TETANUS
Definisi
Tetanus
adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering
fatal yang disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang menghasilkan
tetanospasmin neurotoksin, biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka tusuk
yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau gigitan
serangga).
Tetanus
(rahang terkunci (lockjaw)) adalah
suatu penyakit toksemia akut dan fatal yang disebabkan oleh tetanuspasmin,
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom.
Etiologi
Kuman
tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang yang langsing
dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk gram positif dan
bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat dibedakan dari tipe lain berdasarkan
flagella antigen.
Kuman
tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang butat,
khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan dalam air
mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila
dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka
spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat
merupakan flora
usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan
manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian
berkembang biak.
Bentuk
vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik Kuman tetanus
tumbuh subur pads suhu 17°C dalam media kaldu daging dan media agar darah.
Demikian pula dalam media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat
mengfermentasikan glukosa.
Kuman
tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat
molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak
dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering.
Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan
dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan
(rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang.
Patogenesis
Clostridium
tetani biasanya memasuki tubuh dalam bentuk spora melalui
luka yang terkontaminasi dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat,
dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan
binatang yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi sepsis,
infeksi gigi, persalinan, injeksi intramuskular dan pembedahan. C.tetani
sendiri tidak menyebabkan inflamasi sehingga tidak tampak tanda-tanda
inflamasi di sekitar port d’entry,
kecuali bila ada infeksi oleh mikroorganisme lain.
Dalam
kondisi anaerob yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi basil
tetanus mensekresikan dua macam eksotoksin, yakni tetanolisin dan
tetanospasmin. Tetanolisin akan merusak jaringan yang masih hidup yang
mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan
bakteri ini bermultiplikasi. Sementara itu, untuk mencapai susunan saraf pusat
dan menghasilkan gejala-gejala klinik tetanus, tetanospasmin memiliki beberapa
jalur penyebaran.
Bila
keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai
anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, benda–benda
asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini
tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospasmin
sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara:
1. Secara
lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung–ujung saraf perifer
atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat dan
susunan saraf perifer.
2. Toksin
diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya
susunan saraf pusat.
Setelah
melewati salah satu jalur di atas, tetanospasmin menempel pada permukaan
membran presinaptik neuron terminal yang terdekat. Selanjutnya secara retrograd
menyebar intraneuronal sampai ke SSP mulai dari akson menuju badan sel, lalu
dendrit dan ke akson neuron sebelumnya.
Tetanospasmin merupakan polipeptida rantai
ganda, terdiri dari rantai berat dan rantai ringan, yang dihubungakan oleh
ikatan disulfida. Ujung karboksil dari rantai berat tetanospasmin
memungkinkannya terikat pada membran saraf, sedangkan ujung aminonya
memungkinkan tetanospasmin masuk ke dalam sel saraf melalui serangkaian reaksi
biomolekuler. Setelah masuk ke dalam neuron, kekuatan ikatan disulfida
berkurang menyebabkan rantai ringan terlepas dan menjadi aktif, bekerja pada
pre-sinaps untuk mencegah pelepasan neurotransmitter inhibitory (glisin
dan GABA) dari neuron yang ditempatinya dengan cara menghancurkan sinaptobrevin
(protein membran yang berfungsi membantu terjadinya fusi vesikel yang
mengandung meurotransmitter inhibitory
dengan membran pre-sinaps), akibatnya proses pelepasan neurotransmitter inhibitory
ke dalam celah sinaps tidak terjadi. Kegagalan pelepasan neurotransmitter inhibitory
ke dalam celah sinaps mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas
neuron-neuron eferen menuju otot, menimbulkan gejala kaku otot maupun spasme,
misalnya pada otot masseter, menyebabkan trismus (lock-jaw).
Manifestasi Klinis
Tetanus biasanya
mengikuti luka-luka yang dikenali. Kontaminasi
benda tajam dengan tanah, pupuk atau besi yang berkarat dapat menyebabkan
tetanus. Penyakit ini juga dapat sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus,
gangren, gigitan ular yang telah nekrotik, infeksi telinga tengah, aborsi,
kelahiran, injeksi intramuskular dan pembedahan.
Ada trias gejala yaitu rigiditas atau kekauan, spasme
dari otot, jika parah maka bisa
disfungsi otonom. Kekakuan otot leher, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut sering merupakan gejala awal. Spasme otot
masseter bisa menyebabkan trismus atau ”lockjaw”. Spasme yang prosesif meluas
dari otot muka menyebabkan ekspresi khusus yang disebut ”Risus Sardonicus” dan
pada otot menelan menyebabkan disfagia. Kekakuan dari otot leher menyebabkan
retraksi kepala. Kekauan otot-otot rangka tubuh menyebabkan opisthotonus dan
kesulitan bernafas dengan complience dinding dada yang menurun.
Gambar
2. Trismus
Gambar
3. Risus Sardonicus
Gambar4.
Opistotonus
Untuk meningkatkan tonus otot, ada episode spasme otot. Kontraksi tonik ini
seperti konvulsi yang mempengaruhi agonis dan antagonis dari sekelompok otot.
Bisa spontan atau dipengaruhi oleh sentuhan, visual, suara, atau emosi. Spasme
bervariasi untuk kekuatannya dan frekuensi tapi cukup kuat menyebabkan patah
tulang dan robeknya suatu jaringan (avulsi). Spasme bisa terjadi terus-menerus
yang bisa mengakibatkan gagal nafas. Spasme faring sering diikuti spasme laring
dan berhubungan dengan aspirasi dan obstruksi jalan nafas.
Masa inkubasi bervariasi
antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Pada umumnya tergantung pada lokasi dan jarak
antara luka dengan system saraf pusat, sehingga lokasi luka yang jauh dapat
menyebabkan masa inkubasi yang lebih lama.
Masa inkubasi yang pendek mempunyai angka kematian yang cukup tinggi. Pada tetanus neonatorum gejala biasanya
muncul antara 4 sampai 14 hari setelah lahir dengan rata-rata 7 hari.
Karakteristik Dari
Tetanus:
1.
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama , dan menetap selama 5-7 hari.
2.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang
frekuensinya.
3.
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4.
Biasanya didahului dengan ketegangan otot
terutama pada rahang dan leher.
5.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus
/ lockjaw) karena spasme otot masseter.
6.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( nuchal
rigidity)
7.
Risus Sardonicus karena spasme otot muka dengan
gambaran alis tertarik ke atas, sudut
mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat.
8.
Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
9.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat
terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur
collumna vertebralis (pada anak).
PENATALAKSANAAN
ATS
(Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (lembu)
maupun antitoksin equine (asal kuda).
Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU per IM dan untuk
anak adalah 750 IU per IM.
Pemberian
imunisasi pasif tergantung dari sifat luka, kondisi penderita dan status
imunisasi. Pasien yang belum pernah
mendapat imunisasi aktif maupun pasif, merupakan keharusan untuk di imunisasi.
Pemberian imunisasi secara IM, jangan sekali – kali secara IV.
Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman
(1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000–100.000 u yang diberikan
setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat
intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100–200 cc glukosa 5% dan
diberikan selama 1–2 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2
hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian
Selama
infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
-
Toksin bebas dalam darah;
-
Toksin
yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang
dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah.
Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir
oleh antitoksin. Sebelum pemberian
antitoksin harus dilakukan:
-
Anamnesa apakah ada riwayat alergi;
-
Tes
kulit dan mata; dan
-
Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.
Ini
dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterolog
sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes
mata
Pada
konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1:10
dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi garam
faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada
konjungtiva.
Tes
kulit
Suntikan
0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara intrakutan.
Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan
indurasi lebih dari 10 mm.
Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin
diberikan secara bertahap (Besredka).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat
R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 21-24
2. Sabiston
D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994. Hal 145
3.
Behrman RE, Kliegnan RM, Arvin AM. Tetanus. Dalam : Wahab AS
editor . Ilmu kesehatan anak nelson.
Edisi 15. Jakarta : EGC.1999. Hal 1004-1007
4. Schwartz.
Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC 2000. Hal
No comments:
Post a Comment