BAB I
PENDAHULUAN
Bidai atau spalk
adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak
bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud
dari immobilisasi adalah:
1.
Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan
lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2. Tidak
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena
rasa nyeri yang hebat.
3. Tidak
membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya
infeksi tulang.
Pembidaian
tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk
sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga
gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya
untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pembidaian
Pembidaian
adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera,
dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan
dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang
berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi,
bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.
2.2. Prinsip
Pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b.
Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami
cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan
fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan
tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah
tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang.
Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat
benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Tanda dan gejala
patah tulang:
S Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga
terjadi patah tulang: pembengkakan, memar, rasa nyeri.
S Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya
sejajar dengan tulang yang patah akan memberikan nyeri yang hebat pada
penderita.
S Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang
yang sehat terlihat tidak sama bentuk dan panjangnya.
S Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan
baik atau sama sekali tidak dapat digunakan lagi.
3. Melewati
minimal dua sendi yang berbatasan.
2.3. Syarat
Pembidaian
a.
Bidai harus
meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan
yang tidak sakit;
b.
Ikatan
jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
c.
Bidai dibalut/
dilapisi sebelum digunakan;
d.
Ikatan
harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
e.
Jika
mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
f.
Sepatu,
cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.
2.4. Prosedur
Pembidaian
Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila
penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai
harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur
dahulu pada sendi yang sehat.
4. Bidai
dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau
penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat
bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian
fraktur. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan
anggota tubuh yang dibidai.
6. Ikatan
jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
2.4.1. Mempersiapkan
penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan
kepada penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau
dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
e. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan
menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika
keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan
atau penolong)
f. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika
diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan
luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka
tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang
yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
h. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang
dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma
servikal
i. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat
sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau
sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus
hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
j. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi
fraktur
-Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang?
- Periksa
kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera
dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara
bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan
ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur.
-Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya.
k. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan
pada penderita.
Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan
hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula
mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa
sterilitas hanya akan menambah masalah.
2.4.2. Persiapan alat
- Bidai
dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat
sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll.
Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
- Bidai
yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih
dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
-Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk
membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang
dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat
yang bisa menghambat sirkulasi.
2.5. Tipe-tipe
bidai:
1. Bidai keras.
Umumnya terbuat dari kayu,
alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuatdan ringan.Pada dasarnya
merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaandarurat.Kesulitannya
adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara,
bidai vakum.
2. Bidai Soft
adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang
lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur
sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah
tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang
patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.
Contoh : Bidai traksi tulang paha
4. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang
cukup kuat dan ringan untuk penopang.Pembuatannya sangattergantung dari bahan
yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan
lain-lain.
5. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan
pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)dan memanfaatkantubuh penderita
sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.
2.6. Jenis
Pembidaian
Jenis-jenis
pembidaian :
a. Pembidaian sebagai tindakan
pertolongan sementara
-Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita
dibawa ke rumah
sakit
-Bahan untuk bidai bersifat
sederhana dan apa adanya
-Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghindarkan
kerusakan yang lebih berat
-Bisa dilakukan oleh siapapun yang
sudah mengetahui prinsip dan
teknik dasar pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
-Dilakukan di fasilitas layanan
kesehatan (klinik atau rumah sakit)
-Pembidaian dilakukan untuk proses
penyembuhan fraktur/dislokasi
-Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai
standar pelayanan
gips,dll).
-Harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang sudah terlatih
2.7. Tanda Fraktur
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika
pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau
mendengar bunyi krek.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang
sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas
yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika
menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
k) Fungsiolesa
l) Perdarahan bisa ada atau tidak
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada
distal lokasi cedera
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.
2.8. Kontra
Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi
saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah
distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
2.9. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan,
beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya
pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat
pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita
menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.
DAFTAR PUSTAKA
Pierce
A. Grace and Neil R. Borley : At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3,
Penerbit:EMS, Jakarta, 2007.
Rasjad
Chairuddin : Pengantar Ilmu Bedah
Orthopedi, Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta, 2007.
Sjamsuhidajat
R dan Wim de Jong : Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
BAB I
PENDAHULUAN
Bidai atau spalk
adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak
bergerak (immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit. Maksud
dari immobilisasi adalah:
1.
Ujung-ujung dari ruas patah tulang yang tajam tersebut tidak merusak jaringan
lemah, otot-otot, pembuluh darah, maupun syaraf.
2. Tidak
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, berarti pula mencegah terjadinya syok karena
rasa nyeri yang hebat.
3. Tidak
membuat luka terbuka pada bagian tulang yang patah sehingga mencegah terjadinya
infeksi tulang.
Pembidaian
tidak hanya dilakkukan untuk immobilisasi tulang yang patah tetapi juga untuk
sendi yang baru direposisi setelah mengalami dislokasi. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor sehingga
gampang mengalami dislokasi kembali, untuk itu setelah diperbaiki sebaiknya
untuk sementara waktu dilakukan pembidaian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Pembidaian
Pembidaian
adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera,
dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan
dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang
berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi,
bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.
2.2. Prinsip
Pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b.
Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami
cedera (korban jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan
fraktur lebih aman dipindahkan ke tandu medis darurat setelah dilakukan
tindakan perawatan luka, pembalutan dan pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah
tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang.
Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat
benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan sebagai fraktur.
Tanda dan gejala
patah tulang:
S Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga
terjadi patah tulang: pembengkakan, memar, rasa nyeri.
S Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya
sejajar dengan tulang yang patah akan memberikan nyeri yang hebat pada
penderita.
S Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang
yang sehat terlihat tidak sama bentuk dan panjangnya.
S Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan
baik atau sama sekali tidak dapat digunakan lagi.
3. Melewati
minimal dua sendi yang berbatasan.
2.3. Syarat
Pembidaian
a.
Bidai harus
meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan
yang tidak sakit;
b.
Ikatan
jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
c.
Bidai dibalut/
dilapisi sebelum digunakan;
d.
Ikatan
harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
e.
Jika
mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
f.
Sepatu,
cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.
2.4. Prosedur
Pembidaian
Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila
penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai
harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur
dahulu pada sendi yang sehat.
4. Bidai
dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau
penekanan syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat
bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian
fraktur. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan
anggota tubuh yang dibidai.
6. Ikatan
jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
2.4.1. Mempersiapkan
penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan
kepada penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau
dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
e. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan
menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika
keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan
atau penolong)
f. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika
diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan
luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka
tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang
yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
h. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang
dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma
servikal
i. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat
sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau
sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus
hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
j. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi
fraktur
-Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang?
- Periksa
kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera
dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara
bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan
ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur.
-Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya.
k. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan
pada penderita.
Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan
hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula
mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa
sterilitas hanya akan menambah masalah.
2.4.2. Persiapan alat
- Bidai
dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat
sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu, dll.
Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
- Bidai
yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih
dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
-Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk
membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang
dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat
yang bisa menghambat sirkulasi.
2.5. Tipe-tipe
bidai:
1. Bidai keras.
Umumnya terbuat dari kayu,
alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuatdan ringan.Pada dasarnya
merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaandarurat.Kesulitannya
adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara,
bidai vakum.
2. Bidai Soft
adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang
lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur
sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah
tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang
patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.
Contoh : Bidai traksi tulang paha
4. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang
cukup kuat dan ringan untuk penopang.Pembuatannya sangattergantung dari bahan
yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan
lain-lain.
5. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan
pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga)dan memanfaatkantubuh penderita
sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.
2.6. Jenis
Pembidaian
Jenis-jenis
pembidaian :
a. Pembidaian sebagai tindakan
pertolongan sementara
-Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita
dibawa ke rumah
sakit
-Bahan untuk bidai bersifat
sederhana dan apa adanya
-Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghindarkan
kerusakan yang lebih berat
-Bisa dilakukan oleh siapapun yang
sudah mengetahui prinsip dan
teknik dasar pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
-Dilakukan di fasilitas layanan
kesehatan (klinik atau rumah sakit)
-Pembidaian dilakukan untuk proses
penyembuhan fraktur/dislokasi
-Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai
standar pelayanan
gips,dll).
-Harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang sudah terlatih
2.7. Tanda Fraktur
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika
pada salah satu bagian tubuh
ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau
mendengar bunyi krek.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang
sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas
yang cedera
d) Posisi ekstremitas yang abnormal
e) Memar
f) Bengkak
g) Perubahan bentuk
h) Nyeri gerak aktif dan pasif
i) Nyeri sumbu
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika
menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
k) Fungsiolesa
l) Perdarahan bisa ada atau tidak
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada
distal lokasi cedera
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.
2.8. Kontra
Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi
saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah
distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
2.9. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan,
beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya
pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat
pembidaian yang terlalu ketat
c. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita
menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.
DAFTAR PUSTAKA
Pierce
A. Grace and Neil R. Borley : At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3,
Penerbit:EMS, Jakarta, 2007.
Rasjad
Chairuddin : Pengantar Ilmu Bedah
Orthopedi, Penerbit Yarsif Watampone, Jakarta, 2007.
Sjamsuhidajat
R dan Wim de Jong : Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
No comments:
Post a Comment