\
TRAUMA THORAKS DAN KEGAWATDARURATAN THORAKS
Trauma Thoraks
Pendahuluan
Dalam thorax terdapat organ penting
yaitu jantung dan paru .Fungsi jantung dan pernapasan penting bagi kelangsungan
hidup segera dan pemeliharaan dari semua sistem lainnya dalam tubuh. fungsi tubuh digantikan oleh alat-alat buatan
dalam menanggulangi trauma.. Kira-kira 60% dari semua kasus trauma thoraks
mayor akan meninggal dengan segera atau sebelum mencapai rumah sakit dan trauma
thoraks meliputi sekitar 25% dari semua kematian yang terkait dengan trauma. Cedera
yang terjadi biasanya bersamaan dengan system dan bagian tubuh yang lain dan dapat meningkatkan angka kematian. Sebagai
contoh, bagi pasien yang dapat mencapai rumah sakit dalam keadaan hidup, angka
kematian bagi trauma thoraks yang biasanya hanya 4-8 % meningkat menjadi 10-15
v% bila terdapat cedera system organ lain dan menjadi 35 % bila melibatkan
cedera system organ yang multiple
Insidens
Trauma thoraks terjadi sekitar 10% dari kasus trauma utama yang ada
di unit keadaan darurat UK .
Kecelakaan kendaraan bermotor menjadi satu-satunya penyebab terbesaa trauma
thoraks dan merupakan 80% dari kasus trauma tumpul. Cedera penetrasi, terutama luka
tusuk, meningkat frekwensinya tetapi sisa relatif jarang terjadi di UK yaitu sekitar
5-10% dari semua trauma thoraks walaupun terjadi perbedaan angka kejadian antar
daerah . Di AS, bagaimanapun, timbulnya trauma thoraks penetrasi hampir sepadan
dengan cedera akibat lalu lintas. Ini diakibatkan luka akibat tembakan dengan
kecepatan rendah (< 600 m/s), cedera akibat tusukan juga umum terjadi. Di
dalam populasi warga sipil, cedera akibat ledakan atau tembakan peluru dengan
kecepatan jarang terjadi kecuali jika daerah tersebut dekat dengan teroris dan
dalam kondisi perang saudara.
Pengalaman militer
menunjukkan suatu insidens yang menetap berkenaan dengan trauma thoraks, yaitu
sekitar 8% dari semua cedera yang dialami oleh tentara yang mendapat fasilitas
perawatan utama. Informasi sejarah militer mengenai cedera yang menyebabkan kematian
mungkin menganggap trauma thoraks bukan penyebab yang utama tetapi dalam banyak
kasus hal ini menjadi penyebab cedera yang paling berat.
Bagaimanapun,
satu tinjauan ulang terhadap 1000 tentara pada Perang Dunia II menunjukkan 57 % terjadi trauma thoraks dan
40% diantaranya meninggal akibat trauma thoraks tersebut. Ini berarti terjadi
kematian yang segera sekitar 70% trauma thoraks karena peperangan dan telah dikonfirmasikan
dengan pengalaman warganegara yang pernah menderita trauma thoraks.
Keseluruhannya tejadi antara 20 dan 40% kematian pada medan perang yang disebabkan
oleh trauma thorak, mungkin mencerminkan bahwa luas area permukaan badan terutama
adalah thoraks.
Terjadinya
kemunduran tingkat angka kematian pada medan
perang menunjukkan adanya peningkatan penatalaksanaan lini pertama dan kedua,
peningkatan terapi operatif dala penanggulangan trauma thoraks dan penggunaan
antibiotic
Sejarah Penatalaksanaan
Trauma
Telah dijelaskan
bahwa di AS kematian yang berhubungan dengan trauma thoraks mengikuti tiga
tingkatan distribusi. 50 % kematian terjadi segera setelah cedera hebat dan kerusakan
non-survivable, 30 % mati dalam 4 jam pertama dan 20 % yang sisanya terjadi
sesudah itu. Dari pengamatan ini, menunjukkan pentingnya meningkatkan tim spesialis
medic dan pusat trauma untuk mengurangi angka kematian dengan mempercepat
pemindahan korban segera ke pusat dan mengoptimalkan perawatan di rumah sakit. Hal
ini mulai dipertimbangkan dan mendukung
hipotesis ini di AS tetapi di UK tidak mungkin
serupa. Sebagai contoh, di Uk satu survey kematian dalam 24 jam menemukan bahwa
83% kematian terjadi langsung dan 3% yang terjadi segera setelah itu. Cedera
thoraks menyebabkan kerusakan yang penderitanya tidak mungkin dapat bertahan
hidup. Hanya 7% yang meninggal dalam 4
jam dan 17% yang meninggal setelah 4 jam. Pada sebagian perbedaan ini berhubungan
dengan proporsi trauma penetrasi yang jauh lebih tinggi terjadi di AS.
Kesempatan yang terbesar
untuk meningkatkan kematian yang berhubungan dengan trauma thoraks di UK paling
tidak dengan menerapkan ukuran yang baru
sehingga akan memicu untuk mengurangi timbulnya bentuk cedera ini dengan
meningkatkan pencegahan primer dan pembatasan cedera akibat kecelakaan.
Dengan pertimbangan ini, tidak ada yang membantah,
bahwa perhatian kepada prinsip dasar penatalaksanaan trauma akan memperkecil
jumlah kematian akibat cedera tersebut. Dalam rangka menyediakan konsistensi
dengan mengenai hal tersebut, pendekatan klinis berdasar pada strategi manual
ATLS. Keadaan adakalanya berbeda satu dengan yang lain namun penyimpangan dari
strategi ini jarang terjadi.
Advanced Trauma
Life Support (ATLS) Pada Trauma Thoraks
Pendekatan
ATLS menghadirkan suatu metoda sempurna yang sistematik untuk menganalisa dan
menangani semua trauma termasuk trauma thoraks. Seperti diketahui sebelumnya
yaitu cedera thoraks sering ditemui di dalam suatu cedera multiple, dan
pentingnya suatu pendekatan sistematis dengan terapi prioritas yang harus
ditekankan. Pengalaman menunjukkan bahwa kurang dari 10% merupakan trauma thoraks
tumpul dan hanya 15-30 % trauma thoraks penetrasi yang akan memerlukan
thoracotomy. Oleh karena itu, pertama kali harus diyakinkan bahwa trauma
thoraks ditangani oleh tenaga medis non-spesialis dan yang kedua bahwa hal yang
paling penting yaitu therapy yang diberikan harus benar. Pendekatan ATLS
pendekatan mengorganisir manajemen pasien melalui suatu urutan yang terdiri
dari suatu survei cedera prirner, resusitasi fungsi vital, survei sekunder dan
perawatan lanjutan. Cedera caardiovascular, paru-paru dan oesophagus
membutuhkan penanganan dari spesialis setelah dilakukan stabilisasi awal di pusat
spesialis regional.
Mekanisme Cedera
Thoraks
Pembagian Struktural
Trauma
thoraks dibagi menjadi trauma tumpul atau penetrasi di dalam etiologinya. Kedua
mekanisme dapat terjadi bersama-sama
dalam konteks trauma mayor. Suatu fragmen tulang rusuk, sebagai contoh.
menyebabkan suatu cedera penetrasi berat
akibat cedera sebelumnya.
Cedera non-penetrasi sering merupakan suatu kombinasi dari pukulan
langsung, kecelakaan, benturan dan deselerasi. Hasil yang spesifik dari proses
ini dibahas lebih lanjut dalam hubungan dengan cedera organ visceral mayor. Kelainan
bentuk dinding dada terjadi secara umum dan dihubungkan dengan trauma rongga
dada yang mnenyebabkan penyakit yang lain. Pasien yang lebih muda mempunyai
dinding dada yang lebih fleksibel sehingga terjadinya fraktur tulang rusuk multiple
menyiratkan suatu cedera yang berat dibandingkan pasien lebih tua dan cedera
organ visceral dapat terjadi pada pasien muda tanpa adanya fraktur yang dapat
terlihat. Lebh dari 15% pasien dengan trauma thoraks mungkin tidak dapat
diidentififikasi adanya fraktur skeletal, dan kunci dalam mengetahui beratnya
cedera yang terjadi berdasarkan tingkatan dan distribusi jaringan lunak.
Cedera penetrasi disebabkan oleh dinding dada yang ditembus oleh suatu fragmen tulang rusuk,
bekas-bekas benda tajam atau pisau atau disebabkan oleh suatu proyektil peluru.
dikatakan luka penetrasi bila terjadi cedera thoraks transversal dan adanya suatu
jalan keluar luka. Mekanisme dari trauma penetrasi sederhana adalah dalam
kaitan dengan laserasi struktrur dasar. Adalah luar biasa ketikan serin kali
struktur penting luput atau aman terhadap cedera meskipun tampilan awal cedera
sangat berat. Luka proyektil dengan kecepatan rendah menghasilkan kerusakan yang
serupa dengan luka tusukan tetapi lebih rumit karena adanya pembelokan proyektil,
ketidakstabilan peluru di dalam tubuh, fragment dari tulang yang patah akibat
peluru dan sangat adakalanya, terjadi embolisasi fragmen yang jauh yang
memasuki vaskuler. Hal yang sama berlaku bagi luka proyektil percepatan tinggi
tetapi hal ini diperumit lebih lanjut
oleh efek gelombang udara yang bergerak cepat yang menghasilkan rongga
sedemikian sehingga zone yang cedera membuat kontaminasi dari jalur masuk peluru
Tingkatan beratnya cedera akibat luka proyektil adalah bergantung
pada struktur yang dikenai, stabilitas proyektil dan kuantitas energy kinetic
yang diserap. Faktor penentu energi proyektil yang utama yaitu kecepatan dan
perbedaan antara luka percepatan tinggi dan rendah. Energy kinetik suatu
proyektil dihitung dengan:
Berat peluru x
Energi kinetik = luas luka yang
dihasilkan
gravitasi x 2
Sebagai contoh, suatu 5.5 mm peluru ( 3.2 g) dengan percepatan
rendah ( 245 m/s) dari suatu senapan tangan hanya mempunyai 6 % energy kinetic
dari peluru dengan ukuran serupa 5.56 mm
( 3.5 g) percepatan tinggi ( 972 m/s) dari suatu sergapan panjang. Energi yang
dilepaskan, bagaimanapun, akan sangat tergantung apakah peluru langsung
menembus dada atau ditahandalam rongga dada ketika semua energi dikeluarkan.
Gejala Sisa Fisiologis
Fungsi
jantung dan pernapasan berhubungan dengan trauma thoraks. Berbagai hal negatif
dan sering juga proses sekunder patofisiologis terjadi bersamaan sehingga
menyebabkan suatu situasi kritis dan fatal.
Memar jantung umum terjadi dan selalu diacuhkan pada trauma
thoraks mayor. Penurunan fungsi
ventrikular kiri menyebabkan bruising myocardial dan disfungsi berat menjadi
penyebab kerusakan jantung kerusakan, insufisiensi
katup jantung atau tamponade perikardial. Output jantung yang mengakibatkan hipoksia
jaringan dengan asidosis metabolisme sekunder yang lebih lanjut menyebabkan
penurunan dalam kontraktilitas otot jantung. Siklus ini mungkin dicetuskan oleh
pengurangan volume sirkulasi akibat perdarahan yang memperburuk terjadinya
asidosis metabolisme dan menyebabkan vasokonstriksi perifer dan mengurangi
aliran balik atrium. Pemberian kristaloid yang berlebihan menghasilkan
hemodilusi dengan demikian mengurangi penyebaranan oksigen ke jaringan dan
penggunaan cairan pengganti yang dingin menghasilkan pendinginan otot jantung
dan berhubungan dengan penurunan fungsi jantung. Transfusi darah masif menyebabkan acidosis dan hiperkalemia.
Fungsi paru-paru berhubungan dengan area alveolar/capillary. Secara
sederhana, contoh kejadian adalah kolapsnya paru-paru akibat dari pneumothorax
tetapi lebih sering disebabkan oleh kontusio paru yang biasanya diacuhkan.
Hasil ventilasi-perfusi ( V-Q) yang tidak seimbang menyebabkan penurunan PO2, Usahan pernapasan yang lemah
mengakibatkan retensi CO2 dan hypercarbia. Trauma yang berkaitan
dengan adult respiratory distress syndrome (ARDS) akan berkembang dalam
sejumlah kecil persentase kasus menjadi gagal nafas.
Beberapa contoh interaksi negative antara berhubungan fungsi jantung dan pernapasan umum terjadi. Kegagalan ventrikel kiri akan menyebabkan oedema paru
dengan pertukaran udara yang inadekuat sehingga menyebabkan hipoksemia yang dihubungkan dengan disfungsi paru
dan juga penurunan fungsi jantung. Tension pneumothoraks yang menyebabkan pergeseran
mediastinum dan peningkatan tekanan thorako-abdominal tekanan yang berhubungan
dengan pemburukan aliran balik jantung dan
fungsi pernapasan.
Penatalaksanaan Segera Trauma Thoraks
Primary survey
Tujuan survei ini untuk mengidentifikasi dan penatalaksanaan thoraks yang mengancam kelangsungan hidup dan
memerlukan terapi segera. Suatu pendekatan ABC menyederhanakan proses ini.
A: Airway management
Semua trauma penting untuk memastikan keadaan jalan nafas yang
paten. Ini dilakukan dengan :
·
Mengeluarkan benda asing dalam mulut yang mencakup fragmen tulang atau gigi.
·
Intubasi endotrakeal.
·
Krikothiroidotomi atau trakeostomi.
Oksigen tambahan dengan
sungkup diberikan dan dimonitor keadaan pernapasan pasien. Sianosis bukanlah
suatu indikator hipoksia yang dapat dipercaya karena seperti juga perdarahan
yang dapat menyebabkan penurunan haemoglobin di bawah 60 g/L, hal ini lebih diperlukan
untuk menunjukkan tanda hipoksia. Lebih secara
khas, vasokonstriksi perifer, pencahayaan yang lemah membuat penilaian ini tak
dapat dipercaya. Oksimetri pada cuping telinga dapat membantu penilaian tetapi
juga tergantung dari indikator klinis berupa ketercukupan pernapasan yang nyata, tingkatan kesadaran, suara, volume tidal dan pergerakan dada. Intubasi
endotrakeal diperlukan ketika pasien tidak cukup mendapatkan oksigen atau ada
yang menghalangi. Ini mungkin penuh
resiko dalam trauma multipel. Kemungkinan adanya cedera tulang cervical harus
dipertimbangkan dan leher ditangani sewajarnya secara hati-hati. Pasien dengan
penyakit paru-paru yang berhubungan dengan pembedahan cervical dan kesulitan jalan nafas bagian atas, sering terjadi stridor,
mungkin mempunyai gangguan trakheal. Intubasi harus dikerjakan dengan perhatian
ekstrim dengan bimbingan bronkoskopi. Trakeostomi pada keadaan darurat adalah
suatu prosedur sulit. Penyisipan suatu ukuran kecil selang trakeostomi ( 6 atau
7 mm) dapat dicapai melalui suatu kricotiroidotomi meskipun terdapat cedera
pada laring.
B: Breathing
Pernapasan yang adekuat dihambat dengan adanya defek dinding dada dan flail chest
saat inspeksi, perkusi berupa hiper resonansi atau ketumpulan, palpasi untuk melihat
adanya defek dan auskultasi untuk mendengan suara nafas.
Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan adalah:
·
Tension pneumothorax
·
Open pneumothorax
·
Haemothorax
·
Flail chest.
Tension pneumothorax
Tension pneumothorax terjadi ketika udara masuk ke rongga pleural melalui suatu mekanisme katup satu arah. Suatu
defek parenkimal terjadi ketika inspirasi udara masuk ke dalam lubang oleh tekanan
negatif akibat tekanan yang meningkat saat ekspirasi terutama saat terjadi
nafas paksa. Efek ini akan menciptakan suatu pneumothorax dengan kolapsnya
paru-paru ipsilateral, penyimpangan mediastinum ke sisi yang berlawanan dan,
sebagai konsekwensi, penekananan terhadap paru-paru kontralateral.
Karakteristik temuan klinis meliputi:
·
Deviasi trakea
·
Hiper-resonansi saat perkusi pada pneumothoraks
·
Tidak adanya suara nafas pada sisi yang sakit.
Situasi ini merusak fungsi pernapasan dan mengurangi aliran balik
vena ke jantung akibat perubahan pada vena besar. Hal itu memerlukan manajemen
segera atas hasil diagnosa klinis tanpa menantikan hasil rontgen thoraks. Ini
bukanlah mudah untuk memasukkan suatu
drain thoraks atas dasar kecurigaan. Penyisipan jarum yang besar ke dalam thoraks
pada sisi yang terkena akan membuat dekompresi rongga pleura, mengkonfirmasikan
diagnosa dan mengkonversi pneumothorax ke dalam suatu pneumothorax sederhana
yang kemudian bias dilakukan drainase.
Open pneumothorax
Defek pada dinding dada membuat adanya hubungan dengan dunia luar yang akan mengakibatkan pneumothoraks dimana
normalnya tekanan negatif yang
intrapleural sama dengan tekanan udara luar. Jika diameter defek lebih dari
2cm, udara akan secaralangsung menerobos dinding thoraks yang membuka dan bukannya
melalui trakea dengan demikian pernapasan menjadi inadekuat. Manajemen segera
diperlukan dengan menutup lubang tersebut untuk menghindari efek penghisapan
dari luka. Jika penutupan sempurna maka udara tidak akan keluar dan mencegah berkembangnya
tension pneumothorax. Drain interkostal perlu dimasukkan dan perbaikan dengan
tindakan harus dilakukan untuk memperbaiki defek pada dinding thoraks.
Massive haemothorax
Ini pada umumnya terjadi
unilateral dengan berhubungan dengan cedera penetrasi. Hasil diagnosa adalah
kombinasi dari :
·
Syok
·
Redup pada perkusi
·
Tidak ada suara nafas.
Pembuluh darah vena leher biasanya tidak diperhatikan dibandingkan
dengan penyimpangan mediastinum padahal
kekosongan vena leher secara normal harus diantisipasi. Pasien menderita akibat
dari hipovolemia yang berhubungan dengan
penurunan keluaran jantung dan ventilasi
yang tidak cukup dari sirkulasi
intrapleural.
Aspirasi jarum perlu
mengkonfirmasikan adanya darah intrapleural. Manajemen awal adalah dengan
penyisipan drain interkostal kaliber besar saluran (> 32 FG), penggantian volume,
dan dilakukan observasi.
Flail chest
Kondisi ini terjadi ketika sebagian dari dinding thoraks
terisolasi dari dinding thoraks lainnya oleh fraktur. Secara khas, beberapa iga
( 4-9) terjadi fraktur pada bagian proksimal dan distal tetapi segmen sternum
yang menganbang diakibatkan oleh fraktur dari kartilago anterior. Fraktur iga
proksimal dan distal mungkin dapat dengan mudah diidentifikasi tetapi beberapa
atau semua fraktur terjadi pada kartilago sehinggan sulit terlihat pada foto
X-ray. Flail chest harus dikenali secara klinis dengan pengamatan dan adanya
pergerakan thoraks yang berlawanan saat respirasi.
Hal ini mengakibatkan tidak
efisiennya ventilasi. Sebagai penetalaksanaan awal, suatu kantong pasir atau kantong berisi cairan
yang berat ditempatkan berlawanan terhadap fraktur flail chest sehingga dapat
meningkatkan ventilasi. Pada banyak kasus terjadi penurunan fungsi respirasi dengan
retensi CO2 dan hipoksia
progresif oleh karena kolapsnya paru-paru
dan terjadi kontusio paru
sehingga intubasi dan ventilasi tekanan positif perlu dilakukan. Kontusio Miokardial
memar dapat terjadi ketika flail sternum.
C: Circulation
Kegagalan sirkulasi dapat diakibatkan oleh kegagalan jantung
primer, tamponade jantung atau kembalian
aliran balik vena yang tidak cukup akibat hipovolemia atau pergeseran
mediastinum..
Penggantian volume
Penggantian volume darah oleh suatu penukar plasma atau darah jelas diperlukan dalam semua situasi trauma
mayor. Cairan harus hangat dan pemberian infus dimonitor oleh hasil klinis dan efeknya pada tekanan vena. Pada tahap awal resusitasi kanul vena berukuran
besar diperlukan. Kateterisasi vena
sentral bukanlah suatu prioritas segera tetapi biasanya bermanfaat pada
penanganan sekunder kasus trauma thoraks
sehingga tekanan vena sentral dapat dimonitor dan pemberian obat-obatan yang mungkin
diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi jantung ( agen inotropik, agen
antidisritmia, kalium, kalsium, natrium dan magnesium bikarbonat) lebih baik diberikan secara
sentral. Gagal jantung mungkin disebabkan kontusio miokardial tetapi yang
penting adalah menyingkirkan adanya tamponade jantung karena hal ini memerlukan perawatan segera.
Tamponade
jantung
Kantong pericardial tidak mudah mengembang. Perdarahan intrapericardial
akibat cedera jantung mayor biasanya fatal. Kebocoran yang sedikit bisa menyebabkan
perdarahan yang membuat penimbunan cairan dalam pericardial dan lubang ini
dapat menutup dengan sendirinya. Tamponade jantung terjadi ketika akumulasi darah
dalam intrapericardial yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan vena
besar. Hasilnya adalah kurangnya isian jantung saat diastol dengan consekuensi berkurangnya
stroke volume dan cardiac output. Ada
beberapa mekanisme kompensasi yang terjadi :
·
Peningkatan tekanan vena sentral. Ini meningkatkan
pengisian diastole sebagai kompensasi terhadappeningkatan tekanan
intrapericardial.
·
Takikardi. Peningkatan denyut nadi terjadi untuk meningkatkan
cardiac output ketika
berkurangnya stroke volume, sesuai dengan hubungan cardiac output = stroke volume x rate.
·
Vasokonstriksi. Tahanan vaskuler perifer naik dalam rangka
menaikkan tekanan darah,
sesuai dengan blood pressure = cardiac output x pripheral vascular resistance.
Tamponade paling mungkin untuk di ditemui dalam trauma penetrasi tetapi dapat terjadi bersama-sama trauma tumpul
sebagai cederasekunder akibat penetrasi fragmen
costa atau dalam kaitan dengan avulsi suatu vena besar. Adakalanya, tamponade
adalah suatu peristiwa iatrogenik sebagai akibat kontraksi jantung, aspirasi
cairan pericardial atau insersi drainase thoraks yang salah.
Secara klinis,
diagnosa sudah dapat ditegakkan dengan jelas, sebagai contoh, adanya luka tusukan
pisau pada dada kiri depan atau akibat
trauma tumpul yang langsung menyebabkan penurunan tekanan darah. Diagnosa ditentukan
oleh:
·
Peningkatan tekanan vena
·
Suara jantung melemah
·
Rendahnya tekanan darah
·
Takikardi.
Tensiorn pneumothorax adalah suatu diferensial utama tetapi secara
relatif mudah untuk dibedakan berdasarkan gambaran klinis.
Tanda klinis
mungkin tak dapat dipercaya atau sukar ditentukan. Tekanan vena dapat rendah
jika perdarahan jelas ada dan suara jantung
mungkin sulit untuk dengar di dalam suatu ruangan resusitasi yang ramai. Dalam
keraguan terhadap pemberian bolus cairan
intravena, boleh dilakukan pemberian langsung ke vena sentral untuk
mempertahankan tekanan darah.
Dalam keadaan
pasien yang kritis di mana resusitasi tidak berhasil dan terdapat kecurigaan
yang tinggi terjadinya tamponade, aspirasi pericardial harus dilakukan segera.
Jika kebocoran berhenti dengan aspirasi maka akan terjadi peningkatan sirkulasi
hemodinamik yang berarti isi pericardial adalah benar cairan. Biasanya, terdapat
suatu bekuan. Jika hanya bekuan yang ditemukan pada saat aspirasi maka tibdaan
tersebut tidak akan mempunyai efek apapun. Dalam keadaan yang sedemikian, thorakotomi
emergensi mungkin diperlukan. Hasil yang
negatif saat aspirasi tidak menyingkirkan
diagnosa dan aspirasi yang berhasil masih memerlukan tindakan thorakotomi untuk
memperbaiki terjadinya kerusakan jantung dan untuk mengeluarkan bekuan.
Perdarahan thoraks
Thorakotomi
tidaklah diperlukan pada lebih dari 85 %
kasus trauma thoraks. Pengamatan dengan penggantian volume darah yang sesuai diindikasikan
segera setelah dilakukan insersi drain thoraks. Drainase > 1500 ml
dihubungkan dengan suatu kemungkinan tinggi bahwa thorakotomi diperlukan
sehinggat terjadi drainase > 200
ml/jam. Cedera penetrasi yang terdapat di tengah garis puting susu atau skapula
lebih mungkin memerlukan thorakotomi mengingat resiko terjadi kerusakan pada jantung,
pembuluh darah besar, struktur hilus dan arteri mammaria. Perdarahan pada
parenkim paru umumnya terjadi. Pendarahan akibat tikaman pada lateral dada disebabkan karena
terkenanyapembuluh darah pada dinding
dada. Dalam kasus luka karena peluru, adalah penting untukdiingat bahwa indikasi
untuk operasi adalahberdasarkan kebutuhan klinis bukan kebutuhan forensik.
Secondary survey
Selama proses ini pemeriksaan
fisik lebih lanjut dan beberapa penyelidikan
dilakukan untuk menyingkirkan cedera
serius lainnya dan cedera yang berpotensi mengancam jiwa.
Tinjauan awal
dengan foto X-Ray
Hasil foto X-Ray
dapat menunjukkan beberapa kelainan. Perhatian khusus harus diberikan ketika
terjadi fraktur kosta 9-11 mengingat kemungkinan terjadinya cedera ginjal atau
spleen. Adalah penting ntuk memeriksa adanya darah dalam urin dan memeriksa spleen dengan USG dalam keadaan
ini. Fraktur pada kosta pertama kemungkinan dapat terjadi cedera neurovaskular.
Fraktur yang terjadi pada kosta di kedua sisi , terutama sekali ketika rendah
pada sisi thoraks yang satu dan tinggi
pada sisi yang lain menandai adanya cedera yang lebih serius yang menyiratkan
suatu tekanan trans mediastinum. Pada pasien ini cedera aorta dan jalan nafas
utama dapat meningkat. Gambaran lain yang harus disingkirkan adalah: hemo- atau
pneumothoraks, emfisema subkutaneus atau mediastinal, spelebaran mediastinum
dan cedera intrathoraks.
Cedera yang berpotensial mematikan
selama tahap penilaian ini adalah:
·
Kontusio paru
·
Kontusio miokardial
·
Gangguan aorta
·
Ruptur diafragma
·
Gangguan trakeobronkial
·
Cedera esophagus
Kontusio paru
Area kontusio paru berisi yang terdapat alveolus diisi oleh darah dan cairan. Perubahan ini menyebabkan
gangguan pertukaran udara dan mengakibatkan darah mengalir melalui area yang cedera Jika
terdapat kontusio yang luas, ventilasi sulit terjadi karena lemahnya
pengembangan paru dan tidak efisiennya
pertukaran gas akibat kegagalan respirasi.
Beberapa derajatkontusio
paru berhubungan dengan semua cedera kosta. Computerized tomography
(CT)
lebih sensitif dibanding foto polos dada tetapi dalam beberapa kasus cedera pada paru-paru nampak pada foto polos dada dalam
beberapa jam setelah cedera dan perubahan progresif akan berkembang dalam 24 sampai 48 jam.
Laju pernapasan, oksimetri jaringan dan kimia darah
harus dimonitor. Kemerosotan fungsi pernapasan memerlukan ventilasi.
Kontusio miokardial
Bruising prekordial yang
buruk, fraktur sternum atau adanya bukti dari kompresi thoraks menaikkan kemungkinan terjadinya kontusio miokardial.
Gambaran klinis serupa dengan infark ventrikel kanan.
Indikator klinis meliputi:
·
Hipotensi
·
Takikardi
·
Ketidakteraturan irama
·
Tingginya tekanan vena akibat disfungsi ventrikel kanan.
Elektrokardiografi
( ECG) menunjukkan:
·
Fibrilasi atrium
·
Elevasi ST segmen
·
Bundle branch block (biasanya
kanan).
Echocardiography menunjukkan gerakan dinding depan yang lemah.
Kecurigaan terhadap kondisi ini adalah suatu indikasi
untuk malakukan monitoring ECG mengingat adanya resiko disritmia. Disritmia dan
gagal jantung diterapi dengan pengobatan
standard seperti keadaan infark miokardial. Kateter melalui arteri paru dapat
menilai cardiac output, tekanan pengisian atrium kanan dan kiri, dan pengisian
ventrikel kanan. Enzim creatine kinase serial ( MB) meningkat.
Ruptur aorta
Ini terjadi pada ismus aorta yaitu distal dari ligamentum arteriosum, sekitar 85% kasus.
Mungkin jarang terjadi di root aorta atau ascending aorta. Cedera pada umumnya
diakibatkan oleh peninggian letak
sternum dan batas kosta. Jantung dan arkus aorta didorong naik ke atas dengan
demikian terjadi hiper-extending aorta pada ismus yang menyebabkan robekan. Lebih sedikit biasanya, dampak akibat cedera pada thoraks atas bagian kiri samping
dan dislokasiatau fraktur bahu atau fraktur pada kedua kosta pertama menyebabkan
robekan pada arkus aorta atau aorta
descenden.
Gambaran klinis. Bagi yang bertahan hidup dan mendapat
intervensi medis ditemukan bahwa ruptur terjadi oleh suatu kombinasi dari
adventitia, hematom dan lemak paraaorta dan pleura mediastinum. Kehilangan
darah awal sekitar 0.5 sampai 1 L dan
hipotensi yang berhubungan dengan cedera
ini berespon terhadap terapi penggantian cairan. Pada sebagian kecil pasien akan terjadi kelumpuhan
ekstremitas bawah akibat iskemik korda spinalis. Diagnosa ditentukan oleh:
·
Keadaan
cedera deselerasi
nyeri interskapular
penuruan tekana darah pada
lengan kiri
·
Bukti adanya trauma thoraks mayor
fraktur kosta bagian atas
cedera transthoraks, missal
fraktur kosta kiri atas atau kanan bawah
·
Bukti adanya perdarahan mediastinum
Pelebaran mediastinum
pleural cap (darah terjebak
di luar pleura apikal dari dari mediastinum)
depresi bronkus kiri
deviasi selang nasogastrik
ke kanan
elevasi dan pergeseran ke kanan atas dari bronchus kanan
hilangnya batas antara
aorta dan arteri pulmonalis
deviasi trakea ke kiri
·
Bukti adanya perdarahan intrapleural: hemothoraks.
Cedera ini adalah satu yang harus dicurigai di dalam tiap-tiap kasus trauma
thoraks. Gambaran radiografis berbagai
macam dan tidak mungkin dapat dibedakan sama sekali terutama sekali dalam keadaan
trauma multiple dengan inspirasi lemah saat pengambilan foto dada
anteroposterior ( AP).
Penyelidikan. Pada kecurigaan diagnosa baik jika ditetapkan atau disangkal oleh pemeriksaan
aortogram arkus aorta. 10% tentang ini akan menunjukkan angka yang positif. Diskriminasi
Angiografik dapat ditingkatkan oleh teknik digital substraksi. CT dengan
kontras merupakan suatu alternatif tetapi sedikit kurang akurat. Mungkin berguna
jika tidak terjadi hematom mediastinum tetapi jika demikian, angiografi tetap menjadi
pilihan yang lebih baik.
Transoesophageal echocardiography berpotensi sangat menolong tetapi tidak cukup
mengeliminasi hasil diagnosa.
Manajemen. Perawatan
segera oleh suatu tim operatif kardiothoraks diperlukan untuk memperbaiki area
yang rusak dengan menggantikan segmen yang ruptur dengan suatu potongan graf
sintetik pendek. Ini pada umumnya dilakukan dengan bantuan shunt aorto-aortic atau
bypass jantung kiri parsial untuk
memperkecil iskemik korda spinalis selama aorta masih ruptur. Angka kematian akibat
operasi sekitar 5% dan kejadian paraplegia
juga sama. Adanya rupture mungkin dapat tidak terlihat selama fase awal di
rumah sakit tetapi biasanya menyembuh dan tampak sebagai aneurisma palsu dan memerlukan perbaikan beberapa tahun
kemudian.
Cedera pembuluh darah besar
Cedera pembuluh darah subklavia dan pleksus brakialis dapat
terjadi akibat fraktur kosta pertama. Penurunan
tekanan nadi dan perfusi ditemukan jelas pada ekstremitas yang terkena
dengan pembengkakan jaringan lunak pada daerah supraklavikular. Mungkin ada kelainan
sensorimotor. Opafikasi pada apeks ekstra pleural mungkin nyata pada foto dada.
Ruptur diafragma
Cedera ini akibat dari peningkatan intra-abdominal yang tiba-tiba
yang menyebabkan robekan diafragma. Mungkin berhubungan dengan fraktur kosta bawah dengan cedera hati dan limpa. Hati
pada umumnya mencegah terjadinya
herniasi diafragma ke rongga viscera
abdominal dengan menutup robekan pada diafragma sebelah kanan sehingga gambaran
klinis awal terlihat pada bagian kiri.
Gambaran klinis. penemuan
klinis mengusulkanbahwa diagnosa ini berdasarkan:
·
Dispnoe
·
Bising usus terdengar di dada
·
Pengaliran cairan peritonel melalui drainase interkostal
Temuan radiologi meliputi:
·
Elevasi diafragma kiri
·
Selang nasogastrik di dalam dada kiri
·
Gambaran usus intrathoraks
Penyelidikan
lebih lanjut . Sebagai berikut:
·
Pemeriksaan ultrasound dari elevasi diafragma dapat membantu membedakan antara eventrasi diafragma
atau ruptur.
·
Dalam keadaan ragu
thoracoscopy lebih baik daripada opersi untuk membantu mengidentifikasi adanya defek
diafragma.
Manajemen. Perbaikan
dikerjakan dengan thorakotomi yang menggunakan
berbagai jahitan untuk memperbaiki diafragma. Ruptur diafragma kanan tidak
mungkin jelas sampai laparotomi dikerjakan untukpemeriksaan patologi. Perbaikan
diafragma melalui abdomen adalah mungkin untuk defek yang terlokalisir tetapi
bukan untuk defek besar.
Mungkin ada hubungan dengan cedera limpa danorgan intra-abdominal lainnya. Pada beberapa
individu, diagnosa dapat luput dan bertahun-tahun kemudian baru menunjukkan keadaan
darurat dengan gejala abdominal, sering nyeri pada abdomen
bawah, merupakan herniasi kolon ke dalam dada.
Cedera trakeobronkial
Cedera trakeobronkial adalah jarang dan terjadi pada sekitar 4%
dari semua cedera thoraks. Cedera ini lebih mungkin pada pasien yang lebih
muda. Gangguan jalan nafas dihubungkan dengan terjadinya kecelakaan dengan energi tinggi dan kira-kira 75% kasus ini meninggal
di tempat.
Cedera trakeal mungkin disertai dengan cedera
pada struktur sekitar, seperti pembuluh darah besar dan/atau esofagus dan
dengan cedera energi tinggi lain termasuk ruptur aorta dan ruptur diafragma. Cedera
trakeal mestinya bukan hanya dipirkan sebagai peristiwa tunggal tetapi lebih
sebagai bagian dari suatu kelompok cedera lain kecuali sampai terbukti sebaliknya.
Hasil diagnosa mungkin sulit. Ketika terjadi kebocoran
langsung atau gangguan pada jalan nafas mungkin dapat sulit dilihat dengan
jelas akibat buih yang ada di sekitar luka atau adanya pembengkakan yang
menyebabkan obstruksi jalan nafas, derajat
stridor dan emfisema servikal mungkin adalah satu-satunya kunci adanya cedera
trakeal intrathoraks mayor.
Laring dan trakea di servikal. Cedera ini sering
diakibatkan oleh suatu pukulan langsung: seperti dari jatuh terkena gagang
kemudi sepeda. Ruptur trakeal servikal dapat juga diakibatkan oleh suatu
mekanisme whiplash dan harus dipertimbangkan dalam konteks suatu pasien dengan cedera
berat. Kesinambungan jalan nafas dipertahankan hanya oleh trakea membranosa
sehingga intubasi endotrakeal yang dipaksakan membawa resiko yang serius atau
menyebabkan selang intubasi menyimpang ke dalam mediastinum.
Suara
ronki, emfisema subkutan dan teraba krepitasi saat palpasi pada kartilago
laring memperkuat hasil diagnosa. Obstruksi jalan nafas akibat cedera laring memerlukan
trakeostomi jika intubasi endotrakeal tidak mungkin dilakukan. Trakeostomi menjadi
metoda yang benar sebagai akses operatif
seperti halnya krikotiroidostomi yang dapat dilakukan ketika terjadi kolaps arsitektur
dan membantu penyembuhan laring.
Trakea di thoraks. Cedera ini terjadi pada
cedera penetrasi atau tabrakan. Terjadinya laserasi pada dinding trakea
membranosa akibat selang endotrakeal akan mempersulit resusitasi. Kemungkinan cedera
trakeal ditunjukkan dengan adanya riwayat trauma, luka masuk dan dalamnya
penetrasi atau dampak dari cedera energi tinggi.
Gambaran klinis bervariasi
secara luas dengan beberapa pasien hampir tidak ada tanda atau gejala. Pada
umumnya memperlihatkan gambaran seperti:
·
Sulit bernafas
·
Stridor
·
Hemoptisis
·
Emfisema pada dasar leher
Gambaran radiologi meliputi:
·
Cedera transthoraks
·
Emfisema mediastinal
·
Pneumothoraks
·
Discontinuas di dalam udara tracheogram
·
CT scan menunjukkan hilangnya batas jalan nafas
Hasil diagnosa ditetapkan oleh endoskopi yang perlu dilakukan
sebelum intubasi pada pasien yang dicurigai terjadi cedera trakeobronkial.
Trauma esofagus
Banyak cedera esofageal adalah hasil dari kejadian iatrogenic atau
peristiwa non-kecelakaan dibanding dari trauma eksternal. Cedera esofageal eksternal langsung disebabkan
oleh trauma penetrasi, yang biasanya akibat luka tusukan pisau luka di leher
tetapi ada juga yang dilaporkan akibat luka tembakan ke dada. Sama seperti cedera trakeal,
kemungkinan cedera pada struktur sekitar harus dipertimbangkan dan cedera esofageal
dapat ditemukan selama explorasi kerusakan vaskuler atau trakeal.
Pada keadaan Cedera tumpul jarang
mengakibatkan trauma esofageal secara langsung kecuali pada cedera yang berat
dimana terjadi pula cedera aorta, trakeobronkial
dan cedera spinal. Angka kematian pada kelompok pasien ini sulit ditentukan dan
trauma esofageal ditemukan secara kebetulan. Tekanan abdomen bagian atas,
bagaimanapun, menyebabkan pendorongan isi lambung ke dalam oesophagus dan jika glotis
tertutup, oesofagus bagian bawah dapat terjadi ruptur yang mirip seperti rupur
post emesis.
Bila terjadi Kebocoran esofagus menyebabkan
kontaminasi pada mediastinum dan terjadi mediastinitis akibat bahan kimia dan
bakteri. Kontaminasi ini terjadi lambat dengan luka pada bagian atas esofagus tetapi karena telah
terjadi ruptur esofageal bagian bawah ketika isi lambung keluar maka akan
terjadi kontaminasi yang besar..
Trauma esopfgeal
trauma digambarkan oleh:
·
Trauma penetrasi di servikal
·
Emfisema mediastinum
·
Pneumothoraks atau hidropneumothoraks tanpafraktur sternum
atau kosta
·
Isi lambung pada drainase interkostal
·
Berhubungan dengan cedera lainnya ( trakea/aorta).
Pemeriksaan dengan barium meal atau yang dialirkan ke dalam oesophagus via tabung nasogastrik
adalah cara diagnostik dan juga bermanfaat sebagai penyelidikan.
Manajemen. Perbaikan langsung harus pada saat perforasi
oleh pisau atau obyek tajam lainnya
melalui sayatan servikal ipsilateral atau insisi thorakotomi yang sesuai.
Pada kasus Ruptur esofagus mungkin
dapat diperbaiki tetapi jika esofagus terjadi ruptur total maka lebih baik jika dilakukan reseksi pada daerah
yang ruptur. Jika kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi, drainase
mediastinal dengan esofagostomi servikal dan gastrostomi adalah alternative lain
meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pada kasus lain, debridement mediastinal dan drainase adalah
suatu hal yang penting di dalam terapi.
Kegawatdaruratan Thoraks Lainnya
Pendahuluan
Berbagai kondisi yang berbeda dapat memperlihatkan keadaan kedaruratan thoraks akut yang memerlukan
intervensi pembedahan dengan prosedur
mayor atau minor dalam rangka mengatasi kondisi tersebut. Ini dipertimbangkanberdasarkan system yang
terlibat. Perbedaan cedera traumatik
yaitu pada umumnya ditandai dengan adanya luka tunggal.
Jantung dan
Pembuluh Darah Besar
Keadaan darurat yang berkenaan dengan pembuluh darah besar di dada
memerlukan transfer yang ke suatu unit kardiothoraks regional. Tidak ada kasus yang
dapat di intervensi oleh suatu tim non-spesialis.
Aneurisma aorta
Aneurisma tipe sakular benar atau fusiformis dapat terjadi di aorta ascenden, arkus dan aorta descenden. Kasus
ini sering ditemukan asimptomatik pada foto X-ray
tetapi memperlihatkan keadaan akut dan kegawatdaruratan dengan angka
kematian tinggi.
Gambaran klinis
·
Sakit: mungkin berupa rasa tidak nyaman pada dada dengan
tanda tang terlokalisasi : nyeri presternal pada aneurisma ascenden, nyeri sternal
bagian atas dan leher pada aneurisma arkus aorta dan nyeri punggung pada aneurisma descenden.
·
Syok
·
Efusi pleura ( hemothoraks).
Penyelidikan
·
X-ray dada – aneurisma terlihat +/- pelebaran
mediastinal dengan efusi pleura kiri.
·
CT scan thoraks –
mengkonfirmasi adanya aneurisma dan luasnya aneurisma.
·
Aortography - berperan untuk manajemen operatif dengan gambaran umum seperti adanya pohon
arteri yang berhubungan dengan aneurisma.
Manajemen
Mengingat adanya resiko ruptur
dan kematian maka operasi disarankan pada semua pasien dengan aneurisma aorta
karena pada usia yang tua atau pertimbangan medis umum lainnya angka bertahan
hidup kurang memuaskan. Aneurisma
diterapi dengan reseksi local dan rekonstruksi dengan suatu selang graft
Dacron. Aneurisma aorta descenden diterapi dengan transeksi traumatik
menggunakan bypass jantung kiri atau shunt local. Aneurisma pada aorta ascenden dan arkus diperbaiki dengan bantuan membypass
kardiopulmonar. Aneurisma arkus aorta
menitikberatkan pada masalah utama perlunya perbaikan sirkulasi ke otak. Ini
diperbaiki menggunakan bypass kardiopulmonar untuk mencapai pendinginan total tubuh peredaran hsehingga terjadi suasana hipotermi sepanjang
proses perbaikan. Aneurisma aorta descenden diperbaiki menggunakan bypass jantung kiri dan
shunt diversi lokal. Operasi pada aorta descenden
dihubungkan dengan adanya resiko paraplegia ( 2-5%) oleh karena perfusi yang tidak
cukup pada korda spinalis. Angka
kematian operasi pada aneurisma aorta descenden yang mengalami kebocoran
meningkat hingga 20%. Angka kematian kebocoran aneurisma aorta di
tempat lain jauh lebih tinggi.
Diseksi aorta
Kondisi ini terjadi akibat
dari suatu robekan di tunika intima aorta
yang biasanya terdapat sedikit di atas katup aorta atau bersebelahan dengan
arteri subklavia kiri. Defek ini membuat
darah memasuki media tersebut dan menciptakan rute palsu sepanjang lapisan
media yang merupakan proses dari diseksi aorta. Lumen palsu berpilin di sekitar
aorta dan membuat cabang pada aorta
termasuk arteri koronarius dan karotis. Hal ini menyebabkan stroke atau
infark miokardial dan ginjal atau usus. Lumen palsu dapat berkembang hingga ke rongga perikardial sehingga
menyebabkan tamponade atau masuk ke dalam rongga pleura. Diseksi aorta
digolongkan menjadi tipe B jika proses tersebut melibatkan aorta descenden
dan tipe A jika melibatkan aortaascenden atau arkus aorta.
Gambaran klinis
·
Nyeri, berupa nyeri akut hebat pada dada yang menjalar
hingga ke punggung
·
Hipotensi
·
Denyut nadi irregular
·
Inkompeten aorta
·
Stroke
·
Pericardial rub
·
Iskemik intra-abdominal
Penyelidikan
·
ECG – membantu dalam menyingkirkan infark miokardial dan
menegakkan adanya diseksi aorta.
·
X-ray dada - menunjukkan pelebaran mediastinum +/- efusi pleura kiri.
·
CT scan dada dengan kontras - mengkonfirmasikan adanya dua
lumen.
·
Aortography – membantu menunjukkan hubungan antar lumen.
Manajemen
Tipe
A.
Prosedur operatif serupa dengan operasi
yang dikerjakan pada aneurisma. Diseksi
yang terjadi diperbaiki secara bersamaan
pada segmen ascenden dan/atau segmen
arkus aorta. Mungkin juga diperlukan untuk mengganti klep yang aorta dan re-implant arteri
koronaria.
Tipe
B.
Hasil dari terapi operatif dan konservatif
( kontrol hipertensi) dilakukan pada kasus-kasus tanpa komplikasi. Manajemen konservatif pada umumnya dilakukan kecuali jika ada perdarahan
ke dalam dada
kiri atau cabang vaskuler ke
organ abdominal. Teknik operasi adalah serupa seperti yang digunakan pada
aneurisma aorta descenden.
Angka bertahan
hidup yang tercatat di rumah sakit adalah sekitar 80% untuk masing-masing
kelompok.
Tamponade pericardial
Patofisiologi tamponade jantung
telah dibahas dalam Trauma Thoraks. Tamponade
non- traumatis yang hebat dapat terjadi bersama efusi pericardial. (Ini adalah suatu proses yang berbeda
dari tamponade yang kronis dimana biasanya berhubungan dengan tuberkulosis
sebelumnya, operatif atau semua infeksi piogenik yang menghasilkan restriksi jantung akibat sindrom
tertentu).
Efusi pada
umumnya terjadi perlahan-lahan sehingga ada waktu untuk kantung perikardial
untuk mengembang sehingga mungkin terdapat
banyak cairan pada saat drainase.
Penyebab efusi perikardial non-traumatik meliputi
:
·
Penyakit keganasan yang mengenai pericardium
·
Uremia
·
Gangguan jaringan penunjang
·
Infark miokardial (Dressler's
syndrome)
·
Infeksi
Gambaran klinis
·
Riwayat adanya kondisi yang berhubungan dengan penyakit
tersebut
·
Takikardi
·
Penurunan tekanan
darah dengan tekanan nadi sempit
·
Akral dingin
·
Peningkatan tekanan vena
·
Suara jantung melemah
·
Gagal jantung kanan
Penyelidikan
·
X-ray dada – memperlihatkan pembesaran kontur pericardial pada kasus kronik.
·
Echocardiography – menunjukkan jantung yang kecil,
tertekan dengan dikelilingi cairan.
Operatif
Aspirasi dengan di bawah kendali echocardiographic adalah
suatu langkah awal yang bermanfaat setelah dilakukan anestesi. Drainase pericardial
kontinyu dilakukan dengan membuat
”jendela” pericardial melalui suatu
thorakotomi thoraks kiri dengan drainase ke dalam rongga pleural rongga atau dilakukan
di subxyphoid dengan drainase ke dalam
peritoneum ( diutamakan pada kasus malignan). Drainase subxyphoid lebih cocok dilakukan bagi non-spesialis. Di
dalam kasus yang manapun, bakteriologi, biokimia, sitologi, dan patologi.
Komplikasi Vaskuler Mayor
Kadang-kadang,
pendarahan intrathoraks mayor diakibatkan iatrogenic dibandingkan trauma lainnya.
Trakeostomi yang
menyebabkan kerusakan arteri innominata
Arteri innominata berjalan berdekatan dengan trakea sebelah kanan
bagian anterior. Cedera dapat terjadi melalui dua cara :
1.
Cedera langsung ketika dilakukan trakeostomi, yang
menyebabkan adanya defek yang tertutup bekuan dengan ruptur yang terjadi
kemudian.
2.
Perforasi lambat akibat erosi langsung dari ujung
trakeostomi.
Kedua cedera ini
menyebabkan perdarahan hebat. Ini terjadi di sekitar trakeostome dan ke dalam
jalan nafas.
Emboli paru akut
Emboli paru normalnya diterapi
secara medis yang mencakup pemberian
antikoagulan dan mungkin agen trombolitik pada arteri pulmonal. Sering, pasien yang kolaps dengan cardiac output minimal,
dilakukan thrombectomy pulmonal darurat.
Indikasi untuk ini diringkas seperti :
·
Pasien muda(< 50 tahun)
·
Sebelumnya dalam keadaan sehat
·
Penyakit benigna
·
Sirkulasi baik
·
Jarak yang dekat dengan fasilitas bypass kardiopulmonal.
Bukanlah indikasi diberikan terapi bagi pasien yang
pernah mengalami henti jantung dan telah dilakukan masase jantung karena
menyebabkan adanya bekuan dan menyebar hingga ke cabang arteri pulmonal.
Manajemen
Pasien harus
secara penuh diheparinisasi ( 300 units/kg) ketika diagnosa dicurigai.
Sternotomy di garis median dilakukan dan juga bypass kardiopulmonal. Trunkus
arteri pulmonalis dibuka dan gumpalan dikeluarkan menggunakan suction dan
forceps. Hiperinflasi yang dipaksakan
pada paru-paru dapat membantu mendorong
gumpalan keluar dari cabang kecil arteri pulmonalis.
Chylothoraks
Sedikitnya 3 L cairan
lemak keluar melalui duktus thorasikus
setiap hari. Adanya kebocoran mayor menyebabkan efusi pleural dengan derajat serius. Walaupun akumulasi cairan dapat
dikendalikan dengan drainase interkostal, fistel tersebut mengeluarkan protein
berkelanjutan ( 4 g/L), lemak, dan hilangnya cairan ekstraseluler.
Penyebab
·
Post operatif - biasanya oesophagectomy
·
Post traumatic - biasanya luka pada dada atas kiri
·
Lymphoma
·
Secara spontan, jika etiologi tidak diketahui.
Gambaran klinis
·
Relevan sejarah
·
Pleural pancaran besar dengan pengeringan berkelanjutan
·
isi Gemuk jelas nyata jika pasien adalah makanan santapan
·
Proteinaceous gumpal di (dalam) cairan pengeringan
·
asam aki kerugian dan Cairan
·
protein Kerugian.
Pleuropulmonary
Efusi Pleura masif
Efusi pleura massif dapat
menyebabkan dyspnoea akibat hipoksia. Patofisiologi yang ada sama seperti tension pneumothoraks dengan kolapsnya
paru-paru dan deviasi mediastinum yang berhubungan dengan kembalian vena ke
jantung.
Penyebab meliputi:
·
Penyakit keganasan
intrapleural ( terutama karsinoma bronkus, karsinoma mamma, Penyakit
Hodgkin's)
·
Mesotelioma pleura primer
·
Tuberculosis
·
Empyema
·
Hematorna
·
Fistel Chylous
·
Kateter vena sentral yang salah
·
Gangguan jaringan penghubung
·
Pankreatitis
·
Tumor ovarium.
Gambaran klinis
·
Perkusi redup
·
Suara nafas berkurang atau menghilang
·
Gambaran adanya gangguan jaringan penghubung yang terkait atau
penyakit keganasan.
Pneumothorax
Pneumothoraks spontan dapat mengancam jiwa jika terdapat tension
pneumothorax atau jika pneumothoraks terjadi pada pasien tua dengan gangguan
paru sebelumnya.
Gambaran klinis
·
Dyspneoa dan tachypnoea
·
Nyeri pleuritik
·
Penurunan inspirasi
·
Hiper-Resonansi
·
Deviasi mediastinum jika tekanan meningkat
·
Hipoksia.
Retensi sputum
Retensi sputum adalah umum terjadi dalam situasi di mana kemampuan
pasien untuk batuk sangat lemah akibat kelemahan mental atau nyeri. Jika tidak
diterapi maka pasien akan terjadi oklusi
jalan nafas yang berkembang dengan cepat, kolapsnya lobus paru dan hipoksia
yang semakin berat.
Gambaran klinis
·
Pada pasien yang beresiko (lebih tua, operasi abdomen bagian
atas atau dada, fraktur kosta)
·
Berisiknya suara nafas
·
Kelelahan bernafas
·
Kolapsnya lobus paru yang dilihat pada X-ray dada.
Manajemen
Penilaian awal yaitu dengan menentukan apakah pasien memerlukan intubasi
endotrakeal dengan pengeluaran sputum
dan ventilasi. Ini dilakukan jika PCO2 arteri > 6.5 kPa. Ada
tiga pilihan terapi :
·
Bronchoscopy dengan suction
·
Cricothyroidostomy ( minitracheostomy)
·
Tracheostomy
Inhalasi benda asing
Paling sering terjadi pada anak-anak diusia sangat muda dimana
kondisi ini tidak akan terlihat nyata sampai komplikasi pneumonia berkembang
beberapa hari kemudian. Inhalasi objek besar seperti kacang tanah atau mainan
menunjukkan distress pernapasan akut dan/atau
stridor. Pada orang dewasa, inhalasi lebih sering akibat trauma tetapi kacang
tanah, sekrup, tutup pena atau gigi palsu mungkin juga dapat terinhalasi. Distress
pernapasan lebih sedikit mungkin karena jalan nafas yang lebih besar.
Gambaran klinis
·
Riwayat ( biasanya anak-anak)
·
Stridor dan/atau distress pernapasan
·
X-ray dada menunjukkan: objek radio-opaque;
kolapsnyalobar/segmental.
Manajemen
Bronchoscopy rigid atau fleksibel di bawah anestesi umum dapat
digunakan untuk mengeluarkan objek. Mungkin saja sangat menolong jika memutar
obyek di tempat asalnya untuk memberikan
ruang saat pengambilan. Kacang tanah mudah hancur sehingga lebih baik digunakan perangkap seperti keranjang. Adakalanya kateter
Fogarty dimasukkan untuk mengeluarkan sayuran dan digunakan untuk menarik
material ke dalam daerah yang lebih luas di bronkus. Sayur-sayuran menyebabkan respon
inflamasi yang hebat sehingga sulit untuk mengidentifikasi inhalan alami akibat
mukosa yang udem yang membuat obstruksi bronkus. Thorakotomi dan bronkotomi
mungkin perlu untuk mengambil benda asing tersebut.
Oesophagogastric
Perforasi esofagus
Ruptur spontan esofagus ( Sindrom Boerhaave's)
Ruptur esofageal postemetik terjadi akibat muntah yang melawan penututpan glottis. Ini
mengakibatkan ruptur pada bagian esophagus yang lebih rendah. Mediastinum dan
rongga thoraks biasanta tercemar oleh isi lambung.
Gambaran klinis
·
Serangan nyeri mendadak pada dada tengah sebelah bawah (dan
sering di punggung)
·
Lemah
·
Rasa tidak nyaman pada abdominen bagian atas dan terasa
tegang
·
Mediastinal penyakit paru-paru+/- pneumothorax atau
hydropneumothorax
·
Pemeriksaan kontras menunjukkan extravasasi kontras tersebut dan bermanfaat untuk merencanakan pendekatan operatif.
Perforasi esofagus iatrogenik
Ini pada umumnya terjadi akibat dilatasi dengan businasi tetapi dapat
juga akibat komplikasi dilatasi balon hidrostatis atau diakibatkan oleh
penggunaan esofagoskopi rigid yang tidak benar. Perforasi dapat ditemui dari
hulu pharing sampai ke ujung jantung.
Gambaran klinis adalah
serupa seperti ruptur spontan. Derajat nyeri
dada bervariasi, tergantung pada ukuran dari
kebocoran awal dan mungkin tidak hebat pada awalnya. Secara radiografis,
emfisema dapat ditemukan tetapi adanya perubahan sulit ditentukan.
Hidropneumothoraks terjadi jika pleura parietal terkena. Kontras
mengidentifikasi lokasi kebocoran dan luasnya defek diukur dari derajat tingkat
extravasasi.
Manajemen. Jika terjadi
kebocoran besar, mediastinitis akan berkembang dengan cepat dan operatif
darurat diperlukan. Pasien yang tidak siap untuk dilakukan operasi atau jika
perforasi terlokalisir dengan reaksi mediastinal reaksi minimal dapat diterapi
secara konservatif dengan pemberian nutrisi parenteral, antibiotik sistemik spektrum
luas dan antagonis H2 secara intravena. Operasi menggunakan jahitan
sederhana pada esofagus tetapi tidak mungkin berhasil kecuali jika sudah ada pemeriksaan
patologi distal esofagus. Oleh karena itu, reseksi pada karsinoma atau striktur mungkin diperlukan.
Prosedur operatif yang digunakan dalam kegawatdaruratan
thoraks
Blok syaraf interkostal
Indikasi
·
Fraktur kosta unilateral
·
Nyeri pada luka thorakotomi
Prosedur
Gunakan marcaine 0.25% dengan adrenaline 1:100000 sampai 40 ml. pemberian
ini dapat diulangi 12 jam kemudian jika diperlukan. Baringkan pasien dengan
kepala disangga oleh bantal di atas tempat tidur.
Palpasi bagian bawah kosta
pada sudut posterior. Masukkan jarum sampai menyentuh batas bawah kosta
kemudian sisipkan ujung jarum di bawah kosta. Aspirasi untuk menyingkirkan masuk
ke pembuluh darah. Jangan mendorong terlalu jauh karena akan masuk ke rongga pleura
dan menyebabkan pneumothoraks.
Masukkan 2.5 ml ke tiap
kosta. Jika tidak terdapat drainase thoraks, foto dada dikerjakan setelah
dilakukan blok syaraf untuk menyingkirkan pneumothoraks.
Insersi drain
interkostal
Indikasi
·
Terapi: pneumo-, hidro-, heemo-, atau chylothoraks, efusi
pleura masif, empyema.
·
Profilaksis: pasien dengan trauma dada sebelum ke rumah
sakit (terutama dengan pesawat) atau yang membutuhkan waktu lama untuk
dilakukan scan, anestesia operasi pada bagian tubuh lain, terapi ventilasi.
Tracheostomy
Ini adalah suatu prosedur berbahaya dan biasanya sering dilakukan
dengan buruk oleh ahli bedah yang hanya melakukan beberapa trakeostomi dalam
satu tahun. Jangan melakukan prosedur ini kecuali jika yakin dapat mengatasi
permasalahan yang mungkin akan ditemukan nantinya. Jangan melaksanakan prosedur
ini tanpa bantuan yang cukup, kondisi siap operasi dan ketersediaan elektrokauter.
Suatu lapangan operasi yang bersih sangat penting. Dengan menyingkirkan adanya
obstruksi laring akut, semua indikasi bagi prosedur ini bersifat relatif dan
dapat menunggu keadaan lebih baik atau ahli bedah yang lebih berpengalaman.
Memutuskan kapan dibutuhkan operasi dan kapan butuh bantuan adalah tindakan
yang sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang baik sehingga menghasilkan prosedur
yang sukses.
Indikasi
·
Trauma/obstruksi laring
·
Ventilasi yang memanjang atau lemah
·
Retensi sputum
Kontraindikasi
·
tidak cukup berpengalaman
·
kemungkinan cedera trakeal
Lebih aman untuk tidak melumpuhkan pasien selama prosedur ini
sehingga ventilasi tetap ada seandainya selang trakeostomi salah masuk.
No comments:
Post a Comment