"A Man can't make a mistake can't make anything"

Tuesday, 9 October 2012

TEORI DAN PRAKTEK PEMBIDAIAN SEHARI HARI


BAB I
PENDAHULUAN

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari immobilisasi adalah:
1. Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2. Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena rasa nyeri yang hebat.
3. Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya infeksi tulang.
Pembidaian tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Pembidaian

Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun  fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.

2.2. Prinsip Pembidaian

a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Tanda dan gejala patah tulang:
S Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang: pembengkakan, memar, rasa nyeri.
S Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang patah akan memberikan nyeri yang hebat pada penderita.
S Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat tidak sama bentuk dan panjangnya.
S Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali tidak dapat digunakan lagi.
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.


2.3. Syarat Pembidaian
a.       Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit;
b.      Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
c.       Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
d.      Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
e.       Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
f.       Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.


2.4. Prosedur Pembidaian

Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang dibidai.
6. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

       2.4.1. Mempersiapkan penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan kepada penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
e. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan atau penolong)
f. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
h. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma servikal
i. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
j. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur
-Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang?
-    Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur.
-Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya.
k. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan pada penderita.
Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan menambah masalah.

2.4.2. Persiapan alat
-       Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
-      Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
-Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi.

2.5. Tipe-tipe bidai:
1. Bidai keras.
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuatdan ringan.Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaandarurat.Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidai Soft
adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.
Contoh : Bidai traksi tulang paha
4. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.Pembuatannya sangattergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.

5. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)dan memanfaatkantubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.


2.6. Jenis Pembidaian

Jenis-jenis pembidaian :
a.       Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
-Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
                      sakit
-Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
-Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
                      kerusakan yang lebih berat
-Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan
                    teknik dasar pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
-Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
-Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
-Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan
                      gips,dll).
-Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih



2.7.  Tanda Fraktur

Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
k) Fungsiolesa
l) Perdarahan bisa ada atau tidak
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera

Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.


2.8. Kontra Indikasi Pembidaian

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.


2.9. Komplikasi Pembidaian

Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.


DAFTAR PUSTAKA

Pierce A. Grace and Neil R. Borley :  At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit:EMS, Jakarta, 2007.

Rasjad Chairuddin : Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta, 2007.

Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong : Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.



Top of FormBottom of Form
 BAB I
PENDAHULUAN

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud dari immobilisasi adalah:
1. Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2. Tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena rasa nyeri yang hebat.
3. Tidak membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya infeksi tulang.
Pembidaian tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Pembidaian

Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun  fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.

2.2. Prinsip Pembidaian

a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Tanda dan gejala patah tulang:
S Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang: pembengkakan, memar, rasa nyeri.
S Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang patah akan memberikan nyeri yang hebat pada penderita.
S Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat tidak sama bentuk dan panjangnya.
S Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali tidak dapat digunakan lagi.
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.


2.3. Syarat Pembidaian
a.       Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit;
b.      Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
c.       Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
d.      Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
e.       Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
f.       Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.

2.4. Prosedur Pembidaian

Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang dibidai.
6. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

       2.4.1. Mempersiapkan penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan kepada penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
e. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan atau penolong)
f. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
h. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma servikal
i. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
j. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur
-Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang?
-    Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur.
-Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya.
k. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan pada penderita.
Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan menambah masalah.

2.4.2. Persiapan alat
-       Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
-      Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
-Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi.

2.5. Tipe-tipe bidai:
1. Bidai keras.
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuatdan ringan.Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaandarurat.Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidai Soft
adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.
Contoh : Bidai traksi tulang paha
4. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.Pembuatannya sangattergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.

5. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)dan memanfaatkantubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.


2.6. Jenis Pembidaian

Jenis-jenis pembidaian :
a.       Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
-Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
                      sakit
-Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
-Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
                      kerusakan yang lebih berat
-Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan
                    teknik dasar pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
-Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
-Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
-Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan
                      gips,dll).
-Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih



2.7.  Tanda Fraktur

Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
k) Fungsiolesa
l) Perdarahan bisa ada atau tidak
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera

Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.


2.8. Kontra Indikasi Pembidaian

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.


2.9. Komplikasi Pembidaian

Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.


DAFTAR PUSTAKA

Pierce A. Grace and Neil R. Borley :  At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3, Penerbit:EMS, Jakarta, 2007.

Rasjad Chairuddin : Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta, 2007.

Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong : Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.



Top of FormBottom of Form

No comments:

Post a Comment