KODE ETIK
KEDOKTERAN
SURAT
KEPUTUSAN PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA
NO.
221 /PB/A.4/04/2002
TENTANG
PENGURUS
BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA
MENIMBANG
·
Bahwa
dalam menjalankan profesi kedokteran diperlukan adanya suatu kode etik yang
digunakan sebagai pedoman.
·
Bahwa
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi dokter Indonesia
anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.
·
Bahwa
KODEKI yang ada saat ini perlu disesuaikan lagi dengan situasi kondisi yang
berkembang sesuai dengan pesatnya kemajuan Iptekdok dan dinamika etika global
yang ada.
·
Bahwa
KODEKI sebagaimana pada butir 3 diatas dalam rangka penerapannya perlu
ditetapkan melalui surat keputusan.
MENGINGAT
·
Anggaran
Dasar IDI Bab III pasal 5, 6 dan 7
·
Ketetapan
Muktamar IDI No. l0/Muk. DI XXIV/10/2000
·
SK
PB IDI No.001/PB/A.4/00 tanggal 20 November 2000
·
Memperhatikan
Hasil Mukernas Etik Kedokteran III yang diselenggarakan pada tanggal 21 - 22
April 2001 di Jakarta
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Keputusan
PB IDI tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
·
Pertama
: Mencabut KODEKI hasil Rakernas
MKEK-MP2A tahun 1993
·
Kedua
: Menetapkan penerapan Kode
Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun
2001 sebagai pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.
·
Ketiga
: Dengan penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia sebagaimana butir kedua tersebut, maka semua dokter yang
menjalankan protesi kedokterannya wajib berpegang teguh pada KODEKI tersebut.
·
Keempat
: Seluruh Pengurus Wilayah, Cabang
dan Badan Kelengkapan orgarisasi IDI lainnya wajib menyebarluaskan KODEKI
tersebut kepada seluruh dokter di wilayah kerjanya masing-masing. Surat
keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila ternyata dikemudian
hari terdapat kekeliruan dalam pembuatannya akan diperbaiki sesuai dengan
keperluannya.
Jakarta,
19 April 2002
Ketua
Umum, Sekretaris
Jendral
Prof
DR. Dr. M. Ahmad Djojosugito, MHA. Dr. Fachmi Idris, M.Kes
NPA.
IDI : M6.094 NPA IDI
: 32.552
MUKADIMAH
Sejak
permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia, sudah dikenal hubungan
kepercayaan antara dua insan yaitu sang pengobat dan penderita. Dalam zaman
modern, hubungan ini disebut hubungan kesepakatan terapeutik antara dokter dan
penderita (pasien) yang dilakukan dalam suasana saling percaya mempercayai
(konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan
kekhawatiran makhluk insani.
Sejak
terwujudnya sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui serta mengetahui
adanya beberapa sifat mendasar (fundamental) yang melekat secara mutlak pada
diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu sifat ketuhanan, kemurnian
niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah dan
sosial, serta kesejawatan yang tidak diragukan.
Inhotep
dan Mesin, Hippocrates dari Yunani, Galenus dan Roma, menupakan beberapa ahli
pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan sendi-sendi permulaan untuk
terbinanya suatu tradisi kedokteran yang mulia. Beserta semua tokoh dan
organisasi kedokteran yang tampil ke forum internasional, kemudian mereka
bermaksud mendasarkan tradisi dan disiplin kedokteran tersebut atas suatu etik
profesional. Etik tersebut, sepanjang masa mengutamakan penderita yang berobat
serta demi keselamatan dan kepentingan penderita. Etik ini sendiri memuat
prinsip-prinsip, yaitu: beneficence, non maleficence, autonomy dan justice.
Etik
kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur
hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat
yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah
Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
Dengan
maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran,
kami para dokter Indonesia baik yang tergabung secara profesional dalam Ikatan
Dokten Indonesia, maupun secara tungsional terikat dalam organisasi bidang
pelayanan, pendidikan serta penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan Rakhmat
Tuhan Yang Maha Esa, telah menumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),
yang diuraikan dalam pasal-pasal berikut:
KODE ETIK
KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap
dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang
dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam
melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap
dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap
perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap
dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang
dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang
dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang
dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang
dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap
dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Dalam
melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun
psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap
dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap
dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib
menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap
dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap
dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap
dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap
dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap
dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER
TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap
dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap
dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
No comments:
Post a Comment