I. DEFINISI
Secara definisi
Fistula
adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga internal
atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar. (Smeltzer dan Bare, 2001).
Entero-enteral atau enterocutaneous
adalah petikan yang abnormal kebocoran isi perut atau usus (usus besar atau
kecil) ke organ lain, biasanya bagian dari usus (entero-enteral) atau kulit
(enterocutaneous). (Lee, 2006).
Umbilikalis fistel atau fistel
umbilikalis atau fistula vitellina adalah suatu keadaan kongenital dimana
duktus vitellinus tetap dipertahankan seluruhnya sehingga membentuk hubungan
langsung antara pusat dengan seluruh pencernaan. Dalam hal ini dapat
dikeluarkan tinja melalui pusat. (Watson, dkk, 1987).
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan
antara dua organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh.
Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara
organ gastrointestinal dan kulit.
Gambar 1. Fistula enterokutaneous
II. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan
kriteria anatomi, fisiologi dan etiologi, yaitu sebagai berikut:
- Berdasarkan kriteria anatomi,
fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula internal dan
eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan antara dua
viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang menghubungkan
antara viscera dengan kulit.
- Berdasarkan kriteria fisiologi,
fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-output,
moderate-output dan low output.
Fistula enterokutaneous dapat
menyebabkan pengeluaran cairan intestinal ke dunia luar, dimana cairan tersebut
banyak mengandung elektrolit, mineral dan protein sehingga dapat menyebabkan
komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-seimbangan elektrolit dan dapat
menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula dengan high-output apabila
pengeluaran cairan intestinal sebanyak >500ml perhari, moderate-output
sebanyak 200-500 ml per hari dan low-output sebanyak <200 ml per
hari.
- Berdasarkan kriteria etiologi,
fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu fistula yang terjadi secara
spontan dan akibat komplikasi postoperasi.
Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25%
dari seluruh fistula enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal terutama pada kanker dan penyakit radang pada usus. Selain itu
dapat juga disebabkan oleh radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan
ulkus perforasi atau iskhemi pada usus.
Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat
komplikasi postoperasi (sekitar 75-85%). Faktor penyebab timbulnya fistula
enterokutaneous akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan
faktor tehnik. Faktor pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan
hypothermia. Sedangkan faktor tehnik yaitu pada tindakan-tindakan preoperasi.
Sebelum dilakukan operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi
pasien karena kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0
gr/dL, rendahnya kadar transferin dan total limposit dapat meningkatkan resiko
terjadinya fistula enterokutaneous. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat
disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi pada daerah operasi, hipotensi
sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan membuat anastomosis dari usus
yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko timbulnya fistula, keadaan pasien
harus normovolemia / tidak anemis agar aliran oksigen menjadi lebih optimal.
Selain itu pada saat operasi harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah
timbulnya infeksi dan abses yang dapat menimbulkan fistula.
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding
anus atau rektum. Kadang- kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran
nanah pada abses anorektal. Fistula secara umum sering ditemukan pada penderita
:
a. Penyakit Crohn
b. Tuberkulosis
c. Divertikulitis
d. Kanker
e. Cedera anus maupun rektum.
Fistula enterokutaneus biasanya
diakibatkan :
a. Spontaneous (15% sampai 25%)
- Radang usus buntu
- Lubang duodenal ulcers
- Radiasi
- Penyakit diverticular
- Ischemic usus
- Malignancies.
b. Postoperative (75% hingga 85%)
- Kegagalan anastomotic
- Penutupan abdominal.
- Operasi kanker
- Lysis yang adhesions
Penyebab dari terbentuknya fistula pasca pembedahan sangat
bervariasi tergantung pada lokasi organ, faktor predisposisi, faktor resiko
pasien dan tehnik atau prosedur pembedahan. Kompleksitas dari fistula
enterokutaneus tergantung dari jumlah pengeluaran.
a. Rendah: 200 ml/24 jam
b. Moderat: 200-500 ml/24 jam
c. Tinggi: 500 ml/24 jam
Jumlah output juga dapat digunakan untuk memprediksi
kematian seperti tercantum dalam seri klasik oleh Edmunds dkk. pasien yang
tinggi dengan output fistulas memiliki mortality 54%, pasien dengan moderat
output meninggal dalam 30% kasus sedanglan rendah output fistulas meninggal
dalam 16% kasus. Dalam seri yang lebih baru, Levy dkk. melaporkan kematian dari
50%, 24% dan 26% di tinggi, moderat dan rendah output fistulas, masing-masing.
Kira-kira 30% semua tipe fistula akan menutup secara spontan dalam waktu 6-7
minggu.
III. GEJALA/MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam,
leukositosis, prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan
infeksi pada luka. Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material
usus pada luka di abdomen.
Gambar 2. Pasien dengan fistula enterocutaneous
Gejala tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feses
dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Gejala ini mungkin pasase
flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung pada saluran
fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik
disertai gejala yang berhubungan.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada kasus Fistula yaitu sebagai
berikut:
a.
Test methylen blue
Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula
enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk
mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.
b.
USG
USG dapat digunakan untuk mengetahui ada-tidaknya abses dan
penimbunan cairan pada saluran fistula
c.
Fistulogram
Tehnik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras
disuntikkan melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan
menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber
fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi
di bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur,
inflamasi) dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.
d.
Barium enema
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi
lambung, usus halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya
fistula seperti penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma
e.
CT scan
V. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan di daerah anus, dimana ditemukan satu atau lebih pembukaan
fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan. Sebuah alat penguji bisa
dimasukan untuk menentukan kedalaman dan arahnya. Ujung dalamnya bisa
ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskop yang dimasukkan ke dalam
rectum.
VI. PENATALAKSANAAN
Pembedahan selalu dianjurkan karena
beberapa fistula sembuh secara spontan. Fistulektomi (eksisi saluran fistula)
adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi secara seksama dengan
enema yang diprogramkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Sebuah studi menelan kontras, di mana radio-kekusaman dye adalah ditelan oleh pasien dan diambil foto sinar-x dan CT scan, sering menunjukkan anatomi dari hiliran. Jika hiliran melibatkan titik dua, yang kontras enema (kontras dye diberikan melalui dubur) dapat bermanfaat.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan kasa.
Sebuah studi menelan kontras, di mana radio-kekusaman dye adalah ditelan oleh pasien dan diambil foto sinar-x dan CT scan, sering menunjukkan anatomi dari hiliran. Jika hiliran melibatkan titik dua, yang kontras enema (kontras dye diberikan melalui dubur) dapat bermanfaat.
Parcel merupakan sistem kantong yang
digunakan pada bentuk dan ukuran luka lebih luas dengan menggabungkan
hidrokoloid sheet dan double tape. Wound drain merupakan tindakan yang
dilakukan bertujuan untuk mengalirkan cairan yang cenderung terakumulasi pada
lokasi yang dilakukan pembedahan. Penggunaan wound drain dapat menggunakan
kantong ostomi.
Parcel dressing dipakai pada luka bertujuan untuk menampung eksudat, melindungi jaringan, mencegah infeksi silang, memonitor volume pengeluaran, meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi kecemasan pasien, meningkatkan mobilitas pasien. Sedangkan penggunaan wound drain untuk mempertahankan keamanan drain, menampung pengeluaran, mencegah infeksi silang, memonitor keefektifitasan drain dan volume pengeluaran, melindungi sekitar jaringan, meningkatkan kenyamanan pasien dan mengontrol bau, meningkatkan mobilitas pasien dan biaya lebih efektif. Kedua tehnik ini digunakan jika cairan yang keluar melalui luka dan fistula terlalu banyak biasanya lebih dari 500 ml/24 jam. (Haryanto, 2009).
Parcel dressing dipakai pada luka bertujuan untuk menampung eksudat, melindungi jaringan, mencegah infeksi silang, memonitor volume pengeluaran, meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi kecemasan pasien, meningkatkan mobilitas pasien. Sedangkan penggunaan wound drain untuk mempertahankan keamanan drain, menampung pengeluaran, mencegah infeksi silang, memonitor keefektifitasan drain dan volume pengeluaran, melindungi sekitar jaringan, meningkatkan kenyamanan pasien dan mengontrol bau, meningkatkan mobilitas pasien dan biaya lebih efektif. Kedua tehnik ini digunakan jika cairan yang keluar melalui luka dan fistula terlalu banyak biasanya lebih dari 500 ml/24 jam. (Haryanto, 2009).
Penatalaksanaan fistula
enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu stabilization,
investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.
1.
Stabilization
Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification,
resuscitation, control of sepsis, nutritional support, control of fistula
drainage
a. Identification
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi
pasien dengan fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien
menunjukkan tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk
erythema pada luka. Luka akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang
terdiri dari cairan usus. Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan
karena sedikit atau tidak diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat
menjadi dehidrasi, anemis, dan kadar albumin yang rendah. 4
b. Resuscitation
Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume
sirkulasi. Pada tahap ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki
volume sirkulasi. Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan tekanan
onkotik plasma.
c. Control of sepsis
Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya
sepsis dengan pemberian obat antibiotik. 4
d. Nutritional support
Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous
merupakan komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization.
Fistula enterokutaneous dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake
nutrisi kurang, hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus kaya
protein yang keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous
membutuhkan kalori total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio
kalori-nitrogen 150:1 sampai 200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur
pemberian nutrisi ini dilakukan melalui parenteral. Selain itu, perlu diberikan
elektrolit dan vitamin seperti vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat. 4
e. Control of fistula drainage
Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen
drainase fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan
suction catheter. Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit
akibat cairan fistula, dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau
glyserin. Beberapa penulis melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum
Assisted Closure (VAC) system untuk penatalaksanaan fistula
enterokutaneous. Obat-obatan (Somatostatin, Octreotide dan H2 Antagonis) dapat
juga diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, sekresi kelenjar
pankreas, usus, dan traktus biliaris. 2,4
2. Investigation
Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan
jalur fistula. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: 2,4
a. Test methylen blue
b. USG
c. Fistulogram
d. Barium enema
e. CT scan
3. Decision
Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam
4-6 minggu pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari
sepsis. Penutupan spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus. Fistula yang
terdapat pada lambung, ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan yang
rendah untuk menutup secara spontan. Hal ini berlaku juga pada fistula dengan
keadaan terdapat abses besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus,
diskontinuitas usus, dan obstruksi distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila
fistula tidak menutup (output tidak berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat
direncanakan untuk melakukan operasi reseksi. Pada rencana melakukan tidakan
operasi, ahli bedah harus mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan nutrisi
dengan memberikan nutrisi secara adekuat, kemungkinan terjadinya penutupan
spontan dan tehnik-tehnik operasi yang akan digunakan. 4
4. Definitive therapy
Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula
enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang
tepat. Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas
dari sepsis.
Pada
saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi secara transversal
pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan. Tujuan tindakan operasi
selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rektum dari ligamentum Treiz.
Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk menemukan seluruh abses dan
sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan dalam melakukan anastomosis.
Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula,
reseksi pada segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus
yang berat, dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y
drainase, dan serosal patches. Namun tindakan- tindakan tersebut
tidak menjamin hasil yang optimal. Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted,
end-to-end anastomosis menggunakan segmen usus yang sehat dapat
meningkatkan kemungikan anastomosis yang aman. 2,4
5. Healing
Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian
nutrisi harus terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan
penutupan dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi)
ini membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan protein yang
adekuat untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan luka. 4
VI. KOMPLIKASI
Edmund et al mengidentifikasi trias klasik untuk
komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis,
malnutrisi, serta berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat
menimbulkan abses local, infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain
itu, fistula enterokutaneous dapat meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya
akan protein dan cairan tubuh serta elektrolit sehingga dapat menimbulkan
malnutrisi dan berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh. Pemberian
nutrisi parenteral (TPN) sangat diperlukan, karena TPN dapat meningkatkan
penutupan fistula secara spontan. Pada pasien yang membutuhkan penutupan
fistula dengan operasi, TPN dapat meningkatkan status nutrisi sehingga dapat
mempertahankan kontinuitas usus dengan cara meningkatkan proses penyembuhan luka
dan meningkatkan system imun.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien fisula adalah :
a. Infeksi
b. Gangguan fungsi reproduksi
c. Gangguan dalam berkemih
d. Gangguan dalam defekasi
e. Ruptur/ perforasi organ yang terkait
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fistel
enterokutaneus :
a. Kekurangan gizi
b. Dehidrasi
c. Masalah kulit
d. keracunan darah
VII. PROGNOSIS
Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar
10-15%, lebih banyak disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus
fistula dapat menutup secara spontan. Faktor-faktor yang dapat menghambat
penutupan spontan fistula yaitu FRIEND (Foreign body didalam traktus
fistula, Radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi pada sumber fistula, Epithelisasi
pada traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula, Distal obstruction
pada usus). Tindakan pembedahan dapat menyebabkan lebih dari 50% morbiditas
pada pasien dan 10% dapat kambuh kembali. 6
PEMBAHASAN
Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan
antara dua organ dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh.
Fistula enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara
organ gastrointestinal dan kulit. Pada kasus ini, pasien di diagnosis menderita
penyakit fistula enterokutaneous.
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluh keluar cairan
kuning kehijauan dari luka operasi beberapa hari setelah operasi. Cairan yang
keluar merupakan cairan yang sedikit kental dan disertai bau yang tidak enak.
Cairan ini keluar sedikit-sedikit beberapa saat setelah pasien makan dan minum.
Sebelumnya, pasien mengaku menjalani operasi hernia dan sekitar 9 hari setelah
operasi hernia, keluar cairan berwarna kuning kehijauan dari luka bekas operasi
tersebut. Cairan ini terus keluar terutama beberapa saat setelah makan dan
minum. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil bahwa melalui inspeksi diketahui
bahwa terdapat luka bekas operasi pada regio inguinalis sinistra, luka bekas
operasi terbuka Ø ± 6x3 cm, terdapat cairan kuning kehijauan yang keluar dari
luka bekas operasi, dan jahitan operasi terbuka.
Fistula enterokutaneous dapat timbul secara spontan dan
akibat komplikasi post operasi. Penyebab utama fistula ini adalah akibat
komplikasi postoperasi. Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous
akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik.
Faktor pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia.
Sedangkan faktor tehnik yaitu pada tindakan preoperasi. Sebelum dilakukan
operasi, harus dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena
kehilangan 10-15% berat badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya
kadar transferin dan total limposit dapat meningkatkan resiko terjadinya
fistula enterokutaneous. Selain itu, fistula enterokutaneous dapat disebabkan
oleh kurangnya vaskularisasi pada daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan
berlebih pada anastomosis, dan membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat.
Penatalaksanaan fistula pada pasien ini yaitu pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi dan sepsis, pemberian nutrisi parenteral
untuk mencegah malnutrisi, cairan infus untuk mencegah dehidrasi, dulcolax
untuk melancarkan BAB dan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dorland W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. h. 840
2.
Kozell K and Martin L., 1999. Managing the Challenges of Enterocutaneous
Fistula. Available from www.cawc.net/open/wcc/1-1/Kozell.pdf (Download : 8 Juni
2009) p. 10-14
3.
Amato J., 2005. Enterocutaneous Fistula. Available from http://74.125.153.132/search q=cache :7TAvijyGRV0J:www.mssurg.net/Team5Conferences/2005-6/Enterocutaneous %
2520 Fistula%2520-%25203.pdf+ enterocutaneous+fistula+john+
amato&cd=1&hl= id&ct= clnk&gl =id&client=firefox-a
(Download : 8 Juni 2009) p. 95-98
4.
Evenson A. R et al., 2006. Current Management of Enterocutaneous Fistula.
Available from http://www.ptolemy.ca /members/archives/
2006/Fistula/evenson2006.pdf. (Download : 8 Juni 2009) p. 455-463
5.
Thompsom M.J and Epanomeritakis E., 2008. An Accountable Fistula Management
Treatment Plan. Available from : http://www.eakin.co.uk/ Uploads/ Docs/An_ Accountable
_Fistula_Management_Treatment_Plan_BJN.pdf. (Download : 16 Juni
2009) p. 434-439
6.
Edward E.W et al. Small Intestine. In : Charles F., Bronicardi et al.
Swartz-Principle of Surgery. McGraw-Hill. p. 1037-1038
7.
Stein D. E. 2008. Intestinal Fistulas. Available from
http://emedicine.medscape. com/article/179444-diagnosis (Download : 8 Juni 2009)
assalamualaikum dokter, saya ingin sekali meng-kopas artikel fistula enterokutan, kebetulan di RS kami ada beberapa kasus tersebut,dan saya saat ini sedang pendidikan gizi klinik.izin print ya dok....terima kasih
ReplyDeletefitri