah bahwa kista dibatasi lapisan tunggal epitel bersilia dan sel goblet. Namun epitel skuamosa berlapis terkadang dijumpai pada tumor ini, yang menyerupai jenis sel skuamosa kraniofaringioma. Ini mungkin merupakan jenis transisional antara kraniofaringioma dan kista celah Rathke.
Temuan yang umum pada foto polos tengkorak pada kraniofaringioma adalah splitting sutura (30 %), perubahan seller (80 %), dan kalsifikasi (80 %).
Pneumoensefalografi sekarang jarang dilakukan, namun mungkin berguna dalam mendiagnosis tumor kecil di sisterna supraseller yang tidak menggeser ventrikel dan pembuluh.
Angiografi serebral bernilai dalam menilai perluasan tumor. Angiogram karotid dan vertebral bilateral diperlukan prabedah bila pengangkatan total tumor direncanakan.
CT scan dapat memperlihatkan kalsifikasi tumor yang tak dapat disaksikan pada foto polos dan memungkinkan diferensiasi kraniofaringioma solid dan sistik. Kalsium terkandung pada tumor solid atau dinding kista dan diperlihatkan sebagai bagian tumor yang dense pada CT scan. Tumor sistik tampil sebagai massa densitas rendah, dan dinding kista biasanya diperkuat oleh injeksi kontras. Tampilan yang tak biasa terkadang dijumpai.
Tindakan ideal untuk kraniofaringioma adalah ekstirpasi total tumor. Bila ekstirpasi total berdasar ukuran, lokasi, dan perluasan tumor, serta korelasinya dengan jaringan sekitar, tidak mungkin untuk dilakukan, tindakan operatif dibatasi pada pengangkatan tumor subtotal, diikuti radioterapi untuk mencegah rekurensi tumor. Bila tumornya sistik, pengaliran cairan kista diikuti insersi selang kedalam kista untuk mengalirkan cairan yang mengalami reakumulasi kereservoar subkutan diregio temporal, sepanjang dengan radioterapi, mungkin merupakan tindakan terpilih. Tube yang menuju kista bila perlu dapat digunakan untuk menyuntikkan medium kontras, radioisotop, atau agen khemoterapeutik. Pada kebanyakan kasus interval drainase memanjang secara progresif dan secara simultan terjadi penurunan jumlah pengaliran pada tiap kalinya. Bahkan adakalanya pengaliran dari reservoar akhirnya menjadi tidak perlu.
Bila eksisi radikal tidak mungkin, radioterapi menunjukkan keuntungan tambahan dalam mencegah rekurensi tumor. Radioterapi tetap kontroversial, namun mungkin mengurangi ukuran tumor. Efek radioterapi adalah dengan tidak adanya penggantian dengan bahaya yang potensial seperti nekrosis radiasi, vaskulopati yang diinduksi radiasi, dan tumor otak yang diinduksi radiasi. Radioterapi dipercaya efektif dalam mengurangi reakumulasi cairan kista dan memperbaiki prognosis.
Bila pengangkatan tumor tidak lengkap, rekurensi terjadi lebih cepat pada pasien yang lebih muda. Retardasi pertumbuhan pada kasus pediatrik tetap merupakan masalah yang harus dipecahkan.
Khordoma
Sering terjadi sepanjang skeleton aksial, karena berasal dari notokhord. Tumor pada sinkhondrosis sfeno-oksipital klivus merupakan 40 persen dari khordoma, sisanya terjadi sepanjang tulang belakang servikal, toraks, lumbar, dan sakral dengan rasio 5:1:1:20. Tumor jarang didiagnosis selama usia kanak-kanak dan sering tampak antara usia 30 dan 70 tahun, dengan rasio pria:wanita adalah 2:1.
Tumor biasanya menginfiltrasi secara lokal, namun bisa bermetastasis. Temuan histologis terdiri dari sel fisaliforosa yang bervakuola dan lobularitas. Karena sel mempruduksi musin, tumor berpenampilan serupa dengan adenokarsinoma.
Foto polos tengkorak khordoma klivus sering memperlihatkan kalsifikasi padat pada regio prepontin dan destruksi klivus serta sfenoid.
Angiogram serebral, pneumoensefalogram, dan ventrikulogram memperlihatkan adanya massa postklival ekstradural. Tumor mungkin ditampilkan sebagai massa vaskuler, namun vaskularitas tumor jarang tampak.
CT scan mungkin tidak memperlihatkan abnormalitas. Tumor biasanya diperkuat oleh injeksi kontras.
Walau khordoma klivus secara histologisnya jinak, tumor ini sulit dicapai secara bedah. Tumor ini tidak terlalu radiosensitif. Karenanya prognosis biasanya jelek.
E. TUMOR YANG DIPENGARUHI FAKTOR GENETIK ATAU HEREDITER
Hamartoma dan hamartomatosis (fakomatosis) termasuk kelompok ini. Mengenai sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis sistemik dari SSP dan mata, dan angiomatosis ensefalotrigeminal, jelasnya lihat No. 10.
F. KISTA KOLOID VENTRIKEL KETIGA
Kista koloid relatif jarang dan merupakan dua persen dari glioma intrakranial. Sangat jarang pada anak-anak dan biasanya terjadi pada dewasa antara usia 20 hingga 50 tahun, tanpa perbedaan seks. Asal tumor belum terlalu jelas, dan berbagai nama diberikan pada tumor ini: kista atau tumor neuroepitelial, kista koloid, kista parafisial, dan kista foramen Monro. Umumnya diterima bahwa kista berasal dari neuroepitelium primitif yang membentuk pelat atap telakhoroidea. Terdapat perbedaan antara kista yang berasal dari pleksus khoroid ventri kel lateral dan kista koloid ventrikel ketiga. Kista koloid terjadi terbatas pada bagian anterior ventrikel ketiga, dimana resesus parafisis dan diensefalik ditemukan pada tahap fetal.
Gejala klinis terdiri dari peninggian TIK, dan demensia. Nyeri kepala posisional bukan gejala khas. Akhir-akhir ini dilaporkan kasus dengan gejala klinis yang tak lazim.
Ventrikulografi memperlihatkan massa bundar tepat dibelakang foramen Monro yang melekat pada atap ventrikel ketiga. Bila kista mengobstruksi kedua foramina Monro, terjadi hidrosefalus simetris.
Angiografi serebral memperlihatkan deformitas seperti tekukan dianterior vena serebral internal, deformitas blush khoroid, dan pergeseran vena khoroid yang hipertrofi.
CT scan memperlihatkan massa dense diposterior foramen Monro yang diperkuat injeksi kontras.
Pendekatan transkalosal lebih disukai pada penderita dengan dilatasi sedang ventrikuler. Sejumlah pasien memerlukan operasi pintas karena obstruksi akuaduktal, mungkin akibat perubahan inflamatori.
G. HETEROTOPIA DAN HAMARTOMA
Pergeseran jaringan saraf pada SSP dapat terjadi dalam selubung otak, substansia putih serebral dan serebeler, dan dibawah selaput ependima dinding ventrikel.
Glioma nasal adalah pergeseran anterior jaringan neuroglia nonneoplastik dan serupa dengan ensefalosel.
Fosi substansia kelabu ektopik dapat tampak diregio tuber sinereum atau badan mamillari. Hamartoma hipotalamik biasanya menampilkan gejala pada bayi atau kanak-kanak dini. Tampilan klinis termasuk pubertas prekoks, bangkitan dan laughing spells.
CT scan menunjukkan lesi massa pada sisterna supraseller dan interpedunkuler dengan densitas serupa otak normal sekitarnya. Massa tidak diperkuat injeksi material kontras. Dalam usaha mengotrol laughing spells dan abnormalitas endokrinologis, pengangkatan total hamartoma hipotalamik kecil harus dipertimbangkan.
H. LIPOMA
Lipoma intrakranial jarang. Kebanyakan lipoma ditemukan pada pemeriksaan postmortem. Daerah predileksi adalah dasar otak antara regio infundibulotuberal dan badan mamillari, pelat kuadrigeminal, vellum medullari anterior aspek dorsal korpus kalosum, batang otak, dan ventrikel keempat. Tumor sering ditemukan pada cord spinal. Lipoma dapat diklasifikasikan kedalam empat kelompok:
• Hiperplasia lemak yang normal tampak pada pia.
• Transformasi lipomatosa jaringan ikat.
• Pergeseran atau inklusi sel embrionik selama pembentukan SSP.
• Pertumbuhan aberan yang berhubungan dengan perkembangan lapisan primitif mening yang berasal dari mesenkhima embrionik.
Walau belum jelas apakah lipoma suatu malformasi atau neoplasma, progresi gejala klinis menunjukkan terjadinya pertumbuhan. Karena tumor sering tampak pada garis tengah dan kadang-kadang berhubungan dengan anomali tak adanya korpus kalosum, aberasi embrionik adalah mekanisme patogenetis yang paling mungkin. Lipoma secara histologis tak bisa dibedakan dari lemak normal.
Diagnosis lipoma dibuat berdasarkan gejala klinis dan temuan operatif. Lipoma mungkin mengandung pembuluh berlebihan, jaringan saraf, kalsifikasi, tulang atau kartilago, dan jaringan hematopoietik, namun elemen ektodermal jarang tampak. CT scan memastikan diagnosis lipoma intrakranial berdasar densitas yang khas serta lokasinya. Hanya kista dermoid serta teratoma dapat memperlihatkan tampilan CT scan serupa.
Tindakan bedah jarang diperlukan. Operasi pintas diperlukan untuk lipoma yang membendung jalur CSS. Lipoma korpus kalosum bisa dilihat pada No. 5, pada agenesis korpus kalosum.
I. TUMOR VASKULER
Hemangioblastoma
Adalah neoplasma vaskuler dengan asal yang belum diketahui. Terjadi antara usia 30 dan 50 tahun, dengan pria lebih sering dikenai. Serebelum dan ujung kaudal ventrikel keempat pada medulla posterior adalah daerah predileksi. Tumor bisa terjadi pada cord spinal dan kompartemen supratentorial. Kebanyakan tumor adalah sistik, namun sepertiganya solid. Hemangioblastoma multipel bisa terjadi.
Hemangioblastoma supratentorial harus dibedakan dari meningioma angioblastik. Meningioma angioblastik biasanya melekat pada dura. Hemangioblastoma spinal harus dibedakan dengan malformasi arteriovenosa. Tumor mungkin berkaitan dengan anomali diluar SSP seperti kista renal, karsinoma sel renal, kistaadenoma papillari epididimal, dan feokhromositoma.
Tumor secara histologis mengandung sel endotelial dan perisitial, dan sel interstisial atau stromal, dan mengandung lemak. Karena tumor memiliki gliosis peritumoral yang jelas dengan prosesus glial yang panjang seta serabut Rosenthal, maka serupa dengan tampilan astrositoma serebeler. Gambaran histologis juga serupa dengan karsinoma sel renal metastatik.
Angiografi serebral memperlihatkan pewarnaan vaskuler yang padat. Pewarnaan tumor sering bersamaan dengan lusensi sentral. Pada fase dini, berkas vaskulatur sering tampak.
Tumor sangat diperkuat oleh injeksi kontras pada CT scan dan sering sistik. Ia harus dibedakan dari astrositoma serebeler. Hemangioblastoma adalah tumor jinak, dan tindakan bedah diharapkan dapat mengangkat tumor secara total. Untuk kelainan von Hippel-Lindau,lihat No.10, sindroma neurokutanosa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Penyakit Lesi Medula Spinalis dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi Kedua.
Makassar: Bintang Lamumpatue; 2003. Hal 258-61.
2.De Jong,Wim. Sistem Saraf dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1997. Hal 1098-03.
3.Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; 1998.
Griffin. Mike. Occupational Therapy Revision Notes : Spina Bifida [Online] 2006, [cited 2006 Nov 29,
2006]; Available from URL: http://www.OTDIRECT.co.uk
4. Moniaci C. Spina bifida : General Information [online] 2007,[cited 2007 April 10 ];Available From URL:
http://www.shinershq.org.htm
5. Ellenbogen. Richard.G. Neural Tube Defects in the Neonatal Period. [Online] 2007, [cited 2007 Mar 21
,2007]; Available from URL: http://www.medicine.com
6. Sadler TW, Susunan Saraf Pusat dalam : Langman Embriologi Kedokteran, edisi 5, EGC, 1993. Hal:141-
144, 344-346
7. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta: UGM Press.Hal :
8. Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. 2000. Jakarta. EGC.
kok susah bgt dicopii
ReplyDelete