"A Man can't make a mistake can't make anything"

Monday 13 August 2012

PERANAN BIOMOLEKULER (BIOLOGI MOLEKULER) DALAM ILMU BEDAH / THE ROLE OF SCIENCE BIOLOGY MOLECULAR IN SURGERY



BAB I
PENDAHULUAN
Saya herry setya yudha utama, mencoba memaparkan pengetahuan biologi molekuler mudah mudahan bermanfaat

Biologi molekuler merupakan kelanjutan dua cabang ilmu yang sudah ada sebelumnya, yaitu Genetika dan Ilmu Biokimia. Biologi molekuler terutama berkutat memahami interaksi antara berbagai sistem sel, termasuk interaksi antara DNA, RNA dan protein biosintesis dan juga belajar bagaimana interaksi ini diatur. Awal Biologi molekuler ditandai dengan adanya penemuanstruktur heliks ganda DNA oleh Watson dan Crick pada tahun 1953. Penemuan lainnya adalah bahwa suatu gen menentukan suatu protein, mekanismenya dirumuskan dalam konsep yang dikenal sebagai dogma sentral yaitu urutan nukleotida dalam DNA menentukan urutan nukleotida dalam RNA yang selanjutnya menetukan urutan asam amino dalam protein.
Perkembangan biologi molekular menjadi lebih dipercepat dengan munculnya rekayasa genetik yang memungkinkan pengandaan dan isolasi gen sehingga struktur dan fungsi gen dapat dipelajari. Peran sentral dalam kehidupan sel dimainkan oleh protein (polipeptida) dan DNA (gen).Selain peran tradisional protein sebagai enzim, protein memainkan berbagai peran lain sepertimembentuk sitoskeleton dan matriks antar sel, reseptor, hormon, antibodi, faktor pertumbuhan,faktor transkripsi, dan berbagai peran lain. Protein tertentu secara langsung maupun tak langsungmengatur proliferasi dan diferensiasi sel, histogenesis, oranogenesis, bahkan ada protein tertentuyang mengatur kematian sel (apoptosis).
Semua sifat yang dimiliki oleh organisme ditentukanoleh gen-gen yang dimilikinya. Gen merupakan bagian-bagian dari urutan asam nukleat yangterdapat pada DNA. Terdapat dua kategori gen, yaitu gen struktural dan gen regulator. Gen-genstruktural mengkode urutan asam amino dalam protein, seperti enzim, yang menentukankemampuan biokimia dari organisme pada reaksi katabolisme dan anabolisme, atau berperansebagai komponen tetap pada struktur sel. Gen-gen regulator berfungsi mengontrol tingkatekspresi gen struktural, mengatur laju produksi protein produknya dan berhubungan denganrespon terhadap signal intra dan ekstraselular. Karena sintesis protein dikendalikan oleh gen,maka gen dapat dikatakan mengatur segala aspek kehidupan sel atau organisme.Di bidang kedokteran perkembangan biologi molekuler memberi dampak pada hampir semua ilmu pre-klinik seperti: genetika, histologi, embriologi, fisiologi, mikrobiologi, parasitologi, patologi, imunologi, dan farmakologi. Salah satu bentuk peranan biologi molekular dalam bidang kedokteran adalah adanya terapi molekular seperti pada pengobatan penyakit SCID(Severe Combained Immuno Deficiency), penanggulangan penyakit keturunan seperti talasemia,fibrosis kistik, hemfilia, dan penyakit kanker.
BAB II
PEMBAHASAN


1.        RUANG LINGKUP
Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi hubungan tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia. Secara lebih ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler mempelajari dasar-dasar molekuler setiap fenomena hayati. Oleh karena itu, materi kajian utama di dalam ilmu ini adalah makromolekul hayati, khususnya asam nukleat, serta proses pemeliharaan, transmisi, dan ekspresi informasi hayati yang meliputi replikasi, transkripsi, dan translasi.
Meskipun sebagai cabang ilmu pengetahuan tergolong relatif masih baru, Biologi Molekuler telah mengalami perkembangan yang sangat pesat semenjak tiga dasawarsa yang lalu. Perkembangan ini terjadi ketika berbagai sistem biologi, khususnya mekanisme alih informasi hayati, pada bakteri dan bakteriofag dapat diungkapkan. Begitu pula, berkembangnya teknologi DNA rekombinan, atau dikenal juga sebagai rekayasa genetika, pada tahun 1970-an telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan Biologi Molekuler. Pada kenyataannya berbagai teknik eksperimental baru yang terkait dengan manipulasi DNA memang menjadi landasan bagi perkembangan ilmu ini.
Biologi Molekuler sebenarnya merupakan ilmu multidisiplin yang melintasi sejumlah disiplin ilmu terutama Biokimia, Biologi Sel, dan Genetika. Akibatnya, seringkali terjadi tumpang tindih di antara materi-materi yang dibahas meskipun seharusnya ada batas-batas yang memisahkannya. Sebagai contoh, reaksi metabolisme yang diatur oleh pengaruh konsentrasi reaktan dan produk adalah materi kajian Biokimia. Namun, apabila reaksi ini dikatalisis oleh sistem enzim yang mengalami perubahan struktur, maka kajiannya termasuk dalam lingkup Biologi Molekuler. Demikian juga, struktur komponen intrasel dipelajari di dalam Biologi Sel, tetapi keterkaitannya dengan struktur dan fungsi molekul kimia di dalam sel merupakan cakupan studi Biologi Molekuler. Komponen dan proses replikasi DNA dipelajari di dalam Genetika, tetapi macam-macam enzim DNA polimerase beserta fungsinya masing-masing dipelajari di dalam Biologi Molekuler.
Beberapa proses hayati yang dibahas di dalam Biologi Molekuler bersifat sirkuler. Untuk mempelajari replikasi DNA, misalnya, kita sebaiknya perlu memahami mekanisme pembelahan sel. Namun sebaliknya, alangkah baiknya apabila pengetahuan tentang replikasi DNA telah dikuasai terlebih dahulu sebelum kita mempelajari pembelahan sel.

A.  Tinjauan Sekilas tentang Sel
Oleh karena sebagian besar makromolekul hayati terdapat di dalam sel, maka kita perlu melihat kembali sekilas mengenai sel, terutama dalam kaitannya sebagai dasar klasifikasi organisme. Berdasarkan atas struktur selnya, secara garis besar organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prokariot dan eukariot. Di antara kedua kelompok ini terdapat kelompok peralihan yang dinamakan Archaebacteria atau Archaea.


Prokariot
Prokariot merupakan bentuk sel organisme yang paling sederhana dengan diameter dari 1 hingga 10 μm. Struktur selnya diselimuti oleh membran plasma (membran sel) yang tersusun dari lemak lapis ganda. Di sela-sela lapisan lemak ini terdapat sejumlah protein integral yang memungkinkan terjadinya lalu lintas molekul-molekul tertentu dari dalam dan ke luar sel. Kebanyakan prokariot juga memiliki dinding sel yang kuat di luar membran plasma untuk melindungi sel dari lisis, terutama ketika sel berada di dalam lingkungan dengan osmolaritas rendah.
Bagian dalam sel secara keseluruhan dinamakan sitoplasma atau sitosol. Di dalamya terdapat sebuah kromosom haploid sirkuler yang dimampatkan dalam suatu nukleoid (nukleus semu), beberapa ribosom (tempat berlangsungnya sintesis protein), dan molekul RNA. Kadang-kadang dapat juga dijumpai adanya plasmid (molekul DNA sirkuler di luar kromosom). Beberapa di antara molekul protein yang terlibat dalam berbagai reaksi metabolisme sel nampak menempel pada membran plasma, tetapi tidak ada struktur organel subseluler yang dengan jelas memisahkan berlangsungnya masing-masing proses metabolisme tersebut.
Permukaan sel prokariot adakalanya membawa sejumlah struktur berupa rambut-rambut pendek yang dinamakan pili dan beberapa struktur rambut panjang yang dinamakan flagela. Pili memungkinkan sel untuk menempel pada sel atau permukaan lainnya, sedangkan flagela digunakan untuk berenang apabila sel berada di dalam media cair.
Sebagian besar prokariot bersifat uniseluler meskipun ada juga beberapa yang mempunyai bentuk multiseluler dengan sel-sel yang melakukan fungsi-fungsi khusus.
Prokariot dapat dibagi menjadi dua subdivisi, yaitu Eubacteria dan Archaebacteria atau Archaea. Namun, di atas telah disinggung bahwa Archaea merupakan kelompok peralihan antara prokariot dan eukariot. Dilihat dari struktur selnya, Archaea termasuk dalam kelompok prokariot, tetapi evolusi molekul rRNA-nya memperlihatkan bahwa Archaea lebih mendekati eukariot.
Perbedaan antara Eubacteria dan Archaea terutama terletak pada sifat biokimianya. Misalnya, Eubacteria mempunyai ikatan ester pada lapisan lemak membran plasma, sedangkan pada Archaea ikatan tersebut berupa ikatan eter. Salah satu contoh Eubacteria (bakteri), Escherichia coli, mempunyai ukuran genom (kandungan DNA) sebesar 4.600 kilobasa (kb), suatu informasi genetik yang mencukupi untuk sintesis sekitar 3.000 protein. Aspek biologi molekuler spesies bakteri ini telah sangat banyak dipelajari. Sementara itu, genom bakteri yang paling sederhana, Mycoplasma genitalium, hanya terdiri atas 580 kb DNA, suatu jumlah yang hanya cukup untuk menyandi lebih kurang 470 protein. Dengan protein sesedikit ini spesies bakteri tersebut memiliki kemampuan metabolisme yang sangat terbatas.
Kelompok Archaea biasanya menempati habitat ekstrim seperti suhu dan salinitas tinggi. Salah satu contoh Archaea, Methanocococcus jannaschii, mempunyai genom sebesar 1.740 kb yang menyandi 1.738 protein. Bagian genom yang terlibat dalam produksi energi dan metabolisme cenderung menyerupai prokariot, sedangkan bagian genom yang terlibat dalam replikasi, transkripsi, dan translasi cenderung menyerupai eukariot.
  

Gambar 1.1. Diagram skematik sel prokariot





Eukariot
Secara taksonomi eukariot dikelompokkan menjadi empat kingdom, masing-masing hewan (animalia), tumbuhan (plantae), jamur (fungi), dan protista, yang terdiri atas alga dan protozoa. Salah satu ciri sel eukariot adalah adanya organel-organel subseluler dengan fungsi-fungsi metabolisme yang telah terspesialisasi. Tiap organel ini terbungkus dalam suatu membran. Sel eukariot pada umumnya lebih besar daripada sel prokariot.
Diameternya berkisar dari 10 hingga 100 μm. Seperti halnya sel prokariot, sel eukariot diselimuti oleh membran plasma. Pada tumbuhan dan kebanyakan fungi serta protista terdapat juga dinding sel yang kuat di sebelah luar membran plasma. Di dalam sitoplasma sel eukariot selain terdapat organel dan ribosom, juga dijumpai adanya serabut-serabut protein yang disebut sitoskeleton. Serabut-serabut yang terutama berfungsi untuk mengatur bentuk dan pergerakan sel ini terdiri atas mikrotubul (tersusun dari tubulin) dan mikrofilamen (tersusun dari aktin).
 







Gambar 1.2. Diagram skematik sel eukariot (hewan)

Sebagian besar organisme eukariot bersifat multiseluler dengan kelompok-kelompok sel yang mengalami diferensiasi selama perkembangan individu. Peristiwa ini terjadi karena pembelahan mitosis akan menghasilkan sejumlah sel dengan perubahan pola ekspresi gen sehingga mempunyai fungsi yang berbeda dengan sel asalnya. Dengan demikian, kandungan DNA pada sel-sel yang mengalami diferensiasi sebenarnya hampir selalu sama, tetapi gen-gen yang diekspresikan berbeda antara satu dan lainnya.

Diferensiasi diatur oleh gen-gen pengatur perkembangan. Mutasi yang terjadi pada gen-gen ini dapat mengakibatkan abnormalitas fenotipe individu, misalnya tumbuhnya kaki di tempat yang seharusnya digunakan untuk antena pada lalat Drosophila. Namun, justru dengan mempelajari mutasi pada gen-gen pengatur perkembangan, kita dapat memahami berlangsungnya proses perkembangan embrionik.
Pada organisme multiseluler koordinasi aktivitas sel di antara berbagai jaringan dan organ diatur oleh adanya komunikasi di antara sel-sel tersebut. Hal ini melibatkan molekul-molekul sinyal seperti neurotransmiter, hormon, dan faktor pertumbuhan yang disekresikan oleh suatu jaringan dan diteruskan kepada jaringan lainnya melalui reseptor yang terdapat pada permukaan sel.

Organel subseluler
Pada eukariot terdapat sejumlah organel subseluler seperti nukleus, mitokondria, kloroplas, retikulum endoplasmik, dan mikrobodi. Masing-masing akan kita bicarakan sepintas berikut ini. Nukleus mengandung sekumpulan DNA seluler yang dikemas dalam beberapa kromosom. Di dalam nukleus terjadi transkripsi DNA menjadi RNA dan prosesing RNA.
Selain DNA, di dalam nukleus juga terdapat nukleolus yang merupakan tempat berlangsungnya sintesis rRNA dan perakitan ribosom secara parsial. Mitokondria merupakan tempat berlangsungnya respirasi seluler, yang melibatkan oksidasi nutrien menjadi CO2 dan air dengan membebaskan molekul ATP. Secara evolusi organel ini berasal dari simbion-simbion prokariotik yang tetap mempertahankan beberapa DNA, RNA, dan mesin sintesis proteinnya. Meskipun demikian, sebagian besar proteinnya disandi oleh DNA di dalam nukleus. Sementara itu, kloroplas merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis pada tumbuhan dan alga. Pada dasarnya kloroplas memiliki struktur yang menyerupai mitokondria dengan sistem membran tilakoid yang berisi klorofil. Seperti halnya mitokondria, kloroplas juga mempunyai DNA sendiri sehingga kedua organel ini sering dinamakan organel otonom.
Retikulum endoplasmik merupakan sistem membran sitoplasmik yang meluas dan menyambung dengan membran nukleus. Ada dua macam retikulum endoplasmik, yaitu retikulum endoplasmik halus yang membawa banyak enzim untuk reaksi biosintesis lemak dan metabolisme xenobiotik dan retikulum endoplasmik kasar yang membawa sejumlah ribosom untuk sintesis protein membran. Protein-protein ini diangkut melalui vesikula transpor menuju kompleks Golgi untuk prosesing lebih lanjut dan pemilahan sesuai dengan tujuan akhirnya masing-masing.
Mikrobodi terdiri atas lisosom, peroksisom, dan glioksisom. Lisosom berisi enzim-enzim hidrolitik yang dapat memecah karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. Organel ini bekerja sebagai pusat pendaurulangan makromolekul yang berasal dari luar sel atau organel-organel lain yang rusak. Sementara itu, peroksisom berisi enzim-enzim yang dapat mendegradasi hidrogen peroksida dan radikal bebas yang sangat reaktif. Glioksisom adalah peroksisom pada tumbuhan yang mengalami spesialisasi menjadi tempat berlangsungnya reaksi daur glioksilat.

Makromolekul
Secara garis besar makromolekul hayati meliputi polisakarida, lemak, protein, dan asam nukleat. Selain itu, terdapat pula makromolekul kompleks, yang merupakan gabungan dua atau lebih di antara makromolekul tersebut.

Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer beberapa gula sederhana yang satu sama lain secara kovalen dihubungkan melalui ikatan glikosidik. Makromolekul ini terutama berfungsi sebagai cadangan makanan dan materi struktural. Selulosa dan pati (amilum) sangat banyak dijumpai pada tumbuhan. Kedua-duanya adalah polimer glukosa, tetapi berbeda macam ikatan glikosidiknya. Pada selulosa monomer-monomer glukosa satu sama lain dihubungkan secara linier oleh ikatan 1,4 β glikosidik, sedangkan pada amilum ada dua macam ikatan glikosidik karena amilum mempunyai dua komponen, yaitu α-amilosa dan amilopektin. Monomer-monomer glukosa pada α-amilosa dihubungkan oleh ikatan 1,4 α glikosidik, sedangkan pada amilopektin, yang merupakan rantai cabang amilum, ikatannya adalah 1,6 α glikosidik.
Pada tumbuhan selulosa merupakan komponen utama penyusun struktur dinding sel. Sekitar 40 rantai molekul selulosa tersusun paralel membentuk lembaran-lembaran horizontal yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen sehingga menghasilkan serabut-serabut tak larut yang sangat kuat. Sementara itu, amilum berguna sebagai cadangan makanan yang dapat dijumpai dalam bentuk butiran-butiran besar di dalam sel. Adanya dua macam ikatan glikosidik pada amilum menjadikan molekul ini tidak dapat dikemas dengan konformasi yang kompak. Oleh karena itu, amilum mudah larut di dalam air.
Fungi dan beberapa jaringan hewan menyimpan cadangan makanan glukosa dalam bentuk glikogen, yang mempunyai ikatan glikosidik seperti pada amilopektin. Polisakarida lainnya, kitin merupakan komponen utama penyusun dinding sel fungi dan eksoskeleton pada serangga dan Crustacea. Kitin mempunyai struktur molekul menyerupai selulosa, hanya saja monomernya berupa N-asetilglukosamin.
Mukopolisakarida (glikosaminoglikan) membentuk larutan seperti gel yang di dalamnya terdapat protein-protein serabut pada jaringan ikat. Penentuan struktur polisakarida berukuran besar sangatlah rumit karena ukuran dan komposisinya sangat bervariasi. Selain itu, berbeda dengan protein dan asam nukleat, makromolekul ini tidak dapat dipelajari secara genetik.






Gambar 1.3. Perbedaan ikatan glikosidik antara amilum dan selulosa


Lemak (lipid)
Molekul lemak berukuran besar terutama berupa hidrokarbon yang sukar larut dalam air. Beberapa di antaranya terlibat dalam penyimpanan dan transpor energi, sementara ada juga yang menjadi komponen utama membran, lapisan pelindung, dan struktur sel lainnya. Struktur umum lemak adalah gliserida dengan satu, dua, atau tiga asam lemak rantai panjang yang mengalami esterifikasi pada suatu molekul gliserol. Pada trigliserida hewan, asam lemaknya jenuh (tanpa ikatan rangkap) sehingga rantai molekulnya berbentuk linier dan dapat dikemas dengan kompak menghasilkan lemak berwujud padat pada suhu ruang. Sebaliknya, minyak tumbuhan mengandung asam lemak tak jenuh dengan satu atau lebih ikatan rangkap sehingga rantai molekulnya sulit untuk dikemas dengan kompak, membuat lemak yang dihasilkan berwujud cair pada suhu ruang.



Membran plasma dan membran organel subseluler mengandung fosfolipid, berupa gliserol yang teresterifikasi pada dua asam lemak dan satu asam fosfat. Biasanya, fosfat ini juga teresterifikasi pada suatu molekul kecil seperti serin, etanolamin, inositol, atau kolin (Gambar 1.4). Membran juga mengandung sfingolipid, misalnya seramid, yang salah satu asam lemaknya dihubungkan oleh ikatan amida. Pengikatan fosfokolin pada seramid akan menghasilkan sfingomielin.


 







Gambar 1.4. Struktur molekul fosfolipid, khususnya fosfatidilkolin

Protein
Secara garis besar dapat dibedakan dua kelompok protein, yaitu protein globuler dan protein serabut (fibrous protein). Protein globuler dapat dilipat dengan kompak dan di dalam larutan lebih kurang berbentuk seperti partikel-partikel bulat. Kebanyakan enzim merupakan protein globuler. Sementara itu, protein serabut mempunyai nisbah aksial (panjang berbanding lebar) yang sangat tinggi dan seringkali merupakan protein struktural yang penting, misalnya fibroin pada sutera dan keratin pada rambut dan bulu domba.
Ukuran protein berkisar dari beberapa ribu Dalton (Da), misalnya hormon insulin yang mempunyai berat molekul 5.734 Da, hingga sekitar 5 juta Da seperti pada kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Beberapa protein berikatan dengan materi nonprotein, baik dalam bentuk gugus prostetik yang dapat bekerja sebagai kofaktor enzim maupun dalam asosiasi dengan molekul berukuran besar seperti pada lipoprotein (dengan lemak) atau glikoprotein (dengan karbohidrat). Protein tersusun dari sejumlah asam amino yang satu sama lain dihubungkan secara kovalen oleh ikatan peptida. Ikatan ini menghubungkan gugus α-karboksil pada suatu asam amino dengan gugus α-amino pada asam amino berikutnya sehingga menghasilkan suatu rantai molekul polipeptida linier yang mempunyai ujung N dan ujung C. Tiap polipeptida biasanya terdiri atas 100 hingga 1.500 asam amino. Struktur molekul protein
seperti ini dinamakan struktur primer.
Polaritas yang tinggi pada gugus C=O dan N-H di dalam tiap ikatan peptida, selain menjadikan ikatan tersebut sangat kuat, juga memungkinkan terbentuknya sejumlah ikatan hidrogen di antara asam-asam amino pada jarak tertentu. Dengan demikian, rantai polipeptida dapat mengalami pelipatan menjadi suatu struktur yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan hidrogen tersebut. Struktur semacam ini merupakan struktur sekunder molekul protein.
Struktur sekunder yang paling dikenal adalah α-heliks. Rantai polipeptida membentuk heliks (spiral) putar kanan dengan 3,6 asam amino per putaran sebagai akibat terjadinya ikatan hidrogen antara gugus N-H pada suatu residu asam amino (n) dan gugus C=O pada asam amino yang berjarak tiga residu dengannya (n+3). Struktur α-heliks banyak dijumpai terutama pada protein-protein globuler. Di samping α-heliks, terdapat juga struktur sekunder yang dinamakan lembaran β (β-sheet). Struktur ini terbentuk karena gugus N-H dan C=O pada suatu rantai polipeptida dihubungkan oleh ikatan hidrogen dengan gugus-gugus yang komplementer pada rantai polipeptida lainnya. Jadi, gugus N-H berikatan dengan C=O dan gugus C=O berikatan dengan N-H sehingga kedua rantai polipeptida tersebut membentuk struktur seperti lembaran dengan rantai samping (R) mengarah ke atas dan ke bawah lembaran.
Jika kedua rantai polipeptida mempunyai arah yang sama, misalnya dari ujung N ke ujung C, maka lembarannya dikatakan bersifat paralel. Sebaliknya, jika kedua rantai polipeptida mempunyai arah berlawanan, maka lembarannya dikatakan bersifat antiparalel. Lembaran β merupakan struktur yang sangat kuat dan banyak dijumpai pada protein-protein struktural, misalnya fibroin sutera.
Kolagen, suatu protein penyusun jaringan ikat, mempunyai struktur sekunder yang tidak lazim, yaitu heliks rangkap tiga. Tiga rantai polipeptida saling berpilin sehingga membuat molekul tersebut sangat kuat.








Gambar 1.5. Penampang rantai polipeptida, yang menunjukkan bahwa struktur α-heliks terbentuk karena gugus C=O pada asam amino ke-n berikatan dengan gugus N-H pada asam amino ke-(n+3).

Beberapa bagian struktur sekunder dapat mengalami pelipatan sehingga terbentuk struktur tiga dimensi yang merupakan struktur tersier molekul protein. Sifat yang menentukan struktur tersier suatu molekul protein telah ada di dalam struktur primernya. Begitu diperoleh kondisi yang sesuai, kebanyakan polipeptida akan segera melipat menjadi struktur tersier yang tepat karena biasanya struktur tersier ini merupakan konformasi dengan energi yang paling rendah. Akan tetapi, secara in vivo pelipatan yang tepat seringkali dibantu oleh protein-protein tertentu yang disebut kaperon.




Gambar 1.6. a)
Struktur protein sekunder : α-heliks






Gambar 1.6. b)
Struktur protein sekunder : lintasan β


Ketika pelipatan terjadi, asam-asam amino dengan rantai samping hidrofilik akan berada di bagian luar struktur dan asam-asam amino dengan rantai samping hidrofobik berada di dalam struktur. Hal ini menjadikan struktur tersier sangat stabil. Di antara sejumlah rantai samping asam-asam amino dapat terjadi berbagai macam interaksi nonkovalen seperti gaya van der Waals, ikatan hidrogen, jembatan garam elektrostatik antara gugus-gugus yang muatannya berlawanan, dan interaksi hidrofobik antara rantai samping nonpolar pada asam amino alifatik dan asam amino aromatik. Selain itu, ikatan disulfida (jembatan belerang) kovalen dapat terjadi antara dua residu sistein yang di dalam struktur primernya terpisah jauh satu sama lain.
Banyak molekul protein yang tersusun dari dua rantai polipeptida (subunit) atau lebih. Subunit-subunit ini dapat sama atau berbeda. Sebagai contoh, molekul hemoglobin mempunyai dua rantai α-globin dan dua rantai β-globin. Interaksi nonkovalen dan ikatan disulfida seperti yang dijumpai pada struktur tersier terjadi pula di antara subunit-subunit tersebut, menghasilkan struktur yang dinamakan struktur kuaterner molekul protein.
Dengan struktur kuaterner dimungkinkan terbentuknya molekul protein yang sangat besar ukurannya. Selain itu, fungsionalitas yang lebih besar juga dapat diperoleh karena adanya penggabungan sejumlah aktivitas yang berbeda. Modifikasi interaksi di antara subunit-subunit oleh pengikatan molekul-molekul kecil dapat mengarah kepada efek alosterik seperti yang terlihat pada regulasi enzim.
Di dalam suatu rantai polipeptida dapat dijumpai adanya unit-unit struktural dan fungsional yang semi-independen. Unit-unit ini dikenal sebagai domain. Apabila dipisahkan dari rantai polipeptida, misalnya melalui proteolisis yang terbatas, domain dapat bertindak sebagai protein globuler tersendiri. Sejumlah protein baru diduga telah berkembang melalui kombinasi baru di antara domain-domain. Sementara itu, pengelompokan elemen-elemen struktural sekunder yang sering dijumpai pada protein globuler dikenal sebagai motif (struktur supersekunder). Contoh yang umum dijumpai adalah motif βαβ, yang terdiri atas dua struktur sekunder berupa lembaran β yang dihubungkan oleh sebuah α-heliks. Selain domain dan motif, ada pula famili protein, yang dihasilkan dari duplikasi dan evolusi gen seasal. Sebagai contoh, mioglobin, rantai α- dan β-globin pada hemoglobin orang dewasa, serta rantai γ-, ε-, dan ζ-globin pada hemoglobin janin merupakan polipeptida-polipeptida yang berkerabat di dalam famili globin.


Asam amino
Di atas telah dikatakan bahwa protein merupakan polimer sejumlah asam amino. Bahkan ketika membicarakan struktur molekul protein, khususnya struktur sekunder dan tersier, kita telah menyinggung beberapa istilah yang berkaitan dengan struktur asam amino seperti rantai samping, gugus karboksil, dan gugus amino. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas sekilas struktur molekul asam amino. Kecuali prolin, dari 20 macam asam amino yang menyusun protein terdapat struktur molekul umum berupa sebuah atom karbon (α-karbon) yang keempat tangannya masing-masing berikatan dengan gugus karboksil (COO-), gugus amino (NH3+), proton (H), dan rantai samping (R). Selain pada glisin, atom α-karbon bersifat khiral (asimetrik) karena keempat tangannya mengikat gugus yang berbeda-beda. Pada glisin gugus R-nya berupa proton sehingga dua tangan pada atom α-karbon mengikat gugus yang sama.
Perbedaan antara asam amino yang satu dan lainnya ditentukan oleh gugus R-nya. Gugus R ini dapat bermuatan positif, negatif, atau netral sehingga asam amino yang membawanya dapat bersifat asam, basa, atau netral. Pengelompokan asam amino atas dasar muatan dan struktur gugus R-nya dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Pengelompokan asam amino







 

 


B.  HUBUNGAN DENGAN ILMU-ILMU BIOLOGI LAINNYA

Para peneliti biologi molekular menggunakan teknik-teknik khusus biologi molekular, namun kini semakin memadukan tersebut dengan teknik dan gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia. Tidak ada garis yang jelas antara disiplin ilmu ini. Secara umum keterkaitan bidang-bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

  • '' Biokimia '' adalah studi zat kimia dan proses penting yang terjadi dalam organisme hidup. Ahli biokimiamenitikberatkan pada peran, fungsi, dan struktur biomolekul. Studi kimia yang melatar belakangi proses-proses biologis dan sintesis molekul biologis aktif adalah contoh biokimia.
  • '' Genetika '' adalah studi tentang efek perbedaan genetika pada organisme. Hal  ini sering dapat disimpulkan oleh tidak adanya komponen normal (misalnya gen). Studiorganisme "mutan" yang kekurangan satu atau lebih komponen fungsional dengan menghormati apa yang disebut "wild type" atau normal fenotipe. Interaksi genetik (epistasis) dapat sering memalukan interpretasi yang sederhana seperti "knock-out" studi.
  • '' Biologi molekuler '' adalah studi tentang dasar-dasar molekul proses replikasi, transkripsi dan translasi bahan genetik. Dogma sentral dari biologi molekuler di mana materi genetik ditranskripsi menjadi RNA dan kemudian diterjemahkan menjadi protein, meskipun gambaran yang disederhanakan biologi molekular, masih menyediakan titik awal yang baik untuk memahami bidang.
Banyak karya dalam biologi molekuler adalah kuantitatif, dan pekerjaan baru banyak yang telah dilakukan pada interfase biologi molekuler dan ilmu komputer dalam bioinformatika dan biologi komputasi. Pada awal tahun 2000-an, studi tentang struktur dan fungsi gen, genetika molekular, telah menjadi sub-bidang yang paling menonjol di antara bidang biologi molekuler.
Semakin banyak cabang biologi lainnya yang menitikberatkan pada molekul, baik secara langsung mempelajari interaksi mereka sendiri seperti pada biologi sel dan biologi perkembangan, atau secara tidak langsung, di mana teknik biologi molekular digunakan untuk menyimpulkan ciri-ciri historis populasi atau spesies dalam bidang biologi evolusioner seperti genetika populasi dan filogenetika.



C.      TEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR 
Sejak akhir 1950-an dan awal 1960-an, ahli biologi molekuler telah belajar untuk karakterisasi, mengisolasi, dan memanipulasi komponen molekul sel dan organisme.Komponen-komponen ini mencakup DNA, gudang informasi genetik, RNA, kerabat dekat dari DNA yang berkisar dari fungsi melayani sebagai copy pekerjaan sementara DNA untuk fungsi strukturaldan enzim aktual serta bagian struktural dan fungsional dari aparat translasi, dan protein, tipestruktur dan enzim utama dari molekul dalam sel.

1.      EKSPRESI KLONING
Salah satu teknik yang paling dasar biologi molekuler untuk mempelajari fungsi protein adalah kloning ekspresi. Dalam teknik ini, DNA coding untuk suatu protein bunga kloning (menggunakan PCR dan / atau enzim restriksi) ke dalam sebuah plasmid (dikenal sebagai vektor ekspresi). Plasmid ini mungkin memiliki elemen promotor khusus untuk mendorong produksi protein yang menarik, dan mungkin juga memiliki penanda resistensi antibiotik untuk membantu mengikuti plasmid.
Plasmid ini dapat dimasukkan ke dalam sel-sel bakteri baik atau hewan. Memperkenalkan DNA ke dalam sel bakteri dapat dilakukan dengan transformasi (melalui penyerapan DNA telanjang), konjugasi (melalui kontak sel-sel) atau dengan transduksi (melalui vektor virus). Memperkenalkan DNA ke dalam sel eukariotik, seperti sel hewan, dengan cara fisik atau kimia yang disebut transfeksi. Beberapa teknik transfeksi berbeda tersedia, seperti transfeksi kalsium fosfat, elektroporasi, injeksi dan transfeksi liposom. DNA juga dapat diperkenalkan ke dalam sel eukariotik menggunakan virus atau bakteri sebagai pembawa, yang terakhir ini kadang-kadang disebut bactofection dan khususnya menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Plasmid dapat diintegrasikan ke dalam genom, menghasilkan transfeksi stabil, atau mungkin tetap independen dari genom, yang disebut transfeksi sementara.
Dalam kedua kasus, DNA coding untuk suatu protein yang menarik sekarang di dalam sel, dan protein sekarang dapat dinyatakan. Berbagai sistem, seperti promotor diinduksi dan spesifik sel-sinyal faktor, yang tersedia untuk membantu mengekspresikan protein kepentingan di tingkat tinggi. Jumlah besar protein kemudian dapat diekstrak dari sel bakteri atau eukariotik. Protein dapat diuji untuk aktivitas enzimatik bawah berbagai situasi, protein dapat mengkristal sehingga struktur tersier yang dapat dipelajari, atau, dalam industri farmasi, aktivitas obat baru terhadap protein dapat dipelajari.

2.      POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Reaksi berantai polimerase adalah teknik yang sangat serbaguna untuk menyalin DNA. Secara singkat, PCR memungkinkan urutan DNA tunggal untuk disalin (jutaan kali), atau diubah dengan cara-cara yang telah ditentukan. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk memperkenalkan situs enzim restriksi, atau untuk bermutasi (mengubah) basa tertentu DNA, yang terakhir adalah metode disebut sebagai "perubahan Cepat". PCR juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu fragmen DNA tertentu ditemukan di perpustakaan cDNA. PCR memiliki banyak variasi, seperti PCR transkripsi terbalik (RT-PCR) untuk amplifikasi RNA, dan, baru-baru ini, real-time PCR (QPCR) yang memungkinkan untuk pengukuran kuantitatif molekul DNA atau RNA.

A. Prinsip Kerja
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonukleotida tertentu dapat diperoleh. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA template, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’3’ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.
B. Kegunaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
  1. amplifikasi urutan nukleotida.
  2. menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
  3. bidang kedokteran forensik.
  4. melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
C. Waktu yang Dibutuhkan
  1. 1-2 hari
  2. PCR: 3-6 jam atau semalam
  3. Polyacrylamide gel electrophoresis using “Mighty-small II” gel apparatus: 2.5 hours poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan “Mighty-small II” bahan gel: 2,5 jam
  4. Etidium bromide staining dan fotografi: 45 menit

D. Reagen Khusus
  1. Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
  2. Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
  3. Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang digabung.
  4. Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
  5. Minyak mineral ringan
  6. Akrilamida (grade elektroforesis)
  7. N, N’-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
  8. Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
  9. TEMED (N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
E. Peralatan Khusus
  1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
  2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
  3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)
Komponen PCR lainnya:
1) Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin


2) Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer.
3) Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
F. Tahapan PCR
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.

3) Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
G. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)
RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa. Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3, maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.
H. Metoda Deteksi Produk PCR
Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah jutaan copy, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR perlu diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan produk PCR serta sekaligus bertujuan untuk mengetahui ukuran produk PCR dan mengetahui apakah produk yang dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan. Salah satu metoda deteksi yang umum dilakukan adalah elektroforesis gen agarosa.

3.      ELEKTROFORESIS

Saat ini, teknik pemisahan dan pemurnian DNA/RNA merupakan teknik yang tidak dapat dipisahkan dari biologi molekular. Hampir semua penelitian DNA/RNA melibatkan pemisahan dan pemurnian yang tekniknya cukup beragam. Elektroforesis adalah salah satu teknik pemisahan paling populer, maka tak heran jika elektroforesis disebut sebagai pintu gerbang dari berbagai penelitian biologi molekular. Pada prinsipnya elektroforesis itu adalah teknik pemisahan campuran molekul yang didasarkan pada perbedaan muatan listriknya sehingga pergerakan molekul-molekul tersebut pada suatu fasa diam (stationary phase) dalam sebuah medan listrik akan berbeda-beda.

A.    Elektroforesis dengan Kertas Saring

Teknik pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan biokimia di awal tahun 1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular DNA/RNA hidrolisis. Tahun 1952, Markham dan Smith mempublikasikan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui mekanisme pembentukan zat antara (intermediate) posfat siklik, yang kemudian menghasilkan nukleosida 2′-monoposfat dan 3′-monoposfat.
Penelitian tersebut menggunakan suatu peralatan yang dapat memisahkan komponen campuran reaksi hidrolisis, salah satunya yaitu nukleotida ‘siklik’ yang membawa pada kesimpulan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui pembentukan intermediate phosfat siklik. Peralatan itu dinamakan ‘elektroforesis‘, yang dibuat dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah tangki kecil dan berbagai larutan penyangga (buffer). Nukleotida yang sudah terhidrolisis ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik dialirkan melalui kedua ujung alat elektroforesis.
Arus listrik yang dialirkan ini ternyata dapat memisahkan campuran kompleks reaksi tadi menjadi komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan minor antara struktur molekul RNA yang belum terhidrolisis, zat antara (intermediate) dan hasil reaksi (nukleosida 2′-monoposfat dan nukleosida 3′-monoposfat) yang menyebabkan mobilitas alias pergerakan mereka pada kertas saring berbeda-beda kecepatannya. Karena pada akhir proses elektroforesis komponen tersebut terpisah-pisah, mereka dapat mengisolasi dan mengidentifikasi setiap komponen tersebut.

B.     Elektroforesis Gel Kanji

Elektroforesis gel adalah salah satu alat utama biologi molekular. Prinsip dasarnya adalah bahwa DNA, RNA, dan protein semuanya dapat dipisahkan dengan medan listrik. Dalam elektroforesis gel agarosa, DNA dan RNA dapat dipisahkan berdasarkan ukurandengan menjalankan DNA melalui gel agarosa. Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran dengan menggunakan gel SDS-PAGE, atau atas dasar ukuran dan muatan listrik dengan menggunakan apa yang dikenal sebagai elektroforesis gel 2D.











Starch Gel Electrophoresis
Selanjutnya teknik elektroforesis dikembangkan untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar. Tahun 1955 Smithies mendemonstrasikan bahwa gel yang terbuat dari larutan kanji dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein serum manusia. Caranya yaitu dengan menuangkan larutan kanji panas ke dalam cetakan plastik, setelah dibiarkan mendingin, kanji tersebut akan membentuk gel yang padat namun rapuh. Gel kanji berperan sebagai fasa diam (stationary phase) menggantikan kertas saring Whatman pada teknik terdahulu.
Ternyata elektroforesis gel yang diperkenalkan Smithies memicu para ilmuwan untuk menemukan bahan kimia lain yang dapat digunakan sebagai bahan gel yang lebih baik, seperti agarosa dan polimer akrilamida.  Dan penemuan elektroforesis gel kanji di awal karir Smithies membawanya menerima hadiah nobel bidang kedokteran tahun 2007.

C.    Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE)

Teknik elektroforesis gel makin berkembang dan disempurnakan, hingga 12 tahun kemudian ditemukan gel poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang terbentuk melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida. PAGE ini sanggup memisahkan campuran DNA/RNA atau protein dengan ukuran lebih besar.













Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE).
Meskipun aplikasi elektroforesis makin berkembang luas, namun ternyata teknik ini masih tidak mampu untuk memisahkan DNA dengan ukuran yang super besar, misalnya DNA kromosom. Campuran DNA kromosom tidak dapat dipisahkan meskipun ukuran mereka berbeda-beda.

D.   Pulse-Field Gel Electrophoresis (PFGE)









Skema Pulsed Field Gel Electrophoresis (PFGE)
Pertengahan 1980-an, Schwartz dan Cantor membeberkan ide cerdasnya untuk memisahkan campuran DNA berukuran super besar menggunakan teknik yang dinamakan Pulse-field Gradient Gel Electrophoresis (PFGE), yang menggunakan pulsa-pulsa pendek medan listrik tegak lurus yang arahnya berganti-ganti. Teknik PFGE kini digunakan secara luas oleh para ahli biologi dalam studi genotyping berskala masif, juga analisa epidemiologi molekular pada patogen.
Keempat teknik di atas merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya dalam bidang biologi molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit dibayangkan sebuah laboratorium biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu tanpa teknik elektroforesis. Tanpa elektroforesis, DNA/RNA yang sedang kita teliti akan bercampur dengan kontaminan yang tidak kita inginkan, sulit pula membayangkan cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih praktis selain dengan elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun sangat bergantung pada teknik elektroforesis ini. Terima kasih kepada Markham dan Smith yang telah mencoba meneteskan RNA hidrolisat pada selembar kertas saring dan memisahkannya dengan arus listrik.

4.     MAKROMOLEKUL BLOTTING DAN MENYELIDIK

Istilah ''northern'', ''western'' dan ''eastern” blotting berasal awalnya berasal dariistilah biologi molekuler yang berlaku di masa“Southern” blotting, setelah teknik yang dijelaskan oleh Edwin Southern tentang  hibridisasi dari DNA blotted. Patricia Thomas, pengembang dari RNA blot yang kemudian dikenal sebagai blot “northern” sebenarnya tidak menggunakan istilah itu. Kombinasi lebih lanjut dari teknik ini menghasilkan istilah-istilah seperti ''southwesterns'' (hibridisasi protein-DNA), ''northwesterns'' (untuk mendeteksi interaksi protein-RNA) dan “farwesterns” (interaksi protein-protein.

Southern blotting

Blot Southern merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran.Metode ini diambil dari nama penemunya yaitu Edward M. Southern.Prinsipnya adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern adalah membran nitroselulosa.
Blot Southern merupakan sebuah metode yang sering digunakan dalam bidang biologi molekuler untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA dalam suatu sampel DNA. Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari Inggris yang bernama Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di Universitas Edinburgh.
Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe.Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal dengan menggunakan DNA sebagai pelacak.  Selain Blot Southern, metode lain yang mirip dan dikembangkan dari Blot Southern adalah Blot Western, Blot Northern, dan Blot Southwestern yang memiliki prinsip yang sama, namun molekul yang akan dideteksi dan pelacak yang digunakan berbeda. Kegunaan dari Blot Southern adalah untuk menganalisis keberadaan mutan yang ada pada suatu organisme dan dapat diketahui ukuran dari gen yang menjadi mutan pada organisme tersebut.
Tahap awal dari metode Blot Southern adalah pendigestian DNA dengan enzim restriksi endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. setelah DNA ditransfer ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC) kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabel radioaktif, tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA utas tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-ray melalui autoradiografi.






                        (a)                                                                          (b)
Gambar (a).Gel agarose hasil elektroforesis pada pemeriksaan gen hasil transformasi (b). Hasil visualisasi blot southern pada film X-ray melalui autoradiografi
Teknik Blot Southern telah digunakan dalam berbagai aplikasi di bidang kesehatan maupun pada rekayasa genetika. Salah satunya digunakan untuk menganalisis sistem major histokompatibilitas pada tikus dan menganalisis penyusunan klon dari gen T-cell receptor penyakit luka yang diakibatkan oleh mikosis dari fungoides.

Northern blotting

Blot Northern digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul RNA sebagai perbandingan relatif antara sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada dasarnya adalah kombinasi dari denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah blot. Dalam proses ini RNA dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel urutan kepentingan. Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara, tergantung pada label yang digunakan, namun kebanyakan hasil dalam penyataan ‘band’ menunjukkan ukuran RNA yang terdeteksi dalam sampel. Intensitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis. Prosedur ini umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa banyak bahwa RNA hadir dalam sampel yang berbeda. Hal tersebut adalah salah satu alat paling dasar untuk menentukan pada waktu kapan, dan dalam kondisi apa, gen-gen tertentu dinyatakan dalam jaringan hidup.

Western blotting


Teknik ini pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette. Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogenat ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Western blot dapat mendeteksi suatu protein dalam kombinasinya dengan sangat banyak protein lain, dapat memberikan informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut.
Western blot adalah proses pemindahan protein dari gel hasil elektroforesis ke membran. Membran ini dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap.
Metode analog dengan blotting western dapat digunakan untuk langsung noda protein tertentu dalam sel hidup atau bagian jaringan. Namun, metode “immunostaining”lebih sering digunakan dalam penelitian biologi sel.












Eastern blotting
Teknik blotting easterndigunakan untuk mendeteksi modifikasi pasca-translasi protein. Protein mengeringkan ke nitroselulosa membran PVDF atau yang diperiksa untuk modifikasi menggunakan substrat tertentu.

Array

Sebuah array DNA adalah kumpulan bintik-bintik melekat pada dukungan solid seperti slide mikroskop dimana spot masing-masing berisi satu atau lebih beruntai tunggal oligonukleotida fragmen DNA. Array memungkinkan untuk meletakkan jumlah besar bintik-bintik yang sangat kecil (100 diameter micrometre) pada slide tunggal. Setiap tempat memiliki molekul DNA fragmen yang melengkapi urutan DNA tunggal (mirip dengan blotting Selatan). Sebuah variasi dari teknik ini memungkinkan ekspresi gen dari suatu organisme pada tahap tertentu dalam pembangunan yang berkualitas (profiling ekspresi). Dalam teknik ini RNA dalam jaringan adalah terisolasi dan diubah menjadi cDNA berlabel. Ini cDNA ini kemudian hibridisasi dengan fragmen di array dan visualisasi hibridisasi dapat dilakukan. Sejak beberapa array dapat dilakukan dengan posisi yang sama persis fragmen mereka sangat berguna untuk membandingkan ekspresi gen dari dua jaringan yang berbeda, seperti jaringan sehat dan kanker. Juga, kita dapat mengukur apa gen disajikan dan bagaimana perubahan ekspresi yang dengan waktu atau dengan faktor lain. Sebagai contoh, ragi roti yang umum itu,''Saccharomyces cerevisiae'', mengandung sekitar 7000 gen, dengan microarray, orang dapat mengukur secara kualitatif bagaimana gen masing-masing dinyatakan, dan bagaimana bahwa perubahan ekspresi, misalnya, dengan perubahan suhu.
Ada banyak cara yang berbeda untuk mendesain mikroarray; yang paling umum adalah chip silikon, mikroskop slide dengan bercak ~ 100 diameter micrometre, array kustom, dan array dengan bercak yang lebih besar pada membran berpori (macroarrays). Ada bisa dimana saja dari 100 spot ke lebih dari 10.000 pada array yang diberikan.
Array juga dapat dibuat dengan molekul lain dari DNA. Sebagai contoh, sebuah array antibodi dapat digunakan untuk menentukan apa yang protein atau bakteri yang hadir dalam sampel darah.




Oligonukleotida spesifik alel

Oligonukleotida alel spesifik (ASO) adalah teknik yang memungkinkan deteksi mutasi basa tunggal tanpa memerlukan elektroforesis PCR atau gel. Pendek (20-25 nukleotida panjang), probe berlabel terkena DNA target non-terfragmentasi. Hibridisasi terjadi dengan kekhususan tinggi karena panjang pendek dari probe dan bahkan perubahan basa tunggal akan menghambat hibridisasi. DNA target kemudian dicuci dan probe label yang tidak berhibridisasi dihapus. DNA target kemudian dianalisa untuk kehadiran probe melalui radioaktivitas atau fluoresensi. Dalam percobaan ini, seperti dalam kebanyakan teknik biologi molekular, kontrol harus digunakan untuk memastikan percobaan berhasil. Illumina Metilasi Assay adalah contoh dari sebuah metode yang mengambil keuntungan dari teknik ASO untuk mengukur satu perbedaan pasangan basa secara berurutan.
D.           Fungsi Biologi Molekular Dalam Bidang Kesehatan
Biologi molekuler memiliki beberapa peranan penting di bidang kesehatan. Beberapateknik molekuler telah digunakan secara luas seperti penelitian mengenai gen, protein daninteraksi antara gen, lingkungan dan penyakit. Penemuan-penemuan baru dalam bidang biologimolekuler mempunyai banyak peran dalam kehidupan manusia, seperti menyingkap misteri dibalik penyakit yang dahulu tidak diketahui asal usulnya, terapi gen, dan produk-produk  bioteknologi. Berikut ini adalah beberapa aplikasi biologi molekuler di bidang kesehatan:
1)      Pengembangan produk farmasi seperti produk biosimilar (vaksin virus hepatitis B, produksi insulin rekombinan, dan lain-lain)
2)      Diagnosa penyakit dengan metode DNA rekombinan
3)      Diagnosa penyakit genetik berdasarkan teknik hibridisasi DNA rekombinan
4)      Terapi gen dalam pengobatan penyakit genetic
5)      Forensik dengan penggunaan ´DNA fingerprinting´

1)      Produk Farmasi
Bioteknologi telah menyediakan metode untuk produk farmasi yang memiliki keuntunganlebih murah, mengurangi resiko penggunaan produk akhir dan menghilangkan ketergantunganterhadap organ binatang. Beberapa produk farmasi selain insulin yang telah diproduksi denganteknologi DNA rekombinan adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1. Produk farmasi lain dengan teknologi DNA rekombinan
Produk
Kegunaan
Hormon adenocorticotropic
Pengobatan penyakit rematik 
Alfa dan gamma interferon
Terapi kanker dan infeksi virus
Sel beta faktor pertumbuhan
Penggobatan kelainan imun
Erytropoietin
Pengobatan anemia
Hormon pertumbuhan manusia
Terapi defisiensi pertumbuhan pada anak-anak 
Lympotoxin
antitumor 
Vaksin hepatitis B
Mencegah hepatitis B
Interleukin-2
Pengobatan kanker, merangsang sistem imun
Antibodi monoklonal
Terapi kanker dan rejeksi transplantasi 
Nerve growth factor
Memperbaiki syaraf yang rusak 
Praurokinase Antikoagulan
terapi serangan jantung
Platelet-derived growt factor
Mengobati artherosclerosis

 
a)      Diagnosa penyakit
Diagnosis yang akurat dan cepat merupakan sesuatu yang mutlak pada diagnosa penyakit. Terdapat dua cara diagnosa penyakit menggunakan teknologi DNA rekombinan, yaitu (a) melibatkan penggunaan antibodi, (b) berdasarkan teknik hibridisasi DNA.
Perbedaan susunan dan jumlah pasang basa DNA untuk tiap-tiap orang, baik DNA nukleus maupun DNA mitokondria, menjadikan DNA sebagai identitas yang spesifik. Hal inilah yang menjadi dasar dari identifikasi seseorang dengan melihat DNAnya. Selain itu, adanya penurunan DNA dari parental ke anakan juga membuat analisis hubungan kekerabatan menjadi lebih mudah dan akurat. Dengan kata lain, dalam menganalisis hubungan kekerabatan (keturunan) maka DNA yang dianalisis merupakan sesuatu yang bersifat spesifik (khas) dan diturunkan. Berikut prinsip kerja dari beberapa contoh diagnosis molekuler:


1.   Diagnosis molekuler DNA nukleus
·                      Short Tandem Repeat (STR)
Short Tandem Repeat merupakan pengulangan dari beberapa nukleotida dengan panjang dua hingga lima pasang basa dalam jarak yang berdekatan. STR yang berbeda-beda untuk setiap orang menjadikannya sebagai profil genetik yang khas. STR bersifat diturunkan, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan (parental). Dengan mendeteksi keberadaan STR seseorang maka dapat ditentukan apakah orang tersebut merupakan keturunan dari orang tertentu.
·                      Restriction Frame Length Polymorphism (RFLP)
RFLP merupakan teknik analisis DNA dengan menggunakan enzim restriksi untuk memotong DNA pada variasi-variasi dan panjang tertentu untuk selanjutnya dianalisis menggunakan teknik elektroforesis. DNA akan dipotong dengan enzim endonuklease pada nukleotida spesifik, di mana nukleotida spesifik ini bersifat khas dan diturunkan. DNA yang sudah dipotong akan dielektroforesis dan dianalisis sesuai panjang tiap-tiap pita.
·                      Combined DNA Index System (CODIS)
CODIS merupakan database DNA yang dikembangkan oleh FBI Amerika Serikat yang digunakan untuk membantu di bidang penyelidikan atau pengidentifikasian tersangka kriminal. CODIS bekerja dengan cara mengidentifikasi tiga belas marker (penanda) yang bersifat spesifik untuk setiap orang.
·                      Variable Number Tandem Repeat (VNTR)
VNTR merupakan sebuah lokasi pada genom di mana sekuens-sekuens nukleotida pendek tersusun menjadi tandem berulang. Perbedaan VNTR dari STR adalah jumlah pola pengulangan tandem, di mana pada STR terjadi pengulangan antara sepuluh hingga enam puluh kali, sedangkan pada VNTR terjadi pengulangan secara acak atau variabel.







2.   Diagnosis molekul DNA mitokondria
·                      mtDNA testing
mtDNA testing merupakan teknik analisa menggunakan DNA yang terdapat di mitokondria. Prinsip kerja mtDNA testing adalah bahwa mtDNA pada seseorang ditransmisikan dari garis maternal. Menutrut kesepakatan terdapat tiga region utama pada mtDNA, yaitu region pengkode, region HVR1, dan region HVR2.  mtDNA testing akan menganalisa nukleotida yang terdapat pada HVR1 dan HVR2 untuk kemudian dibandingkan dan dicari persamaan dan perbedaannya dengan hasil mtDNA testing milik orang lain yang dibandingkan.
DNA dapat di isolasi dari darah pasien, yang mengandung DNA virus dan DNA manusia. Jikatelah diketahui virus yang dicari dan jika urutan DNA virus ini sudah tersedia dalam sumber literature maka dapat segera dirancang oligonukleotida pendek (probe) yang dilabeli radioaktif dan akan dapat berhibridisasi dengan DNA virus. Jadi apabila terdapat DNA virus dalam sampel,maka probeakan menempel dan dapat dilihat dengan autoradiografi.Masalah yang dihadapi dengan teknik ini adalah bila level infeksinya rendah, hanyaterdapat sedikit DNA virus, sehingga sulit dideteksi. Namun masalah ini dapat di atasi denganadanya teknik PCR. PCR digunakan untuk memperbanyak DNA. Primer PCR dapat dirancang,yang akan memperbanyak potongan DNA virus. Setelah itu produk PCR dihibridisasimenggunakanprobeseperti diatas. Diagnosa ini sangat akurat, spesifik dan cepat dibandingkanteknik tradisional seperti pengkulturan organisme.

b)      Diagnosa dan pengobatan penyakit genetik 
Penyakit genetik adalah penyakit yang disebabkan karena kerusakan informasi genetik  baik tingkat gen maupun tingkat kromosom, dan diturunkan ke generasi berikutnya. Penyakit ini bisa disebabkan karena kerusakan pada banyak gen atau pada satu gen.
Prinsip diagnosa berdasarkan teknik hibridisasi dapat digunakan untuk diagnosa penyakit genetik. Misalkanmutasi spesifik diketahui merupakan penyebab dari penyakit tertentu. Seperti penyakitAlzheimer, probeDNA yang dirancang dapat berhibridisasi untuk mendeteksi mutasi tersebut.Sehingga diagnosa genetik dapat dilakukan menggunakan teknik yang sama dengan yangdigunakan untuk diagnosa penyakit infeksi. Pengobatannya dapat digunakan dengan terapi gen.

c)        Terapi gen dalam pengobatan penyakit genetik 
Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung jawabterhadap suatu penyakit. Selama ini pendekatan terapi gen yang berkembang adalahmenambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami ketidak normalan. Pendekatan lainadalah melenyapkan gen abnormal dengan gen normal dengan melakukan rekombinasi homolog.Pendekatan ketiga adalah mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi balik selektif, sedemikian rupa sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut. Selain pendekatan-pendekatantersebut, ada pendekatan lain untuk terapi gen, yaitu mengendalikan regulasi ekspresi genabnormal tersebut. Contohnya pada terapi sel reproduksi dan terapi sel somatic.


d)     Forensik dengan penggunaan ´DNA fingerprinting´
Salah satu yang sudah dipublikasikan secara legal adalah penggunaan ´DNAfingerprinting´. Teknik ini berdasarkan pada aplikasi RFLP (Restriction Fragment LengthPolymorphism) yang berdasarkan kenyataan bahwa setiap individu, walaupun mempunyai genyang sama, tapi pasti punya perbedaan pada materi genetiknya (DNA). Perbedaan ini umumnyaterjadi pada daerah ´bukan pengkode protein´. DNA fingerprinting bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan materi genetik, dalam rangka menentukan apakah dua sampel DNA berasal dari orang yang sama atau orang yang berbeda. Teknik ini dapat digunakan untuk membuktikan suatu tindak kriminal. Metoda yang digunakan adalah PCR, RFLP, elektroforesisdan hibridisasi.Sampel DNA dapat disiapkan dati materi yang ditemukan dilokasi kriminal, sepertidarah, semen atau rambut. PCR digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik daritersangka dan korban kejahatan. Produk PCR dipotong dengan enzim restriksi dan dipisahkandengan gel elektroforesis, diikuti dengan transfer ke membran nitroselulosa dan hibridisasidengan probe spesifik. Bila sampel DNA dari tersangka dan korban memperlihatkan DNAbandyang sama setelah hibridisasi, maka dengan perhitungan statistik dapat dikatakan bahwa sampeltersebut berasal dari orang yang sama.























BAB III
KESIMPULAN

Biologi molekuler adalah lanjutan dua cabang ilmu sebelumnya yaitu genetika dan biokimia. Ilmu biologi molekuler mempunyai peranan yang sangat luas bagi kesejahteraanmasyarakat salah satunya dibidang kesehatan. Contohnya yaitu terapi molekular seperti pada pengobatan penyakit SCID (Severe Combained Immuno Deficiency), penanggulangan penyakitketurunan seperti talasemia, fibrosis kistik, hemofilia, dan penyakit kanker. Mengingat sangat pentingnya ilmu biologi molekuler bagi kelangsungan hidup manusia maka diperlukan pengembangan disegala aspek sehingga mampu memberi manfaat yang lebih luas bagikehidupan manusia khususnya dibidang kesehatan.























Daftar Pustaka

1)      Ghaffar, Shabarni, 2007, Buku Ajar Bioteknologi Moloekuler, Unpad Press ; Bandung
2)   Provost,   P .,    et       al.      2002.          Ribonu- clease Activity and RNA binding of recombinant human Dicer. The EMBO Journal 21(21): 5864- 5874.
3)   Roberts,   J.P .   2004. Gene therapy’s Fall and Rise (Again). The Scien- tist 18(18): 22-24.
4)   Tang, G. 2005. siRNA and miRNA: an insight into RISCs, TRENDS in Molecular Medicine        30(2).
5)   Thenawijaya, M. 1994. Leh- ninger, Dasar-dasarBiokimia. Jilid 3. PenerbitErlangga. Hal: 123-233.
6)   Wang, M.B. et al., 2004. On the role of RNA silencing in the pathogenicity and evolution of viroids and viral satellite. ProcNatlAcadSci 101: 3275-3280.
7)   Xia, H. et al. 2004. RNAi sup- presses polyglutamine-induced neurodegeration in a model of spinocerebellar ataxia. Nature Methods 10: 816-820.25. Y ague,    E,      et      al.    2004.   Complete reversal of multidrug resistance by stable expression of small in- terfering RNAs targeting MDR1E. Gene Therapy 11:1170- 1174.
8)      Anonim, 2009, Teknologi Biologi Molekuler, available athttp://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.news-medical.net/health/What-is-Molecular-Biology.aspx,
9)      Anonim , 2006, Biologi Molekuler, available athttp://wikipedia.com,
13)  Sagan L. On the origin of mitosing cells. J Theor Biol 1967 Mar;14(3):255-74.
14)  [4] Greenstein B, Greenstein A. Medical biochemistry at a glance. Oxford: Blackwell Sciences Ltd; 1996. p.3.
15)  [5] Schatz G, Halsbrunner E, Tuppy H. Deoxyribonucleic acid associated with yeast mitochondria. Biochemical and biophysical research communication 1964;15:127-32.
16)  [6] Kornberg RD. Chromatin structure: a repeating structure of histones and DNA. Science 1972;184:868-71.
17)  [7] Lotter K. What is mitochondrial DNA? [Online]. Available from: URL:http://forensicscience.suite101.com/article.cfm/what_is_mitochondrial_dna
18)  [8] Campbell N, Reece J, Mitchell L. Biologi. 5th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002. p.248-9.
19)  [9] Sutovsky P, Moreno RD, Ramalho-Santos J, Dominko T, Simerly C, Schatten G. Ubiquitin tag for sperm mitochondria. Nature 1999 November 25;402(6760):371-2.
20)  [10] Sutovsky P, Moreno RD, Ramalho-Santos J, Dominko T, Simerly C, Schatten G. Ubiquitin sperm mitochondria, selective proteolysis, and regulation of mitochondrial inheritance in mammalian embryos. Biol Reprod 2006 August;63(2):682-90.
21)  [11] Wikipedia the free Encyclopedia. Short tandem repeat [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/short_tandem_repeat
22)  [12] The Biology Project University of Arizona. [Online]. Available from: URL:http://www.biology.arizona.edu/Human_bio/activities/blackett2/str_description.html
23)  [13] Wikipedia the free Encyclopedia. Restriction frame length polymorphism [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/RFLP
24)  [14] Wikipedia the free Encyclopedia. Combined DNA index system [Online].  Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/CODIS
25)  [15] Wikipedia the free Encyclopedia. Variable number tandem repeat [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/VNTR
26)  [16] Wikipedia the free Encyclopedia. Tandem repeat [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/tandem_repeat
27)  [17] Wikipedia the free Encyclopedia. Genealogical DNA test [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/genealogical_DNA 

No comments:

Post a Comment