BAB I
PENDAHULUAN
Saya herry setya yudha utama, mencoba memaparkan pengetahuan biologi molekuler mudah mudahan bermanfaat
Saya herry setya yudha utama, mencoba memaparkan pengetahuan biologi molekuler mudah mudahan bermanfaat
Biologi
molekuler merupakan kelanjutan dua cabang ilmu yang sudah ada sebelumnya, yaitu
Genetika dan Ilmu Biokimia. Biologi
molekuler terutama berkutat memahami interaksi antara berbagai sistem sel,
termasuk interaksi antara DNA, RNA dan protein biosintesis dan juga belajar
bagaimana interaksi ini diatur. Awal Biologi
molekuler ditandai dengan adanya penemuanstruktur heliks ganda DNA oleh Watson
dan Crick pada tahun 1953. Penemuan lainnya adalah bahwa suatu gen
menentukan suatu protein, mekanismenya dirumuskan dalam konsep yang dikenal
sebagai dogma sentral yaitu urutan nukleotida dalam DNA menentukan urutan nukleotida
dalam RNA yang selanjutnya menetukan urutan asam amino dalam protein.
Perkembangan
biologi molekular menjadi lebih dipercepat dengan munculnya rekayasa
genetik yang memungkinkan pengandaan dan isolasi gen sehingga struktur dan
fungsi gen dapat dipelajari. Peran sentral dalam kehidupan sel dimainkan oleh
protein (polipeptida) dan DNA (gen).Selain peran tradisional protein sebagai
enzim, protein memainkan berbagai peran lain sepertimembentuk sitoskeleton dan
matriks antar sel, reseptor, hormon, antibodi, faktor pertumbuhan,faktor
transkripsi, dan berbagai peran lain. Protein tertentu secara langsung maupun
tak langsungmengatur proliferasi dan diferensiasi sel, histogenesis,
oranogenesis, bahkan ada protein tertentuyang mengatur kematian sel
(apoptosis).
Semua sifat
yang dimiliki oleh organisme ditentukanoleh gen-gen yang dimilikinya. Gen
merupakan bagian-bagian dari urutan asam nukleat yangterdapat pada DNA.
Terdapat dua kategori gen, yaitu gen struktural dan gen regulator.
Gen-genstruktural mengkode urutan asam amino dalam protein, seperti enzim, yang
menentukankemampuan biokimia dari organisme pada reaksi katabolisme dan
anabolisme, atau berperansebagai komponen tetap pada struktur sel. Gen-gen
regulator berfungsi mengontrol tingkatekspresi gen struktural, mengatur laju
produksi protein produknya dan berhubungan denganrespon terhadap signal intra
dan ekstraselular. Karena sintesis protein dikendalikan oleh gen,maka gen dapat
dikatakan mengatur segala aspek kehidupan sel atau organisme.Di bidang kedokteran
perkembangan biologi molekuler memberi dampak pada hampir semua ilmu
pre-klinik seperti: genetika, histologi, embriologi, fisiologi,
mikrobiologi, parasitologi, patologi, imunologi, dan farmakologi. Salah
satu bentuk peranan biologi molekular dalam bidang kedokteran adalah adanya
terapi molekular seperti pada pengobatan penyakit SCID(Severe Combained Immuno
Deficiency), penanggulangan penyakit keturunan seperti talasemia,fibrosis
kistik, hemfilia, dan penyakit kanker.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
RUANG
LINGKUP
Biologi Molekuler
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara struktur dan
fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi hubungan tersebut terhadap
pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia. Secara lebih ringkas
dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler mempelajari dasar-dasar molekuler
setiap fenomena hayati. Oleh karena itu, materi kajian utama di dalam ilmu ini
adalah makromolekul hayati, khususnya asam nukleat, serta proses pemeliharaan,
transmisi, dan ekspresi informasi hayati yang meliputi replikasi, transkripsi,
dan translasi.
Meskipun sebagai cabang
ilmu pengetahuan tergolong relatif masih baru, Biologi Molekuler telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat semenjak tiga dasawarsa yang lalu.
Perkembangan ini terjadi ketika berbagai sistem biologi, khususnya mekanisme
alih informasi hayati, pada bakteri dan bakteriofag dapat diungkapkan. Begitu
pula, berkembangnya teknologi DNA rekombinan, atau dikenal juga sebagai
rekayasa genetika, pada tahun 1970-an telah memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi perkembangan Biologi Molekuler. Pada kenyataannya berbagai teknik
eksperimental baru yang terkait dengan manipulasi DNA memang menjadi landasan
bagi perkembangan ilmu ini.
Biologi Molekuler
sebenarnya merupakan ilmu multidisiplin yang melintasi sejumlah disiplin ilmu
terutama Biokimia, Biologi Sel, dan Genetika. Akibatnya, seringkali terjadi
tumpang tindih di antara materi-materi yang dibahas meskipun seharusnya ada
batas-batas yang memisahkannya. Sebagai contoh, reaksi metabolisme yang diatur
oleh pengaruh konsentrasi reaktan dan produk adalah materi kajian Biokimia.
Namun, apabila reaksi ini dikatalisis oleh sistem enzim yang mengalami
perubahan struktur, maka kajiannya termasuk dalam lingkup Biologi Molekuler.
Demikian juga, struktur komponen intrasel dipelajari di dalam Biologi Sel,
tetapi keterkaitannya dengan struktur dan fungsi molekul kimia di dalam sel
merupakan cakupan studi Biologi Molekuler. Komponen dan proses replikasi DNA
dipelajari di dalam Genetika, tetapi macam-macam enzim DNA polimerase beserta
fungsinya masing-masing dipelajari di dalam Biologi Molekuler.
Beberapa proses hayati
yang dibahas di dalam Biologi Molekuler bersifat sirkuler. Untuk mempelajari
replikasi DNA, misalnya, kita sebaiknya perlu memahami mekanisme pembelahan
sel. Namun sebaliknya, alangkah baiknya apabila pengetahuan tentang replikasi
DNA telah dikuasai terlebih dahulu sebelum kita mempelajari pembelahan sel.
A. Tinjauan Sekilas tentang Sel
Oleh karena sebagian
besar makromolekul hayati terdapat di dalam sel, maka kita perlu melihat
kembali sekilas mengenai sel, terutama dalam kaitannya sebagai dasar
klasifikasi organisme. Berdasarkan atas struktur selnya, secara garis besar
organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prokariot dan eukariot. Di
antara kedua kelompok ini terdapat kelompok peralihan yang dinamakan Archaebacteria atau Archaea.
Prokariot
Prokariot merupakan
bentuk sel organisme yang paling sederhana dengan diameter dari 1 hingga 10 μm.
Struktur selnya diselimuti oleh membran
plasma (membran sel) yang tersusun dari lemak lapis ganda. Di sela-sela
lapisan lemak ini terdapat sejumlah protein integral yang memungkinkan
terjadinya lalu lintas molekul-molekul tertentu dari dalam dan ke luar sel.
Kebanyakan prokariot juga memiliki dinding
sel yang kuat di luar membran plasma untuk melindungi sel dari lisis,
terutama ketika sel berada di dalam lingkungan dengan osmolaritas rendah.
Bagian dalam sel secara
keseluruhan dinamakan sitoplasma atau
sitosol. Di dalamya terdapat
sebuah kromosom haploid sirkuler yang dimampatkan dalam suatu nukleoid (nukleus semu), beberapa
ribosom (tempat berlangsungnya sintesis protein), dan molekul RNA.
Kadang-kadang dapat juga dijumpai adanya plasmid (molekul DNA sirkuler di luar
kromosom). Beberapa di antara molekul protein yang terlibat dalam berbagai
reaksi metabolisme sel nampak menempel pada membran plasma, tetapi tidak ada
struktur organel subseluler yang dengan jelas memisahkan berlangsungnya masing-masing
proses metabolisme tersebut.
Permukaan sel prokariot
adakalanya membawa sejumlah struktur berupa rambut-rambut pendek yang dinamakan
pili dan beberapa struktur
rambut panjang yang dinamakan flagela.
Pili memungkinkan sel untuk menempel pada sel atau permukaan lainnya, sedangkan
flagela digunakan untuk berenang apabila sel berada di dalam media cair.
Sebagian besar
prokariot bersifat uniseluler meskipun ada juga beberapa yang mempunyai bentuk
multiseluler dengan sel-sel yang melakukan fungsi-fungsi khusus.
Prokariot dapat dibagi menjadi dua
subdivisi, yaitu Eubacteria dan
Archaebacteria atau Archaea. Namun, di atas telah
disinggung bahwa Archaea merupakan
kelompok peralihan antara prokariot dan eukariot. Dilihat dari struktur selnya,
Archaea termasuk dalam kelompok prokariot, tetapi evolusi molekul
rRNA-nya memperlihatkan bahwa Archaea lebih mendekati eukariot.
Perbedaan antara Eubacteria dan Archaea terutama terletak pada
sifat biokimianya. Misalnya, Eubacteria
mempunyai ikatan ester pada lapisan lemak membran plasma, sedangkan
pada Archaea ikatan tersebut berupa ikatan eter. Salah satu contoh Eubacteria
(bakteri), Escherichia coli, mempunyai ukuran genom (kandungan DNA) sebesar 4.600 kilobasa (kb), suatu
informasi genetik yang mencukupi untuk sintesis sekitar 3.000 protein. Aspek
biologi molekuler spesies bakteri ini telah sangat banyak dipelajari. Sementara
itu, genom bakteri yang paling sederhana, Mycoplasma genitalium, hanya
terdiri atas 580 kb DNA, suatu jumlah yang hanya cukup untuk menyandi lebih
kurang 470 protein. Dengan protein sesedikit ini spesies bakteri tersebut
memiliki kemampuan metabolisme yang sangat terbatas.
Kelompok Archaea biasanya
menempati habitat ekstrim seperti suhu dan salinitas tinggi. Salah satu contoh Archaea,
Methanocococcus jannaschii, mempunyai genom sebesar 1.740 kb yang
menyandi 1.738 protein. Bagian genom yang terlibat dalam produksi energi dan
metabolisme cenderung menyerupai prokariot, sedangkan bagian genom yang
terlibat dalam replikasi, transkripsi, dan translasi cenderung menyerupai
eukariot.
Gambar 1.1.
Diagram skematik sel prokariot
Eukariot
Secara taksonomi
eukariot dikelompokkan menjadi empat kingdom, masing-masing hewan (animalia), tumbuhan (plantae), jamur
(fungi), dan protista,
yang terdiri atas alga dan protozoa. Salah satu ciri sel eukariot
adalah adanya organel-organel subseluler dengan fungsi-fungsi metabolisme yang
telah terspesialisasi. Tiap organel ini terbungkus dalam suatu membran. Sel
eukariot pada umumnya lebih besar daripada sel prokariot.
Diameternya berkisar
dari 10 hingga 100 μm. Seperti halnya sel prokariot, sel eukariot diselimuti
oleh membran plasma. Pada tumbuhan dan kebanyakan fungi serta protista terdapat
juga dinding sel yang kuat di sebelah luar membran plasma. Di dalam sitoplasma
sel eukariot selain terdapat organel dan ribosom, juga dijumpai adanya
serabut-serabut protein yang disebut sitoskeleton.
Serabut-serabut yang terutama berfungsi untuk mengatur bentuk dan pergerakan
sel ini terdiri atas mikrotubul (tersusun
dari tubulin) dan mikrofilamen (tersusun
dari aktin).
Gambar 1.2.
Diagram skematik sel eukariot (hewan)
Sebagian besar
organisme eukariot bersifat multiseluler dengan kelompok-kelompok sel yang
mengalami diferensiasi selama
perkembangan individu. Peristiwa ini terjadi karena pembelahan mitosis akan
menghasilkan sejumlah sel dengan perubahan pola ekspresi gen sehingga mempunyai
fungsi yang berbeda dengan sel asalnya. Dengan demikian, kandungan DNA pada
sel-sel yang mengalami diferensiasi sebenarnya hampir selalu sama, tetapi
gen-gen yang diekspresikan berbeda antara satu dan lainnya.
Diferensiasi diatur
oleh gen-gen pengatur perkembangan. Mutasi yang terjadi pada gen-gen ini dapat
mengakibatkan abnormalitas fenotipe individu, misalnya tumbuhnya kaki di tempat
yang seharusnya digunakan untuk antena pada lalat Drosophila. Namun,
justru dengan mempelajari mutasi pada gen-gen pengatur perkembangan, kita dapat
memahami berlangsungnya proses perkembangan embrionik.
Pada organisme
multiseluler koordinasi aktivitas sel di antara berbagai jaringan dan organ
diatur oleh adanya komunikasi di antara sel-sel tersebut. Hal ini melibatkan
molekul-molekul sinyal seperti neurotransmiter, hormon, dan faktor pertumbuhan
yang disekresikan oleh suatu jaringan dan diteruskan kepada jaringan lainnya
melalui reseptor yang terdapat pada permukaan sel.
Organel
subseluler
Pada eukariot terdapat
sejumlah organel subseluler seperti nukleus,
mitokondria, kloroplas, retikulum endoplasmik, dan mikrobodi.
Masing-masing akan kita bicarakan sepintas berikut ini. Nukleus mengandung
sekumpulan DNA seluler yang dikemas dalam beberapa kromosom. Di dalam nukleus
terjadi transkripsi DNA menjadi RNA dan prosesing RNA.
Selain DNA, di dalam
nukleus juga terdapat nukleolus yang merupakan tempat berlangsungnya sintesis
rRNA dan perakitan ribosom secara parsial. Mitokondria merupakan tempat
berlangsungnya respirasi seluler, yang melibatkan oksidasi nutrien menjadi CO2
dan air dengan membebaskan molekul ATP. Secara evolusi organel ini berasal dari
simbion-simbion prokariotik yang tetap mempertahankan beberapa DNA, RNA, dan
mesin sintesis proteinnya. Meskipun demikian, sebagian besar proteinnya disandi
oleh DNA di dalam nukleus. Sementara itu, kloroplas merupakan tempat
berlangsungnya proses fotosintesis pada tumbuhan dan alga. Pada dasarnya
kloroplas memiliki struktur yang menyerupai mitokondria dengan sistem membran
tilakoid yang berisi klorofil. Seperti halnya mitokondria, kloroplas juga
mempunyai DNA sendiri sehingga kedua organel ini sering dinamakan organel otonom.
Retikulum endoplasmik
merupakan sistem membran sitoplasmik yang meluas dan menyambung dengan membran
nukleus. Ada dua macam retikulum endoplasmik, yaitu retikulum endoplasmik halus
yang membawa banyak enzim untuk reaksi biosintesis lemak dan metabolisme
xenobiotik dan retikulum endoplasmik kasar yang membawa sejumlah ribosom untuk
sintesis protein membran. Protein-protein ini diangkut melalui vesikula transpor menuju kompleks Golgi untuk prosesing lebih
lanjut dan pemilahan sesuai dengan tujuan akhirnya masing-masing.
Mikrobodi terdiri atas lisosom, peroksisom, dan glioksisom.
Lisosom berisi enzim-enzim hidrolitik yang dapat memecah karbohidrat, lemak,
protein, dan asam nukleat. Organel ini bekerja sebagai pusat pendaurulangan
makromolekul yang berasal dari luar sel atau organel-organel lain yang rusak.
Sementara itu, peroksisom berisi enzim-enzim yang dapat mendegradasi hidrogen
peroksida dan radikal bebas yang sangat reaktif. Glioksisom adalah peroksisom
pada tumbuhan yang mengalami spesialisasi menjadi tempat berlangsungnya reaksi
daur glioksilat.
Makromolekul
Secara garis besar
makromolekul hayati meliputi polisakarida, lemak, protein, dan asam nukleat.
Selain itu, terdapat pula makromolekul kompleks, yang merupakan gabungan dua
atau lebih di antara makromolekul tersebut.
Polisakarida
Polisakarida merupakan
polimer beberapa gula sederhana yang satu sama lain secara kovalen dihubungkan
melalui ikatan glikosidik.
Makromolekul ini terutama berfungsi sebagai cadangan makanan dan materi
struktural. Selulosa dan pati (amilum) sangat banyak dijumpai
pada tumbuhan. Kedua-duanya adalah polimer glukosa, tetapi berbeda macam ikatan
glikosidiknya. Pada selulosa monomer-monomer glukosa satu sama lain dihubungkan
secara linier oleh ikatan 1,4 β glikosidik, sedangkan pada amilum ada dua macam
ikatan glikosidik karena amilum mempunyai dua komponen, yaitu α-amilosa dan
amilopektin. Monomer-monomer glukosa pada α-amilosa dihubungkan oleh ikatan 1,4
α glikosidik, sedangkan pada amilopektin, yang merupakan rantai cabang amilum,
ikatannya adalah 1,6 α glikosidik.
Pada tumbuhan selulosa
merupakan komponen utama penyusun struktur dinding sel. Sekitar 40 rantai
molekul selulosa tersusun paralel membentuk lembaran-lembaran horizontal yang
dihubungkan oleh ikatan hidrogen sehingga menghasilkan serabut-serabut tak
larut yang sangat kuat. Sementara itu, amilum berguna sebagai cadangan makanan
yang dapat dijumpai dalam bentuk butiran-butiran besar di dalam sel. Adanya dua
macam ikatan glikosidik pada amilum menjadikan molekul ini tidak dapat dikemas
dengan konformasi yang kompak. Oleh karena itu, amilum mudah larut di dalam
air.
Fungi dan beberapa
jaringan hewan menyimpan cadangan makanan glukosa dalam bentuk glikogen, yang mempunyai ikatan
glikosidik seperti pada amilopektin. Polisakarida lainnya, kitin merupakan komponen utama
penyusun dinding sel fungi dan eksoskeleton pada serangga dan Crustacea. Kitin
mempunyai struktur molekul menyerupai selulosa, hanya saja monomernya berupa N-asetilglukosamin.
Mukopolisakarida (glikosaminoglikan)
membentuk larutan seperti gel yang di dalamnya terdapat protein-protein serabut
pada jaringan ikat. Penentuan struktur polisakarida berukuran besar sangatlah
rumit karena ukuran dan komposisinya sangat bervariasi. Selain itu, berbeda
dengan protein dan asam nukleat, makromolekul ini tidak dapat dipelajari secara
genetik.
Gambar 1.3.
Perbedaan ikatan glikosidik antara amilum dan selulosa
Lemak (lipid)
Molekul lemak berukuran
besar terutama berupa hidrokarbon yang sukar larut dalam air. Beberapa di
antaranya terlibat dalam penyimpanan dan transpor energi, sementara ada juga
yang menjadi komponen utama membran, lapisan pelindung, dan struktur sel lainnya.
Struktur umum lemak adalah gliserida dengan
satu, dua, atau tiga asam lemak rantai panjang yang mengalami esterifikasi pada
suatu molekul gliserol. Pada
trigliserida hewan, asam lemaknya jenuh (tanpa ikatan rangkap) sehingga rantai
molekulnya berbentuk linier dan dapat dikemas dengan kompak menghasilkan lemak
berwujud padat pada suhu ruang. Sebaliknya, minyak tumbuhan mengandung asam
lemak tak jenuh dengan satu atau lebih ikatan rangkap sehingga rantai
molekulnya sulit untuk dikemas dengan kompak, membuat lemak yang dihasilkan
berwujud cair pada suhu ruang.
Membran plasma dan
membran organel subseluler mengandung fosfolipid,
berupa gliserol yang teresterifikasi pada dua asam lemak dan satu asam fosfat.
Biasanya, fosfat ini juga teresterifikasi pada suatu molekul kecil seperti
serin, etanolamin, inositol, atau kolin (Gambar 1.4). Membran juga mengandung sfingolipid, misalnya seramid, yang salah satu asam lemaknya
dihubungkan oleh ikatan amida. Pengikatan fosfokolin pada seramid akan
menghasilkan sfingomielin.
Gambar 1.4.
Struktur molekul fosfolipid, khususnya fosfatidilkolin
Protein
Secara garis besar
dapat dibedakan dua kelompok protein, yaitu protein globuler dan protein
serabut (fibrous protein). Protein globuler dapat dilipat dengan
kompak dan di dalam larutan lebih kurang berbentuk seperti partikel-partikel
bulat. Kebanyakan enzim merupakan protein globuler. Sementara itu, protein
serabut mempunyai nisbah aksial (panjang berbanding lebar) yang sangat tinggi
dan seringkali merupakan protein struktural yang penting, misalnya fibroin pada
sutera dan keratin pada rambut dan bulu domba.
Ukuran protein berkisar
dari beberapa ribu Dalton (Da), misalnya hormon insulin yang mempunyai berat
molekul 5.734 Da, hingga sekitar 5 juta Da seperti pada kompleks enzim piruvat
dehidrogenase. Beberapa protein berikatan dengan materi nonprotein, baik dalam
bentuk gugus prostetik yang
dapat bekerja sebagai kofaktor enzim maupun dalam asosiasi dengan molekul
berukuran besar seperti pada lipoprotein
(dengan lemak) atau glikoprotein
(dengan karbohidrat). Protein tersusun dari sejumlah asam amino yang satu
sama lain dihubungkan secara kovalen oleh ikatan peptida. Ikatan ini
menghubungkan gugus α-karboksil pada suatu asam amino dengan gugus α-amino pada
asam amino berikutnya sehingga menghasilkan suatu rantai molekul polipeptida
linier yang mempunyai ujung N dan ujung C. Tiap polipeptida biasanya terdiri
atas 100 hingga 1.500 asam amino. Struktur molekul protein
seperti ini dinamakan struktur primer.
Polaritas yang tinggi
pada gugus C=O dan N-H di dalam tiap ikatan peptida, selain menjadikan ikatan
tersebut sangat kuat, juga memungkinkan terbentuknya sejumlah ikatan hidrogen
di antara asam-asam amino pada jarak tertentu. Dengan demikian, rantai
polipeptida dapat mengalami pelipatan menjadi suatu struktur yang dipersatukan
oleh ikatan-ikatan hidrogen tersebut. Struktur semacam ini merupakan struktur sekunder molekul protein.
Struktur sekunder yang
paling dikenal adalah α-heliks.
Rantai polipeptida membentuk heliks (spiral) putar kanan dengan 3,6 asam amino
per putaran sebagai akibat terjadinya ikatan hidrogen antara gugus N-H pada
suatu residu asam amino (n) dan gugus C=O pada asam amino yang berjarak tiga
residu dengannya (n+3). Struktur α-heliks banyak dijumpai terutama pada
protein-protein globuler. Di samping α-heliks, terdapat juga struktur sekunder
yang dinamakan lembaran β (β-sheet). Struktur ini terbentuk karena gugus N-H dan C=O pada
suatu rantai polipeptida dihubungkan oleh ikatan hidrogen dengan gugus-gugus
yang komplementer pada rantai polipeptida lainnya. Jadi, gugus N-H berikatan
dengan C=O dan gugus C=O berikatan dengan N-H sehingga kedua rantai polipeptida
tersebut membentuk struktur seperti lembaran dengan rantai samping (R) mengarah
ke atas dan ke bawah lembaran.
Jika kedua rantai polipeptida mempunyai
arah yang sama, misalnya dari ujung N ke ujung C, maka lembarannya dikatakan
bersifat paralel. Sebaliknya,
jika kedua rantai polipeptida mempunyai arah berlawanan, maka lembarannya
dikatakan bersifat antiparalel.
Lembaran β merupakan struktur yang sangat kuat dan banyak dijumpai pada
protein-protein struktural, misalnya fibroin sutera.
Kolagen, suatu protein
penyusun jaringan ikat, mempunyai struktur sekunder yang tidak lazim, yaitu heliks rangkap tiga. Tiga rantai
polipeptida saling berpilin sehingga membuat molekul tersebut sangat kuat.
Gambar 1.5. Penampang rantai polipeptida, yang
menunjukkan bahwa struktur α-heliks terbentuk karena gugus C=O pada asam amino ke-n berikatan dengan
gugus N-H pada asam amino ke-(n+3).
Beberapa bagian
struktur sekunder dapat mengalami pelipatan sehingga terbentuk struktur tiga
dimensi yang merupakan struktur tersier
molekul protein. Sifat yang menentukan struktur tersier suatu molekul
protein telah ada di dalam struktur primernya. Begitu diperoleh kondisi yang
sesuai, kebanyakan polipeptida akan segera melipat menjadi struktur tersier
yang tepat karena biasanya struktur tersier ini merupakan konformasi dengan
energi yang paling rendah. Akan tetapi, secara in vivo pelipatan yang
tepat seringkali dibantu oleh protein-protein tertentu yang disebut kaperon.
Gambar 1.6. a)
Struktur protein sekunder : α-heliks
Gambar 1.6. b)
Struktur protein sekunder : lintasan
β
Ketika pelipatan
terjadi, asam-asam amino dengan rantai samping hidrofilik akan berada di bagian
luar struktur dan asam-asam amino dengan rantai samping hidrofobik berada di
dalam struktur. Hal ini menjadikan struktur tersier sangat stabil. Di antara
sejumlah rantai samping asam-asam amino dapat terjadi berbagai macam interaksi
nonkovalen seperti gaya van der Waals, ikatan hidrogen, jembatan garam
elektrostatik antara gugus-gugus yang muatannya berlawanan, dan interaksi
hidrofobik antara rantai samping nonpolar pada asam amino alifatik dan asam
amino aromatik. Selain itu, ikatan disulfida (jembatan belerang) kovalen dapat
terjadi antara dua residu sistein yang di dalam struktur primernya terpisah
jauh satu sama lain.
Banyak molekul protein
yang tersusun dari dua rantai polipeptida (subunit) atau lebih. Subunit-subunit
ini dapat sama atau berbeda. Sebagai contoh, molekul hemoglobin mempunyai dua
rantai α-globin dan dua rantai β-globin. Interaksi nonkovalen dan ikatan
disulfida seperti yang dijumpai pada struktur tersier terjadi pula di antara
subunit-subunit tersebut, menghasilkan struktur yang dinamakan struktur kuaterner molekul protein.
Dengan struktur
kuaterner dimungkinkan terbentuknya molekul protein yang sangat besar
ukurannya. Selain itu, fungsionalitas yang lebih besar juga dapat diperoleh
karena adanya penggabungan sejumlah aktivitas yang berbeda. Modifikasi
interaksi di antara subunit-subunit oleh pengikatan molekul-molekul kecil dapat
mengarah kepada efek alosterik seperti
yang terlihat pada regulasi enzim.
Di dalam suatu rantai
polipeptida dapat dijumpai adanya unit-unit struktural dan fungsional yang
semi-independen. Unit-unit ini dikenal sebagai domain. Apabila dipisahkan dari rantai polipeptida, misalnya
melalui proteolisis yang terbatas, domain dapat bertindak sebagai protein
globuler tersendiri. Sejumlah protein baru diduga telah berkembang melalui
kombinasi baru di antara domain-domain. Sementara itu, pengelompokan
elemen-elemen struktural sekunder yang sering dijumpai pada protein globuler
dikenal sebagai motif (struktur
supersekunder). Contoh yang umum dijumpai adalah motif βαβ, yang terdiri
atas dua struktur sekunder berupa lembaran β yang dihubungkan oleh sebuah
α-heliks. Selain domain dan motif, ada pula famili protein, yang dihasilkan dari duplikasi dan evolusi gen
seasal. Sebagai contoh, mioglobin, rantai α- dan β-globin pada hemoglobin orang
dewasa, serta rantai γ-, ε-, dan ζ-globin pada hemoglobin janin merupakan
polipeptida-polipeptida yang berkerabat di dalam famili globin.
Asam amino
Di atas telah dikatakan
bahwa protein merupakan polimer sejumlah asam amino. Bahkan ketika membicarakan
struktur molekul protein, khususnya struktur sekunder dan tersier, kita telah
menyinggung beberapa istilah yang berkaitan dengan struktur asam amino seperti
rantai samping, gugus karboksil, dan gugus amino. Oleh karena itu, berikut ini
akan dibahas sekilas struktur molekul asam amino. Kecuali prolin, dari 20 macam
asam amino yang menyusun protein terdapat struktur molekul umum berupa sebuah
atom karbon (α-karbon) yang keempat tangannya masing-masing berikatan dengan
gugus karboksil (COO-), gugus amino (NH3+), proton (H), dan rantai samping
(R). Selain pada glisin, atom α-karbon bersifat khiral (asimetrik) karena
keempat tangannya mengikat gugus yang berbeda-beda. Pada glisin gugus R-nya
berupa proton sehingga dua tangan pada atom α-karbon mengikat gugus yang sama.
Perbedaan antara asam
amino yang satu dan lainnya ditentukan oleh gugus R-nya. Gugus R ini dapat
bermuatan positif, negatif, atau netral sehingga asam amino yang membawanya
dapat bersifat asam, basa, atau netral. Pengelompokan asam amino atas dasar
muatan dan struktur gugus R-nya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Pengelompokan asam amino
B.
HUBUNGAN DENGAN ILMU-ILMU BIOLOGI
LAINNYA
Para peneliti biologi molekular menggunakan
teknik-teknik khusus biologi molekular, namun kini semakin memadukan tersebut
dengan teknik dan gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia. Tidak ada garis
yang jelas antara disiplin ilmu ini. Secara umum keterkaitan bidang-bidang
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
- '' Biokimia '' adalah studi zat kimia dan proses
penting yang terjadi dalam organisme hidup. Ahli biokimiamenitikberatkan pada
peran, fungsi, dan struktur biomolekul. Studi kimia yang melatar belakangi
proses-proses biologis dan sintesis molekul biologis aktif adalah contoh
biokimia.
- '' Genetika '' adalah studi
tentang efek perbedaan genetika pada organisme. Hal ini sering dapat disimpulkan oleh tidak
adanya komponen normal (misalnya gen). Studiorganisme "mutan" yang
kekurangan satu atau lebih komponen fungsional dengan menghormati apa yang
disebut "wild type" atau normal fenotipe. Interaksi genetik (epistasis)
dapat sering memalukan interpretasi yang sederhana seperti
"knock-out" studi.
- '' Biologi molekuler '' adalah
studi tentang dasar-dasar molekul proses replikasi, transkripsi dan
translasi bahan genetik. Dogma sentral dari biologi molekuler di mana
materi genetik ditranskripsi menjadi RNA dan kemudian diterjemahkan menjadi
protein, meskipun gambaran yang disederhanakan biologi molekular, masih
menyediakan titik awal yang baik untuk memahami bidang.
Banyak karya
dalam biologi molekuler adalah kuantitatif, dan pekerjaan baru banyak yang
telah dilakukan pada interfase biologi molekuler dan ilmu komputer dalam
bioinformatika dan biologi komputasi. Pada awal tahun 2000-an, studi tentang
struktur dan fungsi gen, genetika molekular, telah menjadi sub-bidang yang
paling menonjol di antara bidang biologi molekuler.
Semakin banyak
cabang biologi lainnya yang menitikberatkan pada molekul, baik secara langsung
mempelajari interaksi mereka sendiri seperti pada biologi sel dan biologi
perkembangan, atau secara tidak langsung, di mana teknik biologi molekular
digunakan untuk menyimpulkan ciri-ciri historis populasi atau spesies dalam
bidang biologi evolusioner seperti genetika populasi dan filogenetika.
C.
TEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR
Sejak akhir
1950-an dan awal 1960-an, ahli biologi molekuler telah belajar untuk karakterisasi,
mengisolasi, dan memanipulasi komponen molekul sel dan
organisme.Komponen-komponen ini mencakup DNA, gudang informasi genetik, RNA,
kerabat dekat dari DNA yang berkisar dari fungsi melayani sebagai copy
pekerjaan sementara DNA untuk fungsi strukturaldan enzim aktual serta bagian
struktural dan fungsional dari aparat translasi, dan protein, tipestruktur dan
enzim utama dari molekul dalam sel.
1. EKSPRESI KLONING
Salah
satu teknik yang paling dasar biologi molekuler untuk mempelajari fungsi
protein adalah kloning ekspresi. Dalam teknik ini, DNA coding untuk suatu
protein bunga kloning (menggunakan PCR dan / atau enzim restriksi) ke dalam
sebuah plasmid (dikenal sebagai vektor ekspresi). Plasmid ini mungkin memiliki
elemen promotor khusus untuk mendorong produksi protein yang menarik, dan mungkin
juga memiliki penanda resistensi antibiotik untuk membantu mengikuti plasmid.
Plasmid ini dapat dimasukkan ke dalam sel-sel bakteri baik
atau hewan. Memperkenalkan DNA ke dalam sel bakteri dapat dilakukan dengan
transformasi (melalui penyerapan DNA telanjang), konjugasi (melalui kontak
sel-sel) atau dengan transduksi (melalui vektor virus). Memperkenalkan DNA ke
dalam sel eukariotik, seperti sel hewan, dengan cara fisik atau kimia yang
disebut transfeksi. Beberapa teknik transfeksi berbeda tersedia, seperti
transfeksi kalsium fosfat, elektroporasi, injeksi dan transfeksi liposom. DNA
juga dapat diperkenalkan ke dalam sel eukariotik menggunakan virus atau bakteri
sebagai pembawa, yang terakhir ini kadang-kadang disebut bactofection dan
khususnya menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Plasmid dapat diintegrasikan
ke dalam genom, menghasilkan transfeksi stabil, atau mungkin tetap independen
dari genom, yang disebut transfeksi sementara.
Dalam kedua kasus, DNA coding untuk suatu protein yang
menarik sekarang di dalam sel, dan protein sekarang dapat dinyatakan. Berbagai
sistem, seperti promotor diinduksi dan spesifik sel-sinyal faktor, yang
tersedia untuk membantu mengekspresikan protein kepentingan di tingkat tinggi.
Jumlah besar protein kemudian dapat diekstrak dari sel bakteri atau eukariotik.
Protein dapat diuji untuk aktivitas enzimatik bawah berbagai situasi, protein
dapat mengkristal sehingga struktur tersier yang dapat dipelajari, atau, dalam
industri farmasi, aktivitas obat baru terhadap protein dapat dipelajari.
2. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
Reaksi berantai polimerase adalah teknik yang sangat serbaguna untuk
menyalin DNA. Secara singkat, PCR memungkinkan urutan DNA tunggal untuk disalin
(jutaan kali), atau diubah dengan cara-cara yang telah ditentukan. Sebagai
contoh, PCR dapat digunakan untuk memperkenalkan situs enzim restriksi, atau
untuk bermutasi (mengubah) basa tertentu DNA, yang terakhir adalah metode
disebut sebagai "perubahan Cepat". PCR juga dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu fragmen DNA tertentu ditemukan di perpustakaan cDNA.
PCR memiliki banyak variasi, seperti PCR transkripsi terbalik (RT-PCR) untuk
amplifikasi RNA, dan, baru-baru ini, real-time PCR (QPCR) yang memungkinkan
untuk pengukuran kuantitatif molekul DNA atau RNA.
A. Prinsip Kerja
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA
spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari
jumlah nanogram DNA template dalam
latar belakang besar pada sequence
yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen
unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonukleotida
tertentu dapat diperoleh. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus
aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis
(Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi,
anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini
dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang
dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai
pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya
komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi
DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam
tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada
proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat)
yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul
DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang
primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan
berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir
fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus
hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA template, DNA polimerase mengkatalisis
proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen
dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan
ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang
ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA
polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut
reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen
dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing)
pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau
reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.
B. Kegunaan
Polymerase
Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
- amplifikasi urutan nukleotida.
- menentukan kondisi urutan
nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
- bidang kedokteran forensik.
- melacak asal-usul sesorang
dengan membandingkan “finger print”.
C. Waktu yang Dibutuhkan
- 1-2 hari
- PCR: 3-6 jam atau semalam
- Polyacrylamide gel
electrophoresis using “Mighty-small II” gel apparatus: 2.5 hours
poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan “Mighty-small II” bahan gel:
2,5 jam
- Etidium bromide staining dan
fotografi: 45 menit
D. Reagen Khusus
- Pasangan primer oligonukleotida
sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
- Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50
mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
- Campuran dari empat dNTP (dGTP,
dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5 mM (ultra murni DNTP set,
Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat dengan volume 10 mM larutan
dari masing-masing empat dNTP terpisah yang digabung.
- Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM,
Perkin-Elmer/Cetus)
- Minyak mineral ringan
- Akrilamida (grade
elektroforesis)
- N, N’-Methylenebisacrylamide
(grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
- Amonium persulfat
(Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
- TEMED (N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine,
Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
E. Peralatan Khusus
- Mighty-small II SE-250 vertical
gel electrophoresis unit (Hoefer)
- Perkin-Elmer/Cetus Thermal
Cycler
- Sterile Thin-wall 0.5 ml
Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)
Komponen PCR lainnya:
1) Enzim DNA
Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA
Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif
secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan
enzim di setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk
perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi
kekurangan tersebut, dalam perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA
polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya,
penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses PCR
dapat dilakukan dalam satu mesin
2) Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai
urutan komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer
berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui
urutannukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di
sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA synthesizer.
3) Reagen
lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi
polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam
campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini
sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk,
aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
F. Tahapan PCR
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan
putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini,
seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus
yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC –
95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah
yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini,
ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada
template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC.
Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut
akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
3) Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada
suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan
pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA
polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua
primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa
untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x.
Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi,
seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan
menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi
8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara
eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir
dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’
dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di
kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada
ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
G. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)
RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain
Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR
biasa. Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu
siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA)
dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah
suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan
template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA
Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang
digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel
pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus
dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3′, maka oligo dT, random heksamer, maupun primer
spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.
H. Metoda Deteksi Produk PCR
Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah jutaan
copy, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR
perlu diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan
produk PCR serta sekaligus bertujuan untuk mengetahui ukuran produk PCR dan
mengetahui apakah produk yang dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan.
Salah satu metoda deteksi yang umum dilakukan adalah elektroforesis gen
agarosa.
3.
ELEKTROFORESIS
Saat
ini, teknik pemisahan dan pemurnian DNA/RNA merupakan teknik yang tidak dapat
dipisahkan dari biologi molekular. Hampir semua penelitian DNA/RNA melibatkan
pemisahan dan pemurnian yang tekniknya cukup beragam. Elektroforesis adalah
salah satu teknik pemisahan paling populer, maka tak heran jika elektroforesis
disebut sebagai pintu gerbang dari berbagai penelitian biologi molekular. Pada
prinsipnya elektroforesis itu adalah teknik pemisahan campuran molekul yang
didasarkan pada perbedaan muatan listriknya sehingga pergerakan molekul-molekul
tersebut pada suatu fasa diam (stationary phase) dalam
sebuah medan listrik akan berbeda-beda.
A. Elektroforesis dengan Kertas
Saring
Teknik
pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan biokimia di awal tahun
1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular DNA/RNA hidrolisis. Tahun
1952, Markham dan Smith
mempublikasikan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui mekanisme pembentukan zat
antara (intermediate)
posfat siklik, yang kemudian menghasilkan nukleosida 2′-monoposfat
dan 3′-monoposfat.
Penelitian
tersebut menggunakan suatu peralatan yang dapat memisahkan komponen campuran
reaksi hidrolisis, salah satunya yaitu nukleotida ‘siklik’ yang membawa pada
kesimpulan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui pembentukan intermediate
phosfat siklik. Peralatan itu dinamakan ‘elektroforesis‘, yang
dibuat dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah
tangki kecil dan berbagai larutan penyangga (buffer). Nukleotida yang
sudah terhidrolisis ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik
dialirkan melalui kedua ujung alat elektroforesis.
Arus
listrik yang dialirkan ini ternyata dapat memisahkan campuran kompleks reaksi
tadi menjadi komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan minor antara
struktur molekul RNA yang belum terhidrolisis, zat antara (intermediate)
dan hasil reaksi (nukleosida 2′-monoposfat dan nukleosida
3′-monoposfat) yang menyebabkan mobilitas alias
pergerakan mereka pada kertas saring berbeda-beda kecepatannya. Karena pada
akhir proses elektroforesis komponen tersebut terpisah-pisah, mereka dapat
mengisolasi dan mengidentifikasi setiap komponen tersebut.
B. Elektroforesis Gel Kanji
Elektroforesis gel adalah salah satu alat utama
biologi molekular. Prinsip dasarnya adalah bahwa DNA, RNA, dan protein semuanya
dapat dipisahkan dengan medan listrik. Dalam elektroforesis gel agarosa, DNA
dan RNA dapat dipisahkan berdasarkan ukurandengan menjalankan DNA melalui gel
agarosa. Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran dengan menggunakan gel
SDS-PAGE, atau atas dasar ukuran dan muatan listrik dengan menggunakan apa yang
dikenal sebagai elektroforesis gel 2D.
Selanjutnya
teknik elektroforesis dikembangkan untuk memisahkan biomolekul yang lebih
besar. Tahun 1955 Smithies mendemonstrasikan bahwa gel yang
terbuat dari larutan kanji dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein
serum manusia. Caranya yaitu dengan menuangkan larutan kanji panas ke dalam
cetakan plastik, setelah dibiarkan mendingin, kanji tersebut akan membentuk gel
yang padat namun rapuh. Gel kanji berperan sebagai fasa diam (stationary
phase) menggantikan kertas saring Whatman pada teknik terdahulu.
Ternyata
elektroforesis gel yang diperkenalkan Smithies memicu para ilmuwan untuk
menemukan bahan kimia lain yang dapat digunakan sebagai bahan gel yang lebih
baik, seperti agarosa dan polimer akrilamida. Dan penemuan elektroforesis
gel kanji di awal karir Smithies membawanya menerima hadiah nobel bidang
kedokteran tahun 2007.
C. Polyacrilamide Gel
Electrophoresis (PAGE)
Teknik elektroforesis gel makin
berkembang dan disempurnakan, hingga 12 tahun kemudian ditemukan gel
poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang
terbentuk melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida.
PAGE ini sanggup memisahkan campuran DNA/RNA atau protein dengan ukuran lebih
besar.
Meskipun
aplikasi elektroforesis makin berkembang luas, namun ternyata teknik ini masih tidak
mampu untuk memisahkan DNA dengan ukuran yang super besar, misalnya DNA
kromosom. Campuran DNA kromosom tidak dapat dipisahkan meskipun ukuran mereka
berbeda-beda.
D. Pulse-Field Gel Electrophoresis
(PFGE)
Pertengahan
1980-an, Schwartz dan Cantor
membeberkan ide cerdasnya untuk memisahkan campuran DNA berukuran super besar
menggunakan teknik yang dinamakan Pulse-field Gradient Gel
Electrophoresis (PFGE), yang menggunakan pulsa-pulsa pendek medan
listrik tegak lurus yang arahnya berganti-ganti. Teknik PFGE kini digunakan
secara luas oleh para ahli biologi dalam studi genotyping
berskala masif, juga analisa epidemiologi molekular pada patogen.
Keempat
teknik di atas merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya dalam
bidang biologi molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit dibayangkan
sebuah laboratorium biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu tanpa teknik
elektroforesis. Tanpa elektroforesis, DNA/RNA yang sedang kita teliti akan
bercampur dengan kontaminan yang tidak kita inginkan, sulit pula membayangkan
cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih praktis selain dengan
elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun sangat bergantung
pada teknik elektroforesis ini. Terima kasih kepada Markham
dan Smith
yang telah mencoba meneteskan RNA hidrolisat pada selembar kertas saring dan
memisahkannya dengan arus listrik.
4.
MAKROMOLEKUL BLOTTING DAN MENYELIDIK
Istilah
''northern'', ''western'' dan ''eastern” blotting berasal awalnya berasal
dariistilah biologi molekuler yang berlaku di masa“Southern” blotting, setelah
teknik yang dijelaskan oleh Edwin Southern tentang hibridisasi dari DNA blotted. Patricia Thomas, pengembang dari RNA blot yang kemudian
dikenal sebagai blot “northern” sebenarnya tidak menggunakan istilah itu.
Kombinasi lebih lanjut dari teknik ini menghasilkan istilah-istilah seperti
''southwesterns'' (hibridisasi protein-DNA), ''northwesterns'' (untuk
mendeteksi interaksi protein-RNA) dan “farwesterns” (interaksi protein-protein.
Southern blotting
Blot Southern
merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis
dari gel ke membran.Metode ini
diambil dari nama penemunya yaitu Edward M. Southern.Prinsipnya
adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase
gerak diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena
muatan DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan
menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern
adalah membran nitroselulosa.
Blot
Southern merupakan sebuah metode
yang sering digunakan dalam bidang biologi molekuler
untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA dalam suatu sampel DNA. Metode
ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari Inggris yang bernama Edward M. Southern,
yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di Universitas Edinburgh.
Metode
ini mengkombinasikan elektroforesis gel
agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran
filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi
dengan probe.Untuk mengidentifikasi ataupun melacak
suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan
terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui
apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi
DNA rantai tunggal dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Selain Blot Southern, metode lain yang mirip
dan dikembangkan dari Blot Southern adalah Blot Western, Blot Northern, dan Blot Southwestern
yang memiliki prinsip yang sama, namun molekul yang akan dideteksi dan pelacak
yang digunakan berbeda. Kegunaan dari Blot Southern adalah untuk menganalisis
keberadaan mutan
yang ada pada suatu organisme dan dapat diketahui ukuran dari gen yang menjadi
mutan pada organisme
tersebut.
Tahap
awal dari metode
Blot Southern adalah pendigestian DNA dengan enzim restriksi
endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian
DNA dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis
agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA ke membran
nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran nitroselulosa
diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan
menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah
gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses
transfer berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. setelah DNA ditransfer ke gel, membran
nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC)
kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA
dengan membran. Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah
dilabel radioaktif,
tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe
yang digunakan adalah DNA utas tunggal yang memiliki sekuen yang akan
dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA
yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat
dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di
membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi
pada film X-ray
melalui autoradiografi.
(a)
(b)
Gambar (a).Gel
agarose hasil elektroforesis pada pemeriksaan gen hasil transformasi (b).
Hasil visualisasi blot southern pada film X-ray melalui autoradiografi
Teknik
Blot Southern telah digunakan dalam berbagai aplikasi di
bidang kesehatan maupun pada rekayasa genetika.
Salah satunya digunakan untuk menganalisis sistem major histokompatibilitas
pada tikus dan menganalisis penyusunan klon dari gen T-cell receptor penyakit
luka yang diakibatkan oleh mikosis dari fungoides.
Northern blotting
Blot
Northern digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul
RNA sebagai perbandingan relatif antara sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada
dasarnya adalah kombinasi dari denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah blot.
Dalam proses ini RNA dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian ditransfer ke
membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel urutan kepentingan.
Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara, tergantung pada label yang
digunakan, namun kebanyakan hasil dalam penyataan ‘band’ menunjukkan ukuran RNA
yang terdeteksi dalam sampel. Intensitas band-band
ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis. Prosedur
ini umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi gen
yang terjadi dengan mengukur berapa banyak bahwa RNA hadir dalam sampel yang
berbeda. Hal tersebut adalah salah satu alat paling dasar untuk menentukan pada
waktu kapan, dan dalam kondisi apa, gen-gen tertentu dinyatakan dalam jaringan
hidup.
Western blotting
Teknik ini
pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette. Western blot merupakan teknik untuk
mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogenat ataupun dari
suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan
antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein
berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein
tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau
PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang
spesifik kepada protein target. Western blot dapat mendeteksi suatu protein
dalam kombinasinya dengan sangat banyak protein lain, dapat memberikan
informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut.
Western blot
adalah proses pemindahan protein dari gel hasil elektroforesis ke membran.
Membran ini dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein
yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun
fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip
imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian
antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen
atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi
primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang
selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap.
Metode
analog dengan blotting western dapat digunakan untuk langsung noda protein
tertentu dalam sel hidup atau bagian jaringan. Namun, metode “immunostaining”lebih
sering digunakan dalam penelitian biologi sel.
Eastern
blotting
Teknik
blotting easterndigunakan untuk mendeteksi modifikasi pasca-translasi protein.
Protein mengeringkan ke nitroselulosa membran PVDF atau yang diperiksa untuk
modifikasi menggunakan substrat tertentu.
Array
Sebuah array DNA adalah kumpulan
bintik-bintik melekat pada dukungan solid seperti slide mikroskop dimana spot
masing-masing berisi satu atau lebih beruntai tunggal oligonukleotida fragmen
DNA. Array memungkinkan untuk meletakkan jumlah besar bintik-bintik yang sangat
kecil (100 diameter micrometre) pada slide tunggal. Setiap tempat memiliki
molekul DNA fragmen yang melengkapi urutan DNA tunggal (mirip dengan blotting
Selatan). Sebuah variasi dari teknik ini memungkinkan ekspresi gen dari suatu
organisme pada tahap tertentu dalam pembangunan yang berkualitas (profiling
ekspresi). Dalam teknik ini RNA dalam jaringan adalah terisolasi dan diubah
menjadi cDNA berlabel. Ini cDNA ini kemudian hibridisasi dengan fragmen di
array dan visualisasi hibridisasi dapat dilakukan. Sejak beberapa array dapat
dilakukan dengan posisi yang sama persis fragmen mereka sangat berguna untuk
membandingkan ekspresi gen dari dua jaringan yang berbeda, seperti jaringan
sehat dan kanker. Juga, kita dapat mengukur apa gen disajikan dan bagaimana
perubahan ekspresi yang dengan waktu atau dengan faktor lain. Sebagai contoh,
ragi roti yang umum itu,''Saccharomyces cerevisiae'', mengandung sekitar 7000
gen, dengan microarray, orang dapat mengukur secara kualitatif bagaimana gen
masing-masing dinyatakan, dan bagaimana bahwa perubahan ekspresi, misalnya,
dengan perubahan suhu.
Ada banyak cara yang berbeda untuk mendesain mikroarray;
yang paling umum adalah chip silikon, mikroskop slide dengan bercak ~ 100
diameter micrometre, array kustom, dan array dengan bercak yang lebih besar
pada membran berpori (macroarrays). Ada bisa dimana saja dari 100 spot ke lebih
dari 10.000 pada array yang diberikan.
Array juga dapat dibuat dengan molekul lain dari DNA.
Sebagai contoh, sebuah array antibodi dapat digunakan untuk menentukan apa yang
protein atau bakteri yang hadir dalam sampel darah.
Oligonukleotida spesifik alel
Oligonukleotida
alel spesifik (ASO) adalah teknik yang memungkinkan deteksi mutasi basa tunggal
tanpa memerlukan elektroforesis PCR atau gel. Pendek (20-25 nukleotida
panjang), probe berlabel terkena DNA target non-terfragmentasi. Hibridisasi
terjadi dengan kekhususan tinggi karena panjang pendek dari probe dan bahkan
perubahan basa tunggal akan menghambat hibridisasi. DNA target kemudian dicuci
dan probe label yang tidak berhibridisasi dihapus. DNA target kemudian
dianalisa untuk kehadiran probe melalui radioaktivitas atau fluoresensi. Dalam
percobaan ini, seperti dalam kebanyakan teknik biologi molekular, kontrol harus
digunakan untuk memastikan percobaan berhasil. Illumina Metilasi Assay adalah
contoh dari sebuah metode yang mengambil keuntungan dari teknik ASO untuk
mengukur satu perbedaan pasangan basa secara berurutan.
D.
Fungsi Biologi
Molekular Dalam Bidang Kesehatan
Biologi molekuler
memiliki beberapa peranan penting di bidang kesehatan. Beberapateknik molekuler
telah digunakan secara luas seperti penelitian mengenai gen, protein
daninteraksi antara gen, lingkungan dan penyakit. Penemuan-penemuan baru dalam
bidang biologimolekuler mempunyai banyak peran dalam kehidupan manusia, seperti
menyingkap misteri dibalik penyakit yang dahulu tidak diketahui asal usulnya,
terapi gen, dan produk-produk bioteknologi. Berikut ini adalah
beberapa aplikasi biologi molekuler di bidang kesehatan:
1)
Pengembangan
produk farmasi seperti produk biosimilar (vaksin virus hepatitis B, produksi
insulin rekombinan, dan lain-lain)
2)
Diagnosa
penyakit dengan metode DNA rekombinan
3)
Diagnosa
penyakit genetik berdasarkan teknik hibridisasi DNA rekombinan
4)
Terapi gen dalam
pengobatan penyakit genetic
5)
Forensik dengan
penggunaan ´DNA fingerprinting´
1)
Produk Farmasi
Bioteknologi telah menyediakan metode untuk produk
farmasi yang memiliki keuntunganlebih murah, mengurangi resiko penggunaan
produk akhir dan menghilangkan ketergantunganterhadap organ binatang. Beberapa
produk farmasi selain insulin yang telah diproduksi denganteknologi DNA rekombinan
adalah sebagai berikut.
Tabel 1.1. Produk farmasi lain dengan teknologi DNA rekombinan
Produk
|
Kegunaan
|
Hormon adenocorticotropic
|
Pengobatan penyakit rematik
|
Alfa dan gamma interferon
|
Terapi kanker dan infeksi virus
|
Sel beta faktor pertumbuhan
|
Penggobatan kelainan imun
|
Erytropoietin
|
Pengobatan anemia
|
Hormon pertumbuhan manusia
|
Terapi defisiensi pertumbuhan pada anak-anak
|
Lympotoxin
|
antitumor
|
Vaksin hepatitis B
|
Mencegah hepatitis B
|
Interleukin-2
|
Pengobatan kanker, merangsang sistem imun
|
Antibodi monoklonal
|
Terapi kanker dan rejeksi transplantasi
|
Nerve growth factor
|
Memperbaiki syaraf yang rusak
|
Praurokinase Antikoagulan
|
terapi serangan jantung
|
Platelet-derived
growt factor
|
Mengobati
artherosclerosis
|
a) Diagnosa penyakit
Diagnosis yang akurat dan cepat merupakan sesuatu yang
mutlak pada diagnosa penyakit. Terdapat dua cara diagnosa penyakit menggunakan teknologi
DNA rekombinan, yaitu (a) melibatkan penggunaan antibodi, (b) berdasarkan
teknik hibridisasi DNA.
Perbedaan susunan dan jumlah pasang basa DNA untuk tiap-tiap orang, baik
DNA nukleus maupun DNA mitokondria, menjadikan DNA sebagai identitas yang spesifik.
Hal inilah yang menjadi dasar dari identifikasi seseorang dengan melihat
DNAnya. Selain itu, adanya penurunan DNA dari parental ke anakan juga membuat
analisis hubungan kekerabatan menjadi lebih mudah dan akurat. Dengan kata lain,
dalam menganalisis hubungan kekerabatan (keturunan) maka DNA yang dianalisis
merupakan sesuatu yang bersifat spesifik (khas) dan diturunkan. Berikut prinsip
kerja dari beberapa contoh diagnosis molekuler:
1. Diagnosis molekuler DNA nukleus
·
Short Tandem
Repeat (STR)
Short Tandem
Repeat merupakan pengulangan dari beberapa
nukleotida dengan panjang dua hingga lima pasang basa dalam jarak yang
berdekatan. STR yang berbeda-beda untuk setiap orang menjadikannya sebagai
profil genetik yang khas. STR bersifat diturunkan, sehingga dapat digunakan
untuk menganalisis hubungan kekerabatan (parental). Dengan mendeteksi
keberadaan STR seseorang maka dapat ditentukan apakah orang tersebut merupakan
keturunan dari orang tertentu.
·
Restriction
Frame Length Polymorphism (RFLP)
RFLP merupakan teknik analisis DNA dengan menggunakan
enzim restriksi untuk memotong DNA pada variasi-variasi dan panjang tertentu
untuk selanjutnya dianalisis menggunakan teknik elektroforesis. DNA akan
dipotong dengan enzim endonuklease pada nukleotida spesifik, di mana nukleotida
spesifik ini bersifat khas dan diturunkan. DNA yang sudah dipotong akan
dielektroforesis dan dianalisis sesuai panjang tiap-tiap pita.
·
Combined DNA
Index System (CODIS)
CODIS merupakan database DNA yang dikembangkan oleh
FBI Amerika Serikat yang digunakan untuk membantu di bidang penyelidikan atau
pengidentifikasian tersangka kriminal. CODIS bekerja dengan cara
mengidentifikasi tiga belas marker (penanda) yang bersifat spesifik untuk setiap orang.
·
Variable Number
Tandem Repeat (VNTR)
VNTR merupakan sebuah lokasi pada genom di mana
sekuens-sekuens nukleotida pendek tersusun menjadi tandem berulang. Perbedaan
VNTR dari STR adalah jumlah pola pengulangan tandem, di mana pada STR terjadi
pengulangan antara sepuluh hingga enam puluh kali, sedangkan pada VNTR terjadi
pengulangan secara acak atau variabel.
2. Diagnosis molekul DNA mitokondria
·
mtDNA testing
mtDNA testing merupakan
teknik analisa menggunakan DNA yang terdapat di mitokondria. Prinsip kerja mtDNA
testing adalah bahwa mtDNA pada seseorang ditransmisikan dari garis
maternal. Menutrut kesepakatan terdapat tiga region utama pada mtDNA, yaitu
region pengkode, region HVR1, dan region HVR2. mtDNA testing akan
menganalisa nukleotida yang terdapat pada HVR1 dan HVR2 untuk kemudian
dibandingkan dan dicari persamaan dan perbedaannya dengan hasil mtDNA
testing milik orang lain yang dibandingkan.
DNA dapat di isolasi dari darah
pasien, yang mengandung DNA virus dan DNA manusia. Jikatelah diketahui virus
yang dicari dan jika urutan DNA virus ini sudah tersedia dalam
sumber literature maka dapat segera dirancang oligonukleotida pendek
(probe) yang dilabeli radioaktif dan akan dapat berhibridisasi dengan DNA
virus. Jadi apabila terdapat DNA virus dalam sampel,maka probeakan menempel dan dapat dilihat dengan
autoradiografi.Masalah yang dihadapi dengan teknik ini adalah bila level
infeksinya rendah, hanyaterdapat sedikit DNA virus, sehingga sulit dideteksi.
Namun masalah ini dapat di atasi denganadanya teknik PCR. PCR digunakan untuk
memperbanyak DNA. Primer PCR dapat dirancang,yang akan memperbanyak potongan
DNA virus. Setelah itu produk PCR dihibridisasimenggunakanprobeseperti diatas.
Diagnosa ini sangat akurat, spesifik dan cepat dibandingkanteknik tradisional
seperti pengkulturan organisme.
b) Diagnosa dan pengobatan penyakit genetik
Penyakit genetik adalah penyakit yang disebabkan
karena kerusakan informasi genetik baik tingkat gen maupun tingkat
kromosom, dan diturunkan ke generasi berikutnya. Penyakit ini bisa
disebabkan karena kerusakan pada banyak gen atau pada satu gen.
Prinsip diagnosa berdasarkan teknik hibridisasi
dapat digunakan untuk diagnosa penyakit genetik. Misalkanmutasi spesifik
diketahui merupakan penyebab dari penyakit tertentu. Seperti
penyakitAlzheimer, probeDNA yang dirancang dapat berhibridisasi untuk
mendeteksi mutasi tersebut.Sehingga diagnosa genetik dapat dilakukan
menggunakan teknik yang sama dengan yangdigunakan untuk diagnosa penyakit
infeksi. Pengobatannya dapat digunakan dengan terapi gen.
c)
Terapi gen
dalam pengobatan penyakit genetik
Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang
bertanggung jawabterhadap suatu penyakit. Selama ini pendekatan terapi gen yang
berkembang adalahmenambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami ketidak
normalan. Pendekatan lainadalah melenyapkan gen abnormal dengan gen normal
dengan melakukan rekombinasi homolog.Pendekatan ketiga adalah mereparasi gen
abnormal dengan cara mutasi balik selektif, sedemikian rupa sehingga akan
mengembalikan fungsi normal gen tersebut. Selain pendekatan-pendekatantersebut,
ada pendekatan lain untuk terapi gen, yaitu mengendalikan regulasi ekspresi
genabnormal tersebut. Contohnya pada terapi sel reproduksi dan terapi sel
somatic.
d) Forensik dengan penggunaan ´DNA fingerprinting´
Salah satu yang sudah dipublikasikan
secara legal adalah penggunaan ´DNAfingerprinting´. Teknik ini berdasarkan pada
aplikasi RFLP (Restriction Fragment LengthPolymorphism) yang berdasarkan
kenyataan bahwa setiap individu, walaupun mempunyai genyang sama, tapi pasti
punya perbedaan pada materi genetiknya (DNA). Perbedaan ini umumnyaterjadi pada
daerah ´bukan pengkode protein´. DNA fingerprinting bertujuan
untuk mengidentifikasi perbedaan materi genetik, dalam rangka menentukan
apakah dua sampel DNA berasal dari orang yang sama atau orang yang
berbeda. Teknik ini dapat digunakan untuk membuktikan suatu tindak
kriminal. Metoda yang digunakan adalah PCR, RFLP, elektroforesisdan hibridisasi.Sampel
DNA dapat disiapkan dati materi yang ditemukan dilokasi kriminal, sepertidarah,
semen atau rambut. PCR digunakan untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik
daritersangka dan korban kejahatan. Produk PCR dipotong dengan enzim restriksi
dan dipisahkandengan gel elektroforesis, diikuti dengan transfer ke membran
nitroselulosa dan hibridisasidengan probe spesifik. Bila sampel DNA dari
tersangka dan korban memperlihatkan DNAbandyang
sama setelah hibridisasi, maka dengan perhitungan statistik dapat dikatakan
bahwa sampeltersebut berasal dari orang yang sama.
BAB III
KESIMPULAN
Biologi
molekuler adalah lanjutan dua cabang ilmu sebelumnya yaitu genetika
dan biokimia. Ilmu biologi molekuler mempunyai peranan yang sangat luas
bagi kesejahteraanmasyarakat salah satunya dibidang kesehatan. Contohnya yaitu
terapi molekular seperti pada pengobatan penyakit SCID (Severe Combained
Immuno Deficiency), penanggulangan penyakitketurunan seperti talasemia,
fibrosis kistik, hemofilia, dan penyakit kanker. Mengingat
sangat pentingnya ilmu biologi molekuler bagi kelangsungan hidup manusia
maka diperlukan pengembangan disegala aspek sehingga mampu memberi manfaat
yang lebih luas bagikehidupan manusia khususnya dibidang kesehatan.
Daftar Pustaka
1)
Ghaffar, Shabarni, 2007, Buku Ajar Bioteknologi
Moloekuler, Unpad Press ; Bandung
2) Provost, P ., et al. 2002. Ribonu-
clease Activity and RNA binding of recombinant human Dicer. The EMBO Journal
21(21): 5864- 5874.
3) Roberts, J.P . 2004. Gene therapy’s Fall and Rise (Again). The Scien-
tist 18(18): 22-24.
4) Tang, G. 2005. siRNA and miRNA: an insight into RISCs, TRENDS in
Molecular Medicine 30(2).
5) Thenawijaya, M. 1994. Leh- ninger, Dasar-dasarBiokimia. Jilid 3.
PenerbitErlangga. Hal: 123-233.
6) Wang, M.B. et al., 2004. On the role of RNA silencing in the
pathogenicity and evolution of viroids and viral satellite. ProcNatlAcadSci
101: 3275-3280.
7) Xia, H. et al. 2004. RNAi sup- presses polyglutamine-induced
neurodegeration in a model of spinocerebellar ataxia. Nature Methods 10:
816-820.25. Y ague, E, et al. 2004. Complete
reversal of multidrug resistance by stable expression of small in- terfering
RNAs targeting MDR1E. Gene Therapy 11:1170- 1174.
8)
Anonim, 2009, Teknologi Biologi Molekuler, available
athttp://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.news-medical.net/health/What-is-Molecular-Biology.aspx,
9)
Anonim , 2006, Biologi Molekuler, available
athttp://wikipedia.com,
13) Sagan
L. On the origin of mitosing cells. J Theor Biol 1967 Mar;14(3):255-74.
14) [4] Greenstein B, Greenstein A. Medical
biochemistry at a glance. Oxford: Blackwell Sciences Ltd; 1996. p.3.
15) [5] Schatz G, Halsbrunner E, Tuppy H.
Deoxyribonucleic acid associated with yeast mitochondria. Biochemical and
biophysical research communication 1964;15:127-32.
16) [6] Kornberg RD. Chromatin structure: a
repeating structure of histones and DNA. Science 1972;184:868-71.
17) [7] Lotter K. What is mitochondrial DNA?
[Online]. Available from: URL:http://forensicscience.suite101.com/article.cfm/what_is_mitochondrial_dna
18) [8] Campbell N, Reece J, Mitchell L.
Biologi. 5th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002. p.248-9.
19) [9] Sutovsky P, Moreno RD, Ramalho-Santos
J, Dominko T, Simerly C, Schatten G. Ubiquitin tag for sperm mitochondria.
Nature 1999 November 25;402(6760):371-2.
20) [10]
Sutovsky P, Moreno RD, Ramalho-Santos J, Dominko T, Simerly C, Schatten G.
Ubiquitin sperm mitochondria, selective proteolysis, and regulation of
mitochondrial inheritance in mammalian embryos. Biol Reprod 2006
August;63(2):682-90.
21) [11]
Wikipedia the free Encyclopedia. Short tandem repeat [Online]. Available from:
URL: http://en.wikipedia.org/wiki/short_tandem_repeat
22) [12] The
Biology Project University of Arizona. [Online]. Available from: URL:http://www.biology.arizona.edu/Human_bio/activities/blackett2/str_description.html
23) [13]
Wikipedia the free Encyclopedia. Restriction frame length polymorphism
[Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/RFLP
24) [14]
Wikipedia the free Encyclopedia. Combined DNA index system [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/CODIS
25) [15]
Wikipedia the free Encyclopedia. Variable number tandem repeat [Online].
Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/VNTR
26) [16]
Wikipedia the free Encyclopedia. Tandem repeat [Online]. Available from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/tandem_repeat
27) [17]
Wikipedia the free Encyclopedia. Genealogical DNA test [Online]. Available
from: URL: http://en.wikipedia.org/wiki/genealogical_DNA
No comments:
Post a Comment