Pembengkakan
Akut
Pada
Ekstremitas
Keadaan Edema terjadi akibat akumulasi
cairan jaringan yang berlebih pada ruang interstitial. Cairan interstitial
merupakan sesuatu yang bersifat statis, dimana produksi transudat merupakan
hasil dari kandungan arteri dari jaringan kapiler ke ruang jaringan dan
diseimbangkan melalui proses reabsorpsi oleh vena dan sistem limfatik. Sistem limfatik
merupakan satu-satunya yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan sepersepuluh
dari cairan yang direabsorpsi tapi cairan ini penting bagi pengeluaran
molekul-molekul protein besar dan partikel lain dari ruang intertsitial.
Faktor-faktor
yang berperan terhadap aliran cairan intertitial meliputi: saringan pada
dinding kapiler, tekanan osmotik, absorpsi sistem limfatik, tekanan jaringan,
tekanan arteri dan vena. Penyebab utama dari peningkatan transudat kapiler
yaitu
·
Peningkatan tekanan kapiler yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan vena.
·
Peningkatan permeabilitas kapiler
·
Berkurangnya reabsorpsi cairan interstitial
·
Peningkatan tekanan osmotik pada cairan
jaringan
·
Obstruksi atau insufisiensi sistem
limfatik
Diagnosa
Banding
Untuk
Mengetahui perbedaan antara pitting dan non pitting edema sangat berguna tapi
biasanya jarang dilakukan dalam membedakan limphoedem. Riwayat adanya limphoedem
yang lama dapat mempengaruhi kedua ekstremitas bawah dan meningkatkan
terjadinya edema, tidak hanya pada kulit tetapi juga pada jaringan subkutan,
dimana karakteristik pembengkakan ini yaitu tidak mudahnya terjadi pitting pada
saat penekanan. Gambaran ini mudah diketahui pada keadaan kronik, tapi
baru-baru ini penegakan diagnosis limphoedema sudah tidak diragukan lagi.
Secara sederhana, edema dibagi menjadi tiga kategori yang masing-masing
mempunyai diagnosis banding. Diantaranya:
·
Pitting edema bilateral
·
Pitting edema unilateral yang terasa
nyeri
·
edema unilateral yang tidak nyeri
Pitting edema bilateral
·
Gagal jantung
·
Penyakit ginjal
·
Proteinuria
·
Sirosis
·
Karsinomatosis
·
Gangguan nutrisi
Dan
pada kasus yang jarang
·
Obstruksi vena kava inferior atau
·
Penyakit pada kedua ekstremitas bawah
Pitting
edema unilateral yang terasa nyeri
·
Trombosisi vena dalam
·
Tromboflebitis superfisial
·
Sellulitis
·
Cidera
·
Iskemik (pada ekstremitas yang mengalami
iskemik secara kronik dan terasa nyeri menunjukkan edema yang makin
beratdisebabkan pasien berbaring dengan kaki tergantung)
Edema
unilateral yang tidak nyeri
·
Ekstremitas post flebitis
·
Penekanan ekstrinsik pada vena dalam
·
Inkompetensi vena dalam
·
Limphoedema
·
Immobilitas
Penyelidikan
Riwayat yang
lengkap dan pemeriksaan fisik sangat berguna dan sering memberikan informasi
penting bagi penyelidikan lebih lanjut. Banyak kasus pada pitting edema
bilateral dapat didiagnosa berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik. Diagnosis
ini dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan biokimia atau radiologi, misalnya
kadar urea/kreatinin pada gagal ginjal.
Liquid crystal thermography
Termografi
berguna dalam mendeteksi perbedaan suhu pada permukaan tubuh manusia dan
digunakan dalam mendiagnosis DVT (deep vein trombosis) berdasarkan observasi
bahwa suhu kulit pada ekstremitas yang mengalami DVT biasanya mengalami
peningkatan. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitasnya rendah (62%). Hasil termogram positif palsu dapat ditemukan
pada bakker cyst, sellulitis dan tromboflebitis superfisial, sedangkan hasil
negatif palsu terjadi pada saat adanya trombus. Termografi merupakan alat
skreening yang baik untuk mengidentifikasi pasien lebih lanjut.
Duplex scanning
Perkembangan
pencitraan menggunakan real-time B-mode memungkinkan mengetahui adanya sistem
vena dalam, menggambarkan aliran vena, adanya trombosis akut, dan dapat
membedakan antara trombosis akut dan kronis. Tes ini merupakan salah satu
pilihan dalam mendiagnosis adanya trombosis vena dalam. Sensitivitas dan
spesifisitas mencapai 90%. Pemeriksaan ini aman dan bebas dari efek samping.
Dapat digunakan pada saat hamil dan dapat diulang. Bagaimanapun, pemeriksaan
duplex scanning membutuhkan operator dan keahlian khusus.
Ultrasonografi duplex juga dapat
digunakan dalam mendiagnosis troboflebitis superfissial jika ada keraguan dalam
mendiagnosis. Sangat penting jika terdapat trombus superfisial pada
safenofemoral junction dimana hal ini membutuhkan terapi segera.
Penilaian
arteri
Iskemik kronik dapat didiagnosa
berdasarkan riwayat (nyeri pada saat istirahat), pemeriksaan fisik (tidak ada
denyut nadi, warna kemerahan) dan diagnosis dapat dikonfirmasi dengan penilaian
tekanan arteri secara invasif. Pada kasus DVT mempunyai komplikasi yang fatal.
Diagnosis klinik yang tidak akurat terhadap DVT sering dilakukan. Sampai
sekarang, pemeriksaan venografi ascenden menjadi satu-satunya pilihan bagi
diagnosis DVT, namun perkembangan keakuratan dalam berbagai macam tes non
invasif lainnya membuat pemeriksaan venografi bukan lagi menjadi sesuatu yang
penting. Harus diingat bahwa pemeriksaan venografi bukanlah tanpa komplikasi,
masalah yang paling utama adalah terjadinya trombosis sekunder akibat media
kontras.
Ultrasonografi
Doppler
Ultrasonografi doppler adalah metode
yang paling sederhana dan banyak digunakan dalam pemeriksaan sistem vena.
Meskipun alat doppler relatif murah dan banyak tersedia, latihan sangat penting
untuk meyakinkan hasil yang akurat. Banyak penelitian telah membandingkan
keakuratan antara ultrasonografi doppler dan venografi, pada yang telah
berpengalaman keakuratan dalam mendiagnosis adanya oklusi trombus proksimal
mencapai 87%. Penting untuk berhati-hati terhadap tes ini karena sering
terdapat kegagalan dalam mendeteksi trombus antara sumbatan partial atau total.
Sebagai tambahan pasien dengan DVT rekuren, diagnosis adanya DVT menggunakan
USG doppler hampir tidak mungkin dilakukan.
Impedansi plethysmography
Impedansi
plethysmografi berkembang pada tahun 1570 berdasarkan hukum Ohm (tegangan =
kuat arus x hambatan). Perubahan tegangan mengindikasikan peningkatan atau pengurangan
volume darah pada ekstremitas. Meskipun akurat dalam mendeteksi adanya trombus
proksimal (sensitivitas 87-100% ), sensitivitas
tersebut dapat diterima jika tekanan sistolik pada kaki kurang dari 50 mmHg
atau tekanan digiti kurang dari 30 mmHg (pada diabetes) dalam mendiagnosis
adanya iskemik.
Limphoedema
Sistem limfatik mengembalikan molekul
ekstravaskuler dan koloid kedalam kompartement vaskuler dalam jumlah besar.
Protein dan koloid dibuang dari jaringan interstitial sehingga menyebabkan
fungsi sistem limfatik berkurang dan ini menjadi dasar dalam pemeriksaan
limfoscintigrafi. Media dimasukkan melalui injeksi interstitial menggunakan
kanul secara langsung ke dalam jaringan limfatik.
Terapi
Terapi tergantung kepada etiologi yang
ada pada edema., seperti pemberian antibiotik intravena pada selulitis.
Trombosis
Vena Dalam
Barrit dan Jordan pada peneltian 1960
menjelaskan bahwa pemberian heparin dan warfarin sebagai terapi trombosis vena
menunjukkan penurunan yang dramatis kejadian emboli pulmonal yang fatal.
Trombosis vena dalam bagian proksimal yang tidak diterapi mempunyai resiko
terjadinya embolisasi pulmonal sekitar 50%, dengan emboli pulmonal total yang
fatal sebesar 10%. Terapi koagulasi menurunkan resiko emboli pulmonal hingga
kurang dari 5 %. Efek terapi ini dikarenakan heparin dan warfarin menghambat
pertumbuhan bekuan yang telah ada atau bekuan baru.
Untuk
meyakinkan pemberian antikoagulan secara optimal harus mengikuti peraturan
sederhana berikut:
1.
Sebelum memberikan terapi, harus dilakukan
hitung trombosit.
2.
Pada pasien yang tidak mempunai faktor
resiko, tes pemberian hiperkoagulasi dilakukan sebelum pemberian heparin
dan/atau warfarin dengan mengguanakan penilaian antitrombin III protein C,
protein S, antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus.
3.
Mulai dilakukan pemberian jika tidak ada
kontraindikasi signifikan terhadap antikoagulan tersebut, seperti operasi mata
atau intarakranial.
Heparinisasi
Tujuan pemberian heparin adalah sebagai antikoagulan potensial untuk menghentikan proses trombosis, sementara obat oral lainnya masih tetap diberikan. Dahulu, heparin diberikan secara bolus intravena intermitten, namun pemberian secara infus intravena yang kontinyu memberikan angka perbaikan yang paling tinggi dengan resiko perdarahan. Heparin pada awalnya diberikan secara bolus sebanyak 5000-10000 IU sementara infus heparin kontinyu secara simultan diberikan sebanyak 1000-1500 IU/jam untuk mempertahankan PTT (partial tromboplastin time) antara 2-3 kali dari level kontrol. Komplikasi yang paling sering adalah perdarahan. Trombositopeni yang diinduksi oleh heparin merupakan komplikasi yang sangat jarang tetapi reaksi idiosinkrasi yang dimediasi oleh sistem imun terhadap heparin dikarakteristikkan dengan adanya penurunan jumlah trombosit dan terjadinya trombosis.
Tujuan pemberian heparin adalah sebagai antikoagulan potensial untuk menghentikan proses trombosis, sementara obat oral lainnya masih tetap diberikan. Dahulu, heparin diberikan secara bolus intravena intermitten, namun pemberian secara infus intravena yang kontinyu memberikan angka perbaikan yang paling tinggi dengan resiko perdarahan. Heparin pada awalnya diberikan secara bolus sebanyak 5000-10000 IU sementara infus heparin kontinyu secara simultan diberikan sebanyak 1000-1500 IU/jam untuk mempertahankan PTT (partial tromboplastin time) antara 2-3 kali dari level kontrol. Komplikasi yang paling sering adalah perdarahan. Trombositopeni yang diinduksi oleh heparin merupakan komplikasi yang sangat jarang tetapi reaksi idiosinkrasi yang dimediasi oleh sistem imun terhadap heparin dikarakteristikkan dengan adanya penurunan jumlah trombosit dan terjadinya trombosis.
Warfarin
Antikoagulan oral digunakan sebagai
antikoagulan jangka panjang. Pemberian warfarin harus dimulai secara hati-hati
untuk meminimalkan pemberian terapi warfarin. Pemberian biasanya dimulai dengan
dosis 5-10 mg/hari selama 3 hari tergantung pada status nutrisi pasien. Dosis maintenance
dihitung berdasarkan waktu protrombin untuk mempertahankan waktu rasio 2-2,7. Percobaan
random menunjukkan bahwa terapi warfarin selama tiga bulan menyebabkan
terjadinya DVT. Bagaimanapun, pada pelaksanaannya keputusan untuk menghentikan
pemberian antikoagulan berdasarkan keadaan individu.
Komplikasi
yang paling umum terjadi adalah perdarahan, dan penting untuk diingat bahwa
warfarin tidak boleh diberikan selama hamil
karena akan melewati plasenta dan menyebabkan embriopati.
Heparin
berat molekul rendah
Pemberiannya dapat secara subkutan dan
telah dibuktikan tingkat terapinya dalam profilaksis DVT. Beberapa, meskipun tidak
semua, obat ini dapat diberikan sebagai terapi DVT akut. Pemberian obat ini
dapat mengurangi angka perawatan dan terapi rawat jalan sebagai tambahan,
monitor yang konstan tidak diperlukan pada pemberian heparin dan warfarin.
Limphoedema
Limphoedema merupakan penyakit yang
irreversible dan tidak dapat disembuhkan, dan membutuhkan beberapa dasar dalam
penatalaksanaannya. Meskipun limphoedema dipertimbangkan sebagai kondisi yang
membutuhkan operasi, tidak ada solusi operasi apapun. Perkembangan yang terbaru
pada teknik mikrovaskuler dan adanya anastomosis limphovena memungkinkan
keuntungan terapi ini. Terapi utama adalah berupa terapi medis yaitu:
·
Pencegahan infeksi
·
Terapi fisik
·
Dukungan eksternal
·
Kompresi pneumatik
Dukungan
eksternal merupakan hal yang utama pada terapi ini yaitu:
·
Membatasi filtrasi kapiler darah dengan
meningkatkan tekanan interstitial
·
Mengurangi pembesaran jaringan
·
Meningkatkan efisiensi
No comments:
Post a Comment